Skripsi
Diajukan guna memenuhi
sebagian syarat memperoleh derajat Sarjana Kedokteran
Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat
Oleh
Muhammad Ilham Fadillah
1710911210035
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
iii
Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRAK
LITERATURE REVIEW:
PENGARUH DIABETES MELLITUS TERHADAP
KONVERSI APUSAN SPUTUM SETELAH TERAPI FASE INTENSIF
PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU
iv
Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRACT
LITERATURE REVIEW:
EFFECT OF DIABETES MELLITUS ON
SPUTUM SMEAR CONVERSION AFTER INTENSIVE PHASE THERAPY
IN PATIENTS WITH LUNG TUBERCULOSIS
The relationship between diabetes mellitus (DM) and tuberculosis (TB) infection
has been reported in various studies. Indonesia, with the second highest TB burden
in the world, has the fourth highest number of people with diabetes. This shows that
the increasing DM epidemic can contribute to the increasing burden of TB.
Hyperglycemia in DM will increase oxidative stress which will decrease the host's
response to Mycobacterium tuberculosis (M. tb) infection. Poor glycemic control is
associated with reduced treatment outcome in TB-DM patients. The sputum smear
conversion in pulmonary TB patients is the most important indicator in evaluating
the effectiveness of a given treatment. About 95% of converted sputum smears
occurred after the intensive phase of ATD therapy. Time delay appears as an
indication of treatment failure. This study method is in the form of a review of the
study of the effect of DM on the conversion of pulmonary tuberculosis sputum smear
during the last 10 years with the keyword "Diabetes Mellitus, Tuberculosis, Smear
Conversion". This literature review aims to see the effect of DM on sputum smear
conversion after intensive phase therapy in pulmonary tuberculosis patients. The
results of this literature review show that DM affects the delay in sputum smear
conversion after intensive phase therapy. This effect is more significant in DM
patients with poor glycemic control.
v
Universitas Lambung Mangkurat
KATA PENGANTAR
kepada:
1. Dekan Fakultas Kedokteran, Dr. dr. Iwan Aflanie, M.Kes, Sp.F, S.H yang
2. Koordinator Program Studi Pendidikan Dokter, Dr. dr. Triawanti, M.Kes yang
3. Kedua dosen pembimbing, dr. Ira Nurrasyidah, Sp.P dan dr. Nanang Miftah
4. Kedua dosen penguji, dr. Fauzia Noor Liani, Sp.PD dan dr. Rahmiati, M.Kes,
Sp.MK yang memberikan kritik dan saran sehingga skripsi ini menjadi
semakin baik.
vi
Universitas Lambung Mangkurat
5. Kedua orangtua penulis tercinta, ayahanda Ir. Muhammad Saleh dan ibunda
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan
tetapi penulis berharap penelitian ini bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan.
Penulis
vii
Universitas Lambung Mangkurat
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTAK .................................................................................................. iv
ABSTRACT .............................................................................................. v
C. Tujuan ................................................................................ 3
D. Manfaat .............................................................................. 3
A. Metode ............................................................................... 4
C. Analisis .............................................................................. 5
A. Kesimpulan ........................................................................ 21
viii
Universitas Lambung Mangkurat
B. Saran .................................................................................. 21
LAMPIRAN ............................................................................................. 27
ix
Universitas Lambung Mangkurat
DAFTAR SINGKATAN
DM : Diabetes Mellitus
GSH : Glutathione
IFN-γ : Interferon-γ
IL-1 : Interleukin-1
IL-1β : Interleukin-1β
IL-5 : Interleukin-5
IL-6 : Interleukin-6
IL-12 : Interleukin-12
IL-17A : Interleukin-17A
IL-22 : Interleukin-22
LPS : Lipopolysaccharides
M. tb : Mycobacterium tuberculosis
x
Universitas Lambung Mangkurat
OAT : Obat Anti Tuberkulosis
Th-1 : T-Helper 1
xi
Universitas Lambung Mangkurat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
telah dilaporkan pada berbagai studi.1 Di antara pasien TB, prevalensi DM berkisar
antara 1,9% hingga setinggi 35% setelah skrining dan tingkat tertinggi adalah di
negara dengan prevalensi diabetes yang juga tinggi.2 Indonesia, dengan beban TB
kedua tertinggi di dunia, memiliki jumlah penderita diabetes tertinggi keempat. 1,3
