Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

PENGOLAHAN LIMBAH

IV.1 Definisi Limbah Rumah Sakit


Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan
rumah sakit dalam bentuk padat, gas dan cair (9). Mengingat dampak yang
mungkin timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi
pengelolaan sumber daya manusia, alat dan sarana, keuangan dan
tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan memperoleh
kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan (10).
Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat membahayakan kesehatan
masyarakat yaitu limbah berupa virus dan kuman yang berasal dari
Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi yang sampai saat ini belum ada alat
penangkalnya sehingga sulit untuk dideteksi. Limbah cair dan limbah padat
yang berasal dari rumah sakit dapat berfungsi sebagai media penyebaran
gangguan atau penyakit bagi para petugas, penderita maupun masyarakat.
Gangguan tersebut berupa pencemaran udara, pencemaran air, tanah,
pencemaran makanan dan minuman (11).
Pengolahan limbah rumah sakit adalah bagian dari kegiatan penyehatan
lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit (12).

IV.2 Macam-macam Limbah Rumah Sakit


Macam-macam limbah Rumah Sakit antara lain yaitu (9):
1. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk
padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis
padat dan non medis.
2. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius,
limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis,
limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah
dengan kandungan logam berat yang tinggi
3. Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan
di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman,
dan halaman yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
4. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari
kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme,
bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
5. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari
kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur,
perlengkapan generator, anastesi dan pembuatan obat citotoksik.
6. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen
yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam
jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia
rentan.
7. Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan stock
bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain
yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat
infeksius.
8. Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari
persiapan dan pemberian obat sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang
mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan
sel hidup.

IV.3 Mekanisme Pengolahan Limbah Padat


Dalam Kepmenkes RI Nomor 1204 tahun 2004 disebutkan bahwadalam
pengelolaan limbah medis terdapat enam tahapan, yaitu: (1) pemilahan,
(2)pewadahan, (3) pemanfaatan kembali dan daur ulang, (4) pengumpulan dan
pengangkutan, (5) pengolahan dan pemusnahan, dan (6) pembuangan akhir.
1. Pemilahan Limbah Medis
Pemilahan limbah harus dimulai dari sumber yang menghasilkan
limbah. Dilakukan pemilahan jenis limbah medis padat yang terdiri dari
limbah infeksius,limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah
kimia, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan
kandungan logam berat. Jarum dan syringes harus dipisahkan sehingga
tidak dapat digunakan kembali. Jarum harus dihancurkan dengan
menggunakan alat pemotong jarum supaya lebih aman dan mengurangi
resiko terjadinya cedera. Setelah limbah alat suntik dan benda tajam lainnya
sudah dirasa aman, kemudian dimasukkan dakam kontainer benda tajam
(13).
2. Pewadahan Limbah Medis
Di setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia tempat
pewadahan yang terpisah dengan limbah padat non-medis. Limbah benda
tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa memperhatikan
terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti bocor, anti tusuk,
dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan
tidak dapat membukanya atau ditampung pada tempat khusus (safety box)
seperti botol atau karton yang aman (9).

