Anda di halaman 1dari 10

Pemanfaatan Senyawa Emodin pada Ketepeng Badak (Cassia alata) sebagai Penghambat

Pelekatan Protein S pada Virus SARS-Cov dengan in vitro

Utilization of Emodin Compounds in Ketepeng Badak (Cassia alata) as an Inhibitor of Protein S


Adhesion to the SARS-Cov Virus in vitro

Neindea Angelika 1*, Sheema Tazkiyyah Rahman 2, Stefani Putri Melin Rusmita 3.

1
Instansi Penulis 1, Alamat, Kota, Kode Pos
2
Instansi Penulis 2, Alamat, Kota, Kode Pos
3
Instansi Penulis 3, Alamat, Kota, Kode Pos
(Jika instansi penulis sama, maka keterangan nomor dijadikan 1 baris. Contoh: 1,2 Instansi, Alamat, dst.)

Abstrak
Infeksi virus Covid-19 masih menjadi masalah di seluruh negara di dunia termasuk di Indonesia. Saat ini para peneliti dan
ilmuwan sedang berusaha menemukan vaksin yang tepat untuk virus SARS-Cov. Kemunculan serotipe virus baru yang
resisten terhadap obat antivirus yang ada telah meningkatkan usaha pencarian senyawa antivirus baru dari alam. Senyawa
emodin merupakan salah satu senyawa yang menghambat pelekatan protein S pada virus SARS-Cov. Senyawa emodin
ini bisa ditemukan di alam contohnya pada tumbuhan Ketepeng Badak (Cassia alata). Ketapeng badak merupakan salah
satu sumber senyawa antivirus yang sangat melimpah di alam. Senyawa emodin dari Ketepeng Badak (Cassia alata)
memiliki aktivitas antivirus mengahambat pelekatan Protein S pada virus SARS-Cov melalui pengujian secara in vitro.
Pengembangan senyawa aktif antivirus dari ketepeng badak ini perlu ditingkatkan. Pengembangan meliputi pemilihan
metode isolasi senyawa aktif yang optimal, penelitian lebih lanjut tentang mekanisme kerja senyawa antivirus, pengujian
secara in vitro hingga uji pre klinis dan klinis. Pengembangan senyawa antivirus dari ketapeng badak yang optimal
diharapkan akan menghasilkan antivirus baru yang lebih efektif dalam pengobatan terhadap infeksi virus SARS-Cov

Abstract
The Covid-19 virus infection is still a problem in all countries in the world, including Indonesia. Currently researchers
and scientists are trying to find the right vaccine for the SARS-Cov virus. The emergence of new viral serotypes resistant
to existing antiviral drugs has increased the search for new antiviral compounds from nature. Emodin compound is one of
the compounds that inhibits protein S attachment to the SARS-Cov virus. These emodin compounds can be found in
nature, for example in the Ketepeng Badak plant (Cassia alata). Ketepeng Badak is one of the most abundant sources of
antiviral compounds in nature. Emodin compounds from Ketepeng Badak (Cassia alata) have antiviral activity to inhibit
Protein S attachment to the SARS-Cov virus through in vitro testing. The development of antiviral active compounds
from ketepeng badak needs to be improved. The development includes the selection of optimal active compound isolation
methods, further research on the mechanism of action of antiviral compounds, in vitro testing to pre-clinical and clinical
trials. The development of optimal antiviral compounds from rhino ketapeng is expected to produce new antivirals that
are more effective in the treatment of SARS-Cov virus infection.
Kata kunci: Maksimal 3-5 kata kunci, dipisahkan dengan tanda titik koma (;).

