Pelanduk
Advertisement
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana kawan kecil kita ini mempertahankan hidupnya? Ya, seperti
sudah dijelaskan sedikit diawal, mereka membuat rumahnya di bukit batu,
benar, mereka membuat rumahnya dalam lubang-lubang atau celah-celah
bukit batu (yang biasa terdapat di sepanjang sisi jurang yang terjal).
Dari pelanduk yang kecil dan lemah ini kita dapat belajar tentang pentingnya
suatu perlindungan yang teguh. Pelanduk mengajarkan strategi pertahan diri
dan tidak mudah menyerah menghadapi banyaknya kelemahan. Keren kan
strategi mempertahankan diri ala pelanduk? Yuk, belajar pada pelanduk
yang lemah sebelum memilih untuk menyerah pada hidup.
3. Belalang
Binatang kecil dan lemah yang ketiga adalah belalang. Belalang akan tetap
berbaris teratur, walaupun tidak memiliki raja.
Belalang bukanlah jenis hewan yang berbahaya dan perlu ditakuti, alih-alih
takut, kebanyakan orang melihat belalang dengan tatapan geli. Hewan ini
seringkali menjadi mangsa hewan-hewan besar lainnya. Bahkan, anak-anak
kecil dengan mudah bisa menangkapnya, karena hewan ini biasanya hanya
akan melompat-lompat di rumput atau terbang. Ya, memang, jika kita
menemukan belalang satu atau dua ekor memang akan terlihat lemah dan
tak berdaya.
Bayangkan jika di rumput rumah kita didatangi lebih dari dua belalang, yaitu,
ratusan atau ribuan belalang? Bisa bayangkan, readers? Itu pasti bisa
sangat merepotkan dan menakutkan.
Satu belalang tidak berbahaya, tapi kalau banyak bisa sangat merugikan.
Nah, kalau kita sebagai manusia yang adalah makhluk sosial bagaimana?
Apakah selama ini kita ingin menyerah berjuang dalam hidup ini karena kita
terbiasa menutup diri dan enggan bergaul? Jika iya, coba deh belajar dari
belalang, mereka bangsa hewan yang sama lemahnya seperti semut
ataupun pelanduk, tapi mereka menyadari kekuatannya ketika berada di
dalam kawanannya. Sehingga, akhirnya, populasinya tidak punah sampai
sekarang ini. Mantap sekali bukan?
4. Cicak
Cicak di dinding via https://fumida.co.id
Binatang keempat yang kecil dan lemah adalah cicak. Cicak, iya, hewan
yang dapat kita tangkap dengan tangan, tetapi yang juga ada di istana-
istana raja. Hebat kan?
Hebat. Kita yang jauh lebih kuat dan besar dibanding cicak saja mungkin
belum tentu bisa menginjakkan kaki di istana. Tapi cicak bisa, dan
keberadaan mereka tidak akan dipermasalahkan bahkan oleh raja sekalipun.
Mengapa cicak tidak harus dibunuh meski masuk ke dalam istana? Karena
cicak bukanlah hewan buas yang bisa merepotkan, bukan pula tergolong
serangga yang mengganggu. Kalau menyebut serangga, cicak bisa jadi
lumayan berguna karena mereka memakan serangga-serangga yang
merugikan seperti nyamuk misalnya.
Meski lemah, ternyata cicak tidak membahayakan dan malah berguna, dan
karena itu mereka bisa berkeliaran dengan bebas di dalam istana. Jadi,
meskipun kalian kecil dan lemah seperti cicak, tenang, pasti ada keahlian-
keahlian kalian dalam lingkungan di tempat kalian berada, yang itu sangat
berguna. Jadi jangan menyerah!
Dan dalam mencari makan juga, cicak merupakan jenis hewan yang bisa
begitu sabar menanti buruannya. Cicak tidak terburu-buru dalam memangsa.
Mereka sangat tenang dan sabar. Dan itu juga bisa menjadi sebuah hal baik
untuk kita jadikan pelajaran untuk tidak buru-buru menyerah dalam hidup
dan lebih tenang dan bersabar seperti hewan kecil dan lemah nomor empat
ini.
