3. Sistem Respirasi
a. Definisi
Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan
untuk pertukaran gas. Organ-organ pernafasan terdiri dari hidung (cavum
nasalis), Faring (tekak), Laring, Trakea (batang tenggorokan), Bronkus,
Alveolus, Pulmo (paru-paru).
b. Fungsi
Fungsi dari sistem respirasi adalah melakukan pertukaran udara yaitu
peristiwa menghirup (inspirasi) atau
pergerakan udara dari luar yang mengandung oksigen (O2) ke dalam tubuh
atau paru-paru serta menghembuskan udara yang banyak mengandung
karbondioksida (CO2) sebagai sisa dari oksidasi ke luar
dari tubuh.
http://digilib.unila.ac.id/11048/15/BAB%20II.pdf
Laring
Terdiri dari tiga struktur yang penting
- Tulang rawan krikoid
- Selaput/pita suara
- Epilotis
- Glotis
Trakhea
Merupakan pipa silider dengan panjang ± 11 cm, berbentuk ¾ cincin
tulang rawan seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh
membran fibroelastic menempel pada dinding depan usofagus.
Bronkhi
Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini
disebut carina. Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat
dengan trachea.
Bronchus kanan bercabang menjadi : lobus superior, medius, inferior.
Brochus kiri terdiri dari : lobus superior dan inferior
Alveoli
Terdiri dari : membran alveolar dan ruang interstisial
- Membran alveolar :
Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga
alveoli
Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang menghasilkan
surfactant
Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang
saling berhubungan langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran darah
dalam rongga endotel
- Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh : endotel kapiler,
epitel alveoli, saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit serum.
Surfactant
Mengatur hubungan antara cairan dan gas. Dalam keadaan normal surfactant
ini akan menurunkan tekanan permukaan pada waktu ekspirasi, sehingga
kolaps alveoli dapat dihindari.
Sirkulasi Paru
Mengatur aliran darah vena – vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis
dan mengalirkan darah yang bersifat arterial melaului vena pulmonalis kembali
ke ventrikel kiri.
Paru
Merupakan jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus, bronkhiolus terminalis,
bronkhiolus respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik.
Inspirasi
Sebelum menarik napas / inspirasi kedudukan diafragma melengkung ke arah
rongga dada, dan otot-otot dalam keadaan mengendur. Bila otot diafragma
berkontraksi, maka diafragma akan mendatar. Pada waktu inspirasi maksimum,
otot antar tulang rusuk berkontraksi sehingga tulang rusuk terangkat. Keadaan
ini menambah besarnya rongga dada. Mendatarnya diafragma dan
terangkatnya tulang rusuk, menyebabkan rongga dada bertambah besar, diikuti
mengembangnya paru-paru, sehingga udara luar melalui hidung, melalui
batang tenggorok (bronkus), kemudian masuk ke paru-paru.
Ekspirasi
Ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk
menurunkan intratorakal. Proses ekspirasi terjadi apabila otot antar tulang
rusuk dan otot diafragma mengendur, maka diafragma akan melengkung ke
arah rongga dada lagi, dan tulang rusuk akan 14 kembali ke posisi semula.
Kedua hal tersebut menyebabkan rongga dada mengecil, sehingga udara
dalam paru-paru terdorong ke luar. Inilah yang disebut mekanisme ekspirasi.
Respirasi mencakup dua proses yang terpisah tetapi berkaitan: respirasi selular
dan respirasi eksternal.
o Respirasi selular merujuk pada proses-proses metabolik intrasel yang
dilaksanakan di dalam mitokondria, yang menggunakan O2 dan
menghasilkan CO2 selagi mengambil energi dari molekul nutrien.
o Respirasi eksternal merujuk ke seluruh rangkaian kejadian dalam
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh.
Respirasi eksternal, mencakup empat langkah:
Pertukaran udara paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara ke dan
dari alveoli.
