Anda di halaman 1dari 12

' .

LINGKUNGAN KERJA FISIK 2 2019

Lingkungan Kerja Fisik II

A. Tujuan Tutorial
1. Mengetahui cara pengukuran suhu dan kebisingan dengan menggunakan alat.
2. Mengetahui pengaruh suhu dan kebisingan terhadap suatu pekerjaan.
3. Mampu menganalisis perancangan lingkungan kerja fisik yang optimum.

B. Input dan Output


Input:
a) Deskripsi subyek
b) Data pengukuran kebisingan dan suhu
c) Data jumlah output

Output:
a) Analisis performansi kerja dengan perlakuan ligkungan kerja fisik yang berbeda.
b) Analisis seluruh faktor lingkungan kerja fisik yang telah dipelajari
c) Rekomendasi

C. Alat Tutorial dan Prosedur Penggunaan


a) Speaker
Speaker digunakan untuk memberikan pengaruh kebisingan dalam operator
menyelesaikan pekerjaan.

Gambar 1. Speaker
b) Sound Level Meter
Sound Level Meter merupakan alat yang dirancang untuk dapat mengukur
kebisingan dari suatu objek.

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 2


LINGKUNGAN KERJA FISIK 2 2019

Gambar 2. Sound Level Meter

c) Thermometer
Thermometer merupakan alat yang dirancang dapat mengukur suhu suatu
lingkungan kerja fisik.

Gambar 3. Thermometer

d) Observation Sheet dan alat tulis


Observation Sheet adalah lembaran dimana praktikan menulis data yang
didapatkan pada saat tutorial.

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 3


LINGKUNGAN KERJA FISIK 2 2019

D. Landasan Teori
1. Suhu
Suhu merupakan besaran fisika yang merupakan ukuran panas atau dinginya suatu kondisi.
Menurut Sutalaksana (1979), untuk berbagi tingkat suhu akan memberikan pengaruh yang
berbeda-beda, yaitu sebagai berikut:

1. 49° celcius temperatur dapat ditahan sekitar 1 jam, tetapi jauh diatas kemampuan
fisik dan mental.

2. 30° celcius aktivitas mental dan daya tangkap mulai menurun dan cendurung untuk
membuat kesalahan dalam pekerjaan dan timbul kelelahan fisik.

3. 24° celcius kondisi kerja optimum.

4. 10° celcius kelakuan fisik yang ekstrim mulai muncul.

Dari suatu penyelidikan pula dapat diperoleh bahwa produktivitas kerja manusia akan
mencapai tingkat yang paling tinggi pada suhu 24°C sampai 27°.

1.1 Penyakit Akibat Suhu Yang Tidak Sesuai


Secara lebih rinci gangguan kesehatan akibat pemaparan suhu lingkungan panas yang
berlebihan dapat dijelaskan sebagai berikut (Tarwaka, 2004):
a. Gangguan perilaku dan perfomansi kerja seperti terjadinya kelelahan.
b. Dehidrasi
Dehidrasi adalah suatu kehilangan cairan tubuh yang berlebihan yang disebabkan baik
oleh penggantian cairan yang tidak cukup. Pada kehilangan cairan tubuh<1,5%
gejalanya tidak nampak, kelelahan muncul lebih awal dan mulut mulai kering.
c. Heat Rush
Keadaan seperti bidang keringat atau keringat buntat, gatal kulit akibat kondisi kulit
terus basah. Pada kondisi demikian pekerja perlu beristirahat pada tempat yang lebih
sejuk dan menggunakan bedak penghilang keringat.
d. Heat Cramps
Merupakan kejang-kejang otot tubuh (tangan dan kaki) akibat keluarnya keringat yang
menyebabkan hilangnya garam natrium dari tubuh yang kemungkinan besar disebabkan
minum terlalu banyak dengan sedikit garam natrium.

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 4


LINGKUNGAN KERJA FISIK 2 2019

e. Heat Syncope Fainting


Keadaan ini disebabkan karena aliran darah ke otak tidak cukup karena sebagian besar
aliran darah di bawah permukaan kulit atau perifer yang disebabkan karena pemaparan
suhu tinggi.
f. Heat Exhaustion
Keadaan ini terjadi apabila tubuh kehilangan terlalu banyak cairan dan atau kehilangan
garam. Gejalanya mulut kering, sangat halus, lemah, dan sangat aneh. Gangguan ini
biasanya banyak dialami oleh pekerja yang belum beraklimatisasi terhadap suhu udara
panas.
g. Heat Stroke
Keadaan ini terjadi ketika menjadi sangat panas dimana kelenjar keringat dan organ
tubuh lainya tidak berfungsi secara normal. Keadaan ini merupakan yang paling
membahayakan.

