Anda di halaman 1dari 13

EFEKTIVITAS PROGRAM PENINGKATAN KETERAMPILAN HIDUP

MELALUI AKTIVITAS MENABUNG PADA SISWA


BERKEBUTUHAN KHUSUS
(STUDI KASUS PADA SISWA TUNAGRAHITA KLASIFIKASI RINGAN)
Ayu Windiyaningrum 1), Puji L. Prianto2) dan Patricia Adam3)
Fakultas Psikologi, Universitas Mercubuana, Jakarta
Email : Ayu.windiya@gmail.com

Abstract
Mentally retarded students are able to successfully master certain vocational skills, yet they need assistance in managing
their income particularly in budgeting and banking skills (Browder & Grasso, 1999). These are part of their life
skills required by mentally retarded students to function independently in life (Brolin in Goodship, 1990). Financial
management skills are trained by establishing saving habit through systematic learning principles application of
behavior modification in order to create long term behavioral change (Martin & Pear, 2003). Teaching life skills to a
mentally retarded student should involve real-life experience or adopt a community-based instruction (Crane, 2002),
so the student can easily comprehend the newly-taught behavior. This research was conducted using case study design
in one particular subject. Result shows that saving activity is effective to enhance subject’s life skill.
Key words : mentally retarded students, life skills, behavior modification.

Abstrak
Anak tunagrahita dapat menjalani pekerjaan dengan sukses, namun mereka masih membutuhkan bantuan dalam mengatur
pendapatan, yang meliputi kemampuan untuk budgeting dan banking skill (Browder & Grasso, 1999). Kemampuan ini
merupakan bagian dari keterampilan hidup (life skill), yang perlu dikuasai agar siswa tunagrahita dapat berfungsi secara
mandiri dalam kehidupan (Brolin dalam Goodship, 1990). Keterampilan untuk mengatur pendapatan dapat dilatihkan
melalui kebiasaan menabung yang ditumbuhkan dengan modifikasi perilaku, yaitu dengan mengaplikasikan sejumlah
prinsip belajar secara sistematis untuk membuat perubahan dalam diri seseorang dalam jangka waktu panjang (Martin
& Pear, 2003). Pengajaran keterampilan hidup pada siswa tunagrahita perlu melibatkan pengalaman nyata atau
Community based instruction (Crane, 2002), untuk memudahkan siswa tunagrahita dalam memahami perilaku
yang diajarkan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain studi kasus pada satu orang subyek. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa aktivitas menabung efektif untuk meningkatkan keterampilan hidup pada subyek.
Kata kunci : siswa retardasi mental, keterampilan hidup, modifikasi perilaku.

PENDAHULUAN keputusan, kemandirian dalam melakukan


Siswa tunagrahita memiliki kesempatan berbagai aktivitas sehari-hari, serta kemandirian
yang sama dengan siswa normal lainnya dalam pengelolaan uang. Keterampilan ini
untuk dapat hidup mandiri dan sukses dalam sering juga disebut dengan istilah life skill
pekerjaan. Melalui pelatihan yang sesuai (keterampilan hidup) yang berarti pengetahuan
dan didukung dengan mengikuti program dan kemampuan secara berkelanjutan yang
pendidikan karir yang menyeluruh (Payne diperlukan oleh seseorang untuk berfungsi
& Patton, 1981), siswa tunagrahita memiliki secara mandiri dalam kehidupan (Brolin dalam
cukup kemampuan untuk dapat sukses dalam Goodship, 1990). Hal ini akan mengarahkan
pekerjaannya dan penyesuaian di lingkungan individu untuk dapat menampilkan perilaku
sosialnya. Ketidaksuksesan seorang tunagrahita adaptif, yaitu dapat berfungsi secara mandiri
dalam bekerja lebih disebabkan karena perilaku dengan memenuhi tuntutan lingkungannya
yang berhubungan dengan tanggungjawab (Crane, 2002).
dan keterampilan sosial dalam bekerja Goodship (1990) menjelaskan bahwa
dibandingkan kinerja mereka (Hallahan, pendidikan keterampilan hidup merupakan
Kauffman & Pullen, 2009). Keterampilan suatu program yang berupaya mempersiapkan
sosial ini termasuk didalamnya adalah membuat peserta didik agar dapat trampil hidup secara

142
Efektivitas Program Peningkatan Keterampilan Hidup Melalui Aktivitas Menabung Pada Siswa Berkebutuhan Khusus
(Studi Kasus Pada Siswa Tunagrahita Klasifikasi Ringan) 143

mandiri dan bermakna. Keterampilan hidup pendapatan merupakan salah satu kemampuan
ini dapat membantu terciptanya kemandirian, yang masih kurang pada siswa tunagrahita,
yaitu kemampuan untuk tidak bergantung pada terutama pada tunagrahita dengan tingkatan
orang lain dalam mengurus serta memberikan ringan. Meskipun standar kurikulum mengenai
arahan pada diri sendiri (Sigafoos, Feinstein, matematika yang dilakukan di sekolah dapat
Damon, Reiss dalam Browder & Grasso, saja diselesaikan, tetapi mereka juga perlu
1999) untuk membantu masa transisi memahami penggunaan matematika tersebut
menuju dewasa (Browder dan Grasso, 1999). dalam kehidupan nyata yang akan membantu
Kemandirian tersebut mencakup kebebasan mereka dalam masyarakat. Dalam hal ini
dalam mendapatkan uang; mengatur uang; konsep mengenai ukuran, uang, dan waktu
serta membelanjakannya, dapat menjadi salah juga merupakan kompetensi yang dibutuhkan
satu hal penting untuk melatih seseorang tidak hanya dalam dunia kerja, tetapi juga
dalam memiliki kontrol atas hidupnya sendiri, dalam aktivitas sehari-hari.
tidak bergantung pada orang lain dalam Banyak tunagrahita yang kurang
mengurus serta memberikan arahan pada dapat mengontrol keuangan mereka karena
diri sendiri (Sigafoos, Feinstein, Damon, kurangnya keterampilan, tidak diberikannya
Reiss dalam Browder & Grasso, 1999). Pada kesempatan, ataupun disebabkan oleh
siswa tunagrahita, hal ini perlu ditekankan keduanya (Browder & Grasso, 1999). Apabila
untuk membantunya agar mampu membuat tunagrahita tidak dapat mengontrol keuangan
keputusan pribadi, mengatur kehidupannya mereka, maka mereka akan menjadi kurang
sendiri dan mendukung dirinya sendiri mandiri dalam membuat keputusan mengenai
(Hallahan, Kauffman & Pullen, 2009). aktivitas keseharian yang akan dilakukannya,
Pendidikan keterampilan hidup belum misalnya dalam menentukan tempat tinggal,
banyak diterapkan pada kurikulum pendidikan keputusan membeli suatu barang, keputusan
yang ada. Salah satunya yang terjadi pada untuk pergi berlibur, memutuskan aktivitas
Y, siswa kelas 1 SMALB C Lenteng Agung. waktu luang, dan sebagainya.
Selain pelajaran umum, di sekolahnya ia Pada kasus Y, tidak adanya kebiasaan
mendapatkan bekal keterampilan otomotif. Ia untuk menabung di rumah maupun sekolah
dikenal cukup mandiri, tidak membutuhkan menjadi penyebab Y menjadi kurang mampu
bantuan dalam melakukan berbagai aktivitas dalam mengontrol uang yang dimiliki.
bina diri, dan dapat bepergian untuk jarak Dalam keluarga Y, sejak kecil anak-anak
tertentu menggunakan angkutan umum tanpa tidak pernah diajarkan ataupun dibiasakan
didampingi oleh orang tua ataupun pengasuh. untuk menyisihkan uang yang dimilikinya.
Selain uang saku yang diberikan oleh ibunya Kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
setiap hari, seringkali Y mendapatkan tambahan pendidikan keterampilan hidup bagi anak
uang saku dari sang kakak. Keaktifan Y membuat orang tua menjadi cenderung tak
dalam mengikuti kegiatan olahraga di sekolah acuh pada pengasuhan. Padahal, keterampilan
memberinya peluang untuk mendapatkan uang hidup salah satunya yaitu kemampuan untuk
dengan sesekali mendapatkan penggantian mengelola uang dengan menabung sangat
uang transport saat mengikuti pertandingan. diperlukan dalam membantu Y untuk dapat
Sayangnya, dalam penggunaan uang saku hidup mandiri. Di sekolah, Y juga hanya
tersebut Y masih belum dapat mengaturnya mendapatkan keterampilan otomotif. Melalui
secara bijak dan cenderung menghabiskannya keterampilan yang mulai dikuasainya ini, ia
sekaligus dengan membeli barang-barang atau mendapatkan beberapa tawaran pekerjaan yang
kebutuhan yang menurutnya perlu. Misalnya memungkinkannya untuk dapat memperoleh
dengan membeli telepon genggam ataupun penghasilan. Akan tetapi, sekolah belum
bermain di pusat permainan di mall (timezone). menyertakan pendidikan keterampilan hidup
Apa yang dialami oleh Y tampaknya untuk mempersiapkan Y dalam mengelola
sesuai dengan pendapat Meese (2001) bahwa uang dari pendapatannya tersebut.
keterampilan dalam mengelola uang atau Belajar mengenai pengelolaan uang
144 Jurnal Ilmu Ekonomi dan Sosial, Volume 5, Nomor 2, Juli 2016, halaman 142 - 154

