Anda di halaman 1dari 10

Nama : Siti Aminatun

Nim : 201801017

DIABETES MELITUS

A. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah
disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat
insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau
defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan
oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin. (Direktorat P2PTM, 2018)
DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakretistik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. (Adi Soelistijo
dkk, 2015)
Diabetes Melitus (DM) atau disingkat Diabetes adalah gangguan kesehatan yang berupa
kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula darah (glukosa) darah akibat
kekurangan ataupun resistensi insulin. Penyakit ini sudah lama dikenal, terutama di kalangan
keluarga, khususnya keluarga ‘berbadan besar’ (kegemukan) bersama dengan gaya hidup
‘tinggi’. Kenyataanya, kemudian, DM menjadi penakit masyarakat umum, menjadi beban
kesehaaan masyarakat, meluar dan membawa banyak kematian. (Najib Bustan, 2015)

B.  Klasifikasi
Dikenal 2 jenis utama DM. Kedua jenis DM dibagi dengan melihat faktor etiologisnya.
(Najib Bustan, 2015)
1. DM tipe 1 (Tipe I IDDM) disebabkan oleh gangguan sel Beta pancreas. DM ini berhubungan
dengan antibody berupa Islet Cell Antibodies (ICA), Insulin Autoantibodies (IAA), dan
Glutamic Acid Devarboxylase Antibodies (GADA). Anak-anak penderita IDDM 90%
mempunyai jenis antibody. Ada juga jenis lainnya seperti Gestasional Diabetes. Pada DM
tipe 1 terjadi destruksi sel Beta, ditandai dengan defisiensi insulin absolut.
2. DM tipe 2 (DDM): yang terjadi dari bervariasi sebab, dari dominasi insulin resisten relatif
sampai defek sekresi insulin.
3. DM gestasional: diabetes karena dampak kehamilan
a. Muncul pada saat hamil muda, tapi akan normal setelah persalinan
b. Risiko pada ibu bias fatal.
c. Risiko pada janin: cacat bawaan sampai mati.
d. Memerlukan insulit (sementara waktu).
e. Punya risiko DM di kemudian hari.
4. DM tipe lain: bisa berupa defek genetik fungsi insulin, defek genetik kerja insulin, infeksi,
karena obat/kimiawi, sebab imunologis lain, sindrom genetik yang terkait DM.
a. Kekurangan kalori dan protein jangka Panjang.
b. Berkaitan dengan penyakit sistemik lain.
c. Umumnya kurus
d. Insulin dibutuhkan absolut.
e. Karena obat atau zat kimia lain
f. Faktor keturunan
g. Infeksi

