Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN IKM-IKK REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2021


UNIVERSITAS HALU OLEO

NOISE INDUCED HEARING LOSS

PENYUSUN :
Novita Rantetasak
K1B1 20 031

PEMBIMBING :
dr. Arimaswati, M.Sc

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN IKM-IKK


RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI BAHTERAMAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa:


Nama : Novita Rantetasak
NIM : K1B1 16 031
Judul Laporan : Noise Induced Hearing Loss

Telah menyelesaikan tugas Refarat Kedokteran Okupasi dalam rangka


kepaniteraan klinik pada bagian Kedokteran Okupasi Ilmu Kedokteran
Masyarakat dan Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Maret 2021


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Arimaswati, M.Sc


Nip. 1982121312009122003
GANGGUAN PENDENGARAAN AKIBAT BISING
(NOISE INDUCED HEARING LOSS)

I. PENDAHULUAN

Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss)

ialah gangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpajan oleh bising

yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya

diakibatkan oleh bising dari lingkungan kerja.1

Pekerja memiliki resiko terhadap masalah kesehatan yang

disebabkan oleh proses kerja, lingkungan kerja serta perilaku kesehatan

dari pekerja. Pekerja tidak hanya berisiko menderita penyakit akibat kerja

ataupun penyakit terkait kerja. Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang

disebabkan oleh pekerjaan ataupun lingkungan kerja termasuk penyakit

akibat hubungan kerja.2

Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun

2013 diketahui bahwa setiap tahun ditemukan 2,34 juta orang meninggal

terkait pekerjaan baik penyakit maupun kecelakaan dan sekitar 2,02 juta

kasus meninggal terkait penyakit akibat kerja. Di Indonesia, gambaran

penyakit akibat kerja saat ini seperti fenomena “Puncak Gunung Es”,

penyakit akibat kerja yang diketahui dan dilaporkan masih sangat terbatas

dan parsial berdasarkan hasil penelitian sehingga belum menggambarkan

besarnya masalah keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia. Hal ini

disebabkan karena sumber daya manusia yang mampu melakukan

diagnosis penyakit akibat kerja masih kurang sehingga pelayanan untuk

penyakit akibat kerja belum optimal.2

1
2

Salah satu penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan yang

disebabkan oleh pajanan yang ada di lingkungan kerja yaitu gangguan

pendengaran akibat bising ( noise induced hearing loss). Kebisingan dapat

menyebabkan kerusakan pendengaran, baik yang sifatnya sementara

ataupun permanen. Hal ini sangat dipengaruhi oleh intensitas dan lamanya

pendengaran terpapar kebisingan. Badan kesehatan dunia (WHO)

melaporkan, tahun 1988 terdapat 8 -12% penduduk dunia menderita

dampak kebisingan dalam berbagai bentuk. Di seluruh dunia, 16 %

hearing loss pada orang dewasa disebabkan lingkungan kerja yang bising.

Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss) adalah

penurunan pendengaran atau tuli akibat bising yang melebihi nilai ambang

batas (NAB) di lingkungan kerja.3,4

II. EPIDEMIOLOGI

The World Health Organization melaporkan bahwa gangguan

pendengaran akibat bising pekerjaan merupakan kecelakaan akibat kerja

terbanyak kedua yang diderita seumur hidup. WHO (1997)

memperkirakan bahwa terdapat 441 sampai 580 juta orang yang tersebar

di seluruh dunia mengalami gangguan pendengaran sensori neural ringan,

127 juta orang mengalami gangguan pendengaran sedang, dan 39 juta

orang mengalami gangguan pendengaran berat yang disebabkan oleh

kebisingan. Tahun 2001 diperkirakan jumlah orang yang mengalami

gangguan pendengaran meningkat menjadi 120 juta orang diseluruh

dunia.5
3

Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013 prevalensi

gangguan pendengaran tertinggi di Indonesia berada di Provinsi Nusa

Tenggara Timur (3.7%), dan provinsi Sulawesi Tenggara memiliki

prevalensi gangguan pendengaran yang sama dengan rata-rata nasional 2.6

%.6

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1. Anatomi Telinga

Indera pendengar terdiri dari telinga luar, telinga tengah (cavum

timpani) dan telinga dalam. Didalam cavum timpani terdapat organon

vestibularis.

