Anda di halaman 1dari 38

Case Report Session

Urolitiasis

Oleh :

Ayu Putri Firda Ningsih 1740312061

Preseptor :
dr. Sufriadi, Sp.U

BAGIAN BEDAH
RSUD ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena dengan nikmat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report Session yang

berjudul “Urolitiasis” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan

klinik di bagian Bedah RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas.

Penyusunan Case Report Session ini merupakan salah satu syarat dalam

mengikuti kepaniteraan klinik senior di bagian Bedah RSP Achmad Mochtar

Bukittinggi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Terima kasih penulis

ucapkan kepada dr. Sufriadi,Sp.U sebagai pembimbing dalam kepaniteraan klinik

senior ini beserta seluruh jajarannya dan semua pihak yang telah membantu dalam

penyusunan Case Report Session ini.

Penulis menyadari bahwa Case Report Session ini jauh dari sempurna,

maka dari itu sangat diperlukan saran dan kritik untuk kesempurnaan Case Report

Session ini. Penulis berharap agar Case Report Session ini bermanfaat dalam

meningkatkan pengetahuan terutama bagi penulis sendiri dan bagi teman-teman

dokter muda yang tengah menjalani kepaniteraan klinik. Akhir kata, semoga Case

Report Session ini bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 10 Mei 2018

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Urolitiasis atau batu saluran kemih adalah terbentuknya batu yang

disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang

jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang dapat mempengaruhi daya larut

substansi1. Urolitiasis meupakan salah satu penyakit yang paling sering terjadi,

dengan 750.000 kasus pertahun di Jerman.2

Urolitiasis pada laki-laki 3-4 kali lebih banyak daripada wanita. Hal ini

mungkin karena kadar kalsium air kemih sebagai bahan utama pembentuk batu

pada wanita lebih rendah dari pada laki-laki dan kadar sitrat air kemih sebagai

bahan penghambat terjadinya batu (inhibitor) pada wanita lebih tinggi dari pada

laki-laki. Batu saluran kemih banyak dijumpai pada orang dewasa antara umur 30-

60 tahun dengan rerata umur 42 tahun (pria rerata 43 dan wanita 40 tahun). Umur

terbanyak penderita batu di negara-negara barat 20-50 tahun dan di Indonesia

antara 30-60 tahun. Kemungkinan keadaan ini disebabkan adanya perbedaan

faktor sosial, ekonomi, budaya dan diet.1

Urolitiasis memiliki bayak etiologi dan pengobatannya dapat dengan

berbagai cara. Sekitar 97% batu pada saluran kemih ditemukan pada ginjal dan

ureter. Ukuran diameter batu saluran kemih dimulai dari ukuran mikrometer

sampai beberapa centimeter. Berdasarkan komposisi batu pada batu saluran kemih

ditemukan batu kalsium oksalat (>80%), kalsium fosfat (5%), magnesium

amonium fosfat (5%), dan asam urat (13%). Di Jerman kejadian batu saluran
kemih meningkat (dari 0,54% sampai 1,47%) sedangkan, prevalensi di USA

sebesar 12% untuk kejadian batu saluran kemih ini.3

Berdasarkan letak batu, urolitiasis terbagi atas nefrolitiasis (batu pada

ginjal), ureterolitiasis (batu pada ureter), vesikolitiasis (batu pada vesika urinaria),

dan uretrolitiasis (batu pada uretra). Batu saluran kemih terbentuk karena berbagai

faktor, dapat karena pola diet, obat-obatan, penyakit-penyakit tertentu seperti

gagal ginjal, diabetes, penyakit kardiovaskular, obesitas, gout, dll.3

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan Case Report Session ini bertujuan untuk memahami serta

menambah pengetahuan tentang urolitiasis.

1.3 Batasan Masalah

Batasan penulisan Case Report Sessionini membahas mengenai definisi,

epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana, dan

komplikasi urolitiasis.

1.4 Metode Penulisan

Meode penulisan Case Report Session ini yaitu menggunakaan tinjauan

kepustakaan yang merujuk pada berbagai literatur.


