Anda di halaman 1dari 16

DEMOKRASI SEBAGAI PRADIGMA DI INDONESIA

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan kewarganegaraan
Yang dibina oleh Bpk Heru Sofian S,H.

Disusun oleh :

Kelompok : 3

Maratus solikha (2201000420085)


Ismiyatul azizah (2201000420068)
Surya angga pradana (2201000420103)
Ruben radu bani (2201000420059)

IKIP BUDI UTOMO MALANG


FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU SOSIAL DAN HUMANIORA
JURUSAN PENDIDIKAN EKONOMI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Pancasila
Sebagai Pradigma Di Indonesia ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Bpk
Heru Sofian S,H. pada bidang studi/mata kuliah pendidikan kewarganegaraan.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Pancasila Sebagai Pradigma di Indonesia bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bpk Heru Sofian S,H. selaku guru/dosen


bidang studi/mata kulia Pendidikan kewarganegaraan  yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Malang, 19 Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ……………………………………………. i


DAFTAR ISI ……………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………. 3
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………. 3
1.3 Tujuan …………………………………………………… 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 pengertian Demokrasi…………………………………….. 4
2.2 Pengertian pradigma ………………………………………. 5
2.3 pancasila sebagai pradigma ………….…………………… 6
2.4 aktualisasi pabcasila …………………………………….... 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..……………………………………………… 12
3.2 Saran …………………………………………………….. 13
DAFTAR RUJUKAN ……………………………………………… 13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pancasila merupakan kristalisasi dari nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang bersifat
universal, sehingga nilai-nilai pancasila menjadi sumber segala sumber. Pancasila sebagai
orientasi paradigmatik bagi ilmu, khususnya bagi ilmu-ilmu sosial yang dikembangkan
negara atau bangsa non-Barat. Bangsa-bangsa nonBarat memiliki sejarah, budaya, dan
pandangan hidup yang spesifik, sehingga mempunyai keniscayaan dalam interaksinya
dengan ilmu pengetahuan modern.

Demokrasi sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi
dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan
di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia
atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Hal ini sesuai dengan kenyataan
objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan
organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi
landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan
pembangunan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari Demokrasi?


2. Apa pengertian dari paradigma?
3. Bagaimana pancasila sebagai paradigma ?
4. Apa saja macam-macam dari aktualisasi pancasila?

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui pengertian dari paradigma


