Anda di halaman 1dari 12

REKAYASA IDE

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Skor Nilai:

KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK YANG BERDAMPAK TRAUMA PADA


DIRI ANAK

NAMA MAHASISWA : Nurindah Lestari


NIM : 4202151002
KELAS : Pendidikan IPA-C 2020
DOSEN PENGAMPU : Dra. Nasriah.M.Pd
MATA KULIAH : Psikologi Pendidikan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
April 2021

1
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim, Pertama-tama dan yang paling utama marilah kita men-
gucapkan puji dan syukur kita kepada kehadirat Tuhan yang Maha Esa, sebab karna ia telah
memberikan rahmat dan karunianya serta kesehatan kepada saya, untuk mampu menyeselesaikan
tugas RI [REKAYASA IDE]. Tugas yang saya buat ini untuk memenuhi mata kuliah saya yaitu
“PSILOKOGI PENDIDIKAN”.

Tugas rekayasa ide ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan wawa-
san kita semua khususnya dalam hal psikologi pendidikan. Apabila dalam tugas saya ini nantinya
banyak kekurangan atau kesalahan, saya mohon maaf karna sesungguhnya pengetahuan dan
pemahaman saya masih terbatas.

Akhir kata yang saya sampaikan, mohon maaf jika memiliki kekurangan dan apabila ter-
dapat banyak kesalahan penulisan, saya mengharapkan adanya kritik dan saran yang membaca
rekayasa ide saya ini agar kedepanya saya menjadi lebih baik lagi. Harapan dan tujuan saya da-
lam menyelesaikan tugas ini dapat menambah wawasan bagi yang membacanya. Atas segala
perhatian, doa dan dukungan saya mengucapkan terimakasih.

Medan, April 2021

Nurindah Lestari

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... 2
DAFTAR ISI ..................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 4
A. Rasionalisasi Permasalahan TRI ............................................................... 4
B. Tujuan TRI ................................................................................................ 5
C. Manfaat TRI .............................................................................................. 5
BAB II IDENTIFIKASI MASALAH ............................................................... 6
A. Permasalahan Umum................................................................................. 6
B. Dampak yang timbul pada diri anak.......................................................... 7
C. Gejala Trauma yang dialami anak ............................................................. 8
BAB III SOLUSI DAN PENANGANAN ...................................................... 10
BAB IV PENUTUP......................................................................................... 11
A. Kesimpulan .............................................................................................. 11
B. Saran ........................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 12

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Rasionalisasi permasalahan / isu yang di bahas dalam TRI

Di Indonesia kasus kekerasan seksual setiap tahun mengalami peningkatan, korbannya bukan
hanya dari kalangan dewasa saja sekarang sudah merambah ke remaja, anakanak bahkan balita.
Fenomena kekerasan seksual terhadap anak semakin sering terjadi dan menjadi global hampir di
berbagai negara. Kasus kekerasan seksual terhadap anak terus meningkat dari waktu ke waktu.
Peningkatan tersebut tidak hanya dari segi kuantitas atau jumlah kasus yang terjadi, bahkan juga
dari kualitas. Dan yang lebih tragis lagi pelakunya adalah kebanyakan dari lingkungan keluarga
atau lingkungan sekitar anak itu berada, antara lain di dalam rumahnya sendiri, sekolah, lembaga
pendidikan, dan lingkungan sosial anak.

Anak menjadi kelompok yang sangat rentan terhadap kekerasan seksual karena anak selalu
diposisikan sebagai sosok lemah atau yang tidak berdaya dan memiliki ketergantungan yang
tinggi dengan orang-orang dewasa di sekitarnya. Hal inilah yang membuat anak tidak berdaya
saat diancam untuk tidak memberitahukan apa yang dialaminya. Hampir dari setiap kasus yang
diungkap, pelakunya adalah orang yang dekat korban. Tak sedikit pula pelakunya adalah orang
yang memiliki dominasi atas korban, seperti orang tua dan guru. Tidak ada satupun karakteristik
khusus atau tipe kepribadian yang dapat diidentifikasi dari seorang pelaku kekerasan seksual
terhadap anak. Dengan kata lain, siapa pun dapat menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap
anak atau pedofilia. Kemampuan pelaku menguasai korban, baik dengan tipu daya maupun
ancaman dan kekerasan, menyebabkan kejahatan ini sulit dihindari.