BAB 2

LAPORAN KASUS

1. Identitas

Nama : Tn. A

Umur : 77 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Alamat : Kp. Tangah Mungka, Payakumbuh

2. Anamnesis

a. Keluhan utama

Nyeri perut kanan bawah sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit

b. Riwayat penyakit sekarang

 Nyeri perut kanan bawah sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien

mengatakan nyeri menjalar sampai ke punggung kanan. Nyeri dirasakan

pasien hilang timbul. Pasien juga mengeluhkan apabila pasien bergerak

nyeri semakin meningkat, apabila pasien beristirahat, nyeri sedikit

berkurang. Nyeri juga semakin terasa apabila pasien batuk.

 Pasien mengeluhkan mual, namun tidak ada muntah.

 Pasien tidak mengeluhkan demam.

 Pasien tidak mengeluhkan sesak nafas.

 Pasien tidak ada keluhan saat buang air kecil (BAK), riwayat kencing

berdarah tidak ada, riwayat kencing berpasir tidak ada, warna urin

kuning.
 Pasien tidak ada keluhan saat buang air besar (BAB). BAB berdarah

tidak ada, BAB hitam tidak ada, BAB encer tidak ada. Pasien dapat

buang angin.

 Penurunan berat badan (+) tapi tidak diketahui berapa.

 Nafsu makan menurun (+)

c. Riwayat penyakit dahulu

 Pada 5 tahun yang lalu, pasien memiliki riwayat penyakit paru

 Riwayat penyakit Diabetes Melitus (-)

 Riwayat hipertensi (-)

d. Riwayat pengobatan

 Pasien pernah mengkonsumsi obat selama 9 bulan pada 5 tahun yang lalu

akibat penyakit parunya

e. Riwayat penyakit keluarga

 Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang berhungungan dengan

keluhan pasien saat ini.

f. Riwayat alergi

 Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap makanan maupun

obat-obatan tertentu

g. Riwayat pekerjaan, social

 Pasien merupakan seorang petani dengan konsumsi air minum kurang

dari 2 liter perhari.

3. Pemeriksaan fisik

a. Pemeriksaan umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang


Kesadaran : komposmentis kooperatif

Tekanan Darah :130/90 mmHg

Nadi : 94x/menit

Nafas : 24x/menit

VAS :7

Suhu : 36,80C

b. Status generalisata

 Kulit : hangat, turgor kulit normal

 Kepala : normocephal

 Rambut : tidak mudah dicabut

 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

 THT : tidak ada kelainan

 Gigi dan mulut : tidak ada kelainan

 Leher : tidak ada kelainan

 KGB : tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening

 Toraks :

Paru

Inspeksi : Statis : pergerakan dinding dada simetris

Dinamis : pergerakan dinding dada sama

Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : SN vesikuler, Rh -/-. Wh -/-


Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial di LMCS RIC V

Perkusi : dalam batas normal

Auskultasi : bunyi jantung normal, irama teratur, murmur (-),

gallop (-)

 Abdomen

Inspeksi : distensi (-), Darm Countour (-), jaringan parut (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : supel, NT (+) area lumbal kanan, NL (+) di area

lumbal kanan, hepar dan lien tidak teraba.

Iliopasoas sign (+), obturator sign (+).

Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

 Punggung

Inspeksi : tidak terdapat jaringan sikatriks,tulang belakang

tidak lurus

Palpasi : nyeri tekan (-)

Perkusi : nyeri ketok pada CVA kanan (+)

 Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)

 Genitalia Eksterna : Tidak ada kelainan

 Anus : Tidak ada kelainan

Status lokalis

Inspeksi : distensi (-), DC (-), jaringan parut (-)


Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : supel, NT (+) area lumbal kanan, NL (+) di area lumbal

kanan, hepar dan lien tidak teraba.

Iliopsoas sign (+), obturator sign (+).