C. Riwayat Alamiah
1. Faktor Penentu Diabetes Melitus, yaitu (Dethan, 2013):
a. Penjamu / Host
Faktor yang terkena atau terinfeksi penyakit. Diabetes melitus dapat menyerang
manusia dan hewan. Pada manusia, tingkat kejadian akan lebih tinggi pada individu yang
mempunyai riwayat keturunan, dan individu yang memiliki berat badan berlebih.
Sedangkan pada hewan yang dapat menderita diabetes melitus contohnya kucing,
anjing, kelinci, dan lainnya. Perjalanan sakitnya kurang lebih sama dengan yang dialami oleh
manusia. 
b. Agent
Agent adalah faktor yang menyebabkan penyakit. Diabetes melitus bukan penyakit
menular yang disebabkan oleh satu agent yang pasti. Yang dapat menyebabkan diabetes
melitus antara lain:
1) Pola atau kebiasaan buruk individu
Kebiasaan buruk yang dimaksud misalnya kesalahan terhadap konsumsi makanan atau
minuman, keadaan ini menimbulkan ketidakseimbangan gizi dan beresiko obesitas.
Kebiasaan lainnya karena kurangnya aktivitas fisik atau tidak berolah raga, hal ini membuat
kadar gula dalam darah tetap karena tidak diubah menjadi energi.
2) Gangguan pankreas maupun resistiensi insulin
Gangguan pankreas dimana pankreas tidak dapat menghasilkan insulin yang cukup untuk
mengubah glukosa menjadi energi. Kerusakan pankreas bisa saja karena adanya virus yang
mempengaruhi dan merusak sel–sel beta pada pankreas yang berfungsi untuk menghaslikan
insulin. Virus yang diduga adalah Rubella, Coxsackievirus B. Gangguan ini biasanya bersifat
bawaan dan akan diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Resistensi insulin dapat terjadi
dimana konsentrasi insulin dalam tubuh yang sangat tinggi namun tubuh tidak memberikan
respon yang semestinya terhadap kerja insulin, sehingga seakan–akan tubuh kekurangan
insulin. Resistensi insulin terjadi karena kelainan insulin, dan biasanya keadaan ini bukan
sifat bawaan dari orang tua melainkan lebih sering terjadi akibat obesitas dan bisa juga karena
pengaruh dari obat–obatan yang memicu penurunan sistem kerja insulin. Obat yang diduga
dapat memicu diabetes melitus Pentamidin dan Vacor atau obat racun tikus.
c. Lingkungan/Environment
Kejadian diabetes melitus lebih tinggi dialami oleh individu yang berasal dari kondisi
sosial ekonomi yang baik. Hal ini kemungkinan dikaitkan juga dengan obesitas yang terjadi
karena ketidakseimbangan gizi. Prevalensi yang tinggi juga ditunjukkan oleh penderita
wanita dari pada pria, dan komplikasi lebih sering terjadi pada penderita usia dewasa dari
pada anak–anak.
Faktor kebudayaan juga dapat memicu timbulnya diabetes seperti pada budaya timur
yang cenderung banyak mengonsumsi makanan berkarbohidrat tinggi yang dapat menaikkan
kadar gula darah seseorang. (Dethan, 2013)
2. Perjalanan Alamiah Diabetes Melitus, yaitu (Dethan, 2013):
a. Prepatogenesis
Pada kondisi ini, terjadi rangsangan yang menimbulkan penyakit dan individu tersebut
belum dinyatakan diabetes. Misalnya kejadian obesitas yang mendahului sebelum diabetes.
b. Patogenesis
Dalam kondisi ini, individu mulai merasakan adanya keluhan–keluhan dan terlihat
gejala diabetes. Pada patogenesis dapat dibagi lagi ke beberapa fase, yaitu:
1) Fase Subklinis
Pada fase ini, bisa dikatakan timbulnya gejala masih merupakan gejala yang umum yang
belum dapat dikatakan sakit. Terjadi perubahan kondisi tubuh namun perubahan itu belum
dirasakan oleh individu. Tetapi jika dilakukan pemeriksaan dengan alat–alat kesehatan, maka
akan ditemukan kelainan tersebut.
2) Fase Klinis
Pada tahap ini, gejala yang muncul semakin besar dan berat. Dan biasanya individu baru
menyadari penyakitnya dan baru melakukan pengobatan.
3) Fase Penyembuhan
Setelah menjalani perawatan dan pengobatan, individu bisa memasuki fase penyembuhan
ataupun meninggal dunia. Untuk penyakit diabetes melitus, kita tahu bahwa penyakit ini
belum dapat disembuhkan, penyakit ini hanya dapat dikontol dan diberi pengawasan khusus.
Namun, biasanya individu dengan diabetes yang disertai komplikasi akan mengalami
kecacatan, misalnya pada diabetes dengan komplikasi stroke. Sedangkan sisanya tetap akan
menjadi carier atau pembawa sifat penyakit dan dapat menularkan kepada keturunannya.

D. Tanda dan Gejala


1. Gejala klinis
a. Gejala khas, yaitu: Poliuria (sering kencing), Poliphagia (cepat lapar), Polidipsia (sering haus),
berat badan menurun, dan lemas.
b. Gejala lain, yaitu: gatal-gatal, mata kabur, gatal di kemaluan (wanita), impotensia, dan
kesemutan. (Najib Bustan, 2015)
2. Gambaran laboratorium
a. Gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dl
b. Gula darah puasa > 126 mg/dl (puasa: tidak ada masukan makanan/kalori sejak 10 jam terakhir)
c. Glukosa plasma 2 jam > 200 mg/dk setelah beban glukosa 75 gram.

E. Kausa dan Faktor Resiko


Berbagai bentuk faktor risiko DM, seperti modified dan unmudifiend risk factors, risiko
sosial, ekonomi, lingkungan, genetik dan gizi. (Najib Bustan, 2015; Adi Soelistijo dkk, 2015)
1. Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi
a. Ras dan etnik
b. Riwayat kelurga dengan DM
c. Umur: risiko untuk menderiaa intolerasi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia.
Usia >45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM.
d. Pengalaman dengan diabetic intrauterine
e. Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg. bayi yang lahir dengan BB rendah
mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi yang lahir dengan BB normal.
f. Riwayat minum susu formula (cow milk) pada waktu bayi
2. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi
a. Berat badan lebih (BBR > 110% atay IMT > 25 kg/m)
b. Kurangnya aktivitas fisik
c. Hipertensi (<140/90 mmHg): 2/3 penderita DM menderita hipertensi.
d. Dislipidemia (HDL <35 mg/dL dan/atau trigliserida >250 mg/dL)
e. Diet tak sehat (unhealthy diet).
3. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes melitus
a. Penderita Polycystic Ovari Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait dengan
resistensi insulin
b. Penderita sindrom metabolic yang memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau
glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya.
c. Penderita yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, PJK, atau PAD
(Peripheral Arterial Diseases)