Hal ini menunjukkan bahwa epidemi DM yang meningkat dapat berkontribusi pada
faktor risiko infeksi saluran pernapasan bawah termasuk TB. 4-7 Dilaporkan bahwa
DM meningkatkan risiko TB aktif sebesar dua hingga empat kali lipat.4-8 Tingkat
efek ini dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti usia, jenis DM, keparahan DM,
jalur poliol. Hal ini akan meningkatkan stres oksidatif melalui penurunan tingkat
1
Universitas Lambung Mangkurat
2
pengendalian infeksi M. tb. Disregulasi kadar sitokin yang ditemukan dalam plasma
ini dapat menurunkan respons imun terhadap M. tb.13. Kerentanan pasien diabetes
jumlah dan fungsi sel imun yang terkait dengan infeksi M. tb.2
klinis serta penurunan hasil pengobatan pada pasien TB paru dengan diabetes. 1,14-
18
Konversi apusan sputum pada pasien TB paru merupakan indikator yang paling
apusan sputum setelah terapi obat anti tuberkulosis (OAT) fase intensif sebesar 95%
terapi. Beberapa studi telah dilakukan dalam mengevaluasi faktor-faktor yang dapat
Hingga artikel ini ditulis, belum ada tinjauan terhadap literatur-literatur yang
apusan sputum setelah terapi fase intensif pada pasien TB paru. Pengetahuan terkait
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari literature review ini adalah apakah terdapat pengaruh
diabetes mellitus terhadap konversi apusan sputum setelah terapi fase intensif pada
C. Tujuan
Tujuan umum dari literature review ini adalah untuk mengetahui gambaran
D. Manfaat
Literature review ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dan data
terhadap konversi apusan sputum setelah terapi fase intensif sehingga dapat
dapat digunakan sebagai tambahan informasi bagi petugas kesehatan dalam upaya
METODE
A. Metode
narrative review.
B. Kriteria Pencarian
Inggris dan Indonesia yang terdapat di berbagai database berupa Google Scholar,
(IDSA), British Medical Journal (BMJ), serta dari daftar referensi artikel-artikel
yang diperoleh. Kata kunci yang digunakan untuk mendapatkan informasi yang
yang diterbitkan dalam 10 tahun terakhir (2010 – 2020). Kriteria inklusi literature
review ini adalah penelitian yang mempunyai hasil penelitian sesuai dengan tujuan
setelah terapi fase intensif pada pasien tuberkulosis paru. Dua puluh tiga artikel
yang diangap relevan dan memenuhi kriteria inklusi yang diambil untuk literature
4
Universitas Lambung Mangkurat
5
C. Analisis
setiap database sebanyak 17.600 artikel dari Google Scholar, 50 artikel dari
PubMed, dan 12 artikel dari Cochrane Library. Setelah dilakukan penyortiran tahun
terbit jurnal didapatkan 11.050 artikel dengan rincian 11.000 artikel dari Google
Scholar, 38 artikel dari PubMed, dan 12 artikel dari Cochrane Library. Artikel yang
tersortir kemudian dilakukan penapisan berdasarkan judul dan abstrak, serta kriteria
Artikel yang
Dilakukan penyortiran tahun terbit dieksklusi tahun
jurnal, terbit tidak sesuai
n=17.662 dengan periode
yang diinginkan
(10 tahun terakhir),
n=6.612
Artikel yang diterbitkan dalam
peiode 10 tahun terakhir,
n=11.050 Artikel yang
dieksklusi karena
tidak relevan
dengan topik
n=11.012
Artikel diperoleh setelah
membaca judul dan abstrak,
n=38
Artikel yang
dieksklusi karena
tidak sesuai dengan
kriteria inklusi
n=15
Artikel digunakan dalam studi
literatur,
n=23
konversi apusan sputum setelah terapi fase intensif pada pasien tuberkulosis paru
yang lebih lanjut difokuskan pada status DM serta kontrol glikemik yang buruk
sebelum inisiasi terapi OAT. Dari 23 literatur yang digunakan dalam literature
terhadap konversi apusan sputum, satu literatur terkait pengaruh kontrol glikemik
yang buruk terhadap konversi apusan sputum, dan satu literatur lainnya yang
7
Universitas Lambung Mangkurat
8
Tabel 3.1. Literatur terkait pengaruh diabetes mellitus terhadap konversi apusan sputum seteah terapi fase intensif pada pasien
tuberkulosis paru
tuberculosis patients in data apusan sputum tetap positif pada akhir terapi fase intensif (p
Central Iran setelah terapi OAT fase = 0.0012).
intensif.
14. Shariff et al., Diabetes mellitus and its Case control 150 pasien TB paru Pasien TB paru dengan apusan sputum positif
201520 influence on sputum smear dengan apusan sputum yang memiliki DM memiliki risiko 2.6 kali
positivity at the 2nd month positif dengan rasio tidak mengalami konversi apusan sputum
of treatment among kasus dengan kontrol setelah 2 bulan terapi OAT (OR = 2.59, 95%
pulmonary tuberculosis 1:1, 75 diantaranya CI = 1.27-5.33)
patients in Kuala Lumpur, dianalisa sebagai kasus
Malaysia: A case control dan sisanya sebagai
study kontrol. 31 pasien kasus
memiliki riwayat DM.
