Pembimbing :
Disusun oleh :
1.1 Pengantar
Kota Tangerang adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Banten,
berada di sebelah barat dari Ibu Kota Negara Indonesia, DKI Jakarta. Kota
Tangerang berbatasan dengan Kabupaten Tangerang di sebelah utara dan barat,
dengan Kota Tangerang Selatan di sebelah selatan, serta berbatasan dengan DKI
Jakarta di sebelah Timur. Kota Tangerang terdiri dari 13 kecamatan dan 104
kelurahan, dengan jumlah penduduk pada tahun 2017 diperkirakan sebesar
1.651.428 jiwa dengan luas wilayah 153,93 km 2 dengan kepadatan penduduk
sekitar 10.728 jiwa/km2.
Salah satu Kecamatan pada wilayah Kota Tangerang adalah Kecamatan
Cipondoh. Kecamatan Cipondoh berbatasan dengan Kecamatan Batuceper dan
Kalideres di sebelah utara, Kecamatan Pinang dan Karangtengah di sebelah
selatan, Kecamatan Cengkareng di sebelah Timur, dan Kecamatan Tangerang di
sebelah barat. Kecamatan Cipondoh memiliki luas 18,52 km2, dengan kepadatan
penduduk sekitar 6.646 jiwa/km2. Kecamatan Cipondoh terdiri dari 10 Kelurahan,
diantaranya adalah Kelurahan Cipondoh, Cipondoh Indah, Cipondoh Makmur,
Gondrong, Kenanga, Ketapang, Petir, Poris Plawad, Poris Plawad Indah, dan
Poris Plawad Utara.
Dengan mengacu pada PP No.22 tahun 2002 tentang Otonomi Daerah,
sistem pemerintahan telah mengalami perubahan kebijakan tata pemerintahan
diseluruh lini, baik dari tingkat Pusat, Propinsi maupun Kabupaten. Di era
desentralisasi, pemberian otonomi dimaksudkan untuk mempercepat proses
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Pemerintah Pusat memberikan
kewenangan kepada daerah untuk menentukan dan bertanggung jawab pada
pembangunan di daerahnya sendiri, termasuk di Daerah Kota Tangerang.
Peningkatan pelayanan kesehatan merupakan salah satu prioritas
pembangunan daerah di Kota Tangerang dan sebagai fokus utama ditekankan
pada upaya-upaya khusus untuk meningkatkan Umur Harapan Hidup (UHH)
sebagai salah satu indikator dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Pembangunan kesehatan juga tidak terlepas dari komitmen Indonesia sebagai
warga masyarakat dunia untuk ikut merealisasikan tercapainya Sustainable
Development Goals (SDGs). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan bahwa pembangunan kesehatan
harus ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagipembangunan
sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap orang
berhak atas kesehatan dan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. Kesehatan adalah hak
asasi manusia dan sekaligus merupakan investasi untuk mencapai keberhasilan
pembangunan bangsa.
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang
merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran
serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan
terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Dengan kata lain Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas
pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.
Mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 tahun 2014,
salah satu jenis Puskesmas adalah Puskesmas Non Rawat Inap, yang hanya
melakukan pelayanan kesehatan rawat jalan, yakni observasi, diagnosis,
pengobatan, dan atau pelayanan kesehatan lainnya tanpa dirawat inap kecuali
pertolongan persalinan normal.
1.2 Gambaran Umum Puskesmas Cipondoh
4. Dyspepsia 1899
5. Myalgia 1864
1.6 Tujuan
Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan mengenai penyakit
hipertensi dengan kepatuhan berobat pada pasien hipertensi di Puskesmas
Cipondoh periode Juli-Agustus 2019.
1.7 Manfaat
1.7.1 Bagi Peneliti
Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah menemukan hubungan antara
tingkat pengetahuan pasien mengenai hipertensi dan kepatuhan berobatnya, serta
memberikan perhatian lebih dalam edukasi bagi pasien dengan hipertensi.
2.1 HIPERTENSI
2.1.1 Definisi
Menurut Joint National Committe on Prevention Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure VIII, hipertensi adalah suatu keadaan
dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90
mmHg.5
Hipertensi Menurut Profil Dinas Kesehatan Jawa Tengah tahun 2012 adalah
suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah yang memberi
gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan
lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak tinggi pada
kematian), penyakit jantung koroner (terjadinya kerusakan pembuluh darah
jantung) serta penyempitan ventrikel kiri/ bilik kiri (otot jantng).7
2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah oleh JNC VIII pada pasien dewasa (usia ≥ 18
tahun) berdasarkan pengukuran tekanan darah rata-rata atau pada dua atau
lebih kunjungan klinis. Klasifikasi tekanan darah mencakup beberapa
kategori, dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120
mmHg dan tekanan darah diastolik (TDD) < 80 mmHg. Berikut adalah tabel
yang menunjukkan klasifikasi hipertensi:
Tabel 2.1. Klasifikasi Hipertensi
Selain itu dikenal juga istilah krisis hipertensi. Krisis hipertensi merupakan
suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi
yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya kelainan organ
target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah > 180/ 120 mmHg.5
2.1.3 Etiologi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dapat dikelompokan menjadi dua
golongan yaitu:
1. Hipertensi Esensial atau Primer terjadi pada lebih dari 90% - 95% pasien.
Hipertensi esensial adalah hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui
secara pasti atau idiopatik. Beberapa mekanisme yang menjelaskan
terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum ada teori yang
menegaskan patogenesis hipertensi primer tersebut.
2. Hipertensi Renal atau Sekunder terjadi pada kurang dari 10% penderita
hipertensi dan disebabkan oleh gangguan hormonal, diabetes, ginjal,
penyakit pembuluh darah, penyakit jantung, atau disebabkan oleh obat-obat
tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus,
disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular
adalah penyebab sekunder yang paling sering.7
2.1.4 Diagnosis
Diagnosis yang akurat merupakan langkah awal dalam penatalaksanaan
hipertensi. Di pelayanan kesehatan primer/ puskesmas, diagnosis hipertensi
ditegakkan oleh dokter, setelah mendapatkan peningkatan tekanan darah
dalam minimal dua kali pengukuran dengan jarak satu minggu. Diagnosis
hipertensi ditegakkan bila tekanan darah ≥ 140/ 90 mmHg, namun apabila
salah satu dari sistolik maupun diastolik meningkat, sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis hipertensi.8
2.1.5 Tanda dan Gejala
Sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan gejala penyakit. Ada
kesalahan pemikiran yang sering terjadi pada masyarakat bahwa penderita
hipertensi selalu merasakan gejala penyakit. Kenyataannya, justru sebagian
besar penderita hipertensi tidak merasakan adanya gejala penyakit. Tidak
semua penderita hipertensi mengenali atau merasakan keluhan maupun
gejala, sehingga hipertensi sering dijuluki sebagai pembunuh dian-diam
(silent killer). Keluhan-keluhan yang sering dialami penderita hipertensi
antara lain: sakit kepala, gelisah, jantung berdebar-debar, pusing,
penglihatan kabur, rasa sakit di dada, mudah lelah, dan lain-lain.8
2.1.6 Komplikasi
Peningkatan tekanan darah sistemik menyebabkan jantung harus bekerja
lebih berat untuk mengkompensasinya. Pada awalnya, jantung akan
mengalami hipertrofi ventrikel yang konsentris, yaitu meningkatnya
ketebalan dinding otot jantung. Namun, pada akhirnya kemampuan
ventrikel ini akan semakin menurun, sehingga ruang ventrikel jantung akan
ikut membesar. Pembesaran jantung ini lama-kelamaan akan mengakibatkan
gejala-gejala dan tanda-tanda gagal jantung. Angina pektoris juga dapat
terjadi pada penderita hipertensi yang disebabkan oleh kombinasi dari
kelainan pembuluh darah koroner dan peningkatan kebutuhan oksigen
sebagai akibat dari peningkatan massa jantung. Iskemia dan infark miokard
akan terjadi pada tahap lanjut dari perjalanan penyakit tersebut, yang dapat
mengakibatkan kematian.8
Efek neurologis jangka panjang dari hipertensi dapat dibagi menjadi efek
pada sistem saraf pusat dan efek pada retina. Oklusi atau perdarahan
merupakan penyebab dari timbulnya efek-efek neurologis ini. Infark
serebral merupakan akibat dari proses aterosklerosis (oklusi) yang sering
ditemukan pada pasien hipertensi. Sedangkan perdarahan serebral adalah
hasil dari peningkatan tekanan darah yang kronis sehingga mengakibatkan
terjadinya mikroaneurisma. Mikroaneurisma ini sewaktu-waktu dapat pecah
dan menimbulkan perdarahan.8
Sakit kepala yang sering terjadi di pagi hari, pusing, vertigo, tinnitus,
pingsan, dan penglihatan kabur merupakan gejala-gejala hipertensi yang
berasal dari efek neurologis. Efek neurologis paling ditakutkan terjadi pada
penderita hipertensi adalah kematian dan kebutaan.8
2. Terapi Farmakologis
Menurut Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular dalam pedoman
teknis penemuan dan tatalaksana hipertensi 2006 mengemukakan beberapa
prinsip pemberian obat anti hipertensi sebagai berikut:
1. Pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan pengobatan
penyebabnya.
2. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan
darah dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya
komplikasi
3. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat
anti hipertensi
4. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan
pengobatan seumur hidup.