2. Bunyi
Bunyi adalah tekanan yang dapat dideteksi oleh telinga atau gelombang longitudinal yang
merambat melalui medium yang berupa zat cair, padat dan gas. Berdasarkan SK
Kementrian Lingkungan Hidup No.Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996 kebisingan merupakan
bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu
yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
Dalam penelitian Firdaus, dkk. (2009) dinyatakan bahwa terdapat tiga aspek yang
menetukan kualitas bunyi yang menentukan tingkat gangguan terhadap manusia yaitu:
a. Lama waktu bunyi tersebut terdengar
b. Intensitas biasanya diukur dengan desibel (db) yang menunjukan besarnya arus
energi per satuan luas
c. Frekuensi suara yang menunjukan jumlah gelombang suara yang sampai di telinga
seseorang setiap detik (jumlah getaran per detik atau hertz)

1.2 Ambang Batas Kebisingan


Penyampaian suatu informasi atau berita sederhana akan dapat dimengerti selama tingkat
pemberitaannya setinggi 10 dB atau lebih tinggi dari ambang batas kebisingan. Akan tetapi
untuk berita yang lebih kompleks yang terdiri dari kata-kata yang kurang dikenal, tingkat
pembicaraannya harus 20 dB atau lebih tinggi dari ambang batas kebisingan. Adapun
tingkat pembicaraan dikategorikan sebagai berikut:
Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 5
LINGKUNGAN KERJA FISIK 2 2019

1. Percakapan biasa : 60-65 dB


2. Pembicara di suatu seminar : 65-75 dB
3. Berteriak : 80-85 dB

Nilai-nilai tersebut diaplikasikan pada jarak 1 meter dari pembicara. Sehingga


dapat disimpulkan bahwa komunikasi akan sangat sulit pada ambang kebisingan di atas 80
dB. Jarak tersebut dapat dikurangi sampai pembicara harus berteriak pada telinga
pendengar (Nurmianto,1996).

Adapun nilai ambang batas waktu pemaparan kebisingan per hari kerja berdasarkan
intensitas kebisingan yang diterima pekerja adalah sebagai berikut:
Tabel 1. NAB Kebisingan
Lama paparan per hari Tingkat kebisingan
(jam)
24 80
16 82
8 85
4 88
2 91
1 94
½ 97
¼ 100

Catatan: Tidak boleh terpapar lebih dari 140dB walaupun sesaat


Sumber: Kepmenaker No 51 Tahun 1999

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 6


LINGKUNGAN KERJA FISIK 2 2019

2.3 Perhitungan Kebisingan


Dalam suatu pengukuran kebisingan, didapatkan data-data berikut ini:
Tabel 2. Rekapitulasi Data Pengamatan
50,3 60,1 53,5 50,1 51,7 51 60,9 57 60,3 56,5
55,7 52,4 57,8 51 57,2 53,9 56,7 61,1 54,1 50,8
58,4 53 48,4 49,2 49,5 49,9 55,5 57,4 65 59,7
50,7 49,9 59,8 54,9 53,7 58,7 67,1 63 60,6 57,5
55,7 51,3 52,8 57,8 55,3 64,2 56,3 58,2 59,2 54,8
51,7 47,7 50,3 48,1 51,6 47,7 47,5 55,6 51,4 58,4
49,9 54 56,1 54,9 61,8 53,7 50 57,9 54,8 54,8
52,8 50 54,3 51,2 52,3 59,9 60 54,8 55 53
54,3 53 53,1 54 55,1 60,6 56,4 63 56,4 56,6
57 58,3 55,5 56,1 54,2 57,7 51,3 56 54,5 55,3
58 57,1 54,9 55,7 55,1 54,4 54,3 59,8 58,1 56
58 58 56,7 59 51,9 50,6 54,5 58,4 55,1 54,6

