Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Definisi Demam
Demam sesungguhnya merupakan reaksi alamiah dari tubuh manusia dala
m usaha melakukan perlawanan terhadap beragam penyakit yang masuk atau bera
da di dalam tubuh. Dengan kata lain, demam adalah bentuk mekanisme pertahana
n tubuh terhadap serangan penyakit. Apabila ada suatu kuman penyakit yang mas
uk ke dalam tubuh, secara otomatis tubuh akan melakukan perlawanan terhadap k
uman penyakit dengan mengeluarkan zat antibodi. Pengeluaran zat antibodi yang l
ebih banyak daripada biasanya ini diikuti dengan naiknya suhu badan. Semakin be
rat penyakit yang menyerang, semakin banyak pula antibodi yang dikeluarkan, da
n akhirnya semakin tinggi pula suhu badan yang terjadi (Wardiah, 2016).
Suhu tubuh normal dipengaruhi oleh lingkungan, usia, jenis kelamin, aktiv
itas fisik, dan suhu udara. Suhu tubuh akan lebih rendah 0,5 oC dari rata-rata pada
pagi hari, dan meningkat pada sore hari. Oleh karena itu tidak ada nilai mutlak suh
u tubuh. Rentang suhu tubuh normal yaitu aksila 34,7oC-37,3oC, suhu oral antara
35,5oC-37,5oC, dan suhu rektal antara 36,6oC-37,9oC (Wardiah, 2016).
2.1.2 Definisi Antipiretik
Antipiretik merupakan jenis obat-obatan atau zat-zat yang dapat menurunk
an suhu tubuh pada keadaan demam. Antipiretik bekerja dengan merangsang pusa
t pengaturan panas di hipotalamus sehingga pembentukan panas yang tinggi akan
dihambat dengan cara memperbesar pengeluaran panas yaitu dengan menambah al
iran darah ke perifer dan memperbanyak pengeluaran keringat. Antipiretik bekerja
dengan cara mengembalikan fungsi thermostat di hipotalamus ke posisi normal de
ngan cara pembuangan panas melalui bertambahnya aliran darah ke perifer diserta
i dengan keluarnya keringat. Zat antipiretik dapat mengikat enzim sikooksigenase
yang memicu pembentukan prostalandin, sehingga kadar prostagladin menurun ka
darnya di daerah thermostat dan menurunkan suhu tubuh. Penurunan suhu tersebu
t adalah hasil kerja obat pada sistem saraf pusat yang melibatkan pusat kontrol suh
u di hipotalamus (Jansen., I et al. 2015)
Obat – obat antipiretik secara umum dapat digolongkan dalam beberapa go
longan yaitu golongan salisilat, (misalnya aspirin, salisilamid), golongan para-ami
nofenol (misalnya acetaminophen, fenasetin) dan golongan pirazolon (misalnya fe
nilbutazon dan metamizol). Acetaminophen, Non Steroid Anti-inflammatory Drug
s, dan cooling blanket biasa digunakan untuk mencegah peningkatan suhu tubuh p
ada pasien cedera otak agar tetap konstan pada kondisi suhu ≤ 37,5ºC. Pemberian
obat melalui rute intravena atau intraperitonial biasanya juga digunakan pada kead
aan hipertermia, yaitu keadaan dimana suhu tubuh lebih dari 41ºC. Suhu ini dapat
membahayakan kehidupan dan harus segera diturunkan (Wilmana, 2017).
2.1.3 Faktor-Faktor Penyebab Demam
Secara umum, demam dapat disebabkan oleh karena produksi zat pirogen
(eksogen atau endogen) yang secara langsung akan mengubah titik ambang suhu h
ipothalamus sehingga menghasilkan pembentukan panas dan konservasi panas. De
mam dapat disebabkan oleh faktor infeksi dan non infeksi. Beberapa penyebab de
mam dari infeksi meliputi infeksi dari virus, jamur, parasit maupun bakteri. Penye
bab demam non infeksi bisa dari faktor lingkungan seperti lingkungan yang padat
dan dapat memicu timbulnya stres ataupun pengeluaran panas berlebihan dalam tu
buh (Lubis I.N.D, 2011).
2.1.4 Mekanisme Proses Terjadinya Demam
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monos
it, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator infla
masi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia
yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen ekso
gen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membe
ntuk prostaglandin. Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan p
atokan termostat dipusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan mengangg
ap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu
mekanismemekanisme untuk meningkatkan panas seperti menggigil akan terjadi p
eningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya
akan menyebabkan suhu tubuh naik kepatokan yang baru tersebut (Syamsi N,
2019)
2.1.5 Pepton Sebagai Penginduksi Demam
Pepton merupakan protein yang digunakan sebagai induksi demam pada m
encit. Demam dapat disebabkan gangguan otak atau akibat bahan toksik yang me
mpengaruhi pudat pengaturan suhu. Protein merupakan salah satu jenis pirogen ya
ng dapat menyebabkan efek perangsangan terhadap pusat pengaturan suhu sehing
ga menimbulkan demam. Pemerian pepton berupa serbuk, kuning kemerahan hing
ga coklat, memiliki bau khas tetapi tidak nusuk. Larut dalam air membentuk laruta
n coklat kekuningan, bereaksi sedkit asam, tidak larut dalam etanol dan dalam eter
(Budiman, 2015).
Pepton merupakan derivat protein yang larut dalam air, yang didapat dari h
idrolisis parsial protein oleh asam atau enzim dalam pencernaan. Pepton juga serin
g digunakan sebagai media pada pembiakan bakteri. Pepton diduga dapat memben
tuk pirogen endogen yang merupakan salah satu zat yang dapat menimbulkan dem
am (Budiman, 2015).
Senyawa pepton bersifat pirogen sehingga dapat meningkatkan suhu tubuh
hewan coba. Induksi pepton umumnya menggunakan hewan coba mencit dan setel
ah suhu naik dapat dilakukan pengukuran untuk aktivitas antipiretik senyawa uji.
Pepton merupakan protein yang terhidrolisa, poten sebagai pemicu demam dan tid
ak mempunyai sifat toksik (Budiman, 2015).
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, Alkohol, Etil Alkohol
Rumus struktur :