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai

membran timpani. Telinga tengah berisi udara, dipisahkan dari meatus

acusticus externus oleh membrana timpani. Terdapat 3 buah tulang kecil

yang menyilang dalam cavum timpani mulai dari lateral ke medial. Tulang

paling luar adalah malleus, ditengah incus dan didalam adalah stapes.
4

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua

setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis

semisirkularis.1,7

Gambar 2. Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh

daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau

tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani

diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang

akan mengaplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan

perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi

getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang

menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli

bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana reissner yang mendorong

endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran

basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik


5

yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga

kanal ion terbuka dan terjadi depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan

neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi

pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke

korteks pendengaran (area 39 – 40) di lobus temporalis.1

IV. DEFINISI DAN ETIOLOGI

Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss)

ialah gangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpajan oleh bising

yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya

diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Sifat ketuliannya adalah tuli

sensorineural koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga.1

Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Kebisingan

adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat

proses produksi atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat

menimbulkan gangguan pendengaran.1,8

Occupational Safety and Health Administration (OSHA) telah

menetapkan standar yang dipercaya menggambarkan hubungan antar

ketulian dengan paparan pekerja terhadap bising yang sangat keras saat

lembur di tempat kerja. Sementara tingkat bising 80 dB untuk 8 jm

diperkirakan aman, bising yang intensitasnya 85 dB atau lebih dapat

mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran Corti ditelinga

dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat Corti untuk reseptor
6

bunyi yang berfrekuensi 3000 Hertz (Hz) sampai dengan 6000 Hz dan

yang terberat kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi

4000 Hz.1,9

Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat

terpajan bising antara lain intensitas tuli akibat terpajan bising, antara lain

intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekuensi tinggi, lebih lama terpapar

bising, mendapat pengobatan yang bersifat racun terhadap telinga (obat

ototoksik) seperti streptomisin, kanamisin, garamisin ( golongan

aminoglikosida), kina, asetosal dan lain-lain,1

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemaparan kebisingan

antara lain: intensitas kebisingan, frekuensi kebisingan, lamanya waktu

pemaparan bising, jenis kelamin, usia, kelainan di telinga tengah.10

V. PATOGENESIS

Bising akan menimbulkan lesi pada telinga dalam. Lesi yang timbul

sangat bervariasi dari disosiasi organ corti, ruptur membran, perubahan

sterosilia dan organel subseluler. Bising juga menimbulkan efek pada sel

ganglion, saraf, membran tektoria, pembuluh darah dan stria vaskularis.

Pada observasi kerusakan organ corti dengan mikroskop elektron ternyata

bahwa sel-sel sensor dan sel penunjang merupakan bagian paling peka di

telinga dalam.1

Jenis kerusakan pada struktur organ tertentu yang ditimbulkan

bergantung pada intensitas, lama pajanan dan frekuensi bising. Penelitian

menggunakan intensitas bunyi 120 dB dan kualias bunyi nada murni


7

sampai bising dengan waktu pajanan 1-4 jam menimbulkan beberapa

tingkatan kerusakan sel rambut. Kerusakan juga dapat dijumpai pada sel

penyangga, pembuluh darah dan serat aferen.1

Stimulasi bising dengan intensitas sedang mengakibatkan perubahan

ringan pada silia dan Hensen’s body, sedangkan stimulai dengan intensitas

yang lebih keras dengan waktu pajanan yang lebih lama akan

mengakibatkan kerusakan pada struktur sel rambut lain seperti

mitokondria, granula lisososm, lisis sel dan robekan di membran Reisner.