Nyeri ketok pada CVA kanan (+)

Perkusi : timpani, shifting dullness (-)

Diagnosis kerja

Kolik renal ec susp nefrolitiasis dekstra

Diagnosis banding

Kolik ureter ec susp ureterolitiasis dekstra

4. Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium darah

Hb : 12,2 g/dl

Leukosit : 12.360 /mm3

Hematokrit : 37,4 vol%

Trombosit : 224.000

GDR : 79 mg/dl ( n : < 200 mg/dl)

Ureum : 21 mg/dl ( n : 10-50 mg/dl)

Kreatinin : 1,4 mg/dl ( n : 0,6-1,1 mg/dl)

Natrium : 136,7 Mmol/L ( n : 135-147 Mmol/L)

Kalium : 4,0 Mmol/L ( n : 3,5 – 5,5 Mmol/L)

Klorida : 106,0 Mmol/L ( n : 100-106 Mmol/L)

b. Kimia Urin
 Warna : Kuning, jernih

 Kimia Urin

Protein : (-)

Glukosa : (-)

Bilirubin : (-)

Urobilinogen : (-)

Benda keton : (-)

PH : 6,0

Nitrit : (-)

Darah samar/Hb: (-)

Leukosit : (-)

• Sedimen

Eritrosit : (-)

Leukosit : (-)

Epitel : (-)

Kristal : (-)

Bakteri : (-)

Jamur : (-)

c. BNO
Ekspertise

- Distribusi udara usus normal

- Pre peritoneal dan psoas line normal

- Skeletal scoliosis, contour kedua ginjal tidak jelas

- Tak tampak konkrement opak

Kesan : Skoliosis lumbal, tak tampak urolitiasis opak

d. USG Abdomen
Hasil expertise:

- Hepar : tak membesar, permukaan rata, parenkim homogen

halus, intensitas gema normal, tak tampak vena porta dan vena hepatica

tak melebar

- Kantung Empedu : Bentuk dan dinding normal, tak tampak

batu/sludge. Duktus biliaris tak melebar.

- Limpa : tak membesar homogen halus

- Ginjal : Bentuk, ukuran normal. Intensitas gema parenkim

serta batas terhadap sentral sinus komplek. System pelvikalises dan ureter

kanan melebar, tak tampak batu


- Vesika Urinaria : Tak terisi optimal, tak tampak massa/batu

- Pankreas : Tak membesar, tak tampak massa/kalsifikasi.

Esophagus distal dan gaster tak tampak lesi intralumen.

- Paraaorta parailiaka : Kaliber aorta tak melebar, tak tampak pembesaran

KGB/struktur apendik. Tak tampak masa/cairan bebas.

- Kesan : Ureteropelvikalietasis dekstral ec ?

Hepatobilier, limpa, pancreas tak tampak kelainan.

e. Pemeriksaan anjuran

CT-SCAN abdomen

f. Diagnosa

Kolik renal ec susp nefrolitiasis

g. Tatalaksana

 Medikamentosa

o IVFD RL 8 jam/kolf

o Injeksi ketorolac 3x30 gr

o Injeksi ranitidin 2x50 gr

o Injeksi ceftriaxon 2x1 gr

 Operatif

oLitotripsi
BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Urolitiasis dapat didefinisiskan sebagai terbentuknya batu di saluran

kemih. Urolitiasis dapat menimbulkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran

kemih, atau infeksi1.

Urolitiasis atau batu saluran kemih dapat terbagi sesuai lokasi batunya,

yaitu nefrolitiasis (batu pada ginjal), ureterolitiasis (batu ureter), vesicolitiasis

(batu pada vesika urinaria), dan uretrolitiasis (batu pada uretra)1.

Batu di
ginjal

Batu di
ginjal

Batu di
vesica Batu di
urinaria ureter

2.2 Epidemiologi

Urolitiasis meupakan salah satu penyakit yang paling sering terjadi,

dengan 750.000 kasus pertahun di Jerman2.

Urolitiasis terdapat di beberapa negara dengan insiden tertinggi, yaitu

British Isles, Scandinavian, Northern Australia, Central Europe, Northern India,

Pakistan, dan negara-negara mediterania4.

Urolitiasis pada laki-laki 3-4 kali lebih banyak daripada wanita. Hal ini

mungkin karena kadar kalsium air kemih sebagai bahan utama pembentuk batu
pada wanita lebih rendah dari pada laki-laki dan kadar sitrat air kemih sebagai

bahan penghambat terjadinya batu (inhibitor) pada wanita lebih tinggi dari pada

laki-laki. Batu saluran kemih banyak dijumpai pada orang dewasa antara umur 30-

60 tahun dengan rerata umur 42 tahun (pria rerata 43 dan wanita 40 tahun). Umur

terbanyak penderita batu di negara-negara barat 20-50 tahun dan di Indonesia

antara 30-60 tahun. Kemungkinan keadaan ini disebabkan adanya perbedaan

faktor sosial, ekonomi, budaya dan diet1.

