PENDAHULUAN
(open economy), nilai tukar menjadi suatu hal yang penting untuk ditelaah.
Stabilitas nilai tukar Rupiah selaku mata uang domestik terhadap mata uang asing
tahun kategori bahan baku dan barang penolong merupakan komponen impor
terbesar diikuti oleh komponen barang modal di tempat kedua. Hal ini membuat
stabilitas harga di dalam negeri menjadi rentan terhadap fluktuasi nilai tukar
Rupiah.
1
2
Sumber: BPS
Indonesia. Kenaikan nilai tukar Dollar terhadap Rupiah sebesar Rp 1.000 akan
tukar adalah Bank Indonesia. Menurut Undang-Undang No. 3 tahun 2004 tujuan
utama Bank Indonesia selaku bank sentral adalah menjaga stabilitas nilai tukar
Rupiah. Stabilitas ini tercermin dalam dua hal utama yaitu nilai tukar Rupiah
dibandingkan dengan nilai tukar mata uang asing seperti dolar Amerika dan nilai
3
tukar Rupiah terhadap harga barang dan jasa domestik yang tercermin dalam
berbagai macam kebijakan moneter. Ada dua jenis kebijakan moneter yang di
menerapkan sistem perbankan ganda, artinya bank konvensional dan bank syariah
transmisi berawal dari adanya perubahan pada instrumen moneter yang dilakukan
oleh bank sentral sehingga memberikan guncangan (shock) kepada perbankan dan
saluran seperti jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset dan
jalur ekspektasi (Bank Indonesia 2015). Jalur nilai tukar menjadi sebuah jalur
yang penting dalam menjaga stabilitas nilai tukar mengingat era keterbukaan
4
kurs mengambang bebas (free floating exchnge rate) yang diterapkan Indonesia.
Pada jalur nilai tukar mekanisme transmisi kebijakan moneter dimulai dari
perubahan BI Rate yang kemudian akan mempengaruhi aliran modal luar negeri,
Rate, sebagai contoh, akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di
Indonesia dengan suku bunga luar negeri. Dengan melebarnya selisih suku bunga
tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Aliran modal masuk asing ini pada
mengakibatkan harga barang impor lebih murah dan barang ekspor Indonesia di
luar negeri menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif sehingga akan mendorong
impor dan mengurangi ekspor. Turunnya net ekspor ini akan berdampak pada
2015).
yang sama yaitu menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah hanya saja terdapat
yang berbasis bunga di dalam sistem ekonomi syariah. Instrumen yang digunakan
pada akad-akad syariah. Sebagai contoh, di negara yang telah menerapkan sistem
moneter syariah seperti Iran instrumen kebijakan moneter yang digunakan adalah
Reserve, Special Deposits to Central Bank dan Credit Ceiling (Kiaee 2007).
jumlah uang beredar dan penghimpun dana untuk proyek investasi pemerintah.
Surat berharga ini menawarkan kepada masyarakat untuk ikut serta dalam
adanya imbal hasil dari proyek investasi tersebut. Selain itu penjualan surat
berharga ini juga ditujukan untuk menyerap kelebihan likuiditas yang ada di
masyarakat.
dalam kontrak perbankan syariah yaitu musyarakah dan kontrak dengan tingkat
pengembalian tetap (fixed rate contract) seperti murabahah (jual beli) dan ijarah
moneter kontraktif maka bank sentral bisa menaikan tingkat keuntungan (profit
dananya di bank.
Legal reserve atau yang dikenal di Indonesia sebagai giro wajib minimum
di bank sentral. Di Iran besaran legal reserve bervariasi antara 10% hingga 30%.
Credit ceiling adalah instrumen yang digunakan bank sentral Iran untuk
mengatur kualitas dan kuantitas pendanaan yang dilakukan oleh bank-bank umum
kontraktif maka bank sentral dapat membatasi jumlah penyaluran dana setiap
7
bank umum atau untuk mendukung sektor pertanian maka bank sentral dapat
wadiah Bank Indonesia (SWBI) yang kemudian berubah menjadi Sertifikat Bank
Indonesia Syariah (SBIS) dan penempatan berjangka syariah dalam valuta asing.
terhadap harga. Kedua, jika kebijakan moneter dapat mempengaruhi ekonomi riil
terjadi (Bernanke dan Blinder (1992) dan Taylor (1995) dalam Natsir (2007)).
Efektivitas kebijakan moneter diukur dengan dua indikator yaitu (1) berapa besar
kecepatan atau tenggat waktu (time lag) dan (2) berapa kekuatan variabel-variabel
dimaksudkan adalah SBIS. SBIS diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai salah
satu instrumen operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang
dilakukan berdasarkan prinsip syariah. SBIS yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
menggunakan akad ju’alah. Akad ju’alah adalah janji atau komitmen untuk
memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil yang ditentukan dari suatu
stance kebijakan moneter karena tingkat imbalan yang diberikan mengacu kepada
tingkat diskonto hasil lelang Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berjangka waktu
sama yang diterbitkan bersamaan dengan penerbitan SBIS. Dengan kata lain
besaran fee SBIS merupakan indikator policy rate yang ditetapkan oleh BI untuk
Indonesia baik dari sisi syariah ataupun dari sisi konvensional, beberapa di
antaranya adalah Wardianda & Octaviani (2014), Natsir (2007), Ascarya (2012),
Magdalena & Pratomo (2014) dan Ascarya (2014). Efektivitas MTKM melalui
jalur syariah menjadi topik yang masih relevan untuk dikaji mengingat
pertumbuhan ekonomi syariah dan dampak dari kegiatan ekonomi syariah itu
keuangan syariah tahun 2015 yang diterbitkan oleh Karim Business Consulting
mengatakan bahwa pertumbuhan aset Perbankan Syariah tahun 2009 sampai 2010
berada di atas 30%, sedangkan pada tahun 2013 mengalami penurunan hanya
syariah di atas 30% yang berarti 3 kali lipat dibandingkan pertumbuhan perbankan
Finance Report (GIFR) tahun 2011, Indonesia menduduki urutan keempat negara
syariah setelah Iran, Malaysia dan Saudi Arabia. Optimisme ini sejalan dengan
yang sangat tinggi, ditambah dengan volume penerbitan sukuk yang terus
cukup baik maka bukan tidak mungkin industri ini akan berdampak signifikan
kebijakan moneter yang diambil oleh Bank Indonesia juga perlu memerhatikan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini yaitu:
sangat bermanfaat.