15. Siddiqui et Effect of Diabetes Mellitus Prospective 316 pasien TB. Dari DM berhubungan dengan apusan sputum yang
al., 201634 on Tuberculosis study jumlah ini, 50 tidak mengalami konversi setelah 60 hari (OR
Treatment Outcome and didiagnosa dengan DM. = 0.633, 95% CI = 0.206-1.949) serta hasil
Adverse Reactions in terapi yang buruk (OR = 0.714, 95% CI =
Patients Receiving 0.155-3.279).
Directly observed
Treatment Strategy in
India: A Prospective Study
16. Banurekha et Sputum conversion and Retrospective 163 pasien dengan TB- 107/114 (94%) pasien mengalami konversi
al., 201735 treatment success among cohort DM. 114 diantaranya sputum pada akhir fase intensif. Angka ini
tuberculosis patients with memiliki data apusan menunjukkan tingkat konversi sputum yang
diabetes treated under the sputum di awal dan akhir kurang optimal pada pasien TB dengan
Tuberculosis Control fase intensif. diabetes.
Programme in an Urban
setting in South India
17. Leung et al., Effects of diabetes mellitus Prospective 21414 pasien TB. Dari DM secara independen berhubungan dengan
201736 on the clinical cohort jumlah ini, tersisa 5112 keterlambatan konversi apusan sputum (AOR
presentation and pasien non-DM dan 1.59, 95% CI 1.34-1.87) dan kultur (AOR
1389 pasien dengan DM
treatment response in yang memiliki data 1.40, 95% CI 1.20-1.64) setelah terapi OAT
tuberculosis pemeriksaan apusan fase intensif.
sputum setelah terapi
OAT fase intensif
18. Anandaraj et Factors influencing delay Prospective 233 pasien TB. 216 175 (75.1%) mengalami konversi sputum di
al., 201737 in sputum smear study pasien memiliki data akhir terapi fase intensif, sementara 41
conversion among new apusan sputum pada (17,6%) tetap positif. DM merupakan salah
smear-positive pulmonary akhir terapi fase intensif. satu variabel yang berpengaruh terhadap
tuberculosis patients of konversi apusan sputum setelah terapi fase
Davangere tuberculosis intensif (OR: 2.81, 95% CI (1.18-6.67)
unit
19. Mahishale et Effect of poor glycemic Hospital- 630 pasien TB paru Konversi apusan sputum setelah terapi OAT
al., 201714 control in newly based dengan DMT2. 423 fase intensif terjadi pada 74.29% pasien.
diagnosed patients with Prospective pasien dengan kontrol Tingkat apusan sputum yang tidak mengalami
smear-positive pulmonary Study glikemik yg buruk, 207 konversi setelah 2 bulan terapi OAT (p =
tuberculosis and type-2 lainnya memiliki kontrol 0.00422) pada pasien dengan kontrol glikemik
diabetes mellitus glikemik yang optimal. yang buruk lebih tinggi (36.17%)
dibandingkan pasien dengan kontrol glikemik
yang optimal (4.35%).
20. Nandasena et Characteristics and Retrospective Dari 687 data pasien, Konversi sputum akan terlihat pada 2-3 bulan
al., 201838 sputum conversion of descriptive 366 diantaranya setelah memulai terapi (n = 303, 85.8%).
tuberculosis (TB) patients memiliki apusan sputum Status DM tidak menunjukkan hubungan yang
in Kalutara, Sri Lanka yang positif pada awal signifikan dengan konversi sputum pada bulan
pengobatan. 2-3 (n = 84, 88.4% vs. n = 214, 84.6%, p =
0.397)
21. Wardani et Predominant determinants Case-control 311 pasien TB dengan Salah satu variabel yang berpengaruh
al., 201939 of delayed tuberculosis Study apusan positif dibagi terhadap keterlambatan konversi sputum
sputum conversion in menjadi kelompok setelah terapi fase intensif adalah DM (OR =
Indonesia sampel kasus (n= 31) 7.168; 95% CI: 1.746-29.431).
yang mengalami
keterlambatan konversi
sputum dan kelompok
kontrol (n= 62) yang
mengalami konversi
diakhir fase intensif.
22. Commiesie et Determinants of sputum Case-control 469 pasien TB paru 12.3% pasien tidak mengalami konversi
al., 201940 smear nonconversion in Study terkonfirmasi apusan sputum setelah 2 bulan inisiasi terapi.
smear-positive pulmonary bakteriologis DM (AOR: 0.47, 95% CI: 0.2-1.3) tidak
tuberculosis patients in berhubungan dengan apusan sputum yang
Suriname, 2010 – 2015 tidak mengalami konversi setelah terapi fase
intensif.