Secara umum pengertian kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seorang anak
dalam segala bentuk aktivitas seksual yang terjadi sebelum anak mencapai batasan umur tertentu
yang ditetapkan oleh hukum negara yang bersangkutan dimana orang dewasa atau anak lain yang
usianya lebih tua atau orang yang dianggap memiliki pengetahuan lebih dari anak
memanfaatkannya untuk kesenangan seksual atau aktivitas seksual. kekerasan seksual terhadap
anak meliputi tindakan menyentuh atau mencium organ seksual anak, tindakan seksual atau
pemerkosaan terhadap anak, memperlihatkan media/benda porno, menunjukkan alat kelamin
pada anak dan sebagainya. Undang-Undang Perlindungan Anak memberi batasan bahwa yang
dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun), termasuk
anak yang masih dalam kandungan.

4
B. Tujuan TRI

Adapun yang menjadi tujuan penulisan rekayasa ide ini yaitu :

1. Untuk mengetahui gejala trauma pada anak.


2. Untuk mengetahui dampak dari kekerasan seksual pada anak.
3. Untuk mengetahui solusi pada permasalahan kekerasan seksual pada anak.

C. Manfaat TRI

Adapun yang menjadi manfaat dalam mengerjakan tugas rekayasa ide ini yaitu :

1. Menambah wawasan kepada penulis dan pembaca mengenai kekerasan seksual pada
anak.
2. Menambah wawasan kepada penulis dan pembaca mengenai apa saja gejala trauma pada
anak.
3. Menambah wawasan kepada penulis dan pembaca mengenai solusi pada permasalahan
yang ada dalam kekerasan seksual pada anak.

5
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH
A. Permasalahan Umum

Menurut Ricard J. Gelles (Hurairah, 2012), kekerasan terhadap anak merupakan perbuatan
disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak (baik secara fisik
maupun emosional). Bentuk kekerasan terhadap anak dapat diklasifikasikan menjadi kekerasan
secara fisik, kekerasan secara psikologi, kekerasan secara seksual dan kekerasan secara sosial.
Kekerasan seksual terhadap anak menurut End Child Prostitution in Asia Tourism (ECPAT)
Internasional merupakan hubungan atau interaksi antara seorang anak dengan seorang yang lebih
tua atau orang dewasa seperti orang asing, saudara sekandung atau orang tua dimana anak
dipergunakan sebagai objek pemuas kebutuhan seksual pelaku. Perbuatan ini dilakukan dengan
menggunakan paksaan, ancaman, suap, tipuan bahkan tekanan. Kegiatan-kegiatan kekerasan
seksual terhadap anak tersebut tidak harus melibatkan kontak badan antara pelaku dengan anak
sebagai korban.

Kekerasan seksual dengan anak sebagai korban yang dilakukan oleh orang dewasa dikenal
sebagai pedophile, dan yang menjadi korban utamanya adalah anak-anak. Pedophilia dapat
diartikan ”menyukai anak-anak” (de Yong dalam Tower, 2002). Pengertian anak dalam Pasal 1
Ayat 1 UU No 23 Tahun 2002 tentang Peradilan anak, “anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Sedangkan
pengertian perlindungan anak menurut Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hakhaknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi,
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi”.