F. Besar Masalah
Jumlah penduduk Indonesia saat ini diperkirakan mencapai 240 juta. Menurut data
RISKESDAS 2007, prevalensi nasional DM di Indonesia untuk usia di atas 15 tahun sebesar
5,7%. Berdasarkan data IDF 2014, saat ini diperkirakan 9,1 juta orang penduduk didiagnosis
sebagai penyandang DM. dengan angka tersebut Indonesia menempati peringkat ke-5 di
dunia, atau naik dua peringkat dibandingkan data IDF tahun 2013 yang menempati peringkat
ke-7 di dunia dengan 7,6 juta orang penyandang DM.
Masalah yang dihadapu Indonesia antara lain belum semua penyandang DM
mendapatkan akses ke pusat pelayanan kesehatan secara memadai. Demikian juga
ketersediaan obat hipoglikemik oral maupun injeksi pada layanan primer (Puskesmas) serta
keterbatasan sarana/prasarana di beberapa pusat pelayanan kesehatan. Demikian juga
kemampuan petugas kesehatan yang belum optimal dalam penanganan kasus-kasus DM, baik
dalam aspek preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitataif. (Adi Soelistijo dkk, 2015)

G. Strategi Pengendalian dan Pencegahan


1. Adapun program penanggulangan/pengendalian Diabetes bisa dilakukan dengan berbagai
macam cara diantaranya (Direktorat P2PTM, 2018):
a. Pemeriksaan Kesehatan Secara Teratur
Pedulilah akan kesehatan Anda. Banyak orang mengabaikan gejala tipe 2 karena merasa
badan sehat-sehat saja. Diabetes yang tidak dideteksi secara dini dapat menyebar ke organ
lain dan menimbulkan penyakit komplikasi. Kalau anda ingin yakin terbebas, maka jalan
satu-satunya yang paling efektif yaitu melakukan pemeriksaan kesehatan. Tes atau screening
bisa dilayani di setiap fasilitas penyedia kesehatan, seperti fasilitas kesehatan, tempat praktek
dokter, klinik atau laboratorium.
b. Menjalani Pengobatan Secara Intensif
Tujuan pengobatan jelas untuk membuat gula darah mendekati normal ataupun menjadi
normal. Walaupun pengobatan dijalani secara intensif, pemilihan makanan dan aktifitas
sangatlah menentukan akan normalnya gula darah. Jangan membeli obat bebas, karena obat
diabetes hanya boleh ditebus dengan resep dokter. Obat anti diabetes ada yang dimasukkan
secara oral berupa tablet ataupun obat dalam bentuk injeksi. Insulin yang diinjeksikan wajib
untuk penderita Diabetes tipe 1 sedangkan untuk tipe 2 digunakan obat oral.
c. Aktif Secara Fisik
Setelah obat, maka penderita Diabetes haruslah aktif secara fisik, artinya segala kegiatan fisik
haruslah dilakukan agar membantu kadar gula dalam darah keluar dan darah kembali
memproduksi insulin. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang punya aktifitas fisik punya
resiko lebih kecil sebanyak 30-50% dibandingkan dengan individu pasif.
d. Memperbaiki Kualitas Makanan
Penderita Diabetes ataupun Anda yang ingin bebas haruslah mempunyai diet seiring dengan
itu, kualitas makanan sangat mendapatkan peranan penting bagi penderita Diabetes.
Perbanyak makanan sehat yang dianjurkan oleh para penderita Diabetes. Kurangi gula,
minyak, dan semua makanan berlemak lainnya. Ingatlah untuk selalu mengikutkan buah ke
dalam menu Anda. Gangguan kulit serta infeksinya mengharuskan penderita Diabetes untuk
wajib perhatikan.
e. Dukungan Masyarakat
Masyarakat bisa memberikan dukungan untuk para penderita Diabetes dengan aktivitas yang
berhubungan dengan fisik, seperti berjalan kaki menelusuri taman. Selain itu, masyarakat
perlu ditanamakan tentang kesadaran untuk mengobati Diabetes serta komplikasinya.
Advokasi akan penyakit Diabetes pun harus dilakukan juga sehingga aktifitas fisik menjadi
semakin bertambah lagi peminatnya. Tempat-tempat publik pun harus turut mendukung
Indonesia bebas Diabetes. Penyediaan gula non kalori harus lebih diperbanyak. Para
penderita Diabetes pun layak mendapat perlakuan yang sama dengan manusia yang lainnya.
2. Empat Pilar Penatalaksanaan Pasien Diabete Melitus Tipe 2
a. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya
pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik.
Materi edukai terdiri dari materi edukai tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan. (Adi
Soelistijo dkk, 2015)