Urolitiasis memiliki bayak etiologi dan pengobatannya dapat dengan

berbagai cara. Sekitar 97% batu pada saluran kemih ditemukan pada ginjal dan

ureter. Ukuran diameter batu saluran kemih dimulai dari ukuran mikrometer

sampai beberapa centimeter. Berdasarkan komposisi batu pada batu saluran kemih

ditemukan batu kalsium oksalat (>80%), kalsium fosfat (5%), magnesium

amonium fosfat (5%), dan asam urat (13%). Di Jerman kejadian batu saluran

kemih meningkat (dari 0,54% sampai 1,47%) sedangkan, prevalensi di USA

sebesar 12% untuk kejadian batu saluran kemih ini3.

Jenis batu saluran kemih terbanyak adalah jenis kalsium oksalat seperti di

Semrang 53,3%, Jakarta 72%, di Amerika Serikat melaporkan batu kalsium

oksalat 72%, kalsium fosfat 8%, Struvit 9%, urat 7,6%, dan sisanya batu

campuran1.

Jumlah penderita batu saluran kemih di sub bagian urologi bagian bedah

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo periode Januari 1994 – Desember 2005 yaitu

sebsar 1028 pasien, dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 694 (67%), dan 334

(32,5%) perempuan. Di Jakarta dilaporkan 34,9% kasus urologi adalah batu

saluran kemih. Data rekam medis RS Dr. Kariadi diketahui bahwa kasus batu
saluran kemih menunjukkan peningkatan dari 32,8% pada tahun 2003 menjadi

35,4% pada tahun 2004 dan meningkat menjadi 39,1% pada tahun 20051.

2.3 Etiologi

Penyebab terjadinya urolitiasis secara teoritis dapat terjadi atau terbentuk

diseluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami

hambatan aliran urin (statis urin) antara lain yaitu sistem kalises ginjal atau buli-

buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalis (stenosis uretro-pelvis), divertikel,

obstruksi intravesiko kronik, seperti Benign Prostate Hyperplasia (BPH), striktur

dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan

terjadinya pembentukan batu.

Urolitiasis memiliki banyak faktor atau multifaktorial. Faktor tersebut

ialah faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik terdiri atas faktor

demografi (umur, jenis kelamin dan RAS), faktor anatomi dan genetik serta

faktor ekstrinsik terdiri faktor geografi, gaya hidup seperti kebiasaan pola makan.

Beberapa dekade terakhir, batu ginjal pada pria maupun wanita meningkat pada

negara-negara industri. Hal ini karena sebagian besar juga dipengaruhi oleh gaya

hidup dan pola makan4.

Pada kebanyakan penederita, batu kemih tidak ditemukan penyebab yang

jelas. Faktor predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing5.

Etiologi batu saluran kemih :

- Idiopatik

- Gangguan aliran air kemih

o Fimosis
o Striktur meatus

o Hipertrofi prostat

o Refluks vesiko uretral

o Ureterokele

o Konstriksi hubungan ureteropelvik

- Gangguan metabolisme

o Hiperparatiroidisme

o Hiperuresemia

o Hiperkalsiuria

- Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease

(Proteus mirabilis)

- Dehidrasi

o Kurang minum, suhu lingkungan tinggi

- Benda asing

- Jaringan mari (nekrosis papila ginjal)

- Multifaktor

o Anak dinegara berkembang

o Penderita multitrauma

2.4 Patofisiologi

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih

terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine

(stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya
kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel,

obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna,

stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang

memudahkan terjadinya pembentukan batu.5

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan

organik maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut

tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak

ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi

kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti

batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik

bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.5

Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan

belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal

menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari

sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu

yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel

dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, laju aliran

urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran

kemih yang bertindak sebagai inti batu.5


Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik

yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu

kalsium oksalat dan kalsium fosfat sedangkan sisanya berasal dari batu asam

urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu

sistein dan batu jenis lainnya.