Pedophilia bisa karena memang kelainan, artinya orang ini (pelaku) mungkin saja pernah
mengalami trauma yang sama, sehingga mengakibatkan perilaku yang menyimpang, bisa juga
karena gaya hidup, seperti kebiasaan menonton pornografi, sehingga membentuk hasrat untuk
melakukan hubungan seksual. Pedophilia apalagi dengan sodomi adalah bentuk kekerasan atau
pelanggaran hukum, dan juga merupakan bentuk kekerasan seksual yang melukai fisik maupun
psikis. Oleh karena itu, pedophilia merupakan bentuk ketertarikan seksual yang tidak wajar.

6
B. Dampak yang timbul pada diri anak

Kekerasan seksual cenderung menimbulkan dampak traumatis baik pada anak maupun pada
orang dewasa. Namun, kasus kekerasan seksual sering tidak terungkap karena adanya
penyangkalan terhadap peristiwa kekerasan seksual yang terjadi. Lebih sulit lagi adalah jika
kekerasan seksual ini terjadi pada anak-anak, karena anak-anak korban kekerasan seksual tidak
mengerti bahwa dirinya menjadi korban. Korban sulit mempercayai orang lain sehingga
merahasiakan peristiwa kekerasan seksualnya. Selain itu, anak cenderung takut melaporkan
karena mereka merasa terancam akan mengalami konsekuensi yang lebih buruk bila melapor,
anak merasa malu untuk menceritakan peristiwa kekerasan seksualnya, anak merasa bahwa
peristiwa kekerasan seksual itu terjadi karena kesalahan dirinya dan peristiwa kekerasan seksual
membuat anak merasa bahwa dirinya mempermalukan nama keluarga. Dampak pelecehan
seksual yang terjadi ditandai dengan adanya powerlessness, dimana korban merasa tidak berdaya
dan tersiksa ketika mengungkap peristiwa pelecehan seksual tersebut.

Tindakan kekerasan seksual pada anak membawa dampak emosional dan fisik kepada
korbannya. Secara emosional, anak sebagai korban kekerasan seksual mengalami stress, depresi,
goncangan jiwa, adanya perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri, rasa takut berhubungan
dengan orang lain, bayangan kejadian dimana anak menerima kekerasan seksual, mimpi buruk,
insomnia, ketakutan dengan hal yang berhubungan dengan penyalahgunaan termasuk benda, bau,
tempat, kunjungan dokter, masalah harga diri, disfungsi seksual, sakit kronis, kecanduan,
keinginan bunuh diri, keluhan somatik, dan kehamilan yang tidak diinginkan.

Trauma akibat kekerasan seksual pada anak akan sulit dihilangkan jika tidak secepatnya
ditangani oleh ahlinya. Anak yang mendapat kekerasan seksual, dampak jangka pendeknya akan
mengalami mimpi-mimpi buruk, ketakutan yang berlebihan pada orang lain, dan konsentrasi
menurun yang akhirnya akan berdampak pada kesehatan. Jangka panjangnya, ketika dewasa
nanti dia akan mengalami fobia pada hubungan seks atau bahkan yang parahnya lagi dia akan
terbiasa dengan kekerasan sebelum melakukan hubungan seksual. Bisa juga setelah menjadi
dewasa, anak tesebut akan mengikuti apa yang dilakukan kepadanya semasa kecilnya.

7
C. Gejala trauma yang dialami anak

Gejala trauma dapat dilihat dari 4 aspek yaitu:

A. Gejala Fisik Gejala yang sering timbul pasca trauma adalah


(1) tubuh terasa panas: artinya anak mengalami deman dengan suhu badan sedikit
meningkat,
(2) Tenggorokan kering: biasanya anak menjadi malas makan karena tenggorokan kering,
sulit untuk menelan, bahkan terasa pahit,
(3) Kelelahan: anak merasa kecapaian,
(4) tenggorokan mual: biasanya perut tidak nyaman, ingin muntah,
(5) badan terasa lemah: biasanya anak akan merasa lesu, rewel,
(6) Dada terasa sakit: anakanak sering batuk, sehingga mengelah dadanya sakit dan perih,
(7) Detak jantung lebih cepat: artinya pacu jantung yang biasanya normal, pasca trauma agak
lebih cepat.