Siapa tahu ketika akhirnya kita bisa lebih tenang dan sabar dalam hidup ini,
kita akhirnya bisa masuk dalam istana-istana kerajaan dan bertemu para
raja seperti cicak. Iya, karena biasanya dalam ketenangan dan kesabaran
pasti ada saja ide (hikmat) dari Tuhan yang menjadikan kita orang-orang
yang tangkas, cakap, bahkan cerdas. Mau kan?
Kemarin kita sudah melihat bahwa Tuhan bisa menjadi tempat perlindungan yang sangat kokoh, yang
digambarkan Daud sebagai bukit batu, kubu pertahanan, penyelamat, tempat berlindung, perisai, tanduk
keselamatan dan kota benteng baik bagi dirinya maupun bagi kita semua. (Mazmur 18:3). Seperti itulah
janji perlindungan Tuhan bagi kita yang percaya kepadaNya, mau mengandalkanNya dalam menghadapi
segala ketidakpastian, ketidakadilan maupun kejahatan yang terus terjadi di muka bumi ini. Hari ini mari
kita lihat hal ini dari sisi lain, yaitu lewat cara hidup seekor hewan kecil yang disebut pelanduk.
"Sebab siapakah Allah selain dari TUHAN, dan siapakah gunung batu kecuali Allah kita?" (Mazmur
18:31). Seperti yang kita lihat kemarin, Daud begitu menyadari bahwa gunung batu tempat perlindungan
yang kuat dan teguh ada pada Tuhan sendiri, sehingga berulang kali ia mengingatkan kita akan
keberadaan Tuhan sebagai Gunung Batu kita. Lalu dalam Perjanjian Baru kita melihat bahwa yang
dimaksud dengan batu itu adalah Kristus. "dan mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab
mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus." (1
Korintus 10:4).
Mungkin tidak banyak orang pernah mendengar tentang pelanduk atau yang
biasa dikenal dengan kelinci gunung. Postur tubuh pelanduk lebih besar daripada
kelinci pada umumnya. Meski demikian, pelanduk bukanlah hewan yang kuat
atau perkasa.
Satu hal yang menarik dari pelanduk adalah tempat tinggalnya. Hewan ini
membuat rumah di bukit yang berbatu-batu. Mereka tahu benar kelemahan
mereka. Itu sebabnya mereka membuat rumah di dataran tinggi dan di tempat
yang berbatu-batu. Selain untuk memudahkan mereka bersembunyi dari lawan,
rumah berbatu-batu juga lebih kokoh.
Seringkali kita tidak menyadari kelemahan kita. Firman Tuhan dalam Yohanes
15:5 dengan sangat jelas mengatakan bahwa di luar Yesus kita tidak dapat
berbuat apa-apa. Kita harus tinggal di atas “rumah berbatu-batu”, rumah yang
kokoh, yang artinya tinggal di dalam kebenaran Firman Tuhan.
Sama seperti pelanduk, jika kita menyadari betapa rapuhnya hidup, sangatlah
bijaksana kalau kita mendirikan hidup kita di atas tempat yang berbatu, yaitu
Yesus. (penulis: @mistermuryadi)
Share this:
Amsal 30:24 (TB) Ada empat binatang yang terkecil di bumi, tetapi yang sangat
cekatan:
Kita mungkin meremehkan 4 binatang ini, tetapi mereka terbukti sukses. Marilah kita
belajar karakter apa yang dimiliki 4 binatang di bawah ini.
Lalu Bagaimana?
Hikmat dalam pengertian ini lebih dekat dengan kemampuan bertindak
strategis. Di dalam hikmat, terkandung unsur-unsur seperti yang ada di dalam
semut, pelanduk, belalang dan cicak itu. Semut, bijak dalam hal antisipasi;
pelanduk, bijak dalam hal pertahanan; belalang, mengatur diri; dan cicak,
mampu mengaktualisasikan diri. Seorang yang bijak harus bertindak
antisipatif, depensif, menjadi manejer yang baik dan mampu
mengaktualisasikan diri.