Tabel IV.1 Jenis Wadah dan label Limbah Medis Padat Sesuai Kategorinya

Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan


penggunaan wadah dan label. Persyaratan pewadahan limbah medis padat
antara lain: terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap
air, dan mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya, misalnya
bahan fiberglass. Kantong plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari
apabila 2/3 bagian telah terisi limbah. Tempat pewadahan limbah medis
padat infeksius dan sitotoksisyang tidak langsung kontak dengan limbah
harus segera dibersihkan dengan larutan desinfektan apabila akan
dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong plastik yang telah dipakai
dan kontak langsung dengan limbah tersebut tidak boleh digunakan lagi.
Limbah sitotoksis dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor, dan
diberi label bertuliskan “Limbah Sitotoksis” (13).
3. Pemanfaatan Kembali atau Daur Ulang
Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui
proses sterilisasi. Untuk menguji efektifitas sterilisasi panas harus dilakukan
tes Bacillus stearo thermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan
tes Bacillus subtilis (9). Peralatan benda tajam dapat dimanfaatkan kembali
setelah melalui proses sterilisasi. Bahan atau alat yang dapat dimanfaatkan
kembali setelah proses sterilisai meliputi pisau bedah (scalpel), jarum
hipodermik, syringes, botol,dan wadah kaca. Setelah pemakaian, peralatan
tersebut harus dikumpulkan di tempat yang terpisah dari tempat peralatan
sekali pakai, kemudian dicuci dengan hati- hati, kemudian disterilkan.
Sterilisasi dapat dilakukan secara kimiawi, dibakar atau dengan autoclaving
(13).

Proses autoclaving merupakan proses desinfeksi termal basah yang


efisien. Peralatan ini hanya dapat mengolah sedikit limbah sehingga
umumnya digunakan untuk limbah yang sangat infeksius seperti benda
tajam. Mesin ini hanya memerlukan waktu 60 menit pada suhu dan tekanan
masing-masing 121ºC dan 1 bar (100 kPa) sehingga memungkinkan uap
untuk berpenetrasi secara maksimum kedalam materi limbah (13).
4. Pengumpulan dan Pengangkutan Limbah Medis
Staf keperawatan dan staf klinis lainnya harus memastikan bahwa
kantong limbah tertutup atau terikat dengan kuat apabila sudah dua pertiga
penuh. Kontainer limbah medis yang sudah ditutup harus dimasukkan dalam
kantong kuning berlabel untuk limbah medis infeksius. Pengumpulan dari
tiap ruangan penghasil limbah harus dilakukan setiap hari dan diangkut ke
lokasi penampungan dengan menggunakan gerobak atau troli khusus yang
tertutup (13).

Alat pengangkut tidak diperbolehkan memiliki sudut yang tajam yang


dapat merusak kantong atau kontainer limbah. Kantong atau kontainer harus
diganti segera dengan yang baru dan harus selalu tersedia di setiap lokasi
penghasil limbah benda tajam. Penyimpanan pada musim hujan maksimal
48 jam dan musim kemarau maksimal 24 jam (9).
5. Pengolahan dan Pemusnahan Limbah Medis
Limbah medis padat tidak diperbolehkan dibuang langsung ke tempat
pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan. Cara
dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis padat
disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit dan jenis limbah medis padat
yang ada, dengan pemanasan menggunakan autoklaf atau dengan
pembakaran menggunakan insenerator (9).
a. Pengolahan Limbah Medis Infeksius dan Benda Tajam
Limbah benda tajam harus diolah dengan insenerator bila
memungkinkan, dan dapat diolah bersama dengan limbah infeksius
lainnya. Tipe insenerator sangat banyak, mulai dari pembangkit bersuhu
tinggi yang sangat mutakhir sampai unit pembakaran yang sangat
sederhana dengan suhu rendah. Jika dioperasikan dengan benar, dapat
memusnahkan patogen dari limbah dan mengurangi kuantitas limbah
menjadi abu. Perlengkapan insinerasi harus diperhatikan dengan cermat
berdasarkan sarana dan prasarana dan situasi di rumah sakit. Insenerator
untuk limbah medis rumah sakit dioperasikan pada suhu antara 900ºC
dan 1200ºC (13).
b.Pengolahan Limbah Farmasi
Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insenerator
pirolitik (pirolytic incinerator), rotary kiln, dikubur secara aman, sanitary
landfill, dibuang kesarana air limbah atau di insenerasi. Tetapi dalam
jumlah besar harus menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus
seperti rotary kiln, kapsulisasi dalam drum logam,dan insenerasi. Limbah
farmasi dalam jumlah yang besar harus dikembalikan kepada distributor,
sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak memungkinkan
dikembalikan, supaya dimusnahkan melalui insenerator pada suhu diatas
1000ºC.

