Anda di halaman 1dari 3

Pengertian Percaya

03 May 2019

00:00

Salah satu penyebab mengapa orang berpandangan bahwa Allah memilih dan menentukan
sebagian orang selamat adalah karena mereka tidak memahami pengertian percaya dengan benar.
Di antara mereka ada yang berpandangan bahwa seseorang bisa percaya pun karena Allah yang
menggerakkannya atau menaruh percaya di dalam diri orang yang terpilih dan ditetapkan untuk
pasti selamat masuk surga. Pandangan ini salah. Untuk itu kita harus memahami dengan benar
pengertian percaya itu. Dalam bahasa Ibrani, kata “percaya” atau “iman” adalah aman ( ‫)ָאמַן‬. Kata
“iman” dalam bahasa Yunani terjemahan dari pistis (πίστις), yang artinya kepercayaan atau
penyerahan diri kepada seseorang. Kata kerja dari pistis adalah pisteuo (πιστεύω), yang
mempunyai pengertian “percaya kepada, memercayakan diri atau menyerahkan diri kepada suatu
obyek,” dalam hal ini tentu Tuhan. Membahas mengenai iman atau percaya yang bertalian
dengan keselamatan, bisa dilihat dari tiga dimensi.

Dimensi pertama adalah keyakinan terhadap karya Kristus yang telah selesai sempurna dua ribu
tahun yang lalu. Iman seperti ini disebut sebagai pengaminan akali atau persetujuan pikiran.
Dalam hal ini pikiran setuju dan memercayai fakta sejarah Anak Allah yang berinkarnasi
menjadi daging, mati di kayu salib untuk memikul dosa manusia. Pikiran setuju dan percaya
bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat. Percaya dimensi pertama ini mutlak penting, sebab
percaya ini adalah pintu gerbang untuk memiliki percaya yang penuh. Tanpa pengaminan akali
ini seseorang tidak akan pernah memiliki keselamatan. Tetapi pengaminan akali belumlah cukup.
Banyak orang Kristen memiliki percaya hanya sampai di tatanan ini, tetapi merasa sudah percaya
dengan benar dan meyakini dirinya sudah selamat.

Penerimaan dan keyakinan dengan mulut bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat barulah
sebuah awal perjalanan hidup Kekristenan. Orang Kristen seperti ini baru dengan mulut
mengaku, tetapi hati belum percaya. Hati yang percaya dapat dibuktikan dalam perbuatan. Iman
atau percaya kepada Tuhan dalam hati, harus diaplikasikan secara konkret dalam tindakan. Itulah
sebabnya surat Yakobus menegaskan bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati seperti tubuh
tanpa roh (Yak. 2:17-26). Iman dimensi pertama ini harus disempurnakan dalam perbuatan.
Abraham adalah bapa orang beriman. Imannya ditunjukkan dengan ketaatannya terhadap
kehendak Allah, walaupun untuk hal-hal yang sangat tidak masuk akal; seperti meninggalkan
Ur-Kasdim untuk menemukan negeri yang dijanjikan Tuhan, menyembelih anak kandungnya
sebagai korban bakaran, dan lain sebagainya. Iman adalah penurutan terhadap kehendak Allah,
bukan sekadar aktivitas pikiran. Oleh sebab itu kita harus melihat percaya dalam dimensi kedua.

Dimensi kedua, iman adalah kesediaan untuk berusaha mengenal Pribadi Allah, mencari
kehendak-Nya dan melakukannya, serta mengerti rencana-rencana Allah dalam hidup ini untuk
dipenuhi. Dalam hal ini percaya seseorang bukan hanya di dalam pikiran, tetapi sudah
diterjemahkan dalam tindakan nyata. Inilah iman yang dimiliki atau diperagakan oleh Abraham.
Iman seperti inilah yang dimaksud oleh Paulus dalam surat pastoralnya, bahwa orang percaya
dibenarkan bukan oleh perbuatan tetapi oleh iman. Ini berarti seseorang dapat dibenarkan bukan
hanya memiliki iman dimensi pertama -yaitu pengaminan akali- tetapi melalui proses
pertumbuhan pendewasaan sampai seseorang melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan
pekerjaan-Nya. Percaya dimensi kedua ini adalah tindakan mengerjakan keselamatan dalam
takut dan gentar, sehingga terjadi atau berlangsung perubahan menuju mengenakan kodrat Ilahi
atau mengambil bagian dalam kekudusan Allah, sesuai dengan rancangan Allah semula.

Dalam memahami kata percaya atau iman dengan tepat menurut Alkitab, perlu diperhatikan
bukan saja aspek persetujuan pikiran atau pengaminan akali, tetapi juga aspek hubungan antara
umat dan Tuhan. Jadi iman sangat bertalian dengan kualitas hubungan antara umat yang percaya
dan Allah yang dipercayai. Kalau iman hanya dikaitkan dengan keyakinan akali atau persetujuan
pikiran, maka belumlah dapat mencakup pengertian iman secara lengkap. Banyak orang merasa
sudah beriman hanya karena percaya bahwa Tuhan itu ada. Kepercayaan seperti ini bukanlah
iman yang benar, sebab kalau hanya kepercayaan berangkat dari persetujuan pikiran bahwa
Allah itu ada, maka setan pun percaya dan mereka gemetar (Yak. 2:19).

Dimensi ketiga dari percaya adalah keyakinan penuh terhadap kehidupan yang akan datang yaitu
Kerajaan Tuhan Yesus yang akan dinyatakan, sehingga menaruh pengharapan sepenuhnya pada
penyataan kedatangan Tuhan Yesus (1Ptr. 1:3). Dalam Roma 8:23-24 tertulis: “…tetapi
dalam pengharapan, karena makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan
kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah. Sebab kita
diselamatkan dalam pengharapan…” Orang percaya seperti ini akan ditandai dengan “hati yang
dipindahkan dalam Kerajaan Surga.” Tentu saja mereka tidak lagi terikat dengan keindahan
dunia, sehingga layak menjadi anggota keluarga Kerajaan Surga. Akhirnya, untuk memiliki iman
yang penuh, seseorang harus berjuang sampai memiliki iman yang penuh. Inilah perlombaan
yang wajib bagi semua orang percaya (Ibr. 12:1-3). Dengan demikian iman bukanlah anugerah
yang otomatis dimiliki orang percaya.

Anda mungkin juga menyukai