Pajanan bunyi dengan efek destruksi yang tidak begitu besar menyebabkan

terjadinya “floppy silia” yang sebagian masih reversibel. Kerusakan silia

menetap ditandai dengan fraktur “rootlet” silia pada lamina retikularis.1

VI. GEJALA

Kurang pendengaran disertai tinnitus ( berdenging di telinga) atau

tidak. Bila sudah cukup berat disertai keluhan sukar menangkap

percakapan dengan kekerasan biasa dan bila sudah lebih berat percakapan

keraspun sukar dimengerti. Secara klinis pajanan bising pada organ

pendengaran dapat menimbulkan reaksi adaptasi, peningkatan ambang

dengar sementara (temporary threshold shift) dan peningkatan ambang

dengar menetap (permanent threshold shift). Selain pengaruh terhadap

pendengaran (auditory), bising yang berlebihan juga mempunyai pengaruh

non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara, gangguan


8

konsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan

pendengaran yang terjadi.1,4

VII. PENYAKIT AKIBAT KERJA

1. Definisi

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan

oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja termasuk penyakit terkait

kerja. Penyakit terkait kerja adalah penyakit yang mempunyai beberapa

agen penyebab dengan faktor pekerjaan dan atau lingkungan kerja

memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya.2

2. Penyebab penyakit akibat kerja

Penyebab penyakit akibat kerja dibagi menjadi 5 (lima)

golongan, yaitu:

a. Golongan fisika: suhu ekstrim, bising, pencahayaan, vibrasi,

radiasi pengion dan non pengion dan tekanan udara

b. Golongan kimia: semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap,

uap logam, gas, larutan, kabut, partikel nano dan lain-lain

c. Golongan biologi: bakteri, virus, jamur, bioaerosol dan lain-lain

d. Golongan ergonomik: angkat angkut berat, posisi kerja janggal,

posisi kerja statis, gerak repetitif, penerangan, Visual Display

Terminal (VDT) dan lain-lain

e. Golongan psikososial: beban kerja kualitatif dan kuantitatif,

organisasi kerja, kerja monoton, hubungan interpersonal, kerja shift,

lokasi kerja dan lain-lain.2


9

3. Prinsip-Prinsip Penyakit Akibat Kerja

Dalam mendiagnosis penyakit akibat kerja terdapat 3 (tiga)

prinsip yang harus diperhatikan:

a. Hubungan antara pajanan yang spesifik dengan penyakit

b. Frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih tinggi

daripada masyarakat

c. Penyakit dapat dicegah dengan melakukan tindakan promosi

kesehatan dan pencegahan penyakit.2

VIII. DIAGNOSIS

1. Diagnosis Klinis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan,

pemeriksaan fisik dan otoskopi serta pemeriksaan penunjang untuk

pendengaran seperti audiometri.1

Anamnesis

Ananmnesis pernah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan bising

dalam jangka waktu yang cukup lama biasanya lima tahun atau lebih. Pada

pemeriksaan otoskopik tidak ditemukan kelainan.

Keluhan utama yang paling sering dirasakan pada penderita NIHL

yaitu kurangnya pendengaran disertai tinnitus. Riwayat penyakit sekarang

Disamping menilai keluhan utama, menemukan faktor - faktor yang

memperberat dan memperingan gejala yang dialami sangat membantu

dalam menentukan sumber keluhan.


10

Riwayat penyakit terdahulu sangatlah penting untuk ditanyakan

untuk mengetahui perjalanan suatu penyakit apakah terdapat hubungannya

dengan penyakit yang dialami sekarang.

Riwayat pekerjaan pasien, juga sangat penting untuk ditanyakan

apakah ada hubungan gejala dengan pekerjaannya sekarang. Baik itu

pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan. Pekerjaan yang paling

sering menimbulkan gangguan pendengaran akibat bising yaitu pekerja

industri, petugas bandara ataupun pekerja pln yang sering terpapar bising.