c. Pengolahan Limbah Sitotoksis


Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang
dengan penimbunan (landfill) atau kesaluran limbah umum. Pembuangan
yang dianjurkan adalah dikembalikan keperusahaan penghasil atau
distributornya, insenerasi pada suhu tinggi, dan degradasi kimia. Bahan
yang belum dipakai dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa harus
dikembalikan ke distributor apabila tidak ada insenerator dan diberi
keterangan bahwa obat tersebut kadaluarsa atau tidak lagi dipakai.
Insenerasi pada suhu tinggi sekitar 1200ºC di butuhkan untuk
menghancurkan bahan sitotoksik. Insenerasi pada suhu rendah dapat
menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara. Insenerator
pirolitik dengan dua tungku pembakaran pada suhu 1000ºC dengan
minimum waktu tinggal 2 detik atau suhu 1000ºC dengan waktu tinggal 5
detik di tungku kedua sangat cocok untuk bahan ini dan dilengkapi
dengan penyaringan debu. Insenerator juga harus dilengkapi dengan
peralatan pembersih gas. Insenerasi juga memungkinkan dengan rotary
kiln yang didesain untuk dekomposisi panas limbah kimiawi yang
beroperasi dengan baik pada suhu diatas 850ºC. Insenerator dengan satu
tungku atau pembakaran terbuka tidak tepat untuk pembuangan limbah
sitotoksis. Metode degradasi kimia yang mengubah senyawa sitotoksik
menjadi senyawa tidak beracun dapat digunakan tidak hanya untuk residu
obat tapi juga untuk pencucian tempat urin, tumpahan dan pakaian
pelindung. Cara kimia relatif lebih mudah dan aman meliputi oksidasi oleh
kalium permanganate (KMnO4) atau asam sulfat (H2SO4), penghilangan
nitrogen dengan asam bromide, atau reduksi dengan nikel dan
alumunium. Apabila cara insenerasi maupun degradasi kimia tidak
tersedia, kapsulisasi atau insenerasi dapat dipertimbangkan sebagai cara
yang dapat dipilih (9).
d. Pengolahan Limbah Kimiawi
Pengolahan limbah kimia berbahaya dalam jumlah kecil seperti
residu yang terdapat dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan
insenerasi pirolitik, kapsulisasi, atau ditimbun (landfill). Pembuangan
limbah kimia berbahaya dalam jumlah besar secara aman dan murah
adalah dengan cara mengembalikan limbah kimia tersebut kepada
distributornya yang akan ditangani secara aman, atau dengan cara dikirim
ke Negara yang memiliki peralatan yang cocok untuk mengolahnya (9).
e.Pengolahan Limbah Kandungan Logam Berat
Limbah dengan kandungan merkuri atau cadmium tidak boleh
dibakar atau diinsenerasi karena beresiko mencemari udara dengan uap
beracun dan tidak boleh dibuang ke landfill karena dapat mencemari air
tanah. Cara yang disarankan adalah dengan dikirim ke Negara yang
mempunyai fasilitas pengolah limbah dengan kandungan logam berat. Bila
tidak memungkinkan, limbah dibuang ke tempat penyimpanan yang aman
sebagai pembuangan akhir untuk limbah industri yang berbahaya. Cara
lain yang paling sederhana adalah dengan kapsulisasi kemudian
dilanjutkan dengan landfill. Bila hanya dalam jumlah kecil dapat dibuang
dengan limbah biasa (9).
f. Pengolahan Limbah Kontainer Bertekanan
Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan
adalah dengandaur ulang atau penggunaan kembali. Apabila masih dalam
kondisi utuh dapat dikembalikan ke distributor untuk pengisian ulang gas.
Agen halogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam botol harus
diperlakukan sebagai limbah bahan kimia berbahaya untuk
pembuangannya (9).
g. Pengolahan Limbah Radioaktif
Setiap rumah sakit yang menggunakan sumber radiokatif yang
terbuka untuk keperluan diagnosa, terapi atau penelitian harus
menyiapkan tenaga khusus yang terlatih khusus dibidang radiasi.
Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam kebijakan
dan strategi nasional yang menyangkut peraturan, infrastruktur, organisasi
pelaksana dan tenaga yang terlatih. Tenaga terlatih tersebut bertanggung
jawab dalam pemakaian bahan radioaktif yang aman dan melakukan
pencatatan. Limbah padat radioaktif dibuang sesuai dengan persyaratan
teknis dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kemudian
diserahkan kepada BATAN untuk penanganan lebih lanjut atau
dikembalikan kepada Negara distributor. Semua jenis limbah medis
termasuk limbah radioaktif tidak boleh dibuang ke tempat pembuangan
akhir sampah domestik (landfill) sebelum dilakukan pengolahan terlebih
dahulu sampai memenuhi persyaratan (9).