Batu struvit

Batu struvit, disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini

disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Batu dapat tumbuh menjadi

lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks

ginjal. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea

atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine
menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti

pada reaksi: CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2.

Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya

adalah matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu

triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun dapat

pula terbentuk dari campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.1

Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium,

ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amoniun

fosfat (MAP) atau (Mg NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3.

Karena terdiri atas 3 kation Ca++ Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal

dengan nama batu triple-phosphate. Kuman-kuman yang termasuk pemecah

urea diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobacter,

Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.coli banyak menyebabkan

infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan termasuk bakteri pemecah

urea.5

Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih 70-80%

dari seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalium

oksalat, kalium fosfat, atau campuran dari kedua unsur tersebut

Factor terjadinya batu kalsium adalah:

1. hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium di dalam urin lebih

besar dari 250-300 mg/24 jam. Menurut Pak (1976) terdapat tiga

macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara lain:

a. hiperkalsiuri absortif yang terjadi karena adanya

peningkatan absorbsi kalsium melalui usus.

b. hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan

kemampuan reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal.

c. hiperkalsiuri resorbtif terjadi karena adanya

peningkatan resorpsi kalsium tulang yang banyak terjadi pada

hiperparatiroidisme primer atau tumor paratiroid.

2. Hiperoksaluri

3. hiperurikosuri

4. hipositraturia

5. hipomagnesiuria

Beberapa tori pembentukan batu saluran kemih : 6

1. Free Particle Theory

Teori ini menjelaskan bahwa pembentukan batu berasal dari inti batu yang

membentuk kristal atau benda asing. Kristal-kristal tersebut membentuk presipitat

dari urin yang tersupersaturasi dan mulai membentuk agregasi.

2. Fixed Particle Theory


Kristal yang mengendap yang keluar dari urin yang jenuh, dapat melekat

pada epitel ginjal di tempat cedera jaringan ginjal yang mungkin disebabkan

karena patogen infeksius atau kristal itu sendiri dan setelah melekat pada epitel

ginjal tersebut, tempat tersebut akan menjadi sebagai fokus untuk pembentukan

batu apabila terpapar urin yang jenuh.

3. Blocked lymphatic theory

Teori ini menjelaskan bahwa sistem limfatik ginjal menguras pelvis ginjal

dan mencegah akumulasi dan agregasi garam yang mengendap di ginjal. Tetapi

dalam kasus kerusakan atau penghancuran limfatik ginjal ini, endapan garam

cenderung tumbuh dan lebih besar selama aliran melalui pembuluh limfa dan

terobstruksi di calyces, dan kemudian tumbuh menjadi batu ginjal yang lebih

besar dengan selalu berhubungan dengan garam dan zat organik lainnya dalam

urin.

4. Teori Inhibisi yang Berkurang

Batu saluran kemih terjadi akibat tidak adanya atau berkurangnya faktor

inhibitor (penghambat) yang secara alamiah terdapat dalam sistem urinaria

dan berfungsi untuk menjaga keseimbangan serta salah satunya adalah mencegah

terbentuknya endapan batu. Inhibitor yang dapat menjaga dan menghambat

kristalisasi mineral yaitu magnesium, sitrat, pirofosfat dan peptida. Penurunan

senyawa penghambat tersebut mengakibatkan proses kristalisasi akan semakin

cepat dan mempercepat terbentuknya batu (reduce of crystalize inhibitor).

2.5 Manifestasi Klinis


Tanda dan gejala klinis batu saluran kemih ditentukan oleh letaknya,

besarnya, dan morfologinya. Walaupun demikian, penyakit ini mempunyai tanda

umum, yaitu hematuria baik hematuria nyata ataupun mikroskopik. Selain itu bila

disertai infeksi saluran kemih, dapat juga ditemukan kelainan endapan urin,

bahkan mungkin demam atau tanda sistemik lain5

 Batu pelvis ginjal

Batu pelvis ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala

berat. Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran

kemih dan infeksi5.

Nyeri didaerah pinggang dapat dalam bentuk pegal hingga kolik atau nyeri

yang terus-menerus dan hebata karena adanya pionefrosis5.