PENDAHULUAN
Coronavirus Diseases-19 (COVID-19) yang disebabkan oleh infeksi severe acute respiratory
syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) muncul pertama kali di Wuhan Cina pada
penghujung tahun 2019. Penyebaran global yang cepat disertai gejala klinis yang berat
membuat World Health Organisation menetapkan status pandemi COVID19 pada 11 Maret
2020 hingga saat ini. Kasus positif SARS-CoV-2 pada pertengahan Mei 2020 dilaporkan
telah mencapai lebih dari 4 juta orang dari 215 negara, dengan angka kematian 6.8%
(https://www.who.int). COVID-19 menunjukkan gejala gangguan pernapasan akut yang
mirip dengan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) tahun 2002-2003 dan Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) tahun 2012. Saat pandemi SARS tahun 2002-2003, penelitian
menunjukkan adanya interaksi antara SARS-CoV-1 dan ACE2 yang berperanan penting
dalam mekanisme terjadinya penyakit.
Coronavirus merupakan virus yang memiliki envelope dengan genom RNA positif
(26- 32 kb) dan mengalami replikasi di sitoplasma sel yang terinfeksi. Terdapat empat genus
coronavirus (α, β, γ, δ). SARS-CoV-2 termasuk β coronavirus. Partikel virus terdiri atas
empat protein struktural mayor, yaitu: nukleoprotein (N), protein envelope kecil (E),
membrane protein (M), dan protein Spike (S). Masuknya coronavirus ke dalam sel dimediasi
oleh spike transmembrane glikoprotein S. Protein S ini mengandung determinan antigenic
dan merupakan target untuk menetralisir antibodi. Pertahanan utama adalah dengan
menghambat perlekatan protein S dengan reseptor host yaitu ACE2 (angiotensin-converting
enzyme 2). Protein S terdiri atas dua fungsional unit yaitu S1 dan S2.
Saat ini ACE2 merupakan reseptor yang berhasil diidentifikasi sebagai pintu masuknya virus
SARS CoV-2 dalam menginfeksi manusia. Reseptor ACE2 ini banyak diekspresikan di paru-paru.
Resiko adanya interaksi antara protein S dengan ACE2 pada sel inang dapat di kurangi dengan
senyawa dari tumbuhan yang mampu mengganggu interaksi tersebut. Selain dengan menggunakan
bahan sintesis, pemanfaatan antivirus berbasis produk bahan alam juga harus dipertimbangkan dalam
pengobatan COVID-19. Meskipun belum banyak penelitian yang melaporkan efektivitas penggunaan
obat herbal sebagai obat anti SARS CoV-2. Beberapa senyawa bahan alam yang telah dilaporkan
efektif dalam menghambat SARS CoV maupun MERS-CoV layak untuk diuji cobakan pada SARS
Cov-2, mengingat secara genetika ada kemiripan dari ketiga virus tersebut. Beberapa tanaman di
Indonesia memiliki senyawa yang dapat mengurangi infeksi virus tersebut. Contohnya senyawa
emodin dan luteolin yang mampu mencegah interaksi anatara reseptor ACE2 dengan protein S pada
SARS CoV.
Jalan masuk virus merupakan target yang menarik unuk terapi karena dapat memblokir
penyebaran virus pada tahap awal, sehingga meminimalisir kesempatan bagi virus untuk berevolusi
dan membangun resistensi obat. Perlekatan SARS CoV diketahui terjadi akaibat adanya ikatan antara
protein S dengan reseptor ACE2 pada permukaan sel inang. Senyawa emodin pada tanaman obat
ketepeng badak (Cassia alata) dapat mengganggu fungsi protein S, sehingga akan mencegah virus
masuk ke dalam sel inang. Ketepeng badak memiliki peranan yang sangat besar dalam bidang
kesehatan karena menghasilkan zat-zat kimia yang memiliki kegunaan yang potensisal dalam
pengobatan beberapa penyakit seperti hepatitis, tanaman ini juga merupakan hal utama yang penting
bagi para ilmuan yaitu sebagai pengobatan infeksi dan kanker. Daun dari Cassia alata mengandung
zat kimia yang memiliki aktivitas antibakteri dan antijamur yang bersifat toksik terhadap jamur dan
juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Berdasarkan hal tersebut dalam artikel ini akan
menelaah efektivitas senyawa emodin dalam tanaman Ketepeng Badak (Cassia alata) sebagai
penghambat perleketan protein S SARS CoV-2 terhadap sel inang dengan teknik In Vitro.