Udara secara bergantian dimasukkan ke dalam dan dikeluarkan dari
paru sehingga udara dapat dipertukarkan antara atmosfer (lingkungan
eksternal) dan kantong udara (alveolus) paru. Pertukaran ini
dilaksanakan oleh tindakan mekanis bernapas, atau ventilasi. Ventilasi
merupakan proses pergerakan udara keluar-masuk paru secara
berkala, dimana terjadi pertukaran O2 dan CO2 diantara darah kapiler
paru dengan udara atmosfer segar. Ventilasi secara mekanis
dilaksanakan dengan mengubah secara berselang-seling arah gradien
tekanan untuk aliran udara antara atmosfer dan alveolus melalui
ekspansi dan penciutan berkala paru.
4. Asma Bronkial
a. Definisi
Asma adalah gangguan inflamasi kronik pada saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik tersebut berkaitan dengan
hiperesponsif saluran napas yang menyebabkan gejala episode berulang
berupa mengi, sesak napas, rasa berat di dada, dan batuk, terutama malam
atau pagi hari. Episode berulang tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan
napas yang luas, bervariasi, dan seringkali reversibel dengan/tanpa
pengobatan.
http://jurnalrespirologi.org/wp-content/uploads/2012/07/jri-2012-32-2-110.pdf
b. Gejala
Gejala asma bersifat episodik, berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat
di dada. Gejala biasanya timbul atau memburuk terutama malam atau dini hari
(PDPI, 2003). Setelah pasien asma terpajan alergen penyebab maka akan
timbul dispnea, pasien merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk
dan berusaha mengerahkan tenaga lebih kuat untuk bernapas. Kesulitan
utama terletak saat ekspirasi, percabangan trakeobronkial melebar dan
memanjang selama inspirasi namun sulit untuk memaksa udara keluar dari
bronkiolus yang sempit karena mengalami edema dan terisi mukus. Akan
timbul mengi yang merupakan ciri khas asma saat pasien berusaha
memaksakan udara keluar. Biasanya juga diikuti batuk produktif dengan
sputum berwarna keputih-putihan (Price & Wilson, 2006).
http://erepo.unud.ac.id/9914/3/2c2f339d7f93e3f0a2ac74277d42a0ba.pdf
c. Faktor Pemicu
Faktor pencetus asma adalah semua faktor pemicu dan pemacu ditambah
dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin dan metakolin. Secara umum
faktor pencetus serangan asma adalah:
1. Alergen
Alergen merupakan zat-zat tertentu yang bila dihisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma seperti debu rumah, tungau, spora jamur,
bulu binatang, tepung sari, beberapa makanan laut (Muttaqin, 2008).
Makanan lain yang dapat menjadi faktor pencetus adalah telur, kacang,
bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan dan susu sapi (Depkes RI,
2009).
3. Tekanan jiwa
5. Obat-obatan
Pasien asma biasanya sensitif atau alergi terhadap obat tertentu
(Muttaqin, 2008). Obat tersebut misalnya golongan aspirin, NSAID, beta
bloker, dan lain-lain (Depkes RI, 2009)
6. Polusiudara
Pasien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik atau
kendaraan, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan
oksida fotokemikal serta bau yang tajam (Muttaqin, 2008).
http://erepo.unud.ac.id/9914/3/2c2f339d7f93e3f0a2ac74277d42a0ba.pdf
d. Klasifikasi Asma
Klasifikasi Berdasarkan Tipe Asma
Tipe asma berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi alergi, idiopatik,
dan nonalergik atau campuran (mixed).
a. Asma Alergik/Ekstrinsik, merupakan suatu bentuk asma dengan
alergen seperti bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari,
makanan, dan lain-lain. Alergen terbanyak adalah airborne dan
musiman (seasonal). Pasien dengan asma alergik biasanya
mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat
pengobatan eksim atau rinitis alergik. Paparan terhadap alergi
akan mencetuskan serangan asma. Bentuk asma ini biasanya
dimulai sejak kanak-kanak.