1) Materi edukasi pada tingkat awal di Pelayanan Kesehatan Primer yang meliputi:
a) Materi tentang perjalanan penyakit DM.
b) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan
c) Penyulit DM dan risikonya
d) Intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta target pengobatan
e) Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat antihiperglikemia oral atau insulin
serta obat-obatan lain.
f) Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri (hanya
jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)
g) Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia
h) Pentingnya latihan jasmani yang teratur
i) Pentingnya perawatan kaki
j) Cara menggunakan fasilitas perawatan kesehatan
2) Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Sekunder dan/atau
Tersier, yang meliputi:
a) Mengenal dan mencegah penyulit akut DM
b) Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM
c) Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain.
d) Rencana untuk kegiatan khusus (contoh: olahraga prestasi).
e) Kondisi khusus yang dihadapi (contoh: hamil, puasa, hari-hari sakit).
f) Pemeliharaan/perawatan kaki.
b. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DMT2 secara komprehensif.
Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli
gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). Guna mencapai sasaran
terapi TNM sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap penyandang DM.
Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hamper sama dengan anjuran makan
untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori
dan zat gizi masing-masing individu. Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai
pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada
mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu
sendiri. (Adi Soelistijo dkk, 2015)

c.  Jasmani
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DMT2 apabila tidak
disertai adanya nefropati. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara
teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit
perminggu. Jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah
<100 mg/dL pasien harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL
dianjurkan utnuk menunda latihan jasmani. Kegiatan sehari-hari atau aktivitas sehari-hari
bukan termasuk dalam latihan jasmani meskipun dianjurkan untuk selalu aktif setiap hari.
latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kedali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersigat aerobic dengan intensita
sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara mengurangi angka 220 dengan usia
pasien.
Pada penderita DM tanpa kontraindikasi (contoh: osteoarthritis, hipertensi yang tidak
terkontrol, retinopati, nefropati) dianjurkan juga melakukan resistance training (latihan
beban) 2-3 kali/perminggu sesuai dengan petunjuk dokter. Latihan jasmani sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Intensitas latihan jasmani pada
penyandang DM yang relatif sehat bisa ditingkatkan, sedangkan pada penyandang DM yang
disertai komplikasi intensitas latihan perlu dikurangi dan disesuaikan dengan masing-masing
individu. (Adi Soelistijo dkk, 2015)
d. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis diberikan Bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya
hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. (Adi Soelistijo
dkk, 2015) 
3. Pencegahan Diabete Melitus Tipe 2
a. Pencehan Primer
Pencegahan primer dilakukan dengan tindakan penyuluhan dan pengelolaan yang ditunjukan
untuk kelompok masyarakat yang mempunyai risiko intggi dan intoleransi glukosa. Materi
penyuluhan meliputi antara lain (Adi Soelistijo dkk, 2015):
1) Program penurunan berat badan
a) Diet sehat
b) Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan ideal
c) Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan seimbang sehingga
tidak menimbulkan puncak (peak) glukosa darah yang tinggi setelah makan
d) Komposisi diet sehat mengndung sedikit lemat jenuh dan tinggi serat larut
2) Latihan jasmani
Latihan jasmani yang dianjurkan:
a) Latihan dikerjakan sedikitknya selama 150 menit/minggu dengan latihan aerobik sedang
(mencapai 50-70% denyut jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobik
berat (mencapai >70% masimal)
b) Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 kali aktivitas/minggu
3) Menghentikan kebiasaan merokok
4) Pada kelompok dengan risiko tinggi diperlukan intervensi farmakologis
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit
pada pasien yang telah terdiagnosis DM. Tindakan pencegahan sekunder dilakukan dengan
pemberian pengobatan yang optimal. Melakukan deteksi dini adanya penyulit merupakan
bagian dari pencegahan sekunder. Tindakan ini dilakukan sejak awal pengelolaan penyakit
DM. Program penyuluhan memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien
dalam menjalani program pengobatan sehingga mencapai target terapi yang diharapkan.
Peyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada pertemuan
berikutnya. (Adi Soelistijo dkk, 2015)
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami
penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut serta meningkatkan kualitas
hidup. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap.
Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga.
Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai
kualitas hidup yang optimal.
Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan komprehensif dan terintegrai antar
disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kerjasama yang baik antara para ahli
diberbagai disiplin (jantung, ginjal, mata, saraf, bedah ortopedi, bedah vascular, radiologi,
rehabilitasi medis, gizi, podiatris, dan lain-lain) sangat diperlukan dalam menunjang
keberhasilan pencegahan tersier. (Adi Soelistijo dkk, 2015)

Anda mungkin juga menyukai