Faktor kebiasaan dari pasien perlu juga diketahui karena hal ini

dapat memastikan darimana paparan yang didapatkan oleh pasien.

Kebiasaan seperti tidak menggunakan pelindung kepala ataupun penutup

telinga saat sedang bekerja.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan audiologi, tes penala didapatkan hasil Rinne

positif, Weber lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan

Swabach memendek. Kesan jenis ketuliannya tuli sensorineural.

Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada

frekuensi antara 3000-6000 Hz dan pada frekuensi 4000 Hz sering terdapat

takik (notch) yang patognomonik untuk jenis ketulian ini. Pemeriksaan

audiologi khusus seperti SISI (Short Increment Sensitivity Index), ABLB

(Alternate Binaural Loudness Balance), MLB (Monoaural Loudness

Balance), audiometri Bekesy, audiometri tutur (speech audiometry), hasil


11

menunjukan adanya fenomena rekrutmen yang patognomonik untuk tuli

sensorineural koklea.1

Rekrutmen adalah suatu fenomena pada tuli sensorineural koklea,

dimana telinga yang tuli menjadi lebih sensitif terhadap kenaikan

intensitas bunyi yang kecil pada frekuensi tertentu telah melampaui

ambang dengarnya. Sebagai contoh orang yang pendengarannya normal

tidak dapat mendeteksi kenaikan bunyi 1 dB bila sedang mendengarkan

bunyi nada murni yang kontinyu, sedangkan bila ada rekrutmen dapat

mendeteksi kenaikan bunyi tersebut. Contoh sehari-hari pada orang tua

yang menderita presbikusis (tuli sensorineural koklea akibat proses

penuaan) bila kita berbicara dengan kekerasan (volume) biasa dia

mengatakan jangan berbisik, tetapi bila kita berbicara agak keras dia

mengatakan jangan berteriak, sedangkan orang yang pendengarannya

normal tidak menganggap kita berteriak.1

Orang yang menderita tuli sensorineural koklea sangat terganggu

oleh bising latar belakang (background noise), sehingga bila orang

tersebut berkomunikasi di tempat yang ramai akan mendapat kesulitan

mendengar dan mengerti pembicaraan. Keadaan ini disebut sebagai

cocktail party deafnes.1

Apabila seseorang yang tuli mengatakan lebih mudah berkomunikasi

di tempat yang sunyi atau tenang, maka orang tersebut menderita tuli

sensorineural koklea.1
12

Pemerikasaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dengan menggunakan

tes pelana dan audiometri.

2. Identifikasi pajanan potensi risiko

Sumber NIHL paling utama adalah paparan bising yang cukup lama.

Pemeriksa perlu memastikan apakah terdapat paparan bising dari tempat

kerja pasien dengan meminta pasien menceritakan proses kegiatan

pekerjaanya dari awal bekerja hingga pekerjaanya selesai secara

mendetail.

3. Hubungan paparan potensi risiko dengan gangguan yang

dialami

Seseorang yang bekerja pada lingkungan dengan lingkungan bising

dapat mengalami gangguan pendengaran oleh karena pajanan bising yang

mengakibatkan kerusakan di telinga dalam. Semakin lama orang tersebut

bekerja maka semakin berat pajanan bising yang didapatkan. Bila ada hasil

pemeriksaan pra-kerja dan berkala dapat digunakan sebagai salah satu data

untuk menentukan penyakit berhubungan dengan pekerjaanya.