b. Idiopatik atau Nonalergik Asma/Intrinsik, tidak berhubungan
secara langsung dengan alergen spesifik. Faktor-faktor seperti
common cold, infeksi saluran napas atas, aktivitas, emosi/stress,
dan polusi lingkungan akan mencetuskan serangan. Beberapa
agen farmakologi, seperti antagonis β-adrenergik dan bahan
sulfat (penyedap makanan) juga dapat menjadi faktor
penyebab. Serangan dari Asma idiopatik atau nonalergik menjadi
lebih berat dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat
berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini
biasanya dimulai ketika dewasa (>35 tahun).
c. Asma campuran (Mixed Asma), merupakan bentuk Asma
yang paling sering. Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua
jenis asma alergi dan idiopatik atau nonalergi.
e. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada
asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang
alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E
abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama
melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan
erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen
maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan
antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan
mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang
bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik
dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan
adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang
kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga
menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
f. Klasifikasi Obat
Klasifikasi obat ada 5 macam
1. Anti alergika
Adalah zat – zat yang bekerja menstabilkan mast cell, hingga tidak pecah dan
melepaskan histamin. Obat ini sangat berguna untuk mencegah serangan asma
dan rhinitis alergis (hay fever). Termasuk kelompok ini adalah kromoglikat. Β-2
adrenergika dan antihistamin seperti ketotifen dan oksatomida juga memiliki efek
ini.
2. Bronkodilator
Mekanisme kerja :
Obat beta2-agonis adalah melalui aktivasi reseptor beta2-adrenergik yang
menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase yang meningkatkan konsentrasi siklik
AMP. Beta2-agonis long acting inhalasi menyebabkan relaksasi otot polos saluran
nafas, meningkatkan klirens mukosiliar, menurunkan permeabilitas vaskuler dan
dapat mengatur pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Juga menghambat
reaksi asma segera dan lambat setelah terjadi induksi oleh alergen, dan
menghambat peningkatan respon saluran nafas akibat induksi histamin.
Efek samping :
Stimulasi kardiovaskuler, tremor otot skeletal dan hipokalemi. Mekanisme aksi
dari long acting beta2-agonis oral, sama dengan obat inhalasi. Obat ini dapat
menolong untuk mengontrol gejala nokturnal asma.
Contoh obat Agonis Reseptor Beta-2 Adrenergik:
Salbutamol
Salmeterol
Golongan Theophylline
Efek samping :
Intoksikasi teofilin, yang dapat melibatkan banyak sistem organ yang berlainan.
Gejala gastrointestinal, mual dan muntah adalah gejala awal yang paling sering.
Pada anak dan orang dewasa bisa terjadi kejang bahkan kematian. Efek
kardiopulmoner adalah takikardi, aritmia dan terkadang stimulasi pusat
pernafasan.
Teofilin
Antikolinergik
Ipratropium Bromida
Mekanisme kerja :
Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik (parasimpatolitik) yang
akan menghambat refleks vagal dengan cara mengantagonis kerja asetilkolin.
Bronkodilasi yang dihasilkan bersifat lokal, pada tempat tertentu dan tidak bersifat
sistemik. Ipratropium bromida (semprot hidung) mempunyai sifat antisekresi dan
penggunaan lokal dapat menghambat sekresi kelenjar serosa dan seromukus
mukosa hidung.
Tiotropium Bromida
Kromolin Natrium
Mekanisme kerja :
Kromolin merupakan obat antiinflamasi. Kromolin tidak mempunyai aktifitas
intrinsik bronkodilator, antikolinergik, vasokonstriktor atau aktivitas glukokortikoid.
Obat-obat ini menghambat pelepasan mediator, histamin dan SRS-A ( Slow
Reacting Substance Anaphylaxis, leukotrien) dari sel mast. Kromolin bekerja lokal
pada paru-paru tempat obat diberikan.
