Disusun oleh :
Khoridatul Bahiyyah
Jawiyah
Lindya
Lia Indiyati
Irfan Maulana
SMAN 1 GEGESIK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk yang memiliki naluri ataupun keinginan didalam dirinya.
Pernikahan merupakan salah satu naluri serta kewajiban dari seorang manusia. Sesungguhnya Islam
telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap
dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Swt. Sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak
akan memilih tata cara yang lain. Namun di masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui orang.
Menikah merupakan perintah dari Allah Swt. Seperti dalil berikut ini:
$ُ َي ْكف ُه ْم ِ هَّللا ت َ $ي ُْؤ ِم ُن أَ َف ِب ْالبَاطِ ِل ۚ ت
ِ َو ِبنِعْ َم ون$ ِ الط ِّي َبا َ َبن أَ ْز َوا ِج ُك ْم ْمِن لَ ُك ْم َو َج َع َل أَ ْز َواجً ا أَ ْنفُسِ ُك ْم ْمِن لَ ُك ْم َج َع َل ُ َوهَّللا
َّ م َِن َو َر َز َق ُك ْم َو َح َفدَ ًة ِين
ُون
َ ر
“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan
anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?”(An-Nahl;72)
Adapun secara Islam pernikahan itu sendiri mempunyai tatacara, syarat, tujuan, hukum, serta
hikmahnya tersendiri. Berdasarkan dalil dibawah ini merupakan salah satu tujuan dari pernikahan:
ُ َوالص َّْو ُّال ُّدف َو ْال َح َر ِام ْال َحالَ ِل َبي َْن َما َفصْ ُل
ِ ال ِّن َك فِي ت
اح
“Pemisah antara apa yang halal dan yang haram adalah duff dan shaut (suara) dalam pernikahan.”
(HR. An-Nasa`i no. 3369, Ibnu Majah no. 1896. Dihasankan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam
Al-Irwa` no. 1994)
Berdasarkan dalil-dalil diatas jelas sekali Allah Swt. Telah mengatur sedemikian rupa
permasalahan mengenai pernikahan. Adapun pernyempurnaan dari wahyu yang diturunkan oleh
Allah swt. Telah disempurnakan oleh ahli tafsir dengan mengeluarkan dalil yang dapat memperjelas
mengenai pernikahan tanpa mengubah ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.
B. Rumusan Masalah
2. Hukum Pernikahan
3. Peminangan (Khitbah)
4. Syarat Pernikahan
5. Tujuan Pernikahan
7. Thalak (Perceraian)
8. Iddah
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui pentingnya pengetahuan
terhadap Pernikahan (Munahakat) dimana setiap orang pasti akan mengalami sebuah Pernikahan.
D. Manfaat
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PERNIKAHAN
Pernikahan atau Munahakat artinya dalam bahasa adalah terkumpul dan menyatu. Menurut
istilah lain juga dapat berarti akad nikah (Ijab Qobul) yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki
dan perempuan yang bukan muhrim sehingga menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya
yang diucapkan oleh kata-kata , sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan
dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan
sebagai pernikahan, Allah s.w.t. menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan
pernikahan dan mengharamkan zina.
B. HUKUM PERNIKAHAN
Menurut sebagian besar Ulama’, hukum asal menikah adalah mubah, yang artinya boleh
dikerjakan dan boleh tidak. Apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala, dan jika tidak dikerjakan
tidak mendapatkan dosa. Namun menurut saya pribadi karena Nabiullah Muhammad SAW
melakukannya, itu dapat diartikan juga bahwa pernikahan itu sunnah berdasarkan perbuatan yang
pernah dilakukan oleh Beliau. Akan tetapi hukum pernikahan dapat berubah menjadi sunnah, wajib,
makruh bahkan haram, tergantung kondisi orang yang akan menikah tersebut.