2. Mengetahui panacasila sebagai paradigma
3. Mengetahui macam-macam dari aktualisasi pancasila.

BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN DEMOKRASI
Secara etimologis, kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani “demos” berarti rakyat dan
“kratos” berarti kekuasaan atau berkuasa.
Dengan demikian, demokrasi artinya pemerintahan oleh rakyat, dimana kekuasaan tertinggi
berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau oleh wakil-wakil yang mereka
pilih di bawah sistem pemilihan YANG bebas. 
Abraham Lincoln, Presiden Amerika Serikat ke-16 (periode 1861-1865) mengatakan demokrasi
secara sederhana diartikan sebagai “the government from the people, by the people, and for the
people”, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Menurut Alamudi (1991) demokrasi sesungguhnya adalah seperangkat gagasan dan
prinsip tentang kebebasan, tetapi juga mencakup seperangkat praktik dan prosedur yang
terbentuk melalui sejarah panjang dan sering berliku-liku, sehingga demokrasi sering disebut
suatu pelembagaan dari kebebasan. Karena itu, mungkin saja mengenali dasar-dasar
pemerintahan konstitusional yang sudah teruji oleh zaman, yakni hak asasi dan persamaan di
depan hukum yang harus dimiliki setiap masyarakat untuk secara pantas disebut demokrasi.
Henry B Mayo yang dikutip oleh Azyumardi Azra menyatakan bahwa:
Demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan
umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat
dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Salah satu pilar demokrasi adalah ”trias politica” yang membagi ketiga kekuasaan politik
negara (eksekutif, yudikatif, dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara
yang saling lepas (independen ) berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain.
Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini  diperlukan agar ketiga lembaga
negara ini dapat saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip cheks and
balances.
PENGERTIAN PRADIGMA
Pengertian Paradigma – Istilah paradigma tergolong sangat jarang digunakan dalam
percakapan yang kita lakukan sehari – hari. Meskipun begitu, kita tetap harus mengetahui makna
/ arti kata paradigma yang sebenarnya, sehingga ketika istilah ini digunakan, kita dapat
mengetahui apa makna / artinya.
Istilah paradigma cenderung merujuk kepada dunia pola pikir atau pun teknis penyelesaian
masalah yang dilakukan oleh manusia. Istilah yang satu ini pertama kali diperkenalkan oleh
seorang ilmuan bernama Thomas Kuhn melalui buku buatannya yang berjudul The Structure of
Scientific Revolution.
Saat pertama kali diperkenalkan, istilah Paradigma tidak dijelaskan secara gamblang oleh
Thomas Khun. Pada waktu itu, paragima hanya diutarakan sebagai termonologi kunci yang
dipakai dalam model perkembangan ilmu pengetahuan saja. Beberapa saat kemudian, barulah
istilah Paradigma terdefenisi secara jelas oleh Robert Fridrichs (merupakan orang pertama yang
mengungkapkan apa itu paradigma secara jelas dan gamblang).
Pradigma berkaitan erat dengan prinsip – prinsi dasar yang menentukan berbagai macam
pandangan manusia terhadap dunia sebagai bagian dari sistem bricoluer. Sebuah paradigma
biasanya meliputi tiga elemen utama yaitu elemen metodologi, elemen epistemologi, dan elemen
ontologi. Dengan menggunakan tiga elemen ini, manusia menggunakan paradigma untuk meraih
berbagai macam pengetahuan mengenai dunia dan berbagai macam fenomena yang terjadi di
dalamnya.
Definisi dan Pengertian Paradigma Menurut Para Ahli
Secara etimologis, istilah paradigma pada dasarnya berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata
“para” yang artinya di sebelah atau pun di samping, dan kata “diegma” yang artinya teladan,
ideal, model, atau pun arketif. Sedangkan secara terminologis, istilah paradigma diartikan
sebagai sebuah pandangan atau pun cara pandang yang digunakan untuk menilai dunia dan alam
sekitarnya, yang merupakan gambaran atau pun perspektif umum berupa cara – cara untuk
menjabarkan berbagai macam permasalahan dunia nyata yang sangat kompleks.
Selain pengertian di atas, berikut pengertian kata paradigma yang coba diutarakan oleh para
ahli :
1. Robert Freidrichs
Menurut Robert Freidrichs, paragigma merupakan kumpulan tata nilai yang membentuk pola
pikir seseorang sebagai titik tolak pandangannya sehingga terbentuk citra subjektif seseorang
terhadap ralita sehingga berujung pada ketentuan bagaimana cara untuk menangani realita
tersebut.
2. Thomas Kuhn
Menurut Thomas Kuhn, pengertian paradigma adalah landasan berpikir atau pun konsep dasar
yang digunakan / dianut sebagai model atau pun pola yang dimaksud para ilmuan dalam
usahanya, dengan mengandalkan studi – studi keilmuan yang dilakukannya.
3. C. J. Ritzer
Menurut C. J. Ritzer, paradigma adalah pandangan mendasar para ilmuan mengenai apa yang
menjadi pokok permasalahan yang seharusnya dipelajari oleh satu cabang ilmu pengetahuan
tertentu.
4. Guba
Menurut Guba, pengertian paradigma adalah sekumpulan keyakinan dasar yang membimbing
tindakan manusia.

PANCASILA SEBAGAI PRADIGMA


Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar,
kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di
Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif
bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau
persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok
ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat manusia
menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut
mempunyai ciri-ciri, antara lain:
·         susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
·         sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial    
·         kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan
martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara
singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara
keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup
seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan. Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik,
ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.

a. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik


Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik
bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik
harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak
dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat.
Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai
pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter Berdasar hal itu,
sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila).
Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada
sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia
dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan,
dan moral keadilan. Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara
dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan
bermoral.

Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan bahwa Pancasila bersifat


sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-
nilai dalam Pancasila. Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-
terbalik:
·         Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya,  
agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;
·         Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan
keputusan;
·         Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep
mempertahankan persatuan;
·         Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil
dan beradab;
·         Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan
(keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini, implementasi tersebut perlu direkonstruksi
kedalam pewujudan masyarakat-warga (civil society) yang mencakup masyarakat tradisional
(berbagai asal etnik, agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna
industrial. Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru masyarakat
informasi adalah:
·         nilai toleransi;
·         nilai transparansi hukum dan kelembagaan;
·         nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata);   
·         bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).

b. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi


Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan
pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem
ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan (
sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan
pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan.
Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial,
makhluk pribadi maupun makhluk tuhan.
Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang
hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi
demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui
kepemilikan individu. Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai
subjek.
Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan
ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang
berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem
ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.
Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas,
monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan,
penderitaan, dan kesengsaraan warga negara.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila
Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada pembangunan
Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada pembangunan
Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi  atau pembangunan Sistem
Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus untuk sebesarbesar
kemakmuran/kesejahteraan rakyat – yang harus mampu mewujudkan perekonomian nasional
yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat (tidak lagi yang seperti selama Orde Baru
yang telah berpihak pada ekonomi besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih
memberikan kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup
koperasi, usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi nasional.
Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi.
Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program kongkrit
pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu mewujudkan
keadilan dan pemerataan pembangunan daerah. Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan
mampu memberdayakan daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis,
transparan, dan partisipatif. Dalam Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang
demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi
warga atau meningkatkan kepastian hukum.
c. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari
hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu
meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab.
Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan
bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab. Manusia
tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat
kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi
human.
Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar
penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam si seluruh wilayah
Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa. Perlu ada pengakuan dan
penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia
sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian,
pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan
ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma
pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu
diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping
hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang (Sila
Kedua). Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara
dan hak asasi individu.
Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang
mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan
demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi sukubangsa tetapi justru akan
memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan
nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila
Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup
menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai
puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan-kebudayaan di
daerah: (1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan
komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa; (2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara
Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya; (3)
Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad
masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa
yang berdaulat; (4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan
masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini
sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan
perorangan; (5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang
membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

d. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum


Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab
tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan.
Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh
komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata). Sistem pertahanan yang bersifat
semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta
dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan
berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap
bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada
kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari
rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan
bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima
bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara.
Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah
dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di
dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu: (1) adanya
perlindungan terhadap HAM, (2) adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar, dan (3)
adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai
dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat  rumusan Pancasila,
Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari
hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif.
Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya,
Pembukaan dapat diubah oleh MPR—sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945. Hukum
tertulis seperti UUD—termasuk perubahannya—, demikian juga UU dan peraturan perundang-
undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (silasila Pancasila dasar negara).
Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum’, hukum
(baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh
bertentangan dengan sila-sila: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang adil dan
beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, dan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan
atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum
merupakan karakter produk hukum responsif (untuk kepentingan rakyat dan merupakan
perwujuan aspirasi rakyat).

e. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama


 Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan
predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata dunia internasional. Indonesia
adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis,
bahasa dan agama namun terjalin kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan Republik
Indonesia kita. Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan oleh banyak kalangan
karena ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama. Ketika bicara peristiwa yang
terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya melibatkan umat muslim, hal ini karena mayoritas
penduduk  Indonesia beragama Islam. Masyarakat muslim di Indonesia memang terdapat
beberapa aliran yang tidak terkoordinir, sehingga apapun yang diperbuat oleh umat Islam
menurut sebagian umat non muslim mereka seakan-seakan merefresentasikan umat muslim.

Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya kerukunan umat beragama perspektif
Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
1.      Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas
(ummatan wahidah).
2.      Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan
komunitAs lain didasarkan atas prinsip-prinsi:
·         Bertentangga yang baik
·         Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
·         Membela mereka yang teraniaya
·         Saling menasehati
·         Menghormati kebebasan beragama.
Lima prinsip tersebut mengisyaratkan: 1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama
warga negara tanpa diskriminasi yang didasarkan atas suku dan agama; dan 2) pemupukan
semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah bersama serta
saling membantu dalam menghadapi musuh bersama.
Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama” (Ronald Robertson, ed.)
misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul sebagai masalah, hanya pada
bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama. Hal ini didasarkan pada postulat
bahwa homogenitas agama merupakan kondisi kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang
berlawanan bicara mengenai nilai-nilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena politik,
maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh dari kompromi.                                                 
Dalam beberapa tahap dan kesempatan masyarakat Indonesia yang sejak semula
bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya masyarakat yang mencoba untuk membina
kerunan antar masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga kehidupan sosial budaya seperti “Pela”
di Maluku, “Mapalus” di Sulawesi Utara, “Rumah Bentang” di Kalimantan Tengah dan “Marga”
di Tapanuli, Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti kerukunan umat beragama dalam
masyarakat.
Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat beragama di Indonesia yang
saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog horizontal dan dialog Vertikal. Dialog
Horizontal adalah interaksi antar manusia yang dilandasi dialog untuk mencapai saling
pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia, dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang
indeterminis dan interdependen. Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang
menyebutkan bahwa posisi manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang
bukan sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal budi, yang kreatif, yang
berbudaya.

2. Inplementasi Pancasila sebagai Paradigma Kehidupam Kampus


Menurut saya, implementasi pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus adalah
seperti contoh-contoh paradigma pancasila diatas kehidupan kampus tidak jauh berbeda dengan
kehidupan tatanan Negara. Jadi kampus juga harus memerlukan tatanan pumbangunan seperti
tatanan Negara yaitu politik, ekonomi, budaya, hukum dan antar umat beragama.
Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka
sebagai makhluk pribadi sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK) pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia.
Unsur jiwa manusia meliputi aspek akal, rasa,dan kehendak. Sebagai mahasiswa yang
mempunyai rasa intelektual yang besar kita dapat memanfaatkan fasilitas kampus untuk
mencapai tujuan bersama.
Pembangunanyang merupakan realisasi praksis dalam Kampus untuk mencapai tujuan
seluruh mahsiswa harus mendasarkan pada hakikat manusia sebagai subyek pelaksana sekaligus
tujuan pembangunan. Oleh karena itu hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi
pembangunan pengembangan kampus itu sendiri.
AKTUALISASI PANCASILA