Nedokromil Natrium
Mekanisme :
Nedokromil akan menghambat aktivasi secara in vitro dan pembebasan mediator
dari berbagai tipe sel berhubungan dengan asma termasuk eosinofil, neutrofil,
makrofag, sel mast, monosit dan platelet. Nedokromil menghambat
perkembangan respon bronko konstriksi baik awal dan maupun lanjut terhadap
antigen terinhalasi.
Agonis Leukotrien
Contoh obat ini ; montelucas, zafirlucas dan zileuton merupakan obat terbaru
untuk membantu mengendalikan asma. Obat ini mencegah aksi atau
pembentukan leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang menyebabkan
terjadinya gejala-gejala asma).
3. Kartikosteroid
Mekanisme kerja :
Antiinflamasi dari kortikosteroid belum diketahui secara pasti. Beberapa yang
ditawarkan adalah meniadakan efek mediator seperti peradangan. Daya antiradang ini
berdasarkan blokade enzim fosfolipase A2 sehingga membentuk mediator peradangan
prostaglandin dan leukotrien dari asam arakhidonat tidak terjadi. Kortikosteroid
menghambat mekanisme kegiatan alergen yang melalui ige dapat menyebabkan
degranulasi sel mast juga akan meningkatkan reseptor β2sehingga efek βmimetik
diperkuat.
Contoh obat kartikosteroid :
Metilprednisolon
Inhalasi Flutikason
4. Antihistamin
5. Ekspektoransia
7. Pencabutan Gigi
a. Faktor pertimbangan pada penderita asma
“Pada bidang kedokteran gigi pencabutan tanpa penyuntikan (anestesi topikal)
dan pencabutan dengan penyuntikan (anestesi injeksi) serta pengeboran
adalah keadaan yang paling memicu rasa cemas”, (Wasilah, 2011). Rasa
cemas merupakan masalah yang umum bagi seorang dokter gigi, oleh karena
itu dokter gigi sebaiknya dapat memahami adanya rasa cemas pada pasien
yang akan melakukan ekstraksi gigi. Pendekatan dan pemahaman ini
berpengaruh terhadap keberhasilan rencana ekstraksi yang akan dilakukan.
Emosional stress terutama ekspresi yang ekstrim seperti ketakutan dapat
menyebabkan hiperventilasi dan hipokapnia yang membuat saluran
pernafasan menyempit sehingga penderita terserang asma kembali. Stress
juga menurunkan kemampuan sistem imunitas tubuh untuk melawan bakteri
pathogen (Anggraini, 2017).
Selain itu, pada saat pelaksanaan ekstraksi juga perlu diperhatikan suhu
udara dalam ruangan praktek tersebut, terutama ruangan ber-AC yang disetel
sangat dingin. Udara dingin dapat mempengaruhi saluran pernafasan pasien,
yaitu mengeringkan mucus saluran pernafasan yang berperan sebagai
penyaring bakteri dalam udara pernafasan. Hal ini dapat memicu terjadinya
asma (Anggraini, 2017).
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/STOMA/article/view/2087/1691(diakses 19
Maret 2018)
8. KIE
a. Faktor Pemicu (terhadap pencabutan gigi)
Prosedur dental umumnya dianggap sebagai keadaan yang penuh tekanan,
sehingga tidak jarang pasien mengalami kecemasan atau rasa takut yang
berlebihan ketika akan atau sedang berhadapan dengan rangkaian
penatalaksaan pencabutan gigi. Kecemasan dental ini dapat memicu
serangan asma. Pasien harus dibuat nyaman dan santai agar komplikasi
akibat kecemasan dental dapat dihindari (Inra, 2013).
http://digilib.unila.ac.id/11048/15/BAB%20II.pdf
Dedi, A. (2008). Eosinofil dan Patogenesa Asma. Majalah Kedokteran
Nusantara, 41(4), 269-271.
https://www.researchgate.net/publication/45161873_Eosinofil_dan_Patogenes
a_Asma