Hukum menikah akan berubah menjadi sunnah apabila orang yang ingin melakukan pernikahan
tersebut mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun meteriil dan mampu
menahan perbuatan zina walaupun dia tidak segera menikah. Sebagaimana sabda Rasullullah SAW :
“Wahai para pemuda, jika diantara kalian sudah memiliki kemampuan untuk menikah, maka
hendaklah dia menikah, karena pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan lebih dapat
memelihara kelamin (kehormatan); dan barang siapa tidak mampu menikah, hendaklah ia
berpuasa, karena puasa itu menjadi penjaga baginya.” (HR. Bukhari Muslim)
Hukum menikah akan berubah menjadi wajib apabila orang yang ingin melakukan pernikahan
tersebut ingin menikah, mampu menikah dalam hal kesiapan jasmani, rohani, mental maupun
meteriil dan ia khawatir apabila ia tidak segera menikah ia khawatir akan berbuat zina. Maka wajib
baginya untuk segera menikah
Hukum menikah akan berubah menjadi makruh apabila orang yang ingin melakukan pernikahan
tersebut belum mampu dalam salah satu hal jasmani, rohani, mental maupun meteriil dalam
menafkahi keluarganya kelak
Hukum menikah akan berubah menjadi haram apabila orang yang ingin melakukan pernikahan
tersebut bermaksud untuk menyakiti salah satu pihak dalam pernikahan tersebut, baik menyakiti
jasmani, rohani maupun menyakiti secara materiil.
C. PEMINANGAN (KHITBAH)
"Abu Hurairah RA berkata,sabda Rasullullah SAW kepada seorang laki-laki yang hendak menikah
dengan seorang perempuan: "Apakah kamu telah melihatnya?jawabnya tidak(kata lelaki itu kepada
Rasullullah).Pergilah untuk melihatnya supaya pernikahan kamu terjamin kekekalan." (Hadis Riwayat
Tarmizi dan Nasai)
"Daripada Ibnu Umar RA bahawa Rasullullah SAW telah bersabda: "Kamu tidak boleh meminang
tunangan saudara kamu sehingga pada akhirnya dia membuat ketetapan untuk
memutuskannya". (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim(Asy-Syaikhan))
D. SYARAT PERNIKAHAN
1.Rukun nikah
Pengantin laki-laki
Pengantin perempuan
Wali
Dua orang saksi laki-laki
Mahar
Ijab dan kabul (akad nikah)
2.Syarat calon suami
Islam
Laki-laki yang tertentu
Bukan lelaki muhrim dengan calon istri
Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut
Bukan dalam ihram haji atau umroh
Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
Tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam suatu waktu
Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan istri
3.Syarat calon istri
Islam
Perempuan yang tertentu
Bukan perempuan muhrim dengan calon suami
Bukan seorang banci
Bukan dalam ihram haji atau umroh
Tidak dalam iddah
Bukan istri orang
4.Syarat wali
Islam, bukan kafir dan murtad
Lelaki dan bukannya perempuan
Telah pubertas
Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
Bukan dalam ihram haji atau umroh
Tidak fasik
Tidak cacat akal pikiran, gila, terlalu tua dan sebagainya
Merdeka
Tidak dibatasi kebebasannya ketimbang membelanjakan hartanya
Sebaiknya calon istri perlu memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Jika syarat-syarat wali
terpenuhi seperti di atas maka sahlah sebuah pernikahan itu.Sebagai seorang mukmin yang sejati,
kita hendaklah menitik beratkan hal-hal yag wajib seperti ini.Jika tidak, kita hanya akan dianggap
hidup dalam berzinahan selamanya.
5.Jenis-jenis wali
Wali mujbir: Wali dari bapaknya sendiri atau kakek dari bapa yang mempunyai hak
mewalikan pernikahan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya
(sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan calon istri yang hendak dinikahkan)
Wali aqrab: Wali terdekat yang telah memenuhi syarat yang layak dan berhak menjadi wali
Wali ab’ad: Wali yang sedikit mengikuti susunan yang layak menjadi wali, jikalau wali aqrab
berkenaan tidak ada. Wali ab’ad ini akan digantikan oleh wali ab’ad lain dan begitulah seterusnya
mengikut susunan tersebut jika tidak ada yang terdekat lagi.
Wali raja/hakim: Wali yang diberi hak atau ditunjuk oleh pemerintah atau pihak berkuasa
pada negeri tersebut oleh orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab
tertentu.