Rumus molekul : C2H6O


Berat molekul : 46,07 g/mol
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan
mudah bergerak, bau khas, rasa panas. Mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang
tidak
berasap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform
dan
dalam eter; dapat bercampur dengan banyak
pelarut organik; dapat bercampur dengan aseton;
larut dalam benzena.
Khasiat : Sebagai antiseptik, disinfektan
Kegunaan : Sebagai larutan yang digunakan untuk
mensterilkan alat, sebagai pelarut.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, di tempat sejuk, jauh dari nyala api.
2.2.2 Aquadest (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi  : AQUA DESTILLATA 
Nama lain  :  Air suling, Aquadest, Air yang dimurnikan.
Rumus struktur :

H O H
Rumus molekul  :  H2O
Berat molekul  : 18,02 g/mol
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak mempunyai rasa
Kelarutan : Benar-benar tercampur; sangat larut dalam etanol,
metanol, aseton
Khasiat : Sebagai pelarut
Penyimpanan  :  Dalam wadah tertutup baik
2.2.3 Na-CMC (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Natrium carboksimetilselulosa
Nama Lain : Natrium karboksil metil selulosa
Rumus Molekul :  C23H46N2O6.H2SO4.H2O
Berat Molekul :  694,85 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk atau butiran putih atau kering gading,


tidak
berbau atau hampir tidak berbau, hidrofobik
Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk seperti
koloidal, tidak larut dalam etanol, 95% p dalam
eter
p dan dalam organik lain.
Kegunaan : Sebagai kontrol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
2.2.4 Pepton (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : PEPTON
Nama Lain : Pepton
Rumus Molekul :  C4H8N2O3
Berat Molekul :  694,85 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk; kuning kemerahan sampai coklat; bau


khas
tidak busuk.
Kelarutan : Larut dalam air; memberikanlarutan berwarna
cokelat kekuningan yang bereaksi agak asam;
praktis tidak larut dalam etanol (95%) P dan
dalam
eter P.
Kegunaan : Sebagai penginduksi.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
2.3 Uraian Obat
2.3.1 Asam Mefenamat (Dirjen POM,1995)
Nama resmi : Acidium Mefenamicum
Nama lain : Asam Mefenamat
Rumus molekul : C15H15O2
Berat molekul : 206,3g/mol

Rumus struktur :
Pemerian : Serbuk hablur putih atau hampir putih, melebur
pada suhu kering 2300 disertai peruraian
Kelarutan : larut dalam alkali hidroksida, agak sukar larut
dalam kloroform. Sukar larut dalam etanol, praktis
tidak larut dalam air.
Kegunaan : Analgesik dan antipiretik
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Indikasi : Meredakan nyeri ringan sampai sedang, nyeri
setelah operasi, nyeri pada penyakit sendi, nyeri
otot, nyeri haid.
Kontra indikasi : Hipersensititas, wanita hamil, dam menyusui
Efek samping : Sakit perut, maag, diare, pusing, sakit kepala,
gatal atau ruam kulit, telinga berdenging
Interaksi obat : Peningkatan resiko efek samping ibuprofen seperti
ulkus peptikum atau perforasi saluran cerna pada
penggunaan bersama dengan antikoagulan seperti
warfarin dan heparin.
Dosis : Dewasa : 3x2 tab 200 mg, atau 3x1 tab 400 mg,
Anak : 20 mg/kgBB/hari dibagi dalam beberapa
pemberian. Untuk ana
k di bawah 30 kg maksimum 500 mg/hari.
2.3.2 Paracetamol Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : ACETAMINOPHENUM
Nama lain : Asetminofen, Parasetamol
Rumus molekul : C8H9NO2
Berat molekul : 151,16 g/mol
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa


pahit                   
Kelarutan : Larut dalam 17 bagian air, dalam 7 bagian etanol
(95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40
bagian yang liserol P dan dalam 9 bagian
propilenglikol P, larut dalam larutan alkali
hidroksida
Khasiat : Analgetikum, antipiratkum
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung daricahaya
Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang termasuk
dysmenorrhea, sakit kepala, pereda nyeri pada
osteoarthritis, dan lesi jaringan lunak demam
termasuk demam setelah imunisasi, serangan
migren akut, tension headache
Kontra indikasi : Gangguan fungsi hati berat, hipersensitif terhadap
paracetamol
Efek samping : Mual, nyeri perut, dan kehilangan nafsu makan
Interaksi obat : Meningkatkan resiko pendarahan jika digunakan
bersamaan dengan warfarin. Menurunkan efek
paracetamol jika digunakan dengan
carbamazepine, phenytoin, phenobarbital,
cholestyramine dan imatinib. Peningkatan resiko
kerusakan fungsi hati pada penggunaan bersama
alkohol
Dosis : Oral 2-3 x sehari 0,5-1 g, maksimal 4 g.
2.4 Uraian Hewan
2.4.1 Klasifikasi Mencit (Mus musculus) menurut Rudy (2018)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Subkelas : Rodentia Gambar 2.3
Famili : Muridae Mencit (Mus musculus)
Subfamili : Murinae
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus
2.4.2 Karakteristik Mencit (Mus musculus) menurut Kusumawati (2014)
Masa pebertas : 4 – 5 hari (poliestrus)
Masa beranak : 7 – 18 bulan
Masa hamil : 19 – 21 hari
Jumlah sekali lahir : 10 – 12 ekor
Masa hidup : 1,5 – 3,0 tahun
Masa tumbuh : 50 hari
Masa menyusui : 21 hari
Frekuensi kelahiran : 6 – 10 kali kelahiran
Suhu tubuh : 36,5 -38,0 0 C
Laju respirasi : 163 x / mn
Tekanan darah : 113-147/81-106 mm Hg
Volume darah : 76 – 80 mg/kg
Luas permukaan tubuh : 20 g : 36 cm
2.4.3 Sifat Hewan Coba
Mencit merupakan hewan yang sering digunakan sebagai hewanlaboratori
um. Penggunaan mencit sebagai model laboratorium berkisar 40%. Mencit banya
k digunakan sebagai hewan laboratorium karena memiliki kelebihan seperti siklus
hidup relative pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tin
ggi, mudah ditangani, serta sifat produksi dan karakteristik reproduksinya mirip h
ewan mamalia lain, seperti sapi, kambing, domba, dan babi. Selain itu, mencit dap
at hidup mencapai umur 1-3 tahun (Rudy, 2018).

DAFTAR PUSTAKA

Dirjen POM. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Keseha
tan RI.

Dirjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Keseha
tan RI.

Rudy, Nugroho. 2018. Mengenal Mencit Sebagai Hewan Laboratorium. Mulawar


man University Press. Samarinda

Wardiyah, Aryanti. (2016). Perbandingan Efektifitas Pemberian Kompres Hangat


Dan Tepid sponge Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak Yang Mengala
mi demam Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Jurnal Ilmu K
eperawatan - Volume 4, No. 1, 45. Diakses dari jik.ub.ac.id/index.php/jik/a
rticle/download/101/94 pada 12 Januari 2018
Lubis I.N.D, 2011. penanganan demam pada anak. Sari pediatri. medan

Jansen I. dkk., 2015. Uji efek antipiretik ekstrak meniran (phyllantus niruri l.) pad
a tikus wistar (rattus norvegicus) jantan yang diinduksi vaksin dpt-hb.
Jurnak e Biomedik. 3(1) : 470-474.

Kusmawati, D. 2014. Bersahabat dengan Hewan Coba. : Gadjah mada University


press. Yogyakarta
Budiman. 2017. Pepton 10% sebagai penginduksi pada hewan uji. Yogyakarta.

Sujati. 2016. Farmakologi Buku ajar cetak farmasi. Kementrian kesehatan


republik indonesia.

Syamsi N. 2019. efek antipiretik ekstrak jeruk nipis pada mencit. Jurnal kesehatan
tadulako. 5(1) : 1-63

Anda mungkin juga menyukai