merupakan sebuah proses panjang yang berbagai jenis gangguan dan masalah (Heward
berlangsung sepanjang hidup dan berbeda pada & Orlansky, 1998). Dalam modifikasi perilaku
setiap tahapan perkembangannya (Browder & digunakan aplikasi prinsip-prinsip belajar yang
Grasso, 1999). Hal ini sebaiknya dilakukan tersusun secara sistematis dan merupakan suatu
sejak dini dan tidak hanya mengajarkan teknik untuk mengukur dan meningkatkan
nilai uang melainkan juga mengenai perilaku individu, baik yang tampak maupun
keterampilan membuat rencana penggunaan yang tidak tampak untuk membantu manusia
uang (budgeting). Sejalan dengan hal ini, berfungsi secara lebih baik didalam
siswa tunagrahita juga memiliki kebutuhan lingkungan sosial dengan tujuan membuat
sepanjang hidup untuk dapat mengelola uang perubahan dalam diri seseorang dalam jangka
yang sesuai dengan kebutuhan mereka. waktu panjang (Martin & Pear, 2003). Secara
Browder dan Grasso (1999) lebih khusus, dalam intervensi ini akan
menjelaskan bahwa untuk dapat mengontrol digunakan metode prompting yaitu berupa
keuangan yang dimiliki, maka hal yang perlu prosedur dalam memberikan arahan, petunjuk,
dipelajari adalah keterampilan membuat dan instruksi secara aktif dan membantu
perencanaan dan menabung (budgeting and individu untuk belajar target perilaku yang
banking skill). Apabila keterampilan sudah spesifik dan menampilkan perilaku yang belum
dapat dikuasai pada siswa tunagrahita, maka diketahui sebelumnya (Venkatesan, 2005 ;
mereka dapat melakukan generalisasi dan Snell, 1983). Dalam program intervensi ini,
mengaplikasikannya pada situasi yang teknik modifikasi perilaku akan dipadukan
berbeda saat diperlukan, dengan bantuan dengan community based instruction, yaitu
arahan praktis. Mempelajari keterampilan dengan memberikan pengalaman nyata pada
ini akan membantu siswa- siswa tunagrahita saat pengajaran pada siswa tunagrahita.
untuk dapat hidup mandiri dalam masyarakat Pengalaman nyata yang diberikan diharapkan
(Wehmeyer dalam Smith, 2001). dapat membantu siswa dalam memahami
Pada pengajaran keterampilan hidup, perilaku yang diharapkan darinya. Sementara
sebaiknya siswa dilibatkan dalam pengalaman itu, pengajaran akan dilakukan oleh peneliti
nyata di masyarakat atau Community based dengan melibatkan orang tua dan guru untuk
instruction (Crane, 2002). Hal ini sangat membantu melakukan pengawasan.
penting bagi pendidikan untuk siswa Berdasarkan latar belakang yang telah
tunagrahita, karena dengan terlibat langsung dikemukakan, permasalahan utama yang
dalam situasi pengalaman nyata maka diangkat dalam penelitian ini adalah Apakah
akan memudahkan siswa tunagrahita untuk program peningkatan keterampilan hidup
memahami perilaku yang diajarkan. Hal ini melalui aktivitas menabung efektif untuk
terkait dengan kesulitan siswa tunagrahita membantu Y dalam meningkatkan penguasaan
dalam melakukan generalisasi keterampilan keterampilan hidup? Pertanyaan penelitian
hidup dalam situasi nyata. tersebut diuraikan dalam pertanyaan turunan
Intervensi dini seperti memberikan sebagai berikut:
stimulasi dan penanganan yang tepat, terencana 1. Bagaimana siswa tunagrahita dapat
dan terarah dapat memberikan efek jangka mengenal uang untuk dapat meningkatkan
panjang bagi anak tunagrahita (Hallahan, keterampilan hidup ?
Kauffman & Pullen, 2009). Penanganan ini 2. Bagaimana siswa tunagrahita dapat
dapat berupa kerjasama antara orang tua, guru mengenal nilai uang untuk dapat
dan profesional (seperti ahli terapi, psikolog meningkatkan keterampilan hidup ?
dan lain-lain). 3. Bagaimana siswa tunagrahita dapat
Dalam pembentukan perilaku dapat menabung di bank untuk dapat
dilakukan dengan menggunakan modifikasi meningkatkan keterampilan hidup ?
perilaku. Modifikasi perilaku merupakan
salah satu intervensi psikologis yang terbukti
berhasil dalam menangani individu dengan
Efektivitas Program Peningkatan Keterampilan Hidup Melalui Aktivitas Menabung Pada Siswa Berkebutuhan Khusus
(Studi Kasus Pada Siswa Tunagrahita Klasifikasi Ringan) 145