5. Jika tekanan darah terkontrol maka pemberian obat antihipertensi di
puskesmas dapat diberikan disaat kontrol dengan catatan obat yang
diberikan untuk pemakaian selama 30 hari bila tanpa keluhan baru.
Faktor risiko yang Faktor risiko yang dapat diubahTingkat pengetahuan hipertensi
Obesitas Merokok
Usia Jenis kelamin Kurang aktivitas fisik
Genetik Konsumsi garam berlebihan Dislipidemia
Gangguan pada sistem saraf adrenergik, sistem pengaturan ginjal, sistem pengaturan
hormon dan pembuluh darah
Kematian
3.2 Kerangka Konsep
Tingkat pengetahuan hipertensi
Kepatuhan berobat
Faktor perancu:
- Usia
- Jenis kelamin
- Tingkat pendidikan
3.4 Hipotesis
Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan mengenai hipertensi dengan
kepatuhan berobat pasien hipertensi di Puskesmas Cipondoh.
3.5 Variabel
3.5.1 Variabel Dependen
Kepatuhan berobat.
n = sampel
Zα = 5%, hipotesis dua arah sehingga deviat baku alfa = 1,96 dengan tingkat
kemaknaan 95%
Zβ = deviat baku dengan kekuatan uji penelitian (power) 80% = 0,842
Q=1-P
Q1 = 1 - P1
Q2 = 1 - P2
P = (P1 + P2)/ 2
P1-P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna
P1= 13/ (13 + 7) = 0.65 Q1 = 0.35
P2 = 22/ (22 + 42) = 0.34 Q2 = 0.66
P = 0.495 Q = 0.505
P1 – P2 = 0.31
n= (1.96 (2 x 0.495 x 0.505) + 0.842 √(0.65 x 0.35) + (0.34 x 0.66 ))2
(0.65 - 0.34)2
n= (1.38 + 0.55)2
0.3 2
n= 41.3
Dari hasil perhitungan statistik maka jumlah sampel yang dibutuhkan dalam
penelitian ini adalah 41 sampel.
persiapan penelitian
informed consent
hasil dicatat dalam kuesioner lalu diklasifikasikan sesuai kategori dan dicatat dalam tabel
analisis data penelitian
3. Informed Consent
Informed consent dilakukan oleh peneliti atau staf peneliti yang telah terlatih
di Puskesmas Cipondoh. Kesediaan untuk ikut serta dalam penelitian
didokumentasikan dengan menandatangani formulir persetujuan.
5. Pembagian Kelompok
Setelah peserta menandatangani informed consent dan menjalani seluruh
rangkaian wawancara dengan lengkap dan benar maka peneliti akan
memproses data tersebut. Data yang akan benar-benar diproses merupakan
data yang dimasukkan ke dalam sistem komputer. Data yang diproses tersebut
sudah tidak lagi menyertakan nama responden.
6. Analisis Data
Setelah didapatkan data diri peserta dan hasil pengisian kuesioner maka semua
data dikumpulkan menjadi satu. Tugas ini merupakan tanggung jawab dari tim
pengolah data, setelah itu data akan dimasukkan ke dalam komputer untuk
dianalisis lebih lanjut.
Untuk analisis data, digunakan tabel 2x2 yang ditunjukkan sebagai berikut:
Tingkat Pengetahuan Kepatuhan Obat
Rendah Sedang-Tinggi
Rendah a B
Tinggi c D
4.9 Etika
Pada penelitian ini, sebelum responden diwawancarai, peneliti akan
memberikan pengarahan tentang tujuan dan manfaat dari penelitian ini.
Responden pun akan menandatangani formulir informed consent yang
menyatakan bahwa responden setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian
dan beberapa hal yang perlu diketahui oleh responden terkait pelakasanaan
penelitian adalah:
Identitas peserta akan dirahasiakan
Penelitian akan mengambil data dari peserta melalui wawancara secara
langsung untuk memperoleh data usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan
terakhir, status pekerjaan, lama menderita hipertensi, tingkat pengetahuan
hipertensi, akses ke pelayanan kesehatan, dukungan keluarga, motivasi
berobat, peran tenaga kesehatan, serta kepatuhan berobat.
Bila peneliti menugaskan stafnya untuk pengambilan data, peneliti akan
menjamin bahwa staf tersebut mengerti tentang etika penelitian terutama
tentang kerahasiaan.
Penelitian ini aman dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan apapun.
Jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau yang membuat responden
tidak nyaman, diharapkan agar responden segera melapor kepada peneliti.
Segala bentuk hasil dari penelitian ini akan dimusnahkan menurut
peraturan yang berlaku setelah penelitian selesai.