23 Bisognin et Predictors of time to Retrospective 89 pasien TB dengan DM (HR: 0.68; 95% CI: 0.37-1.26) tidak
al., 201941 sputum smear conversion observational apusan sputum positif di berhubungan dengan keterlambatan konversi
in patients with pulmonary awal terapi apusan sputum.
tuberculosis under
treatment
Penilaian mikroskopis apusan sputum untuk basil tahan asam (BTA) adalah
metode yang tersedia secara luas, sederhana, dan murah untuk diagnosis TB paru
(sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif (konversi) bila kedua
contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu contoh uji positif atau keduanya
paling penting dalam evaluasi efektifitas pengobatan yang diberikan. 19,20 Tingkat
konversi apusan sputum pada akhir bulan pertama adalah 73.1% (p < 0.01) dan 95%
(p < 0.05) pada akhir bulan kedua setelah inisiasi terapi OAT.21 Keterlambatan
secara statistik lebih buruk secara signifikan pada pasien yang tidak mengalami
perubahan apusan sputum menjadi positif dalam waktu dua bulan pengobatan.20
fase intensif pada pasien TB paru, sedangkan sembilan lainnya tidak menemukan
adanya pengaruh yang signifikan. Selain itu, terdapat dua literatur yang menyatakan
bahwa kontrol glikemik yang buruk pada pasien DM dengan TB secara signifikan
menemukan proporsi pasien TB-DM yang terdapat pada sembilan literatur yang
yang berbeda dengan penelitian lain pada umumnya. Kedua hal ini dapat
menjelaskan adanya hasil yang tidak signifikan antara DM dan konversi apusan
sputum.
individu DM.44 Gomez et al. menemukan bahwa perlekatan dan fungsi fagositosis
nondiabetes.45
produksi sitokin yang terkait dengan pengendalian infeksi M. tb. Sel mononuklear
dan monosit orang dengan DM mengeluarkan lebih sedikit IL-1 dan IL-6 sebagai
produksi IL-10 oleh sel-sel myeloid, serta IFN-γ dan TNF-α oleh sel T. Glikasi juga
permukaan sel myeloid dan mengganggu imunitas sel.10 Sebuah studi pada pasien
α, IL-12, IL-17, IL-1b, GM-CSF (sitokin yang mendukung respons Th1) yang lebih
tinggi dan juga memiliki konsentrasi IL-5, IL-10, dan TGF-β (sitokin terkait dengan
regulasi respons sitokin) dibandingkan pasien TB tanpa DM. Hal yang sama juga
ditemukan dalam plasma ini dapat menurunkan respons imun terhadap M. tb, dan
perjalanan penyakit TB dalam hal ini respons terapi yang diamati melalui waktu
menemukan waktu rata-rata konversi apusan sputum lebih tinggi pada TB-DM
prospective oleh Shital et al terhadap 200 kasus TB-DM dan 200 kasus TB Non-
(p < 0.003).32 Sementara itu, studi cohort retrospective yang dilakukan oleh Mi et
didapati hasil yang serupa. Jumlah pasien dengan DM yang tidak mengalami
konversi apusan sputum setelah dua bulan terapi secara signifikan memiliki
proporsi yang lebih besar dibandungkan pasien tanpa DM (21,7% vs. 5,6%). Pasien
dengan DM juga memiliki risiko hampir empat kali lebih besar memiliki apusan
sputum yang tetap positif di akhir fase intensif (RR = 3.85, 95% CI = 2.24-6.63, p
< 0.001).27
Pada sebuah studi cohort prospective dengan jumlah sampel cukup besar
konversi apusan sputum setelah terapi fase intensif (AOR 1.59, 95% CI 1.34-
sebagai kontrol. Dalam kategori kasus terdapat 31 pasien yang memiliki DM.
Didapati bahwa pasien TB dengan DM memiliki risiko 2,6 kali lebih tinggi
memiliki sputum yang tidak mengalami konversi setelah terapi fase intensif ( OR =
akibat penurunan respons imun terhadap M. tb pada pasein DM, penelitian oleh Mi
et al, Shariff et al, serta Behnaz et al menyebutkan bahwa hal yang juga ikut
dengan OAT dalam hal ini rifampisin, juga kemungkinan penurunan absorbsi OAT
pada pasien DM.20,27,33 Penatalaksanaan yang optimal untuk pasien dengan TB-DM
sangat penting namun memiliki banyak tantangan dalam hal pencapaian hasil terapi
yang baik dan menghindari toksisitas, interaksi obat, serta tantangan lainnya.
untuk rifampisin adalah 53% lebih rendah pada pasien TB-DM dibandingkan
pasien TB usia dan jenis kelamin yang cocok tanpa DM. Efek ini dikaitkan dengan
rifampisin lebih rendah di antara penderita diabetes. Tidak ada perbedaan yang
maksimum (Tmax). Mekanisme pasti dari tingkat obat dalam plasma yang lebih
rendah masih belum dapat dipastikan. Penurunan sekresi asam klorida lambung dan
gangguan absorpsi obat, bahkan dengan tidak adanya gastroparesis klinis mungkin
terhadap konversi apusan sputum setelah terapi fase intensif kurang signifikan.