Pada pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali tidak ada, sampai

mungkin teraba ginjal yang membesar akibat adanya hidronefrosis5.

Nyeri dapat berupa nyeri tekan atau nyeri ketok pada daerah arkus kosta pada

sisi ginjal yang terkena. Batu ginjal yang terletak di pelvisdapat menyebabkan

terjadinya hidronefrosis, sedangkan batu kaliks pada umumnya tidak memberi

gejala fisik5.

 Batu ureter

Anatomi ureter mempunyai beberapa tempat penyempitan yang

memungkinkan atu ureter terhenti. Karena peristalsis, akan terjadi gejala kolik,

yaitu nyeri yang hilang timbul disertai perasaan mual dengan atau tanpa muntah

dengan nyeri alih khas5.

Batu ureter juga bisa sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus

menjadi batu kandung kemih yang besar5.


 Batu kandung kemih

Batu menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher kendung kemih,

aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan terhenti dan menetes disertai

dengan nyeri. Pada anak, nyeri menyeabkan anak yang bersangkutan menarik

penisnya sehingga tidak jarang dilihat penis yang agak panjang.Bila pada saat

sakit tersebut penderita berubah posisi, suatu saat air kemih akan dapat keluar

karena letak batu yang berpindah. Bila selanjutnya terjadi infeksi yang sekunder,

selain nyeri, sewaktu miksi juga akan terdapat nyeri menetap suprapubik5.

 Batu uretra

Batu uretra umumnya merupakan batu yang berasal dari ureter atau

kandung kemih yang oleh aliran kemih sewaktu miksi terbawa ke uretra, tetapi

menyangkut di tempat yang agak lebar, yaitu pars prostatika, bagian permulaan

pars bulbosa, dan di fosa navikular5.

Gejala yang ditimbulkan umumnya miksi tiba-tiba terhenti, menjadi

menetes dan nyeri5.

2.6 Diagnosis

Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan

diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik,

laboratorium dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya

obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik, batu

dapat radioopak atau radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis

batu sehingga dari sifat ini dapat diduga jenis batu yang dihadapi.7
Batu kalsium akan memberikan bayangan opak, batu magnesium amonium

fosfat akan memberikan bayangan semiopak, sedangkan batu asam urat murni

akan memberikan bayangan radiolusen. Batu staghorn dapat diidentifikasi dengan

foto polos abdomen karena komposisinya yang berupa magnesium ammonium

sulfat atau campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat sehingga akan

nampak bayangan radioopak.7

Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang

dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan

menentukan sebab terjadinya batu.

Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua ginjal secara

terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini

dipakai untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang cukup

sebagai dasar untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan

ultrasonografi dapat untuk melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen

saluran kemih, serta dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama

tindakan pembedahan untuk mencegah tertinggalnya batu.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis

dan rencana terapi antara lain:

1. Foto Polos Abdomen

Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan

adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan

kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling sering dijumpai diantara batu lain,

sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio lusen). Urutan radioopasitas

beberapa batu saluran kemih seperti pada tabel 1.


Jenis Batu Radioopasitas
Kalsium Opak
MAP Semiopak
Urat/Sistin Non opak
Tabel 1. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih3

2. Pielografi Intra Vena (PIV)

Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain

itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang

tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV belum dapat menjelaskan

keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai

penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.

3. Ultrasonografi

USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu

pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun,

dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu

di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow),

hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.

4. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.

5. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi

ginjal.

6. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.

7. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.

8. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase

alkali serum.7

2.7 Tatalaksana
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya

harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi

untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu

telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi

sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter

atau hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus

segera dikeluarkan.

Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti diatas,

namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang

diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat

menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang

menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih.

Pilihan terapi antara lain :

1. Terapi Konservatif

Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan

sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk

mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum,

berupa :

a. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari

b. α - blocker

c. NSAID

Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat

lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi

dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan
merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-

pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi

ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera

dilakukan intervensi. 10
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau prinsip kerjanya

semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara mesin generasi lama dan baru,

dalam terapi batu ureter. Pada generasi baru titik fokusnya lebih sempit dan sudah

dilengkapi dengan flouroskopi, sehingga memudahkan dalam pengaturan

target/posisi tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat pada mesin

generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter sangat terbatas.

Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga punya kelemahan yaitu kekuatan

tembaknya tidak sekuat yang lama, sehingga untuk batu yang keras perlu

beberapa kali tindakan.

(http://piogama.ugm.ac.id/index.php/2009/02/gelombang-kejut-penghancur-batu-ginjal/)

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi obat

penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan

gelombang kejut untuk memecahkan batunya  Bahkan pada ESWL generasi

terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal

sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan

bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu
ginjal.  Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya

pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.

Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis yaitu

elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing generator

mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan air atau

gelatin sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin

mempunyai sifat akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan

menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.

ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan

gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun hampir semua jenis dan ukuran

batu ginjal dapat dipecahkan oleh ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan

efisiensi dari alat ini. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal

dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara

ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang panggul). Hal laim

yang perlu diperhatikan adalah jenis batu apakah bisa dipecahkan oleh ESWL atau

tidak. Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan

perlu beberapa kali tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah

tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil

dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas).

Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak

juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan terjadi

kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk wanita di

bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya


3. Endourologi

Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan

batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian

mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke

dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil

pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik,

dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi

laser.

Beberapa tindakan endourologi antara lain:

 PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang

berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke

sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau

dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.

PNL yang berkembang sejak dekade 1980-an secara teoritis dapat

digunakan sebagai terapi semua batu ureter. Tapi dalam prakteknya

sebagian besar telah diambil alih oleh URS dan ESWL. Meskipun

demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan melekat masih ada

tempat untuk PNL. Prinsip dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau

pielum secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan

nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk selanjutnya batu

ureter diambil secara utuh atau dipecah dulu.

Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil atau

dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat

dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat


diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu

keterampilan khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat pendidikan

lebih banyak menekankan pada URS dan ESWL dibanding PNL.

 Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan

memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli),

 ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah tidak bisa

untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga perlu alat

pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan

jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman masing-masing

operator dan ketersediaan alat tersebut.

4. Bedah Terbuka

Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk

tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu

masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain

adalah: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal,

dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani

tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak

berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau

mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi

atau infeksi yang menahun.

Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih

dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa

dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau anterior. Meskipun demikian dewasa

ini operasi terbuka pada batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama
pada penderita-penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang

besar.

5. Pemasangan Stent

Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang

memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu

ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi,

pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).

Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang tidak

kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka

kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50%

dalam 10 tahun.

2.8 Pencegahan

Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang

menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya

pencegahan itu berupa :

1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi

urin 2-3 liter per hari.

2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.

3. Aktivitas harian yang cukup.

4. Pemberian medikamentosa.

Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:

1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine

dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.

2. Rendah oksalat.
3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya

hiperkalsiuri.

4. Rendah purin.

Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita

hiperkalsiuri tipe II.

2.9 Prognosis

Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu,

dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk

prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah

terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena

faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.

Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan

bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada

sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan

PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula

oleh pengalaman operator.


BAB 4

DISKUSI

Seorang laki-laki usia 77 tahun datang dengan keluhan nyeri pada perut

kanan bawah sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan nyeri

menjalar sampai ke punggung kanan. Nyeri dirasakan pasien hilang timbul. Pasien

juga mengeluhkan apabila pasien bergerak nyeri semakin meningkat, apabila

pasien beristirahat, nyeri sedikit berkurang. Nyeri juga semakin terasa apabila

pasien batuk. Keluhan saat buat air kecil disangkal, spserti susah buang air kecil,

riwayat kencing berdarah dan riwayat kencing berpair disangkal.

Pasien mengeluhkan mual, namun tidak muntah. Pasien juga tidak

mengeluhkan demam. Pasien tidak ada keluhan saat buang air besar (BAB). BAB

berdarah tidak ada, BAB hitam tidak ada, BAB encer tidak ada. Pasien dapat

buang angin. Pasien mengaku terdapat penurunan berat badan tapi tidak diketahui

berapa. Pasien juga merasakan nafsu makan yang berkurang. Pada pemeriksaan

fisik didapatkan nyeri tekan dan nyeri lepas saat palpasi pada area lumbal kanan,

serta nyeri ketok CVA kanan (+).