4. Menentukan besarnya pajanan

Nilai ambang batas bising yang intensitasnya 85 dB atau lebih dapat

mengakibatkan kerusakan pada reseptor pendengaran Corti di telinga

dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah alat Corti untuk reseptor
13

bunyi yang berfrekuensi 3000 Hertz (Hz) sampai dengan 6000 Hz dan

yang terberat kerusakan alat Corti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi

4000 Hz.

5. Peran faktor individu

Perilaku dalam menggunakan Alat pelindung di tempat kerja Alat

pelindung diri seperti sumbat telinga (ear plugs), tutup telinga (ear muffs),

dan pelindung kepala (helmet) yang dapat membantu memproteksi diri

dari pajanan bising yang berlebihan. Sehingga perilaku yang benar dalam

menggunakan Alat pelindung di tempat kerja sangat penting.

6. Peranan faktor lain diluar pekerjaan

Sebagai dokter perusahaan atau dokter spesialis okupasi harus

menanyakan kepada pasien terkait faktor lain yang dapat menyebabkan

keluhan tersebut seperti hobi atau aktivitas yang dilakukan diluar dari

pekerjaan, perlu ditanyakan juga apakah pasien mempunyai pekerjaan

sambilan diluar dari pekerjaan sekarang dan sekiranya apakah jenis

pekerjaan dan bagaimana dapat menghubungkan apakah pekerjaan

sambilan tersebut mempunyai hubungan terhadap keluhan yang dialami.

7. Diagnosis okupasi

Setelah melakukan analisis 6 langkah di atas, maka dapat

disimpulkan penyakit atau keluhan yang diderita oleh pekerja adalah

penyakit akibat kerja atau bukan penyakit akibat kerja.


14

IX. PENGOBATAN

Penurunan pendengaran akibat bising bersifat permanen/irreversible

tidak dapat disembuhkan sehingga tidak memerlukan terapi medika

mentosa. Yang dapat dilakukan adalah pencegahan perburukan penurunan

pendengaran dan melakukan rehabiltasi pada orang yeng terkena NIHL.

Penanganan hearing loss harus dilakukan secara menyeluruh dimulai dari

pencegahan hingga tahap rehabilitasi. Sesuai dengan penyebab ketulian,

penderita sebaiknya dipindah kerjanya dari lingkungan bising. Bila tidak

mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung telinga terhadap

bising, seperti sumbat telinga (ear plug), tutup telinga (ear muff) dan

pelindung kepala (helmet).1,4

X. PENCEGAHAN

Pekerja di industri umum yang telah terpapar tingkat kebisingan di

atas 85 dB diwajibkan oleh Occupational Safety and Health

Administration (OSHA) untuk mengikuti program konservasi pendengaran

(hearing conservation program). Hearing Conservation Program ( HCP)

bertujuan untuk mengurangi resiko akan terjadinya dan perburukan NIHL.

Bising dengan intensitas >85 dB dalam waktu tertentu dapat

mengakibatkan ketulian, oleh karena itu bising lingkungan kerja harus

diusahakan lebih rendah dari 85 dB. Hal ini dapat diusahakan dengan cara

meredam sumber bunyi, misalnya yang berasak dari generator dipisah

dengan menempatkannya di suatu ruangan yang dapat meredam bunyi.

Jika bising ditimbulkan oleh alat-alat seperti mesin tenun, mesin


15

pengerolan baja, kilang minyak atau bising yang ditimbulkan sendiri oleh

pekerja seperti di tempat penempaan logam, maka pekerja tersebut yang

harus dilindungi dengan alat pelindung bising seperti sumbat telinga, tutup

telinga, dan pelindung kepala. Ketiga alat tersebut terutama melindungi

telinga terhadap bising yang berfrekuensi tinggi dan masing-masing

mempunyai keuntungan dan kerugian. Tutup telinga memberikan proteksi

lebih baik dari pada sumbat telinga sedangkan helm selain pelindung

telinga terhadap bising juga sekaligus pelindung kepala. Kombinasi antara

sumbat telinga dan tutup telinga memberikan proteksi yang terbaik.