Studi cohort retrospective yang dilakukan oleh Mota et al pada 136 pasien TB
apusan sputum yang digunakan dalam penelitian tersebut berbeda dengan penelitian
lain umumnya, konversi dinyatakan apabila hasil apusan positif pada tiga kali
conversion rate).23 Lebih lanjut, studi oleh Babalik et al terhadap 547 pasien TB
konversi apusan sputum hanya pada 18,4% kasus DM (p = 0.162). 25 Studi case-
berhubungan dengan konversi apusan sputum setelah terapi fase intensif (AOR:
terhadap infeksi M. tb.9-12 Kontrol glikemik yang buruk sebelum terapi dikaitkan
dengan peningkatan risiko yang signifikan terhadap penyakit TB dalam hal lesi
kavitasi paru-paru, apusan sputum positif, dan konversi apusan yang lebih lambat
setelah terapi. Kontrol glikemik yang buruk selama terapi TB juga memiliki efek
efek marginal pada produksi sitokin setelah stimulasi sel mononuklear darah perifer
meningkatkan produksi TNF- α, IL-1β, IL-6 dan IL-10, tetapi bukan dari IFN-γ, IL-
mmol/ L juga dikaitkan dengan peningkatan produksi sitokin pada stimulasi dengan
M. tuberculosis lysate dan LPS tetapi dalam percobaan infeksi tidak ada perbedaan
makrofag hiperglikemik ini juga tetap tidak berubah. Fakta bahwa hanya
mengalami konversi setelah terapi OAT fase intensif nampaknya lebih tinggi pada
pasien dengan kontrol DM yang buruk (RR = 1.97; 95% CI = 0.71-5.47).27 Studi
terhadap 630 pasien TB paru dengan DMT2. Terdapat 423 pasien dengan kontrol
glikemik yang buruk (PGC), sementara 207 lainnya memiliki kontrol glikemik yang
optimal (OGC). Pada studi ini didapati tingkat apusan sputum yang tidak
0.00422) lebih tinggi pada pasien DMT2 dengan PGC (36.17%) dibandingkan
PENUTUP
A. Kesimpulan
adanya penurunan respons imun pada pasien DM, interaksi antara terapi DM
dan TB, serta penurunan absorbsi OAT yang berujung pada penurunan
B. Saran
dengan TB-DM. Bukti yang berkembang memberi kesan bahwa respons terapi
menurun pada pasien dengan TB-DM. Fenomena ini dan alasan yang mendasarinya
Hal ini karena tiap penelitian mempunyai kecenderungan variabel penelitian yang
beragam. Karena itu, penulis memberikan saran pada penelitian selanjutnya agar
21
Universitas Lambung Mangkurat
DAFTAR PUSTAKA
22
Universitas Lambung Mangkurat
enzymatic and non-enzymatic antioxidants in African patients with type 2
diabetes. BMC Research Notes. 2017;10(1).
18. Park S, Shin J, Kim J, Park I, Choi B, Choi J, et al. The effect of diabetic
control status on the clinical features of pulmonary tuberculosis. European
Journal of Clinical Microbiology & Infectious Diseases. 2011;31(7):1305-
1310.
19. Van der Kuyp F, Mahan CS. Prolonged positivity of sputum smears with
negative cultures during treatment for pulmonary tuberculosis. Int J Tuberc
Lung Dis 2012;16:1663–7.
20. Shariff N, Safian N. Diabetes mellitus and its influence on sputum smear
positivity at the 2nd month of treatment among pulmonary tuberculosis
patients in Kuala Lumpur, Malaysia: A case control study. International
Journal of Mycobacteriology. 2015;4(4):323-329.
23
Universitas Lambung Mangkurat
22. Güler M, Ünsal E, Dursun B, AydIn Ö, Capan N. Factors influencing sputum
smear and culture conversion time among patients with new case pulmonary
tuberculosis. International Journal of Clinical Practice. 2006;61(2):231-235.
24
Universitas Lambung Mangkurat
32. Shital P, Anil J. Tuberculosis with Diabetes Mellitus: Clinical-Radiological
Overlap and Delayed Sputum Conversion Needs Cautious Evaluation-
Prospective Cohort Study in Tertiary Care Hospital, India. Journal of
Pulmonary & Respiratory Medicine. 2014;04(02).