B. Kognitif Gejala trauma kognitif yang sering muncul pada anak adalah
(1) suka keliru,
(2) Imbaskenang,
(3) Mimpi buruk,
(4) Pencegahan,
(5) Syakwasangka / curiga,
(6) Pengalaman intrusive,
(7) Suka menyalahkan orang lain,
(8) Pelupa,
(9) Pikiran tumpul/Tidak dapat focus.

C. Pada Afektif (Emosi) Pada afektif gejala trauma yang sering muncul pada anak adalah:
(1) Takut, artinya anak sering memperlihatkan ketakutan kepada sesuatu, yang kadang kala
tidak logis,
(2) Rasa bersalah, anak sering memperlihatkan perasaan yang menunjukkan ia bersalah
sehingga suka menghindar, tidak mau ketemu orang lain,
(3) Sedih, anak sering merasa sedih, suka menagis tanpa sebab,
(4) Panik, anak anak suka terkejut, sehingga kadangkadang ngak tahu berbuat apa,
(5) Phobia, anak suka takut kepada sesuatu tanpa sebab yang jelas,

8
(6) Menafikkan, artinya anak suka membantah apapun yang diberikan kepadanya,
(7) Bimbang, anak suka ragu-ragu kalau diberikan tugas dan tanggung jawab
(8) Murung, artinya anak suka
(9) Suka menghasut.

D. Pada Prilaku Pada perilaku, gejala trauma yang sering dimunculkan adalah
(1) Menolak,
(2) malas bergaul (Antisosial),
(3) Malas,
(4) Tidak suka kegiatan,
(5) Menjadi pendiam atau pemarah,
(6) Kehilangan nafsu makan,
(7) Terlalu peka dengan lingkungan,
(8) Menggunakan alkohol / obat-obatan,
(9) Pola perilaku berubah dari kebiasaan.

Berdasarkan empat aspek di atas, maka dapat dikatakan anak-anak akan mengalami tanda-
tanda trauma seperti hal tersebut.Akan tetapi tidak semua gejala –gejala trauma di atas dialami
oleh anak-anak. Karena symptom-simptom tersebut juga tergantung pada fase aliran trauma
apakah servere, akut atau kronis dan kondisi kematangan anak atau usia mereka.

Tipe trauma ada dua yaitu:

(1) trauma tipe 1 atau tipe (kronis), ini terjadi karena kejutan tiba-tiba dan tidak terduga
seperti kejadian pemerkosaan,
(2) trauma tipe 2 (Trauma yang terjadi dalam jangka panjang atau berulang-ulang) kejadian
buruk yang terjadi secara serial seperti pelecehan seksual, pelecehan seksual yang
berulang-ulang atau dialami oleh seseorang dalam jangka waktu yang panjang.

Traumatis type 1 dan type 2 dapat terjadi secara individu dan juga bisa dalam kelompok
yang besar. Tragedi atau Type 1 (akut), sedangkan type 2: Tragedi Berkepanjangan (kronis).

9
BAB III
SOLUSI DAN PENANGANAN
Masa kanak-kanak adalah dimana anak sedang dalam proses tumbuh kembangnya. Oleh
karena itu, anak wajib dilindungi dari segala kemungkinan kekerasan terhadap anak, terutama
kekerasan seksual. Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan. Upaya perlindungan terhadap
anak harus diberikan secara utuh, menyeluruh dan komprehensif, tidak memihak kepada suatu
golongan atau kelompok anak. Anak yang mengalami trauma akibat kekerasan seksual dengan
demikian, kita sebagai orangtua harus memiliki solusi dan penanganan kekerasan seksual
terhadap anak yang memiliki trauma tersebut, perlu adanya peran orangtua pada anak agar tidak
trauma yaitu:

a. Menyediakan suasana perkembangan yang optimal seperti keamanan secara fisik, rasa
milik, peluang untuk mendapatkan pendidikan dan berekreasi, termasuk juga peluang untuk
mengembangkan kemampuan.
b. Merangsang perkembangan melalui teknik dukungan yang terkait dengan rasa tanggung
jawab dan mandiri yang diberikan oleh berbagai pihak seperti masyarakat dan keluarga
terdekat.
c. Mengubah hambatan untuk perkembangan anak melalui bantuan secara praktis dengan
berinteraksi bersama dengan organisasi atau lembaga tertentu dengan menggunakan
pendekatan yang teraputik dan efisien.
d. Memberikan alternative kepada anak-anak untuk memulai kehidupan baru jauh dari
lingkungan lama yang selalu menghantui ingatan mereka atau pindah ke tempat baru
e. Beri kelompok sokkongan (support group) kepada anak-anak yang terlatih atau
professional. Adalah lebih baik kelompok sokkongan terdiri dari orang lokal untuk
mengadakan diskusi secara berkelompok terkait pemulihan trauma. Adakan pertemuan dan
diskusi sesering mungkin.
f. Ajarkan kepada anak-anak asupan makanan yang seimbang, aturan tidur yang cukup dan
cara-cara mengatasi tekanan. Berikan makanan favorit anak-anak dan makan bersama
anggota keluarga.
g. Mempelajari teknik-teknik relaksasi dan memenuhi hobi atau kegiatan untuk
menghilangkan kebosanan dan stres.
h. Berikan anak-anak mainan kesukaan. Lakukan play teraphy / art theraphy bersama anak-
anak. Belajar mencoba mendefinisikan gaya bermain anak-anak dan mendengarkan luahan
mereka.

10
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Semakin banyaknya kasus-kasus kekerasan pada anak terutama kasus kekerasan seksual
(sexual violence againts) dan menjadi fenomena tersendiri pada masyarakat modern saat ini.
Anak-anak rentan untuk menjadi korban kekerasan seksual karena tingkat ketergantungan
mereka yang tinggi. Sementara kemampuan untuk melindungi diri sendiri terbatas. Berbagai
faktor penyebab sehingga terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap anak dan dampak yang
dirasakan oleh anak sebagai korban baik secara fisik, psikologis dan sosial.

Trauma pada anak yang mengalami kekerasan seksual akan mereka alami seumur hidupnya.
Luka fisik mungkin saja bisa sembuh, tapi luka yang tersimpan dalam pikiran belum tentu hilang
dengan mudah. Kalau pun bisa hilang proses pemulihan trauma dilakukan secara alami dan
berfokus. Ini dilaksanakan oleh anggota keluarga, konselor, psikolog. Hal itu harus menjadi
perhatian karena anak-anak. Selain memang wajib dilindungi, juga karena di tangan anak-
anaklah masa depan suatu daerah atau bangsa akan berkembang. Kekerasan seksual pada anak
dapat terjadi di mana saja dan kapan saja serta dapat dilakukan oleh siapa saja, baik itu anggota
keluarga, pihak sekolah, maupun orang lain.

B. Saran
Saya menyarankan agar pembaca banyak menggunakan referensi, agar dapat mengetahui hal
yang terkait kekerasan seksual pada anak yang berakibat trauma secara mendalam. Jikalau dalam
rekayasa ide saya terdapat sedikit kesalahan dalam menyampaikan saya memohon keritikan dan
saran pembaca agar kedepannya saya bisa memperbaiki kesalahan tersebut.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ivo Noviana.,2015. Kekerasan Seksual Terhadap Anak. Jurnal Sosio Informa Vol 01 No
01 Januari - April, Tahun 2015

Kusmawati Hatta.,2015. Peran Orangtua Dalam Proses Pemulihan Trauma Anak.


Jurnal Internasional Journal of Child and Gender Studies. Vol. 1, No. 2, September 2015.

12

Anda mungkin juga menyukai