6. Pembuangan Akhir Limbah Medis


Setelah diinsenerasi, limbah benda tajam menjadi limbah yang tidak
beresiko dan dapat dibuang ke lokasi landfill. Selain itu limbah benda tajam
yang infeksius juga dapat diolah terlebih dahulu dalam proses encapsulation,
yaitu limbah dimasukkan dalam kontainer kemudian ditambahkan zat yang
membuat limbah tidak dapat bergerak kemudian kontainer ditutup. Proses ini
dapat menggunakan kotak yang terbuat dari polietilen berdensitas tinggi atau
drum logam yang tiga perempatnya diisi dengan sejenis busa plastik, pasir
bitumen, adukan semen, atau materi gamping. Setelah media kering,
kemudian dibuang ke lokasi landfill. Metode ini sangat efektif dan relative
murah (13).

IV.4 Mekanisme Pengolahan Limbah Cair


Pengolahan limbah cair di rumah sakit menggunakan sistem extended
aeration. Pada awalnya air limbah dialirkan ke dalam influent chamber. Dalam
proses penyaluran ke influent chamber ini, bahan padat dapat masuk ke sistem
penyaluran. Jika bahan padat masuk ke sistem penyaluran dan mencapai unit
pengolahan maka proses pengolahan limbah cair dapat terganggu. Oleh
karena itu, pada influent chamber dilakukan pengolahan pendahuluan yaitu
melalui proses penyaringan dengan bar screen. Air limbah dialirkan melalui
saringan besi untuk menyaring sampah yang berukuran besar. Sampah yang
tertahan oleh saringan besi secara rutin diangkut untuk menghindari terjadinya
penyumbatan (14).
Selanjutnya air limbah diolah dalam equalizing tank. Di dalam equalizing
tank, air limbah dibuat menjadi homogen dan alirannya diatur dengan flow
regulator. Flow regulator yang terdapat pada bak ekualisasi ini dapat
mengendalikan fluktuasi jumlah air limbah yang tidak merata, yaitu selama jam
kerja air diperlukan dalam jumlah banyak, dan sedikit sekali pada malam hari.
Flow regulator juga dapat mengendalikan fluktuasi kualitas air limbah yang
tidak sama selama 24 jam dengan menggunakan teknik mencampur dan
mengencerkan (14).
Dengan dibantu oleh diffuser, air limbah dari berbagai sumber teraduk
dan bercampur menjadi homogen dan siap diolah. Selain itu, diffuser juga
dapat menghilangkan bau busuk pada air limbah. Setelah itu, proses
pengolahan secara biologis terjadi di dalam aeration tank dengan bahan-bahan
organik yang terdapat dalam air limbah didekomposisikan oleh mikroorganisme
menjadi produk yang lebih sederhana sehingga menyebabkan bahan organik
semakin lama semakin berkurang. Dalam hal ini bahan buangan organik
diubah dan digunakan untuk perkembangan sel baru (protoplasma) serta
diubah dalam bentuk bahan-bahan lainnya seperti karbondioksida, air, dan
ammonia. Massa dari protoplasma dan bahan organik baru yang dihasilkan,
mengendap bersama-sama dengan endapan dalam activated sludge(14).
Proses oksidasi yang terjadi adalah sebagai berikut :
CHNOS + O2 + nutrien bakteri CO2 + H2O + NH3 + penambahan sel microbial
NH3 + HO2 + Penambahan sel-sel nitrat NO2 +NH3 + H2O +sel-sel nitrat.
Kemudian air limbah beserta lumpur hasil proses biologis tadi dialirkan
kedalam clarifier tank agar dapat mengendap. Lumpur yang sudah mengendap
di bagian paling bawah dipompakan kembali ke bak aerasi dan lumpur pada air
limbah yang baru datang dibiarkan turun mengendap ke bawah sehingga
terjadi pergantian. Lumpur yang telah mengendap pada dasar bak clarifier
dikembalikan ke bak aerasi tanpa ada yang diambil keluar atau dilakukan
pengolahan lumpur lebih lanjut (14).
Air limbah dari bak clarifier yang sudah lebih jernih dialirkan ke bak
effluent. Sebelum masuk ke effluent tank, air limbah diberikan khlorin untuk
mengendalikan jumlah populasi bakteri pada ambang yang tidak
membahayakan. Sebagai mata rantai terakhir, air limbah ditampung di dalam
effluent tank yang pada akhirnya akan dibuang ke parit dan bermuara ke
sungai (14).