Tinjauan Teoritis pendapatan. Siswa tunagrahita klasifikasi


Mental Retardation (Retardasi Mental / moderate (menengah) tergolong mampu latih
Tunagrahita) (dapat dilatih keterampilan tertentu). Apabila
AAMR (American Association on diberikan kesempatan pendidikan yang
Mental Retardation) menjelaskan bahwa sesuai mereka dapat dididik untuk melakukan
keterbelakangan mental atau tunagrahita pekerjaan yang membutuhkan kemampuan
menunjukkan adanya keterbatasan yang tertentu (Hanson & Aller, 1992). Pada
signifikan dalam berfungsi, baik secara tunagrahita klasifikasi severe, membutuhkan
intelektual maupun perilaku adaptif yang perlindungan hidup dan pengawasan yang
terwujud melalui kemampuan adaptif teliti, pelayanan dan pemeliharaan yang terus
konseptual, sosial dan praktikal. Keadaan menerus (tidak mampu mengurus dirinya tanpa
ini muncul sebelum usia 18 tahun (Hallahan bantuan orang lain meskipun tugas sederhana).
& Kauffman, 2006). Keterbelakangan Pada siswa tunagrahita klasifikasi profound,
mental mencakup tidak hanya fungsi umumnya memperlihatkan kerusakan pada
intelektual melainkan juga tingkah laku otak dan kelainan fisik yang nyata seperti
adaptif, serta bagaimana keduanya masih hydrocephalus, mongolism dan sebagainya,
dapat dikembangkan pada seorang yang Penyesuaian diri sangat kurang dan sering kali
berketerbelakangan mental. Fungsi intelektual tanpa bantuan orang lain mereka tidak dapat
mencakup tes inteligensi dan kemampuan berdiri sendiri serta membutuhkan pelayanan
yang berhubungan dengan kinerja akademis, medis yang baik dan intensif. Dalam penelitian
sementara kemampuan adaptif mencakup ini, subyek adalah siswa tunagrahita dengan
kemampuan konseptual, sosial dan praktikal kalisifikasi ringan dan mampu didik.
yang dipelajari untuk dapat berfungsi dalam
kehidupannya sehari-hari (Mangunsong, Life Skill (Keterampilan Hidup)
2009). Pada bagian selanjutnya, istilah Life skill dapat diterjemahkan juga
retardasi mental akan disebut dengan istilah sebagai keterampilan hidup, merupakan
tunagrahita. pengetahuan dan kemampuan secara
The American Psychological berkelanjutan yang diperlukan oleh seseorang
Association (APA) membuat klasifikasi untuk berfungsi secara mandiri dalam
anak tunagrahita menjadi empat, yaitu mild, kehidupan (Brolin dalam Goodship, 1990).
moderate, severe dan profound (Hallahan Sementara itu, Goodship (1990) menjelaskan
& Kauffman, 2006). Klasifikasi ini dibuat bahwa pendidikan kecakapan hidup atau
berdasarkan tingkat kecerdasan atau skor keterampilan hidup merupakan suatu program
IQ, yaitu: (a) Mild (IQ: 55-70); (b) Moderate yang berupaya mempersiapkan peserta didik
(IQ: 40-55); (c) Severe (IQ: 25-40); dan (d) agar dapat trampil hidup secara mandiri dan
Profound (IQ <25). bermakna. Cronin (dalam alwell & Cobb,
Siswa tunagrahita kategori mild 2009) mendefinisikan life skill sebagai berikut:
(Mangunsong, 2009) termasuk mampu didik …those skill or tasks that contribute to
(dapat dididik di sekolah umum) dan tidak the successful, independent functioning
memperlihatkan kelainan fisik yang mencolok, of an individual in adulthood.” (hal.54)
walaupun perkembangan fisiknya sedikit agak Cronin (2009) membagi keterampilan hidup
lambat dibandingkan rata- rata anak seusianya, menjadi lima bagian, yaitu: kemampuan
Tinggi dan berat badan tidak berbeda dengan bina diri dan tugas domestik (self care and
anak lain, tetapi kurang dalam hal kekuatan, domestic living), rekreasi dan waktu luang
kecepatan, koordinasi, serta sering mengalami (recreation and leisure), komunikasi dan
masalah kesehatan (Henson dalam Hanson & keterampilan sosial, keterampilan vokasional,
Aller, 1992). Mampu menikah, berkeluarga serta keterampilan lain yang diperlukan untuk
dan bekerja pada pekerjaan semi skilled, berpartisipasi dalam komunitas.
serta membutuhkan bantuan dalam mengatur Keterampilan hidup sangat diperlukan
dalam mendukung fungsi pekerjaan serta
146 Jurnal Ilmu Ekonomi dan Sosial, Volume 5, Nomor 2, Juli 2016, halaman 142 - 154

mendukung siswa untuk dapat berfungsi secara pencatatan; (d) Membuat keputusan
penuh dalam masyarakat (Goodship, 1990). penggunaan uang; (e) Melakukan pengeluaran
Edgar (dalam Goodship, 1990) melakukan yang bertanggung jawab; (f) Menghitung dan
penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa membayar pajak; (g) Menggunakan kredit
siswa-siswa berkebutuhan khusus baik yang dengan bertanggung jawab; (h) Membayar
menyelesaikan pendidikannya maupun siswa tagihan; dan (I) Membuat kesepakatan untuk
yang mengalami drop out hanya mendapatkan penyewaan.
gaji yang kecil. Siswa-siswa tersebut tidak Serupa dengan Brolin, Browder dan
mendapatkan pendidikan keterampilan hidup Grasso (1999) menjelaskan keterampilan
yang cukup untuk mendukung mereka dalam hidup sebagai salah satu kemampuan yang
bekerja (Goodship, 1990). Keterampilan hidup diperlukan yaitu kemampuan untuk mengelola
ini dapat membantu terciptanya kemandirian, uang, yang meliputi beberapa keterampilan
yaitu kemampuan untuk tidak bergantung pada berikut: (a) mengetahui jumlah uang yang
orang lain dalam mengurus serta memberikan dimiliki (penjumlahan dan mencatat uang
arahan pada diri sendiri (Sigafoos, Feinstein, yang dimiliki); (b) mengetahui cara atau
Damon & Reiss dalam Browder & Grasso, akses untuk penyimpanan uang (banking);
1999). (c) mengetahui cara mempergunakan uang
Browder dan Grasso (1999) (budgeting); d) mengetahui cara menghabiskan
menjelaskan bahwa keterampilan hidup uang (perbandingan harga, belanja); dan (e)
dibutuhkan untuk membantu masa transisi mengetahui bagaimana menggunakan uang
menuju dewasa. Hal tersebut juga mencakup dan mendapatkannya kembali (saving and
kebebasan dalam mendapatkan uang, mengatur investing).
uang, serta membelanjakannya. Hal ini dapat Belajar mengenai keterampilan
menjadi salah satu hal penting untuk melatih hidup termasuk didalamnya mengenai
seseorang dalam memiliki kontrol atas hidupnya pengelolaan uang merupakan sebuah proses
sendiri. Pada siswa tunagrahita, kemampuan panjang yang berlangsung sepanjang hidup
ini diperlukan untuk dapat hidup mandiri (Browder & Grasso, 1999). Pada individu
dalam masyarakat, yaitu dengan memiliki penyandang tunagrahita khususnya kategori
life skill yang memungkinkan mereka hidup ringan, penguasaan keterampilan hidup dapat
mandiri dalam masyarakat. Saat ini, banyak menentukan keberhasilan mereka dalam
siswa dengan kebutuhan khusus (handicaps) memasuki kehidupan di masa dewasa (Crane,
yang memiliki kebutuhan khusus yang 2002). Oleh karena itu hal ini sebaiknya
masih belum terpenuhi. Siswa-siswa tersebut dilakukan sejak dini. Belajar keterampilan
membutuhkan dukungan dan pendidikan hidup ini dapat dimulai pada saat diberikan
untuk dapat mempelajari perilaku tertentu intervensi awal saat mulai dilakukan diagnosis
yang sesuai dengan tuntutan lingkungannya. dan penanganan awal untuk siswa tersebut
Misalnya dapat memakai baju, sopan-santun, (Crane, 2002). Pembekalan keterampilan
membuat keputusan untuk menggunakan uang berlanjut pada level sekolah dasar dan sekolah
yang dimiliki, menggunakan kendaraan umum. lanjutan pertama (SMP). Pada saat SMA,
Brolin (dalam Goodship, 1990) belajar keterampilan hidup dapat dimasukkan
menjelaskan tiga area dasar keterampilan dalam kurikulum untuk pendidikan karier.
hidup yaitu mencakup keterampilan harian Belajar keterampilan hidup salah
(daily living), sosial, dan keterampilan kerja satunya meliputi kemampuan mengelola uang
(occupational skill). Daily living meliputi (Brolin dalam Goodship, 1990). Lebih lanjut,
kemampuan mengelola keuangan pribadi Browder dan Grasso (1999) menekankan
yang dijabarkan dalam beberapa kemampuan bahwa sebaiknya tidak hanya mengajarkan nilai
kecil seperti berikut: (a) Menghitung uang uang melainkan juga mengajarkan mengenai
dan menukar nilai uang dengan benar; (b) keterampilan membuat rencana penggunaan
Menabung dan memeriksa tabungan; (c) uang (budgeting). Kebutuhan untuk belajar
Mengelola anggaran pribadi dan membuat pengelolaan uang ini berbeda pada setiap
Efektivitas Program Peningkatan Keterampilan Hidup Melalui Aktivitas Menabung Pada Siswa Berkebutuhan Khusus
(Studi Kasus Pada Siswa Tunagrahita Klasifikasi Ringan)
147