Pekerja yang menjadi tuli akibat terpajan bising di lingkungan kerjanya

berhak mendapat santunan. Selain alat pelindung telinga terhadap bising

dapat juga diikuti ketentuan pekerja di lingkungan bising yang

berintensitas >85 dB tanpa menimbulkan ketulian, misalnya dengan

menggunakan tabel dibawah ini.1

Tabel 1. Batas Pajanan Bising yang diperkenankan Sesuai Keputusan


Menteri Tenaga Kerja 1999

Lama pajan/hari Intensitas dalam dB


Jam 24 80
16 82
8 85
4 88
2 91
1 94
Menit 30 97
Lama pajan/hari Intensitas dalam dB
Menit 15 100
7, 50 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112
16

Detik 28,12 115


14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
*Tidak boleh terpajan > 140 dB, walau sesaat

Semua usaha pencegahan akan lebih berhasil bila diterapkan

Program Konservasi Pendengaran (PKP) yang bertujuan untuk mencegah

atau mengurangi tenaga kerja dari kerusakan atau kehilangan pendengaran

akibat kebisingan di tempat kerja, tujuan lain adalah mengetahui status

kesehatan pendengaran tenaga kerja yang terpajan bising berdasarkan

data-data. Untuk mencapai keberhasilan program konservasi pendengaran,

diperlukan pengetahuan tentang seluk-beluk pemeriksaan audiometri,

kemampuan dan keterampilan pelaksana pemeriksaan audiometri, kondisi

audiometer dan penilaian hasil audiogram.1

Aktivitas Program Konservasi Pendengaran antara lain adalah :

melakukan identifikasi sumber bising melalui survey kebisingan di tempat

kerja (walk through survey), melakukan analisis kebisingan dengan

mengukur kebisingan menggunakan Sound Level Meter (SLM atau Octave

Band Analiyzer ), melakukan control kebisingan dengan berbagai cara

peredaman bising, melakukan Tes Audiometri secara berkala pada pekerja

yang berisiko, menerapkan system komunikasi, informasi, dan edukasi

serta menerapkan penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) secara ketat dan

melakukan pencatatan dan pelaporan data.1


17

XI. PROGNOSIS

Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli sensorineural

koklea yang sifatnya menetap, dan tidak dapat diobati dengan obat

maupun pembedahan, maka prognosisnya kurang baik. Oleh karena itu

yang terpenting adalah pencegahan terjadinya ketulian.1


DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D. 2017. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorok Kepala & Leher Ed.7
Cetakan Pertama. Badan Penerbitan FK UI. Jakarta.

2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2016 tentang


Penyelenggaraan Pelayanan Penyakit Akibat Kerja.

3. Kusmindari, D. 2008. Pengaruh Intensitas Kebisingan pada proses sugu dan


Proses Ampelas terhadap Pendengaran Tenaga Kerja di Bengkel Kayu X.
Jurnal Ilmiah Tekno 5 (2): 87-96.

4. Mayasari, D., Khairunnisa, R. 2017. Pencegahan Noice Induced Hearing


Loss pada Pekerja Akibat Kebisingan. Jurnal Agromed Unila 4(2): 354-360.

5. Kandou, L.F., Mulyono. 2013. Hubungan Karakteristik dengan Peningkatan


Ambang Pendengaran Penerbang di Balai Kesehatan Penerbang Jakarta. The
Indonesian Journal of Occupational safety and Health 2(1): 1-9.

6. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Hasil Riset Kesehatan


Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan Kemenkes RI. Jakarta.

7. Djayalangkara, H. 2012. Buku Ajar Anatomi Biomedik II. Makassar. Ed. 2.


Bagian Anatomi FK UNHAS. Makassar

8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor


PER.13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor
Kimia di Tempat Kerja.

9. Adams, G.L. 1997. Boies: Buku Ajar Penyakit THT. Ed.6. EGC. Jakarta.

10. Rambe, A.Y.M. 2003. Gangguan Pendengaran Akibat Bising.


https://www.researchgate.net/publication, 9 Maret 2021 (09:53).

18

Anda mungkin juga menyukai