6.Syarat-syarat saksi
Sekurang-kurangya dua orang
Islam
Berakal
Telah pubertas
Laki-laki
Memahami isi lafal ijab dan qobul
Dapat mendengar, melihat dan berbicara
Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak terlalu banyak melakukan dosa-dosa kecil)
Merdeka
7.Syarat ijab
Pernikahan nikah ini hendaklah tepat
Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
Diucapkan oleh wali atau wakilnya
Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(nikah kontrak atau pernikahan (ikatan
suami istri) yang sah dalam tempo tertentu seperti yang dijanjikan dalam persetujuan nikah
muataah)
Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafalkan)
Contoh bacaan Ijab:Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku nikahkan Anda dengan
Diana Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar tunai".
8.Syarat qobul
Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
Tidak ada perkataan sindiran
Dilafalkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)
Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu qobul dilafalkan)
Menyebut nama calon istri
Tidak ditambahkan dengan perkataan lain
Contoh sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal suami):"Aku terima nikahnya dengan Diana
Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar tunai" ATAU "Aku terima
Diana Binti Daniel sebagai istriku".
Setelah qobul dilafalkan Wali/wakil Wali akan mendapatkan kesaksian dari para hadirin
khususnya dari dua orang saksi pernikahan dengan cara meminta saksi mengatakan lafal "SAH" atau
perkataan lain yang sama maksudya dengan perkataan itu.
Selanjutnya Wali/wakil Wali akan membaca doa selamat agar pernikahan suami istri itu kekal
dan bahagia sepanjang kehidupan mereka serta doa itu akan diAminkan oleh para hadirin.
Bersamaan itu pula, mas kawin/mahar akan diserahkan kepada pihak istri dan selanjutnya berupa
cincin akan dipakaikan kepada jari cincin istri oleh suami sebagai tanda dimulainya ikatan
kekeluargaan atau simbol pertalian kebahagian suami istri.Aktivitas ini diteruskan dengan suami
mencium istri.Aktivitas ini disebut sebagai "Pembatalan Wudhu".Ini karena sebelum akad nikah
dijalankan suami dan isteri itu diminta untuk berwudhu terlebih dahulu.
Suami istri juga diminta untuk salat sunat nikah sebagai tanda syukur setelah pernikahan
berlangsung. Pernikahan Islam yang memang amat mudah karena ia tidak perlu mengambil masa
yang lama dan memerlukan banyak aset-aset pernikahan disamping mas kawin,hantaran atau
majelis umum (walimatul urus)yang tidak perlu dibebankan atau dibuang.
E. TUJUAN PERNIKAHAN
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah
dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan
menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur,
berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan
merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga
sebagai sarana efektif untuk me-melihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi
masyarakat dari kekacauan.
Dalam Al-Qur-an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya thalaq (perceraian), jika suami
isteri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa
Jalla dalam ayat berikut:
ْ
ِ َفإ ۖ ِ هَّللا ُحدُو َد ُيقِي َما أَاَّل َي َخا َفا ْأَن إِاَّل َش ْي ًئا َّآ َت ْي ُتمُوهُن ِممَّا َتأ ُخ ُذوا ْأَن لَ ُك ْم َي ِح ُّل َواَل ۗ ان
ٍ ِبإِحْ َس َتسْ ِري ٌح أَ ْو ٍ ِب َمعْ رُوف ك ِ مَرَّ َت الطاَل ُق
َ ِ َفإ ۖ ان
ٌ مْسا َّ
ُون َّ ُه ُم ك$$ِ
َ الظالِم ٰ
َ َفأُولَئ ِ هَّللا دُو َد$$ُح َّد$$ َي َت َع ْ َو َمن ۚ دُو َها$$ َتعْ َت َفاَل ِ هَّللا دُو ُد$$ُح ك$$ ْ ا ْف َت فِي َما َعلَي ِْه َما ا َح$$ ُج َن َفاَل ِ هَّللا َ دُود$$ُح ُيقِي َما أَاَّل ِخ ْف ُت ْم ْن
َ ت ِْل ۗ ِه$$ ِب دَت$$
“Thalaq (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan dengan baik, atau
melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan isteri) khawatir tidak mampu menjalankan
hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-
hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh isteri) untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa
melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zhalim.” [Al-Baqarah : 229]
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk mengabdi dan beribadah hanya kepada Allah
‘Azza wa Jalla dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga
adalah salah satu lahan subur bagi peribadahan dan amal shalih di samping ibadah dan amal-amal
shalih yang lain, bahkan berhubungan suami isteri pun termasuk ibadah (sedekah)
Tujuan pernikahan di antaranya adalah untuk memperoleh keturunan yang shalih, untuk
melestarikan dan mengembangkan bani Adam, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:
“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan
anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?” [An-Nahl : 72]
Wanita itu subur rahimnya. Tentunya bisa diketahui dengan melihat ibu atau saudara
perempuannya yang telah menikah.