Berdasarkan tabel diatas, terdapat sebanyak 120 data yang didapatkan dari pengamatan
pada lingkungan kerja dengan paparan bunyi tertentu selama 10 menit. Pengukuran tingkat
kebisingan yang ditimbulkan menggunakan sound level meter setiap lima detik. Untuk
dapat mengolah rekapitulasi data pada tabel 2, dilakukan perhitungan berdasarkan
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: KEP-48/MENLH/11/1996 sebagai berikut:
1. Hitung range (r) = Max – Min
67,1 – 47,5 = 19,6
2. Hitung jumlah kelas (k) = 1 + 3,3 log n
1 + 3,3 log 120 = 7,9 ~ 8 kelas
3. Hitung interval kelas
𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒
𝑖=
𝐶𝑙𝑎𝑠𝑠
19,6
𝑖= = 2,48
7,9

4. Membuat distribusi frekuensi

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 7


LINGKUNGAN KERJA FISIK 2 2019

Berikut ini adalah distribusi frekuensi berdasarkan pada tabel 2.


Tabel 3. Distribusi Frekuensi
No Interval Bising Nilai Tengah Frekuensi
1 47,5 - 49,98 48,74 10
2 49,99 - 52,47 51,23 20
3 52,48 - 54,96 53,72 27
4 54,97 - 57,45 56,21 29
5 57,46 - 59,94 58,7 19
6 59,95 - 62,43 61,19 10
7 62,44 - 64,92 63,68 3
8 64,93 - 67,41 66,17 2

Menghitung LTM5:
1
10 × (log⁡( × (∑ 𝑇𝑛. 100,1𝐿𝑛 )))
𝑛
Keterangan:
LTM5 : Leq dengan waktu sampling selama 5detik
n : Jumlah data = 120
Tn : Frekuensi per kelas
Ln : Nilai tengah per kelas
Maka perhitungan LTM5 berdasarkan data rekapitulasi table 3 adalah sebagai berikut:
1 0,1𝐿𝑛
LTM5 = 10 × (log⁡(𝑛 × (∑ 𝑇𝑛. 10 )))
1 0,1𝐿𝑖
LTM5 = 10 × (log (120 × (𝑇𝑖 × 10 + ⋯ + 𝑇𝑗 × 100,1𝐿𝑗 )))

1 0,1×48,74
LTM5 = 10 × (log (120 × (10 × 10 + ⋯ + 𝑇𝑗 × 100,1×66,17 )))

1
LTM5 = 10 × (log (120 × (63648013)))

LTM5 = 57,426⁡𝑑𝐵𝐴

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 8


LINGKUNGAN KERJA FISIK 2 2019

Prosedur Tutorial
Alur tutorial yang akan dilakukan dalam tutorial Lingkungan Kerja Fisik 2 ini dapat dilihat
dalam gambar berikut.

Gambar 4. Alur Tutorial

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 9


LINGKUNGAN KERJA FISIK 2 2019

Gambar 3. di atas menunjukkan alur tutorial pada tutorial lingkungan kerja fisik 2.
Pada pengolahan data, praktikan akan mengolah data untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan yang signifikan antara dua sampel yang berpasangan atau
berhubungan (data pre-test dan post-test). Maka dari itu, uji statistika yang dipakai
adalah uji Paired Sample T-Test.
Uji Paired Sample T-test merupakan bagian dari statistika parametrik, sehingga data
harus berdistribusi normal terlebih dahulu. Maka dari itu, sebelum melakukan uji
Paired Sample T-Test perlu adanya uji normalitas.

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 10


LINGKUNGAN KERJA FISIK 2 2019

REFERENSI

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP- 48/MENLH/11/1996.


1996. Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup.
Nurmianto, E. 1996. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya:
GunaWidya.
Firdaus, Oktri Mohammad, Martins, Nelson Julio da Costa. 2009. Analisis Pengaruh
Lingkungan Kerja terhadapAktivitas Pekerja. 5th National Industrial Engineering
Conference, 484- 491.
Sutalaksana, I.Z., Anggawisastra, R. & Tjakraatmadja, J.H. 1979. Teknik Tata
CaraKerja. ITB, Bandung.
Tarwaka, Bakri, Sudiajeng. 2004. Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja
dan Produktivitas. UNIBA Press. Surakarta

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 11


LINGKUNGAN KERJA FISIK 2 2019

Laboratorium Desain Sistem Kerja & Ergonomi | 12

Anda mungkin juga menyukai