36. Leung C, Yew W, Mok T, Lau K, Wong C, Chau C et al. Effects of diabetes
mellitus on the clinical presentation and treatment response in tuberculosis.
Respirology. 2017;22(6):1225-1232.
25
Universitas Lambung Mangkurat
42. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman nasional pengendalian tuberkulosis.
Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI; 2014.
26
Universitas Lambung Mangkurat
LAMPIRAN
27
Universitas Lambung Mangkurat
Fadillah MI.dkk.Literature Review: Pengaruh Diabetes…
Abstract: The relationship between diabetes mellitus (DM) and tuberculosis (TB)
infection has been reported in various studies. Hyperglycemia in DM will increase
oxidative stress which will decrease the host's response to Mycobacterium tuberculosis
(M. tb) infection. Poor glycemic control is associated with reduced treatment outcome in
TB-DM patients. The sputum smear conversion in pulmonary TB patients is the most
important indicator in evaluating the effectiveness of a given treatment. About 95% of
converted sputum smears occurred after the intensive phase of ATD therapy. Time delay
appears as an indication of treatment failure. This literature review aims to see the effect
of DM on sputum smear conversion after intensive phase therapy in pulmonary
tuberculosis patients. This study method is in the form of a review of the study of the effect
of DM on the conversion of pulmonary tuberculosis sputum smear during the last 10 years
(2010 – 2020). The results of this literature review show that DM affects the delay in
sputum smear conversion after intensive phase therapy. This effect is more significant in
DM patients with poor glycemic control.
1
Homeostasis,
2
Fadillah MI.dkk.Literature Review: Pengaruh Diabetes…
3
Homeostasis,
Tabel 1. Literatur terkait pengaruh diabetes mellitus terhadap konversi apusan sputum
setelah terapi fase intensif pada pasien tuberkulosis paru
6. Bouti et al., Factors influencing sputum Tingkat konversi sputum pada akhir bulan pertama
201321 conversion among smear- adalah 73.1% (p < 0.01) dan 95% (p < 0.05) pada
positive pulmonary bulan kedua. Variabel DM tidak berpengaruh
tuberculosis patients in secara signifikan terhadap konversi apusan
Morocco sputum.
7. Mi et al., Diabetes mellitus and Jumlah pasien dengan DM yang memiliki apusan
201327 tuberculosis: pattern of sputum yang tetap positif setelah 2 bulan terapi
tuberculosis, two-month secara signifikan memiliki proporsi yang lebih
smear conversion and besar dibandingkan pasien tanpa DM. (n = 20,
treatment outcomes in 21.7% vs. n = 25, 5.6%). DM juga berdampak pada
Guangzhou, China apusan sputum yang tetap positif setelah 2 bulan
terapi (RR = 3.85, 95% CI = 2.24-6.63, p < 0.001).
Prevalensi sputum yang tidak mengalami konversi
setelah 2 bulan nampaknya lebih tinggi pada
pasien dengan kontrol DM yang buruk namun hal
ini belum signifikan (RR = 1.97, 95% CI = 0.71-
5.47)
4
Fadillah MI.dkk.Literature Review: Pengaruh Diabetes…
8. Viswanathan Effect of diabetes on Waktu rata-rata konversi sputum lebih tinggi pada
et al., 201328 treatment outcome of TB-DM (64.2±10.5) diabandingkan TB-NonDM
smear positive pulmonary (61.5±7.5) (p < 0.001). Pada akhir fase intensif
tuberculosis – A report terapi OAT, 14.7% pasien dengan DM tidak
from South India mengalami konversi sputum, sedangkan pada
pasien tanpa DM hanya 3.5% (p = 0.02). Risiko
apusan sputum yang tidak mengalami konversi
setelah terapi OAT fase intensif juga signifikan
(RR = 3.9, 95% CI: 1.5-10.6).
9. Khanna et Characteristics and Konversi apusan sputum pada pasien dengan DM
al., 201329 treatment response in (n = 28/66 (74%)) tidak berbeda secara signifikan
patients with tuberculosis jika dibandingkan dengan pasien tanpa DM (n =
and diabetes mellitus in 122/392 (83%)).
New Delhi, India
10. Prasad et al., Sputum smear conversion Tidak didapati perbedaan tingkat konversi apusan
201430 and treatment outcomes for sputum setelah terapi fase intensif pada pasien TB
tuberculosis patients with dengan DM ataupun tanpa DM (78,4% vs. 79,4%,
and without diabetes in Fiji P = 0,66).
11. Gawde et al., Effect of type II diabetes Dari 109 pasien dengan apusan positif, 106
201431 mellitus on treatment diantaranya mengalami konversi setelah terapi fase
outcomes of tuberculosis intensif. Tingkat konversi apusan sputum lebih
rendah pada pasien dengan DM namun hasil ini
belum berarti secara statistik. (AOR: 0.099; 95%
CI (0.013-0.761).