tahapan perkembangannya. Misalnya pada Kauffman & Pullen, 2009). Penanganan ini
usia dewasa akhir maka kebutuhan ini dapat berupa kerjasama antara orang tua, guru
meliputi kebutuhan untuk pengelolaan uang dan profesional (seperti ahli terapi, psikolog
di masa pensiun. Sejalan dengan hal ini, dan lain-lain). Siswa berkebutuhan khusus
para tunagrahita juga memiliki kebutuhan membutuhkan waktu dan usaha pembelajaran
sepanjang hidup untuk dapat mengelola yang lebih banyak daripada anak-anak
uang yang sesuai dengan kebutuhan mereka. normal (Berger, 1995). Begitupula pada
Browder dan Grasso (1999) anak- anak tunagrahita, karena kurang dapat
menjelaskan bahwa untuk dapat mengontrol mengembangkan strategi belajar dibandingkan
keuangan yang dimiliki, maka hal yang perlu dengan anak-anak normal (Ellis dalam Presley
dipelajari adalah keterampilan membuat & Mc Cormick, 2007). Saat disajikan berbagai
perencanaan dan menabung (budgeting and strategi instruksi, siswa tunagrahita dapat
banking skill). Apabila keterampilan sudah menggunakannya dengan beberapa strategi
dapat dikuasai pada siswa tunagrahita, maka yaitu pengulangan (rehearsal), kategorisasi
mereka dapat melakukan generalisasi dan (categorization), dan elaborasi (elaboration)
mengaplikasikannya pada situasi yang berbeda (dalam Presley & Mc Cormick, 2007).
saat diperlukan, dengan bantuan arahan praktis. Melalui instruksi yang telah dielaborasi, siswa
Mempelajari keterampilan ini akan membantu tunagrahita dapat belajar untuk meregulasi
siswa- siswa tunagrahita untuk dapat hidup strategi belajarnya sendiri (Presley & Mc
mandiri dalam masyarakat (Wehmeyer dalam Cormick, 2007).
Smith, 2001). Pengajaran pada siswa berkebutuhan
Berdasarkan kemampuan mengelola khusus dapat meliputi beberapa cara (Meese,
keuangan yang dikemukakan oleh Brolin 2001). Pertamam, Stimulus Reduction, yaitu
(dalam Goodship, 1990) serta Browder dengan meminimalisir stimulus lingkungan
dan Grasso (1999), maka dalam penelitian yang tidak relevan dan materi instruksi/
ini dijabarkan menjadi kemampuan- pengajaran disampaikan dengan cara tertentu.
kemampuan yang perlu dipelajari siswa untuk Kedua, Multisensory Approaches and Modality
meningkatkan keterampilan hidup melalui Based Instruction, dengan melibatkan
aktivitas menabung, meliputi: (a) Mengenal seluruh sensori pada saat pengajaran. Pada
Uang, yang meliputi: mengenal nilai siswa berkebutuhan khusus, instruksi dalam
nominal uang, memecahkan uang dengan pengajaran harus disesuaikan dengan sensory
nominal yang lebih kecil, menjumlahkan yang paling memberikan pengaruh pada siswa.
uang; (b) Mengenal Nilai uang, yang meliputi: Ketiga, Diet / Drug Therapies, siswa menerima
mengenal harga benda, mengenal tempat terapi obat-obatan yang diperuntukkan
membeli barang keperluan, mengidentifikasi bagi masalah perilaku (hiperaktif, kesulitan
tingkat kepentingan benda yang akan dibeli; memusatkan perhatian, dll). Keempat, Fads
dan (c) Menabung, yang meliputi: mengenal merupakan pendekatan metode pengajaran
tempat menyimpan uang, mengidentifikasi yang dipopulerkan dengan menggunakan
tempat yang aman untuk menyimpan uang, media ataupun ketertarikan siswa pada satu
mencatat pengeluaran uang jajan, menghitung benda atau proses.
jumlah sisa uang jajan, menyimpan sisa uang Dalam mempelajari keterampilan hidup
jajan dalam celengan, membuka tabungan harus dipelajari dalam situasi yang sebenarnya
di bank, menabung dengan rutin, membuat atau melalui pengalaman nyata (Crane, 2002).
rencana penggunaan hasil tabungan. Oleh karena siswa tunagrahita memiliki
hambatan dalam melakukan generalisasi suatu
Intervensi pada siswa Tunagrahita situasi untuk diterapkan pada konteks situasi
Pada anak tunagrahita, intervensi dini yang berbeda. Instruksi langsung sebaiknya
seperti memberikan stimulasi dan penanganan diberikan pada situasi langsung dimana siswa
yang tepat, terencana dan terarah dapat diharapkan untuk dapat menampilkan perilaku
memberikan efek jangka panjang (Hallahan, yang diinginkan. Keterampilan bina diri
148 Jurnal Ilmu Ekonomi dan Sosial, Volume 5, Nomor 2, Juli 2016, halaman 142 - 154