1. Aktualisasi Objektif Aktualisasi Pancasila secara objektif yaitu melaksanakan pancasila


dalam berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan Negara antara
lain: legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Selain itu juga meliputi bidang-bidang
aktualisasi lainnya. Seperti politik, ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran kedalam
undang-undang, garis-garis besar haluan Negara, hankam, pendidikan maupun bidang
kenegaraan lainnya.
2. Aktualisasi Subjektif Aktualisasi Pancasila secara subyektif adalah aktualisasi pancasila
pada setiap individu terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup Negara
dan masyarakat. Aktualisasi yang subjektif tersebut tidak terkecuali baik warga Negara
biasa, aparat pentelenggara Negara, penguasa Negara, terutama kalangan elit politik
dalam kegiatan politik, maka dia perlu mawas diri agar memiliki moral ketuhanan dan
kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam pancasila.Aktualisasi nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara memerlukan kondisi dan iklim
yang memungkinkan segenap lapisan masyarakat yang dapat mencerminkan nilai-nilai
Pancasila itu dan dapat terlihat dalam perilaku. Perpaduan ciri tersebut di dalam
kehidupan kampus melahirkan gaya hidup tersendiri yang merupakan variasi dari corak
kehidupan yang menjadikan kampus sebagai pedoman dan harapan masyarakat.D.Tri
Dharma Perguruan TinggiTridarma Perguruan Tinggi merupakan tiga tugas utama yang
harus dijalankan oleh perguruan tinggi sebagai wadah pembinaan potensi sumber daya
manusia. Tridarma perguruan tinggi itu adalah:1.Pendidikan dan Pengajaran

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia. Ada beberapa hal yang perlu masa
zaman dahulu terkait sejarah indonesia sebelum proses dan setelah perumusan pancasila sebagai
dasar negara. Hal ini berkaitan dengan perjuangan kerajaan dalam mempertahankan ekstitensi
bangsa indonesia. Dalam proses reformasi dewasa ini nilai-nilai pancasila merupakan suatu
pangkal tolak baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi, hukum serta kebijakan internasional
dewasa ini. Hal inilah dalam wacana ilmiah dewasa ini diistilahkan bahwa panacasila sebagai
paradigma dalam kehidupan berbangsa dan negara. Istilah paradigma merupakan suatu asumsi-
asumsi dasar dan asumsiasumsi teoretis yang umum (merupakan suatu sumber nilai). sehingga
merupakan suatu sumber hukum-hukum, metode, seru penerapan dalam ilmu pengetahuan
sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter ilmu pengetahuan itu sendiri, kemudian
didalam pancasila itu sendiri terdapat paradigma pembangunan diantaranya meliputi:
1. Pancasila sebagai paradigma dibidang politik
2. Pancasila sebagai paradigma dibidang hukum
3. Pancasila sebagai paradigma dalam pembangunan ekonomi
4. Pancasila sebagai paradigma dalam pembangunan sosial budaya
5. Pancasila sebagai paradigma dalam pembangunan kehidupan antar umat beragama.
6. Pancasila sebagai paradigma dalam pembangunan ipteks
Kemudian aktualisasi pancasila terdiri dari dua macam yaitu aktualisasi objektif dan subjektif

3.2 Saran
Melalui makalah ini kami menyarankan agar pembaca tidak berhenti sampai disini saja menggali
ilmu tentang pembelajaran PKn, tentunya mengenai media pembelajaran PKn. Kami berharap
agar pembaca terus menggali ilmu dan mengetahui problematika pada pembelajaran khususnya
11 PKn, mengingat peran pendidik bagi siswa sangatlah dipandang penting untuk perkembangan
pendidikan dinegara indonesia tercinta ini. Makalah ini masih banyak mempunyai kekurangan
dalam hal-hal penyajiannya maka dari tu kita harus giat belajar agar dapat menjadi lebih baik
lagi. Segala saran yang bersifat membangun kami sangat menunggunya untuk perbaikan dari
makalah ini. Akhir kata kami ucapkan terimakasih.

DAFTAR RUJUKAN
https://pengertiandefinisi.com/pengertian-paradigma/
https://bpkad.banjarkab.go.id/index.php/2017/12/14/pancasila-sebagai-
paradigma/#:~:text=Pancasila%20sebagai%20paradigma%2C%20artinya
%20nilai,nasional%20yang%20dijalankan%20di%20Indonesia.&text=Pancasila
%20menjadi%20paradigma%20dalam%20pembangunan,sosial%20budaya%2C%20dan
%20pertahanan%20keamanan.
https://www.coursehero.com/file/p226k6k2/Aktualisasi-Pancasila-dapat-dibedakan-atas-
dua-macam-yaitu-1-Aktualisasi/

Anda mungkin juga menyukai