Ada banyak contoh kisah di zaman modern yang terinspirasi oleh binatang
atau sesuatu yang sederhana untuk suatu karya besar, contohnya, Wright
bersaudara, penemu pesawat terbang itu, ketika merencanakan untuk bisa
terbang, mereka mempelajari burung terlebih dahulu. Konon Helikopter
diciptakan menurut disain (design) seekor capung. Hal-hal kecil bisa menjadi
inspirator bagi semua orang yang mencari hikmat dan pengetahuan.
Di dunia ini memang banyak orang pintar dan cerdas, tetapi Kitab Suci telah
mengklaim bahwa “tidak ada satu pun yang berhikmat; tidak ada satupun
yang berakal budi” setelah Salomo. Jadi, kepada siapa kita belajar hikmat?
Belajarlah pada Tuhan, sumber hikmat itu; dan Tuhan sesekali menghendaki
kita untuk belajar dari hal-hal yang sederhana untuk suatu tujuan yang besar.
Di Perjanjian Lama Allah memakai Keledai untuk berbicara dan
memperingatkan Bileam. Keledai itu berkata: “Bukankah aku ini keledaimu
yang kautunggangi selama hidupmu sampai sekarang? Pernahkah aku
berbuat demikian kepadamu?” Jawabnya: “Tidak!”. (Bil. 22:30). Di
Perjanjian Baru, Yesus sendiri menjadikan burung pipit sebagai contoh bagi
manusia; Kata Yesus, “pandanglah burung-burung di udara…”.(Matius 6:26)
Jangan meremehkan hal- hal kecil dan sederhana. Pelajaran tentang hikmat
memang seringkali dimulai dengan sesuatu yang sederhana dan remeh.
Menurut Amsal Salomo, hanya dengan “takut akan Tuhan, kita sudah mulai
menjadi orang berhikmat”. Dan Ayub melengkapinya dengan mengatakan:
“karena pada Allahlah hikmat dan kekuatan, Dialah yang mempunyai
pertimbangan dan pengertian.”(Ams. 1:7 dan Ay. 12:13).
Amsal 30 pada ayatnya yang ke 29-31, Agur bin Yake dari Masa,
memberikan pesan yang menyangkut sikap sombong yang menghanyutkan.
Seringkali seseorang terjerat oleh keberadaannya yang dinilainya layak untuk
dibanggakan sehingga dengan angkuhnya ia memamerkan kebolehannya.
Padahal sebetulnya, sikap meredahkan diri lebih membuka peluang kepada
penghormatan dari pada kebanggaan yang dipaksakan. Kehormatan yang
digapai melalui kesombongan dan penampilan yang dipaksakan biasanya
justru mendatangkan cemooh dan kejatuhan kemuliaan dan hormat.
Bandingkan ungkapan dalam Amsal 29 :23: Bahwa keangkuhan
merendahkan orang tapi orang yang rendah hati menerima pujian.
Perikop ini menjadi pelajaran baik dan berharga bagi setiap orang yang ingin
menghargai dirinya sendirinya, rasanya baik juga mengingat ungkapan
filsafat yunani: “ Kenalilah dirimu sendiri.” Mengenal diri dalam arti
mengendalikan diri, menyangkal diri. Siapa pun dan status apapun yang
diemban seseorang, tidak selayaknya menyebabkannya menjadi serakah,
cinta diri dan membangun tembok-tembok pemisah dan keangkuhan yang
seringkali justru menjatuhkan. Jika ingin menjadi besar, hendaklah ia menjadi
pelayan bagi sesamanya karena itu perlu sekali mengenal diri, mengendalikan
diri, setidak-tidaknya belajar dari apa yang tersirat dalam Amsal 30 :24-31
ini.
Hal yang paling penting untuk perubahan diri menuju pribadi yang lebih baik
adalah keterbukaan dan kerendahan hati mau menerima dan mau belajar
lewat pengajaran-pengajaran dari siapa saja bahkan dari binatang sekali pun.