seperti mencuci, memasak, memiliki prosedur individu, baik yang tampak maupun yang
yang berbeda dimana pengaturan situasi dan tidak tampak untuk membantu manusia
peralatannya juga berbeda. Pada keterampilan berfungsi secara lebih baik dalam lingkungan
seperti berbelanja, menghitung uang sosial (Martin & Pear, 2003). Modifikasi
kembali serta mengatur pendapatan dan perilaku bertujuan untuk membuat perubahan
pengeluaran akan lebih baik apabila dipelajari dalam diri seseorang dalam jangka waktu
melalui pengalaman nyata (actual experience). panjang. Selain itu, modifikasi perilaku juga
Pengalaman nyata merupakan suatu diharapkan dapat membuat perubahan yang
hal yang sangat penting bagi pendidikan menetap setelah program selesai dilakukan,
untuk siswa tunagrahita (Crane, 2002). dan menghilangkan ketergantungan yang ada
Community based instruction merupakan selama program (Kazdin, 1984).
salah satu komponen instruksi yang penting Dalam modifikasi perilaku tidak ada
dan efektif dalam melakukan generalisasi yang menetapkan dengan jelas jumlah sesi ideal
keterampilan hidup dalam situasi nyata dan ataupun lamanya suatu intervensi dilakukan.
merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan Jumlah frekuensi pertemuan dan durasi atau
untuk mencapai masa transisi yang efektif. lamanya pertemuan bergantung pada target
Siswa yang mengikuti community based perilaku yang ingin dicapai (Sarafino, 1996).
instruction mengalami peningkatan dalam Meskipun demikian, Hersen dan Rosqvist
perilaku adaptifnya (McDonnell, Hardman & (2005) menyebutkan bahwa frekuensi ideal
Hightower dalam Crane, 2002). dalam melakukan modifikasi perilaku adalah
Community based instruction dapat tiga minggu hingga perilaku tersebut mulai
dilakukan melalui pengalaman nyata yang tampil dan dapat dilakukan tanpa pengawasan
melibatkan role play, videotaping, maupun lebih lanjut.
simulasi kreatif lainnya (Cuvo & Klatt Modifikasi perilaku ini meliputi empat
dalam Crane, 2002). Pembelajaran ini dapat tahapan. Pertama, Tahap screening atau intake,
dilakukan apabila siswa memiliki cukup bertujuan untuk memperjelas permasalahan
kesempatan untuk dapat berinteraksi pada subyek dan menentukan siapa yang akan
dan menjadi bagian dalam lingkungan melakukan intervensi. Kedua, Tahap Baseline,
sosialnya. Pada saat bersamaan, siswa bertujuan untuk mengukur sampai sejauh mana
membutuhkan pilihan untuk belajar di rumah, kemampuan individu dalam menampilkan
karier, dan juga keterampilan di dalam perilaku yang menjadi target. Ketiga, Tahap
komunitas yang memungkinkan mereka treatment atau pelaksanaan program intervensi
untuk dapat hidup mandiri dan produktif. yang telah disusun. Keempat, Tahap follow up
Setiap siswa membutuhkan pengalaman sosial yaitu melakukan evaluasi terhadap program
dan juga latihan keterampilan hidup yang yang dijalankan
memungkinkannya untuk dapat sukses dalam Modifikasi perilaku dapat dilakukan
kehidupan dewasa. Dalam penelitian ini, akan dengan beberapa pendekatan. Pertama,
digunakan metode multisensory approaches Shaping yaitu perilaku akhir dicapai dengan
and modality based instruction dalam memberikan penguatan (reinforcement)
pengajaran, yaitu dengan menggunakan alat pada langkah-langkah kecil untuk mencapai
bantu dan metode pengajaran yang beragam perilaku akhir tersebut (Venkantesan, 2004).
untuk melibatkan seluruh sensori. Kedua, Chaining yaitu serangkaian stimulus
diskriminatif dan respon-respon, dimana
Modifikasi Perilaku setiap respon terkecuali respon terakhir
Dalam pembentukan perilaku dapat akan menghasilkan stimulus diskriminatif
dilakukan dengan menggunakan teknik untuk respon selanjutnya (Martin & Pear,
modifikasi perilaku, yaitu suatu aplikasi 2003). Ketiga, Fading merupakan sebuah
prinsip-prinsip belajar yang tersusun secara proses bertahap dalam mengajarkan anak
sistematis dan merupakan suatu teknik mempelajari perilaku baru yang dilalui
untuk mengukur dan meningkatkan perilaku dengan cara meniadakan sedikit demi sedikit
Efektivitas Program Peningkatan Keterampilan Hidup Melalui Aktivitas Menabung Pada Siswa Berkebutuhan Khusus
(Studi Kasus Pada Siswa Tunagrahita Klasifikasi Ringan) 149

pendampingan (Venkantesan, 2004) dan reinforcer merupakan suatu hal (benda, event,
mengubah bimbingan dari bentuk yang dan sebagainya) yang dapat meningkatkan
kompleks menjadi lebih sederhana (Snell, respon individu berupa tampilnya perilaku
1983). Keempat, Prompting merupakan target.
prosedur dalam memberikan arahan, petunjuk, Positive reinforcer dapat diberikan
dan instruksi secara aktif dan membantu dengan cara unconditioned atau tidak
individu untuk belajar target perilaku yang terkondisi yaitu dengan token system. Token
spesifik dan menampilkan perilaku yang system merupakan sebuah program dimana
belum diketahui sebelumnya (Venkantesan, individu menerima sejumlah reward yang
2005; Snell, 1983). Prompt diberikan ketika diberikan secara akumulatif pada akhir
ada perilaku baru yang diajarkan dan harus program setelah individu melakukan sejumlah
dihilangkan agar individu dapat menampilkan variasi perilaku. Dua manfaat menggunakan
perilaku yang diharapkan secara lebih token system. Pertama, dapat diberikan secara
mandiri (Snell, 1983). Martin dan Pear (2003) langsung setelah perilaku tertentu tampil
menjelaskan bahwa prompting adalah stimulus ataupun secara akumululatif pada akhir
yang diberikan untuk mengontrol perilaku sebagai backup reinforcer. Token system dapat
yang diharapkan pada masa awal program dan digunakan sebagai jembatan pada delay yang
secara bertahap dihilangkan setelah perilaku terjadi antara waktu tampilnya perilaku dengan
yang diharapkan semakin kuat. waktu pemberian reward. Hal ini penting
Prompting melibatkan segala jenis dimana reward tidak dapat diberikan secara
bantuan atau bimbingan yang diberikan pada langsung setelah suatu perilaku ditampilkan.
anak (Riddick, 1982), dan dapat berupa: secara Kedua, token system mempermudah dan
fisik memandu tangan untuk melakukan suatu mengefektifkan administrasi pemberian
kegiatan, menunjuk atau gestur tubuh, instruksi reward pada sekelompok individu. Token
dan bimbingan lisan (verbal prompt). Lebih haruslah atraktif, menarik (lightweight),
lanjut, Riddick (1982) juga menjelaskan bahwa mudah dipindahkan (portable), tidak terbatas
derajat pemberian prompting dapat berbeda pada waktu (durable), mudah dibawa
derajatnya untuk tiap individu tergantung pada (easy to handle), dan tidak dipalsukan (not
kebutuhan dan hambatan yang ditemui. Prompt counterfeited).
sebaiknya diberikan secara terus- menerus jika
anak diharapkan dengan tingkah laku baru. METODE PENELITIAN
Jika anak telah terlihat menguasai tingkah laku Desain penelitian yang digunakan
yang diinginkan, maka bantuan tersebut dapat adalah studi kasus pada kasus tunggal. Yin
mengurangi prompt secara bergradasi. (1996) menjelaskan studi kasus dengan
Dalam penerapan modifikasi perilaku pembahasan kasus tunggal dilakukan dengan
perlu dilakukan reinforcement, yaitu penguatan tujuan untuk mengkaji sifat umum program
merupakan konsekuensi dari perilaku yang atau kasus yang diteliti. Desain kasus tunggal
dapat meningkatkan munculnya perilaku ini memberikan manfaat dengan menunjukkan
itu sendiri (Crane, 2002). Dalam modifikasi hubungan antara treatment atau perlakuan yang
perilaku target dapat ditingkatkan melalui dilakukan pada subyek dengan perilaku yang
positive reinforcer atau reward (Martin & Pear, ditampilkan pada subyek secara berulang kali
2003). Dalam hal ini, individu yang menerima (Kazdin, 2003 ; Sharpley, 2007, dalam Ray,
positive reinforcer setelah menampilkan suatu dkk, 2010). Morgan dan Morgan (dalam Ray,
perilaku akan kembali menampilkan perilaku dkk, 2010) menjelaskan bahwa desain kasus
tersebut pada situasi yang serupa. Dalam tunggal merupakan desain penelitian yang
memberikan positive reinforce, perilaku yang terbaik untuk digunakan dalam mendapatkan
akan diganjar dengan positive reinforcer penjelasan secara menyeluruh terhadap
tersebut harus diidentifikasi dengan jelas perubahan perilaku yang terjadi pada individu.
terlebih dahulu (Martin & Pear, 2003). Hal Studi kasus merupakan laporan analisis
penting yang perlu diperhatikan adalah positive
150 Jurnal Ilmu Ekonomi dan Sosial, Volume 5, Nomor 2, Juli 2016, halaman 142 - 154