Wanita tersebut masih gadis, yang dengannya akan dicapai kedekatan yang sempurna .
Taat kepada suami dan menjaga kehormatannya di saat suami ada atau tidak ada serta menjaga
harta suaminya,
Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti
wanita Jahiliyyah.
Berakhlak mulia,
Tidak berbincang-bincang dan berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya karena yang
ke-tiganya adalah syaitan,
G. THALAK (PERCERAIAN)
Di dalam Islam, penceraian merupakan sesuatu yang tidak disukai oleh Islam tetapi dibolehkan
dengan alasan dan sebab-sebab tertentu.Talak menurut bahasa bermaksud melepaskan ikatan dan
menurut syarak pula, talak membawa maksud melepaskan ikatan perkahwinan dengan lafaz talak
dan seumpamanya. Talak merupakan suatu jalan penyelesaian yang terakhir
sekiranya suami dan isteri tidak dapat hidup bersama dan mencari kata sepakat untuk mecari
kebahagian berumahtangga. Talak merupakan perkara yang dibenci Allah s.w.t tetapi dibenarkan.
Hukum talak
Hukum Penjelasan
Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai
Makruh
pengetahuan agama
Suami yang lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus
Harus
haidnya
Rukun talak
Perkara Syarat
Berakal
Suami Baligh
Dengan kerelaan sendiri
1. Talak sarih
Lafaz yang jelas dengan bahasa yang berterus-terang seperti “Saya talak awak” atau “Saya
ceraikan awak” atau “Saya lepaskan awak daripada menjadi isteri saya” dan sebagainya.
2. Talak kinayah
Lafaz yang digunakan secara sindiran oleh suami seperti “Pergilah awak ke rumah mak awak”
atau “Pergilah awak dari sini” atau “Saya benci melihat muka awak” dan sebagainya. Namun, lafaz
kinayah memerlukan niat suaminya iaitu jika berniat talak, maka jatuhlah talak tetapi jika tidak
berniat talak, maka tidak berlaku talak.
Jenis talak
1. Talak raj’i
Suami melafazkan talak satu atau talak dua kepada isterinya. Suami boleh merujuk kembali
isterinya ketika masih dalam idah. Jika tempoh idah telah tamat, maka suami tidak dibenarkan
merujuk melainkan dengan akad nikah baru.
2. Talak bain
Suami melafazkan talak tiga atau melafazkan talak yang ketiga kepada isterinya. Isterinya tidak
boleh dirujuk kembali. Si suami hanya boleh merujuk setelah isterinya berkahwin lelaki lain, suami
barunya menyetubuhinya, setelah diceraikan suami barunya dan telah habis idah dengan suami
barunya.
3. Talak sunni
Suami melafazkan talak kepada isterinya yang masih suci dan tidak disetubuhinya ketika dalam
tempoh suci
4. Talak bid’i
Suami melafazkan talak kepada isterinya ketika dalam haid atau ketika suci yang disetubuhinya.
5. Talak taklik
Talak taklik ialah suami menceraikan isterinya bersyarat dengan sesuatu sebab atau syarat.
Apabila syarat atau sebab itu dilakukan atau berlaku, maka terjadilah penceraian atau talak.
Contohnya suami berkata kepada isteri, “Jika awak keluar rumah tanpa izin saya, maka jatuhlah talak
satu.” Apabila isterinya keluar dari rumah tanpa izin suaminya, maka jatuhlah talak satu secara
automatik.
FASAKH
Arti fasakh menurut bahasa ialah rosak atau putus. Manakala menurut syarak pula, pembatalan
nikah disebabkan oleh sesuatu sifat yang dibenarkan syarak, misalnya, perkahwinan suami isteri
yang difasakhkan oleh kadi disebabkan oleh suaminya tidak mempu memberi nafkah kepada
isterinya. Fasakh tidak boleh mengurangkan bilangan talaknya.
Tujuan khuluk
Memelihara hak wanita
Menolak bahaya kemudaratan yang menimpanya
Memberi keadilan kepada wanita yang cukup umurnya melalui keputusan mahkamah.