12. Shital et al., Tuberculosis with diabetes Persentasi konversi sputum setelah terapi OAT
201432 mellitus: Clinical- fase intensif secara signifikan lebih rendah pada
radiological overlap and pasien dengan DM (76.53%) dibandigkan pada
delayed sputum conversion pasien tanpa DM (92.70%) (p < 0.003).
needs cautious evaluation-
prospective cohort study in
tertiary care hospital, India
13. Behnaz et al., Five-year assessment of 158/189 (83.6%) pasien mengalami konversi
201433 time of sputum smears setelah terapi OAT fase intensif. DM berhubungan
conversion and outcome dengan apusan sputum yang tetap positif pada
and risk factors of akhir terapi fase intensif (p = 0.0012).
tuberculosis patients in
Central Iran
14. Shariff et al., Diabetes mellitus and its Pasien TB paru dengan apusan sputum positif yang
201520 influence on sputum smear memiliki DM memiliki risiko 2.6 kali tidak
positivity at the 2nd month mengalami konversi apusan sputum setelah 2
of treatment among bulan terapi OAT (OR = 2.59, 95% CI = 1.27-5.33)
pulmonary tuberculosis
patients in Kuala Lumpur,
Malaysia: A case control
study
15. Siddiqui et Effect of Diabetes Mellitus DM berhubungan dengan apusan sputum yang
al., 201634 on Tuberculosis Treatment tidak mengalami konversi setelah 60 hari (OR =
Outcome and Adverse 0.633, 95% CI = 0.206-1.949) serta hasil terapi
Reactions in Patients yang buruk (OR = 0.714, 95% CI = 0.155-3.279).
Receiving Directly
observed Treatment
Strategy in India: A
Prospective Study
5
Homeostasis,
16. Banurekha et Sputum conversion and 107/114 (94%) pasien mengalami konversi sputum
al., 201735 treatment success among pada akhir fase intensif. Angka ini menunjukkan
tuberculosis patients with tingkat konversi sputum yang kurang optimal pada
diabetes treated under the pasien TB dengan diabetes.
Tuberculosis Control
Programme in an Urban
setting in South India
17. Leung et al., Effects of diabetes mellitus DM secara independen berhubungan dengan
201736 on the clinical presentation keterlambatan konversi apusan sputum (AOR
and treatment response in 1.59, 95% CI 1.34-1.87) dan kultur (AOR 1.40,
tuberculosis 95% CI 1.20-1.64) setelah terapi OAT fase
intensif.
18. Anandaraj et Factors influencing delay 175 (75.1%) mengalami konversi sputum di akhir
al., 201737 in sputum smear terapi fase intensif, sementara 41 (17,6%) tetap
conversion among new positif. DM merupakan salah satu variabel yang
smear-positive pulmonary berpengaruh terhadap konversi apusan sputum
tuberculosis patients of setelah terapi fase intensif (OR: 2.81, 95% CI
Davangere tuberculosis (1.18-6.67)
unit
19. Mahishale et Effect of poor glycemic Konversi apusan sputum setelah terapi OAT fase
al., 201714 control in newly diagnosed intensif terjadi pada 74.29% pasien. Tingkat
patients with smear- apusan sputum yang tidak mengalami konversi
positive pulmonary setelah 2 bulan terapi OAT (p = 0.00422) pada
tuberculosis and type-2 pasien dengan kontrol glikemik yang buruk lebih
diabetes mellitus tinggi (36.17%) dibandingkan pasien dengan
kontrol glikemik yang optimal (4.35%).
20. Nandasena et Characteristics and sputum Konversi sputum akan terlihat pada 2-3 bulan
al., 201838 conversion of tuberculosis setelah memulai terapi (n = 303, 85.8%). Status
(TB) patients in Kalutara, DM tidak menunjukkan hubungan yang signifikan
Sri Lanka dengan konversi sputum pada bulan 2-3 (n = 84,
88.4% vs. n = 214, 84.6%, p = 0.397)
21. Wardani et Predominant determinants Salah satu variabel yang berpengaruh terhadap
al., 201939 of delayed tuberculosis keterlambatan konversi sputum setelah terapi fase
sputum conversion in intensif adalah DM (OR = 7.168; 95% CI: 1.746-
Indonesia 29.431).
22. Commiesie Determinants of sputum 12.3% pasien tidak mengalami konversi apusan
et al., 201940 smear nonconversion in sputum setelah 2 bulan inisiasi terapi. DM (AOR:
smear-positive pulmonary 0.47, 95% CI: 0.2-1.3) tidak berhubungan dengan
tuberculosis patients in apusan sputum yang tidak mengalami konversi
Suriname, 2010 – 2015 setelah terapi fase intensif.