yang dilakukan secara intensif dan diagnosis mengidentifikasi tempat-tempat yang aman
atas suatu intervensi pada individu ataupun untuk menyimpan uang. Hal ini didasarkan
unit sosial dimana perhatian difokuskan pada pada pengalaman Y dalam menyimpan uang
faktor-faktor yang memberikan kontribusi di tempat-tempat tersebut. Y sudah mulai
pada perkembangan personal ataupun pola dapat menyisihkan uang dari setiap uang
perilaku (Schertzer & Linden dalam Sipon, yang dimilikinya. Hanya saja, dalam beberapa
2005). Cohen, Manion dan Morrison (2007) aktivitasnya ia tidak dapat menyisihkan
menjelaskan bahwa studi kasus menghadirkan uang dikarenakan kepadatan aktivitasnya
keunikan kasus dengan orang-yang terlibat sementara orangtua tidak memberikan uang
didalamnya secara langsung, dalam situasi jajan tambahan.
yang sebenarnya, memungkinkan pembaca Y sudah mulai dapat merencanakan
untuk dapat memahami ide yang ditampilkan penggunaan hasil tabungan yang dimilikinya.
daripada melalui teori secara abstrak. Perencanaan penggunaan tabungan ini masih
meliputi pembelian barang- barang yang
Subyek penelitian dinilai Y menyenangkan dan membuatnya
Subyek penelitian dalam program tampil gaul, yaitu telepon genggam berkamera.
intervensi ini adalah Y, siswa tunagrahita Sekalipun Y beranggapan tidak penting baginya
kategori ringan atau mampu didik dari memiliki dua buah telepon genggam, tetapi ia
suatu SMALB di Jakarta. Saat ini Y sudah tetap menginginkan untuk dapat membelinya
dapat mengenal angka dan dapat melakukan dari hasil tabungan. Y telah memiliki inisiatif
perhitungan matematika sederhana hingga dua dalam mencatat pengeluaran uang dan sisa
angka. Namun, Y masih memiliki kesulitan uang jajannya pada buku kas. Pencatatan ini
dalam menolak tawaran orang lain untuk dapat dilakukannya dengan baik. Hanya saja,
membeli suatu barang. ia masih terkendala dalam hal menghitung
jumlah sisa uang jajannya. Hal ini berkaitan
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan kemampuan Y dalam berhitung.
Berdasarkan program yang dijalankan,
Y mengalami beberapa perubahan perilaku. KESIMPULAN
Pada kemampuan mengenal uang, Y telah Berdasarkan tujuan program intervensi
dapat mencocokkan gambar uang dengan nilai serta hasil yang diperoleh, maka dapat
nominalnya. Y juga telah dapat menunjukkan disimpulkan bahwa aktivitas menabung
pecahan uang tertentu dan menukarkannya efektif untuk membantu Y dalam
dengan pecahan uang lain sehingga nilainya meningkatkan penguasaan keterampilan hidup.
sama. Dalam menjumlahkan berbagai Y mengalami peningkatan perilaku dan mulai
nominal uang, Y masih terkendala terbiasa untuk menyisihkan uang di dalam
dengan kemampuan berhitungnya sehingga celengan setiap harinya dan
membutuhkan bantuan kalkulator. disetorkan ke bank setiap minggu. Penggunaan
Pada kemampuan mengenal nilai uang, metode pengajaran dan juga system reward
Y telah dapat mengidentifikasi benda- benda yang digunakan efektif untuk membentuk
yang penting untuk dibeli dan mengenali perilaku menabung dalam meningkatkan
harganya. Penentuan tingkat kepentingan penguasaan keterampilan hidup Y.
ini didasarkan pada aktivitasnya sehari-
hari. Dalam mengidentifikasi lokasi untuk Diskusi
membeli barang-barang yang diperlukannya. Kesuksesan program tidak hanya
Penentuan lokasi pembelian barang-barang bergantung pada kerjasama subyek, dalam
ini didasarkan pada pengalaman sebelumnya hal ini adalah Y. Kerjasama guru dan
dalam membeli barang-barang tersebut, orangtua juga memegang peranan penting.
sehingga Y memiliki tempat-tempat khusus Keterlibatan orangtua dalam pengasuhan serta
untuk membeli suatu barang. kepeduliannya pada program yang dijalankan
Dalam kemampuan menabung, Y telah dapat menjadi salah satu faktor penting yang akan
Efektivitas Program Peningkatan Keterampilan Hidup Melalui Aktivitas Menabung Pada Siswa Berkebutuhan Khusus
(Studi Kasus Pada Siswa Tunagrahita Klasifikasi Ringan) 151

mendukung kesuksesan program. sepenuhnya didapat. Gardner (2009)