RUJUK
Menurut bahasa rujuk boleh didefinisikan sebagai kembali. Manakala menurut syarak, ia membawa
maksud suami kembali semula kepada isterinya yang diceraikan dengan ikatan pernikahan asal
(dalam masa idah) dengan lafaz rujuk.
Hukum rujuk
Hukum Penjelasan
Bagi suami yang menceraikan isterinya yang belum menyempurnakan gilirannya dari isteri-
Wajib
isterinya yang lain
Haram Suami merujuk isterinya dengan tujuan untuk menyakiti atau memudaratkan isterinya itu
Rukun rujuk
Perkara Syarat
Berakal
Suami Baligh
Dengan kerelaan sendiri
Telah disetubuhi
Berkeadaan talak raj’i
Isteri Bukan dengan talak tiga
Bukan cerai secara khuluk
Masih dalam idah
H. IDDAH
Iddah adalah waktu menunggu bagi mantan istri yang telah diceraikan oleh mantan suaminya,
baik itu karena thalak atau diceraikannya. Ataupun karena suaminya meninggal dunia yang pada
waktu tunggu itu mantan istri belum boleh melangsungkan pernikahan kembali dengan laki-laki lain.
Pada saat iddah inilah antara kedua belah pihak yang telah mengadakan perceraian, masing-masing
masih mempunyai hak dan kewajiban antara keduanya.Lamanya masa iddah bagi perempuan adalah
sebagai berikut:
a. Perempuan yang masih mengalami haid secara normal, iddahnya tiga kali suci
b. Perempuan yang tidak mengalami lagi haid (menopause) atau belum mengalami sama sekali,
iddahnya tiga bulan
c. Perempuan yang ditinggal mati suaminya, iddahnya empat bulan sepuluh hari
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pernikahan adalah akad nikah (Ijab Qobul) antara laki-laki dan perempuan yang bukan
muhrimnya sehingga menimbulkan kewajiban dan hak di antara keduanya melalui kata-kata
secara lisan, sesuai dengan peraturan-peraturan yang diwajibkan secara Islam. Pernikahan
merupakan sunnah Rasulullah Saw. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah:
“nikah itu Sunnahku, barang siapa membenci pernikahan, maka ia bukanlah ummadku”.
Maka pernikahan dianjurnya kepada ummad Rasulullah, tetapi pernikahan yang mengikuti
aturan yang dianjurkan oleh ajaran agama Islam. Adapun cangkupan pernikahan yang dianjurkan
dalam Islam yaitu adanya Rukun Pernikahan, Hukum Pernikahan, Syarat sebuah Pernikahan,
Perminangan, dan dalam pemilihan calon suami/istri. Islam sangat membenci sebuah perceraian,
tetapi dalam pernikahan itu sendiri terkadang ada hal-hal yang menyebabkan kehancuran dalam
sebuah rumah tangga. Islam secara terperinci menjelaskan mengenai perceraian yang berdasarkan
hukumnya. Dan dalam Islam pun dijelaskan mengenai fasakh, khuluk, rujuk, dan masa iddah bagi
kaum perempuan.
Berdasarkan apa yang telah kami jelaskan dalam makalah mengenai pernikahan ini pasti ada
kekurangan maupun kelebihannya. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan dapat menambah wawasan pembaca mengenai pernikahan berdasarkan Islam. Adapun kritik
maupun saran dapat disampaikan ke penulis agar dapat memperbaiki makalah ini baik dari segi
penulisan, materi, maupun tata bahasa yang disampaikan. Penulis mengharapkan pembaca dapat
mengambil manfaat dari makalah yang telah dibuat.
DAFTAR PUSTAKA
http://syahadat.blogspot.com/2011/03/hukumpernikahan.htmp
Munarki, Abu. Membangun Rumah Tangga dalam Islam, Pekanbaru : PT. Berlian Putih,2006
http://wikiplediaIndonesia.com/01/pernikahansecaraIslam.htmp
http://admin.blogspot.com/2009/01/iddah
http://madinatulilmi.com/index.php?prm=posting&kat=1&var=detail&id=79
http://Islamiyah.blogspot.com/2010/02/syaratpernikahanIslam/index.phpm?=posting.htmp
http://munakahat.blogspot.com/2010.htmp