4.10 Organisasi Penelitian
Peneliti
Dr. Bunga Gladis Citra Ayu
Pembimbing
dr. Rina Farida
Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah 22 35.5
SD/Sederajat 24 38.7
SMP/Sederajat 8 12.9
SMA/Sederajat 8 12.9
Usia
<60 tahun 42 67.7
>60 tahun 20 32.3
Tingkat Pengetahuan
Baik 31 50
Buruk 31 50
Kepatuhan Berobat
Buruk 32 51.6
Baik 30 48.4
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Usia Responden di Puskesmas Cipondoh
Bulan Juli - Agustus 2019
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 23.00 1 1.6 1.6 1.6
38.00 1 1.6 1.6 3.2
42.00 1 1.6 1.6 4.8
45.00 1 1.6 1.6 6.5
46.00 2 3.2 3.2 9.7
47.00 3 4.8 4.8 14.5
48.00 3 4.8 4.8 19.4
49.00 4 6.5 6.5 25.8
50.00 3 4.8 4.8 30.6
51.00 1 1.6 1.6 32.3
52.00 3 4.8 4.8 37.1
53.00 6 9.7 9.7 46.8
54.00 2 3.2 3.2 50.0
55.00 3 4.8 4.8 54.8
56.00 1 1.6 1.6 56.5
57.00 4 6.5 6.5 62.9
58.00 1 1.6 1.6 64.5
59.00 2 3.2 3.2 67.7
60.00 1 1.6 1.6 69.4
61.00 3 4.8 4.8 74.2
62.00 3 4.8 4.8 79.0
63.00 1 1.6 1.6 80.6
64.00 1 1.6 1.6 82.3
65.00 1 1.6 1.6 83.9
66.00 2 3.2 3.2 87.1
67.00 1 1.6 1.6 88.7
68.00 2 3.2 3.2 91.9
70.00 1 1.6 1.6 93.5
72.00 1 1.6 1.6 95.2
73.00 2 3.2 3.2 98.4
74.00 1 1.6 1.6 100.0
Total 62 100.0 100.0
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada pasien Balai Pengobatan di
Puskesmas Cipondoh periode Juli-Agustus 2019 maka kesimpulan yang
didapatkan adalah:
Gambaran karakteristik responden: sebagian besar responden berjenis
kelamin perempuan (69,4%), berpendidikan tamat SD/sederajat (38,7%),
kelompok usia menengah (< 60 tahun) (67,7%), memiliki tingkat
pendidikan baik dan buruk sama ratanya (50%), dan dengan kepatuhan
berobat buruk sedikit lebih tinggi (51,6%).
Didapatkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara jenis kelamin
dengan kepatuhan berobat hipertensi, dengan P value : 0,657
Didapatkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan
kepatuhan berobat hipertensi, dengan P value : 0,071
Didapatkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara pendidikan
terakhir dengan kepatuhan berobat hipertensi, dengan P value : 0,426
Didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan
dengan kepatuhan berobat hipertensi, dengan P value: 0,001
6.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis menyadari bahwa masih
terdapat kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis memberikan beberapa saran
sebagai bahan pertimbangan dalam penyempurnaan penelitian selanjutnya,
dengan bentuk saran teoritis dan saran praktis.
1. Saran teoritis
a. Dalam melakukan adaptasi terhadap alat ukur penelitian yang sudah ada
(baku dan tervalidasi), sebaiknya penelitian selanjutnya dapat
menggunakan bahasa yang lebih mudah dipahami oleh responden.
b. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan alat ukur
yang lebih muktahir daripada penelitian ini.
2. Saran praktis
a. Pihak Pemerintah
Pemerintah melalui instansi-intansi terkait harus lebih gencar dalam
edukasi pentingnya kepatuhan berobat pada kasus hipertensi di
masyarakat luas.
b. Pihak Puskesmas
i. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan petugas dalam
menangani kasus hipertensi. Untuk jenjang pendidikan formal,
petugas dapat diberikan kesempatan untuk melanjutkan
pendidikannya ke tahap yang lebih lanjut. Sedangkan untuk
pendidikan non formal, petugas dapat meningkatkan kemampuan
dan keterampilan melalui pelatihan, workshop, seminar, serta
magang di rumah sakit.
ii. Meningkatkan jumlah petugas kesehatan yang berkerja di
Puskesmas Cipondoh.
iii. Mengadakan suatu program khusus yang menekankan pentingnya
pengertian mengenai penyakit hipertensi dan pentingnya kepatuhan
berobat dalam menangani penyakit ini.
iv. Melakukan sosialisasi tentang pentingnya diagnosis awal penyakit
hipertensi dan pengaruh kepatuhan berobat pada ruang tunggu
pasien dapat dalam bentuk poster, slogan, dll.
DAFTAR PUSTAKA