Siswa tunagrahita ringan masih menjelaskan bahwa aktivitas sekolah
kesulitan untuk dapat melakukan regulasi diri, kebanyakan memberikan penilaian yang
yaitu kemampuan seseorang untuk mengatur rendah pada reinforcement yang diberikan
tingkah lakunya sendiri (Hallahan & Kauffman, pada siswa tunagrahita. Pada kenyataannya,
2006). Oleh sebab itu, memerlukan dukungan program yang dijalankan bagi siswa tunagrahita
dari lingkungan sekitarnya. Dukungan ini harus dijalankan dengan menggunakan prinsip
belum didapatkan secara maksimal oleh Y. reinforcement positif (Gardner, 2009). Lebih
Ibu mendukung dengan masih membantu Y lanjut, Gardner (2009) juga menyebutkan
mengingatkan agar terus menyisihkan uang. bahwa belajar akan dapat dilakukan dengan
Hal ini menjadi hambatan tersendiri pada baik pada lingkungan yang dapat memberikan
siswa tunagrahita untuk dapat menjalankan reinforcement secara konsisten. Dalam hal ini,
program secara berkelanjutan. Akibatnya, dapat Y tidak mendapatkan reinforcement secara
menyebabkan perasaan gagal pada Y karena maksimal dari lingkungan sekolah.
ia tidak dapat menggunakan hasil menabung Keterlibatan orangtua dan guru dengan
yang dilakukannya dan sebaliknya merasa mengingatkan Y untuk menyisakan uang jajan
dimanfaatkan untuk kepentingan orangtua. dan menyimpannya dalam celengan tidak
Perasaan gagal ini akan membuat siswa tidak hanya membantu Y untuk dapat melakukan
lagi mau melakukan atau mengulangi perilaku regulasi diri yang baik. Hal ini juga dapat
yang sudah dipelajari karena merasa sebesar membantu Y untuk semakin menguatkan
apapun usaha yang dilakukan tidak akan perilaku yang ditampilkan.
memberikan hasil, dapat menurunkan motivasi Seluruh rangkaian kegiatan intervensi
dan menyebabkan Y menjadi malas menabung. hanya dilakukan selama kurun waktu dua
Pengalaman gagal ini akan mempengaruhi minggu karena berbenturan dengan jadwal
siswa dalam perkembangan perilaku yang ulangan umum subyek. Selain itu, karakteristik
ditampilkan dan berdampak pada proses belajar Y sebagai siswa tunagrahita juga membuat
yang dilakukan (Gardner, 2009). Padahal, Y membutuhkan waktu dan dukungan lebih
pada siswa tunagrahita pengajaran sebaiknya untuk dapat membentuk perilaku yang ingin
dilakukan dengan membuat sedemikian rupa dicapai. Secara ideal, frekuensi ideal dalam
lingkungan agar dapat memberikan perhatian melakukan modifikasi perilaku adalah tiga
atau fokus pada pengalaman keberhasilan minggu hingga perilaku tersebut mulai tampil
siswa (Smith, Patton & Kim, 2006). dan dapat dilakukan tanpa pengawasan lebih
Ayah, dalam hal ini adalah pak R saat lanjut. (Hersen dan Rosqvist, 2005).
ini lebih banyak berada di rumah karena tidak Selama pelaksanaan program,
lagi aktif bekerja. Hal ini tidak menjadikan kegiatan-kegiatan dengan menggunakan alat
pak R turut terlibat dalam keseharian Y bantu ataupun simulasi tampak lebih diminati
ataupun berusaha mencari tahu mengenai daripada penyampaian materi. Gardner (2009)
program apa yang sedang dijalankan oleh Y. dalam pengajaran perilaku pada siswa
Pak R tidak menunjukkan keterlibatan secara tunagrahita sebaiknya digunakan materi dan
personal maupun keterlibatan perilaku dalam metode penyampaian yang memungkinkan
keseharian R. Sejalan dengan yang dijelaskan digunakannya berbagai indera dalam
oleh Levy (dalam Hodapp, 2002) bahwa ayah memfasilitasi belajar dan memungkinkan
dari siswa tunagrahita cenderung menarik diri siswa menampilkan perilaku yang diinginkan.
baik secara emosional maupun secara fisik Lebih lanjut, Gardner (2009) juga menjelaskan
dari pengasuhan terhadap anak tunagrahita bahwa generalisasi dalam belajar dapat
tersebut. Lebih jauh lagi, Bristol, dkk (dalam difasilitasi dengan menampilkan sejumlah
Hodapp, 2002) menjelaskan bahwa interaksi pengalaman berada dalam setting situasi yang
ayah dengan anak tunagrahita secara konsisten serupa. Hal ini dicobakan saat Y melakukan
terbatas dibandingkan ibu. roleplay untuk menolak tawaran.
Dukungan dari guru juga tidak Berkaitan dengan prinsip community
152 Jurnal Ilmu Ekonomi dan Sosial, Volume 5, Nomor 2, Juli 2016, halaman 142 - 154

based instruction yang diterapkan dalam pada ranah kognitif dan belum mencapai
program ini belum dilakukan secara maksimal. hingga praktek langsung (psikomotorik).
Peneliti berusaha untuk menggunakan alat Dalam merencanakan penggunaan
bantu replika uang yang serupa dengan uang hasil tabungannya, Y bersikukuh akan
asli, tetapi ukuran replika uang yang dibuat menggunakannya untuk membali handphone.
terlalu besar sehingga menjadi kurang serupa Y dapat menentukan bahwa handphone
dengan uang asli. Selain itu, alat bantu tersebut bukanlah benda yang penting untuk dimiliki,
menjadi tidak mudah untuk dibawa-bawa. karena ia telah memiliki satu buah handphone.
Pada saat penyampaian materi, Y Y masih terpaku pada handphone sebagai
lebih banyak diam dan hanya mendengarkan. benda yang diinginkannya. Dalam hal ini,
Penyampaian materi dilakukan dengan berkaitan dengan handphone sebagai benda
pengulangan dua hingga tiga kali secara yang menyenangkan bagi Y. handphone ini
perlahan agar Y dapat memahami dengan juga menjadi salah satu cara bagi Y dalam
baik dan mengingat materi yang disampaikan. melakukan interaksi sosial sehingga ia menjadi
Bray, Fletcher dan Turner (dalam Hallahan & sama dengan teman-teman sebayanya. Hallahan
Kauffman, 2006) mengatakan bahwa seringkali dan Kauffman (2006) menyebutkan bahwa
masalah ingatan yang dialami anak tunagrahita anak tunagrahita cenderung sulit mendapat
adalah berkaitan dengan working memory, teman dan mempertahankan pertemanan
yaitu kemampuan menyimpan informasi karena mereka seringkali tidak tahu bagaimana
tertentu dalam pikiran sementara melakukan memulai interaksi sosial dengan orang lain.
tugas kognitif lain. Konsep diri anak tunagrahita pun menjadi
Tomporowski dan Tinsley (dalam kurang baik dan kemungkinan besar tidak
Hallahan & Kauffman, 2006) menyebutkan mendapat kesempatan untuk bersosialisasi
bahwa kesulitan belajar pada anak tunagrahita dengan orang lain.
lebih disebabkan karena masalah dalam
memusatkan perhatiannya. Mereka sering Saran
memusatkan perhatian pada benda yang salah, Hasil program yang berjalan baik dapat
serta sulit mengalokasikan perhatian mereka dicobakan pada siswa tunagrahita lainnya
dengan tepat. dengan memodifikasi program sebagai program
Berkaitan dengan penggunaan hasil kelompok pada beberapa siswa tunagrahita
tabungan, pada siswa tunagrahita juga perlu dengan tingkatan yang sama. Masing-masing
diajarkan kemampuan untuk membuat siswa dapat menjadi sumber dukungan
perencanaan keuangan. Dalam hal ini, yaitu dan dapat membangun suasana kompetisi
siswa diharapkan mampu membuat rencana sebagai salah satu cara untuk memotivasi.
penggunaan uang yang dimilikinya. Selain Dalam pelaksanaan program, keterlibatan
itu, melalui kemampuan untuk membuat orang tua dan guru dalam aktivitas perlu
perencanaan keuangan tersebut, siswa dapat lebih ditingkatkan. Hal ini membuat keduanya
mengukur dan membandingkan antara uang merasa turut terlibat dalam pelaksaan program
yang dimilikinya dengan harga barang yang dan turut bertanggung jawab pada hasil yang
ingin dibelinya. Hal ini sejalan dengan yang akan dicapai. Sikap ini akan membuat orangtua
diungkapkan oleh Browder dan Grasso (1999) dan guru untuk lebih maksimalkan dalam
bahwa sebaiknya tidak hanya mengajarkan memberikan reinforcement positif pada setiap
nilai uang melainkan juga mengajarkan keberhasilan yang dicapai oleh siswa.
mengenai keterampilan membuat rencana Dalam tahapan perilaku yang diajarkan,
penggunaan uang (budgeting). sebaiknya kemampuan membuat rencana
Pada program yang dijalankan keuangan juga perlu disertakan dengan latihan
dalam penelitian ini, rencana penggunaan yang cukup sehingga siswa tunagrahita dapat
uang diimplementasikan secara sederhana membuat rencana keuangan sederhana dengan
melalui perencanaan penggunaan tabungan. membandingkan antara uang yang dimilikinya
Implementasi yang dilakukan masih terbatas dengan harga barang yang ingin dibelinya.
Efektivitas Program Peningkatan Keterampilan Hidup Melalui Aktivitas Menabung Pada Siswa Berkebutuhan Khusus
(Studi Kasus Pada Siswa Tunagrahita Klasifikasi Ringan) 153