23. Bisognin et Predictors of time to DM (HR: 0.68; 95% CI: 0.37-1.26) tidak
al., 201941 sputum smear conversion berhubungan dengan keterlambatan konversi
in patients with pulmonary apusan sputum.
tuberculosis under
treatment
6
Fadillah MI.dkk.Literature Review: Pengaruh Diabetes…
7
Homeostasis,
yang optimal untuk pasien dengan TB- konversi dinyatakan apabila hasil apusan
DM sangat penting namun memiliki positif pada tiga kali pengambilan
banyak tantangan dalam hal pencapaian spesimen sehingga sangat mungkin
hasil terapi yang baik dan menghindari menurunkan SCR (smear conversion
toksisitas, interaksi obat, serta tantangan rate).23 Lebih lanjut, studi oleh Babalik
lainnya. Penatalaksanaan DM selama et al terhadap 547 pasien TB
pengobatan anti tuberkulosis, bertujuan terkonfirmasi bakteriologis dengan 8,9%
untuk meningkatkan hasil pengobatan memiliki DM menemukan
TB dan mengurangi morbiditas dan keterlambatan konversi apusan sputum
mortalitas terkait DM, serta hanya pada 18,4% kasus DM (p =
pengendalian glikemik.49 0.162).25 Studi case-control oleh
Pasien dengan DM mungkin memiliki Commiesie et al pada 469 pasien TB
konsentrasi obat anti TB yang lebih terkonfirmasi bakteriologis dengan
rendah, terutama rifampisin. Dalam satu 13,88% diantaranya memiliki DM juga
penelitian, rata-rata pajanan (AUC0-6h) mengemukakan bahwa DM tidak
untuk rifampisin adalah 53% lebih berhubungan dengan konversi apusan
rendah pada pasien TB-DM sputum setelah terapi fase intensif
dibandingkan pasien TB usia dan jenis (AOR: 0.47; 95% CI: 0.2-1.3).40
kelamin yang cocok tanpa DM. Efek ini
dikaitkan dengan tingkat keparahan PENGARUH KONTROL
hiperglikemia. Selain itu, konsentrasi GLIKEMIK YANG BURUK
maksimum (Cmax) rifampisin lebih TERHADAP KONVERSI APUSAN
rendah di antara penderita diabetes. SPUTUM SETELAH TERAPI FASE
Tidak ada perbedaan yang ditemukan INTENSIF PADA PASIEN TB PARU
antara waktu yang diperlukan obat untuk Kondisi hiperglikemia telah
mencapai konsentrasi maksimum dikaitkan dengan penurunan respons
(Tmax). Mekanisme pasti dari tingkat host terhadap infeksi M. tb.9-12 Kontrol
obat dalam plasma yang lebih rendah glikemik yang buruk sebelum terapi
masih belum dapat dipastikan. dikaitkan dengan peningkatan risiko
Penurunan sekresi asam klorida lambung yang signifikan terhadap penyakit TB
dan gangguan absorpsi obat, bahkan dalam hal lesi kavitasi paru-paru, apusan
dengan tidak adanya gastroparesis klinis sputum positif, dan konversi apusan
mungkin menjadi alasan 20,27,33,50 yang lebih lambat setelah terapi. Kontrol
Sebaliknya, beberapa penelitian glikemik yang buruk selama terapi TB
justru menunjukkan bahwa pengeruh juga memiliki efek negatif yang
DM terhadap konversi apusan sputum signifikan pada penyelesaian
setelah terapi fase intensif kurang pengobatan, penyembuhan, dan tingkat
signifikan. Studi cohort retrospective kekambuhan pada pasien dengan TB
yang dilakukan oleh Mota et al pada 136 paru dengan diabetes.14
pasien TB dengan karakteristik yang Peningkatan konsentrasi glukosa in
beragam yang 10 diantaranya memiliki vitro dari 5 menjadi 25 mmol/L memiliki
DM tidak menemukan adanya pengaruh efek marginal pada produksi sitokin
yang signifikan secara statistik bila setelah stimulasi sel mononuklear darah
dibandingkan variabel karakteristik yang perifer (PBMC) dengan M. tuberculosis
lain. Namun, definisi operasional terkait lysate, sementara glukosa 40 mmol/L
konversi apusan sputum yang digunakan meningkatkan produksi TNF- α, IL-1β,
dalam penelitian tersebut berbeda IL-6 dan IL-10, tetapi bukan dari IFN-γ,
dengan penelitian lain umumnya, IL-17A dan IL-22. Diferensiasi
8
Fadillah MI.dkk.Literature Review: Pengaruh Diabetes…
9
Homeostasis,
10
Fadillah MI.dkk.Literature Review: Pengaruh Diabetes…
11
Homeostasis,
12
Fadillah MI.dkk.Literature Review: Pengaruh Diabetes…
13