Gejala-gejala dan tanda-tanda klinis yang dapat ditemukan pada batu

saluran kemih dapat berupa nyeri. Pasien mengeluhkan nyeri perut kanan bawah

yang menjalar kepunggung kanan. Nyeri merupakan keluhan yang menonjol pada

gawat abdomen. Nyeri tersebut dapat berupa nyeri viseral atau somatik. Nyeri

dirasakan di perut kanan dan saat pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada
area lumbal kanan. Berdasarkan regio abdomen, kita dapat menentukan organ-

organ apa saja yang memungkinkan berhubungan dengan keluhan pasien. Di area

lumbal kanan terdapat beberapa organ yaitu, ginjal, ureter, kolon asenden,

sebagian duodenum dan jejunum. Pasien juga merasakan nyeri menjalar ke

punggung kanan, hal ini karena adanya sifat nyeri berupa nyeri alih (referred

pain) yang terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari satu daerah.

Nyeri alih dari ginjal (area putus-putus) dan ureter (area arsir).

Nyeri dirasakan hilang timbul, hal ini disebut nyeri kolik yang merupakan

nyeri viseral akibat spasme otot polos organ berongga dan biasanya disebabkan

oleh hambatan pasase organ tersebut.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah, didapatkan leukositosis. Dari

pemeriksaan urinalisa kimia urin didapatkan hasil dalam batas normal. Dari

pemeriksaan sedimen urin didapatkan juga hasil dalam batas normal.

Dari pemeriksaan foto abdomen, tidak ditemukan adanya urolitiasis

radioopaq, sehingga pasin dilanjutkan dengan pemeriksaan USG. Dari hasil

pemeriksaan USG ditemukan adanya ureteropelvikalietasis dekstra. Pilihan

pemeriksaan pencitraan gold standard menurut American Urological Association

terhadap pasien dapat dilakukan CT-scan tanpa kontras untuk area abdomen dan
pelvis. Foto polos ginjal, ureter, dan vesica urinaria, yang dapat menggambarkan

batu radiopak. Batu asam urat murni dan ammonium urat bersifat radiolusen tetapi

dapat dilapisi oleh lapisan sedimen kalsium yang bersifat radiopak.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksan fisik, pemeriksaan penunjang, pasien

sementara didiagnosis kerja kolik renal ec sup nefrolitiasis dekstra dengan

diagnosis banding kolik ureter ec ureterolitiasis dekstra. Pasien kini menjalani

terapi konservatif yaitu terapi simptomatis untuk mengurangi rasa nyeri yang

dikeluhkan paseien. Selanjutnya apabila diagnosis pasien telah dipastikan batu

saluran kemih, selanjutnya pasien dapat direncanakan terapi pembedahan sesuai

indikasi. Indikasi operasi dari klinis pasien apabila dengan terapi konservatif tidak

berhasil, ditemukan gejala-gejala obstruksi dan dari pemeriksaan pencitraan

ditemukan batu pada saluran kemih.


DAFTAR PUSTAKA

1. Lina, N. Faktor-faktor risiko kejadian batu saluran kemih (Studi kasus di RS

DR. Kariadi, RS Roemani, dan RSI Sultan Agung Semarang). Thesis. 2008.

2. Knoll, T. Epidemiology, pathogenesis, and pathophysiology of urolithiasis.

Germany: European Urology Supplements 9. 2010. 802-806

3. Trinchieri, A. Epidemiology of urolithiasis: an update. Italy: Clinical case in

mineral bone metabolism. 2008. 5(2), 101-106.

4. Singh, KB. Understanding epidemiology and etiologic factors of urolithiasis:

an overview. India: Sciencevision. 2013, 169-174.

5. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi :3. Jakarta : EGC.

2008. 872-879.

6. Bawari S, Sah AN, Tewari D. Urolithiasis: An update on Diagnostic

modalities and treatment protocols. India: ijpsonline. 2017, 79(2). 164-174.

7. Tanagho EA, McAninch JW. Smith’s General Urology. Edisi ke-16. New York

: Lange Medical Book. 2004. 256-283.

Anda mungkin juga menyukai