Follow up program dilakukan selama Cohen, L., Manion, L., & Marrison, K. (2007).
beberapa kali. Hal ini sekaligus dapat menjadi Research Methods in Education (6th
evaluasi berkala terhadap keberhasilan ed).London : Routledge.
program dan evaluasi perilaku yang Crane, L. (2002). Mental Retardation : A
ditampilkan. Waktu pelaksanaan program community Integration Approach.
yang lebih panjang sehingga memungkinkan USA: Wadsworth / Thomson and
siswa untuk melakukan lebih banyak latihan Learning.
dan menjadi lebih terbiasa. Program ini dapat
menjadi pemicu untuk penelitian lanjutan Creswell, J. W. (2008). Educational research
berkaitan dengan perilaku ekonomi pada siswa : Planning, conducting, and evaluating
tunagrahita dalam kaitannya dengan perilaku quantitative and qualitative research
adaptif untuk melatih kemandirian. (3rd ed). Boston : Pearson.
Saran praktis bagi program ini bagi Gardner, W. I. (2009). Behavior Modification
orangtua dapat menggunakan program sebagai in Mental Retardation : The Education
program individual bagi anak-anak tunagrahita. and rehabilitation of the mentally
Orang tua dan guru perlu terlibat secara aktif retarded adolescent and adult. USA :
dan memberikan dukungan yang maksimal Aldine Transaction
serta konsisten untuk mendukung terbentuknya
perilaku yang diajarkan. Dukungan ini dapat Goodship, J. M. (1990). Life Skills Mastery
menjadi salah satu cara untuk meningkatkan for Students with Special Needs. ERIC
motivasi siswa. Dukungan dapat diwujudkan Clearinghouse on Handicapped and
dengan mengingatkan siswa untuk menabung, Gifted Children Reston VA. http://www.
mengecek catatan keuangan siswa, membantu ericdigests.org/pre-9216/life.htm.
siswa membuat rencana penggunaan uang, Hallahan, D. P., & Kauffman, J. M. (2006).
maupun mendampingi siswa untuk menabung Exceptional Learners. An Introduction
ke bank. to Special Education (10th ed).
Massachusetts : Allyn and Bacon.
DAFTAR PUSTAKA
Hallahan, D. P., Kauffman, J. M. & Pullen,
Alwell, M., & Cobb, B. (2006). Teaching P. C. (2009). Exceptional Learners :
Functional Life Skills to Youth with An Introduction to Special Education.
Disabilities. Executive Summary (11th ed.). Boston : Pearson.
from The National Secondary
Transition Technical Assistance Center Hersen, M., & Rosqvist, J. (2005).
(NSTTAC). Encyclopedia of behavior modification
and cognitive behavior therapy.
Berger, E. H. (1995). Parents as Partner London : Sage Publishing
in Education (4th ed). New Jersey.
Prentice Hall, Inc. Heward, W.L., & Orlansky, M. D. (1988).
Exceptional Children; An Introductory
Brooks, J. (2008). The process of parenting. Survey of Special Education (3th ed).
(7th ed.). NewYork: McGraw-Hill. Ohio. Merril Publishing Company.
Browder, D., & Grasso, E. (1999). Teaching Hodapp, R. M. (2002). Parenting Children
Money Skills to Individuals with With Mental retardation. Handbook
Mental Retardation. Remedial and of Parenting Vol.1 (2nd ed), pg 355.
Special Education; Sep/Oct 1999; 20,
5; Academic Research Library, pg 297. Kazdin. (1984). Behavior Modification in
Bruininks, R. H., Thurlow, M., & Gilman, Applied Settings (revised edition).
C. J. (2001). Adaptive Behavior and Illinois: The Dorsey Press.
Mental Retardation. Journal Of Special
Education Vol 21/No.1/ 1987, pg 69.
154 Jurnal Ilmu Ekonomi dan Sosial, Volume 5, Nomor 2, Juli 2016, halaman 142 - 154

Mangunsong, F. (2009). Psikologi dan Sipon, S. (2005). A Consultation Model for


Pendidikan Anak Berkebutuhan working with an underachiever. A
Khusus. Jilid ke-1. Depok : LPSP3 single case study. Universiti Malaysia
Fakultas Psikologi UI. Sabah : School of Psychology and
Martin, G. & Pear, J. (2003). Behavior Social Work.
Modification: What it is and how to Smith, M. B., Patton, J.R., & Kim, S. H. (2006).
do it (7th ed). New Jersey : Pearson Mental Retardation : An Introduction
Prentice Hall. to Intellectual Disabilities (7th ed).
Meese, R. L. (2001). Teaching Learners New Jersey: Merrill Prentice Hall.
With Mild Disabilities : Integrating Smith, D.D. (2001). Introduction to Special
Research and Practice (2nd ed). USA: Education. USA : A Pearson Education
Wadsworth / Thomson and Learning. Company.
Payne, J. E., & Patton, J. R. (1981). Mental Snell, M. E. (1983). Systematic instruction
Retardation. USA: Charles E Merrill of the moderately and severely
Publishing Company. handicapped (2nd ed). Ohio: Bell &
Pressley, M., & McCormick, C. B. (2007). Howell Company.
Child and Adolescent Development for Venkantesan, S. (2005). Children with
Educators. New York : The Guilford developmental disabilities : A
Press. training guide for parents, teachers,
Ray, dkk. (2010). Professional Development : an caregivers. New Delhi : Sage
Single Case design in child counseling Publications India Pvt.Ltd.
research, Implication for Counselor Wade, S. M. (2004). Parenting Influences
Education. Proquest psychology on Intellectual development and
Journal. Mar 2010, 49,3, pg. 193. Educational Achievement. Handbook
Riddick, B. (1982). Toys and Play for the of parenting : Theory and Research for
Handicapped Child. London: Croom practice. London : Sage Publishing
Helm Special Education.
Sarafino, E.P. (1996). Principles of Behavior
Changes; Understanding behavior
Modification Techniques. New York:
John Wiley & Sons, Inc.

Anda mungkin juga menyukai