IV.5 Mekanisme Pengolahan Limbah Gas


Monitoring limbah gas berupa NO2, SO2,logam berat dan dioksin
dilakukan minimal satu kali setahun. Suhu pembakaran minimum 1000 oC
untuk pemusnahan bakteri patogen, virus, dioksin. Rumah sakit harus
dilengkapi alat untuk mengurangi emisi gas dan debu (9).
Upaya pengelolaan limbah gas lebih sederhana dibanding dengan limbah
cair, pengelolaan limbah gas tidak dapat terlepas dari upaya penyehatan
ruangan dan bangunan khususnya dalam memelihara kualitas udara ruangan
(indoor) yang antara lain disyaratkan agar (15):
a. Tidak berbau (terutama oleh gas H2S dan Amoniak).
b. Kadar debu tidak melampaui 150 Ug/m3 dalam pengukuran rata-rata selama
24 jam.
c. Angka kuman:
1. Ruang operasi: kurang dari 350 kalori/m 3 udara dan bebas kuman
patogen (khususnya α-Streptococcus haemoliticus) dan spora gas
gangrer.

2. Ruang perawatan dan isolasi : kurang dan 700 kalori/m 3 udara dan bebas
kuman patogen, kadar gas dan bahan berbahaya dalam udara tidak
melebihi konsentrasi maksimum yang telah ditentukan.
IV.6 Teknologi Pengolahan Limbah
Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang dioperasikan oleh
90% rumah sakit hanya berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator.
Insinerator adalah alat pemusnah limbah padat dengan cara pembakaran yang
terkendali sehingga emisi gas buangnya terkontrol atau tidak mencemari
lingkungan serta abu hasil pembakaran tidak berbahaya (stabil). Tipe
insinerator yang sesuai untuk pemusnahan sampah/limbah padat adalah
Insinerator Multi chamber, yang konstruksinya terdiri dari beberapa ruangan
yaitu (16):
a. Ruang bakar primer: untuk membakar limbah padat menjadi abu, suhu pada
ruangan ini sekitar 600-800oC.
b. Ruang bakar sekunder: untuk membakar gas dari hasil pembakaran pada
ruang bakar primer, suhu pada ruang ini harus lebih tinggi yaitu sekitar 800-
1000oC, agar terjadi pembakaran yang sempurna dan gas yang keluar tidak
berbahaya.
c. Ruang abu: ruangan untuk menampung abu hasil pembakaran, pada
ruangan ini diperlengkapi dengan alat pemanas (burner) untuk membakar
kembali abu agar tidak terkontaminasi oleh bahan-bahan berbahaya.
Proses pembakaran dengan insinerator berlangsung pada suhu tinggi
(600- 800oC), pada suhu tersebut limbah padat organik sudah dapat hancur
terbakar dan abu yang dihasilkan akan dalam keadaaan bersih/steril. Gas
hasil pembakaran limbah tersebut dibakar juga pada suhu yang lebih tinggi
yaitu antara 800-1000 oC, gas buangnya yang bersih dan emisinya terkendali
berada dibawah ambang batas. Keunggulan pemusnahan sampah dengan
teknik insinerasi adalah: sampah dapat dimusnahkan dengan cepat, terkendali
dan insitu, serta tidak memerlukan lahan yang luas seperti halnya proses
landfill. Tetapi insinerator juga bukan berarti tanpa cacat. Badan Perlindungan
Lingkungan AS menemukan teknik insenerasi merupakan sumber utama zat
dioksin yang sangat beracun. Penelitian terakhir menunjukkan zat dioksin inilah
yang menjadi pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh (16).
Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang
dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang ada beberapa rumah sakit
yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-
sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut mulai mengandung zat
medis . Saat ini telah ditemukan teknologi pengolahan limbah dengan metode
ozonisasi. Salah satu metode sterilisasi limbah cair rumah sakit yang
direkomendasikan United States Environmental Protection Agency (USEPA)
pada tahun 1999 (15).
IV.7 Penanganan Limbah di RSUD Labuang Baji
Limbah RSUD Labuang Baji tergolong dalam beberapa jenis, dan
dihasilkan dari berbagai jenis kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang
lainnya.Penanggulangan limbah RSUD Labuang Baji dibagai berdasarkan
jenisnya, seperti limbah klinis, limbah cair rumah sakit dan limbah padat rumah
sakit.
a. Penanggulangan Limbah Klinis di RSUD Labuang Baji
Limbah klinis di RSUD Labuang Baji di percayakan kepada pihak ke 3
(tiga) yaitu salah satu perusahaan pengolahan limbah klinis di Kota
Makassar karena, alat pengolahan limbah klinis RSUD Labuang Baji belum
memenuhi syarat dalam pengolahan Limbah klinis. Limbah yang diperoleh
dari seluruh kegiatan medis di RSUD Labuang Baji, kemudian dikumpulkan
dalam satu tempat khusus dan ditimbang berat limbah tersebut. Kemudian
diserahkan kepada pihak perusahaan pengelolah limbah klinis di RSUD
Labuang Baji. Proses pembayaran biaya pengolahan limbahnya dihitung
berdasarkan berat limbah klinis dan dibayarkan tiap bulan oleh pihak RSUD
Labuang Baji.
b. Penanggulangan Limbah Cair di RSUD Labuang Baji
Limbah cair di RSUD Labuang Baji dikelolah oleh pihak rumah sakit,
dengan sarana yang digunakan sama dengan pengolahan limbah cair pada
umumnya dan telah sesuai dengan ketentuan pengolahan limbah cair rumah
sakit yang telah ditetapkan oleh departemen kesehatan.
c. Penanggulangan Limbah Padat di RSUD Labuang Baji
Limbah padat di RSUD Labuang Baji, merupakan hasil dari berbagai
kegiatan penunjang di rumah sakit. Limbah padat tersebut dikumpulkan dalam
satu tempat khusus dan terpisah dengan pembuangan sampah umum
masyarakat dan pengolahan limbah padat tersebut diserahkan kepada dinas
kebersihan kota Makassar.

Anda mungkin juga menyukai