METODE
Berdasarkan sumber referensi bahwasanya penelitian ini sudah pernah dilakukan
sebelumnya yakni pada Plasmodium falciparum. Namun, akan kurang lebih berlaku juga
dapat dilakukan tahap metode penelitian ini pada jenis virus Sars Cov, dikarenakan pada
dasarrnya yang mana akan menghasilkan suatu zat ataupun senyawa yang dinginkan ada pada
tanaman ketepang badak (Cassia alata ) seperti emodin tersebut yang akan menghambat
kinerja protein S pada sel inang virus serta senyawa ini akan mencegah interaksi anatara
reseptor ACE2 dengan SARS-CoV tersebut. Adapun pelaksaan penelitian yang dapat
dilakukan terbagi menjadi 3 tahap secara garis besar. Tahap pertama yakni pengambilan
sampel tanaman ketepang (Cassia alata L.) dan ketepang kecil (Cassia tora L.) yang
ditemukan di daerah Dolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Adanya determinasi untuk
memastikan kedua spesies tanaman ini dilakukan di intalasi Sumber daya Hayati Bala
Litbang P2B2 Donggala. Sedangkan tahap terakhir, dimana dilakukan uji aktivitas terkait
tanaman seperti uji anti plasmodium secara in vitro dilakukan di Laboratorim Biologi
Molekuler yang mendukung seperti pada referensi melakukannya di Pusat Teknologi
Keselamatan dan Metrodologi Radiasi, Badan Tenaga Atom Nasional, Jakarta.
Adapun yang perlu dipersiapkan untuk alat dan bahan yang mendukung percobaan ini
yang dilakukan secara in vitro yakni ekstrak kental daun ketepeng (Cassia alata), ekstrak
kental daun ketepeng kecil (Cassia tora) beserta kultur media yang diinginkan. Berdasarkan
sumber referensi menggunakan media kultur Plasmodium falciparum 3D7. Selan itu media
kultur e. col, gel natrium dodesil sulfat-poliakrilamida elektroforesis (SDS-PAGE) juga
dibutuhkan sebagai penguji protein. Maka, dalam penelitian kali ini akan dilakukan kultur
virus SARS-Corv tersebut. Maka alat yang dibutuhkan yakni inkubator, oven, gelas desilator,
mikroskop.
Berdasarkan referensi pendukung, bahwasanya sampel tanaman digiling dengan
homogenizer menjadi bubuk yang halus. Ekstrak akan dicampurkan dengan air dengan 500
ml yang akan deionisasi dan dikocokpada suhu 4 0C semalaman. Kemudian ekstrak
disentrifugasi pada 10.000g selama 5 mneit dan supernatant diupkan dibawah vakum sampai
kering dan disuspensi kembali kedalam ar untuk deionisasi sampai kosentrasi akhir 1 mg /
ml. Ekstrak disimpan pada suhu -200C dalam alikot kecil.
Sejalan dengan Uji anti plasmodium dilakukan dengan memakai pembanding,
digunakan klorokuin sebagai kontrol lempeng sumur mikro (plate) 96 lubang. Setiap sumur
berisi 200 μL medium pengujian lengkap dengan eritrosit 5 %. Memasukkan sediaan ekstrak
etanol daun ketepeng (Cassia alata) dan ketepeng kecil (Cassia tora) masing-masing
sebanyak 25 μL dan dilakukan pengenceran bertingkat (10-4 , 10-5 , 10-6 , 10-7 , 10-8 , 10-9 ).
Kemudian 50 μl suspensi P. falciparum dengan kadar parasetimia 1 % dimasukkan ke dalam
setiap sumur. Kultur yang mengandung senyawa uji selanjutnya diinkubasi selama 48 jam
pada desikator berisi lilin (candle jar) yang nantinya akan dimasukkan dalam inkubator.
Setelah diinkubasi selama 48 jam, kultur jaringan tidak dipanen dan dibuat apusan darah
tipis.
Kemudian pada penelitian pada ketepeng (Cassia alata) ) ini dilakukan pemurnian
dan biotinilasi rekombinan Protein SARS-CoV S. Dimana Gen SARS-CoV S dikloning
menjadi pET-28b (+) ke fusi terminal-N dengan mengasilkan enam residu histidin. Lalu,
protein S rekombinan diekspresikan dalam Escherichia coli (E. coli) BL21 (DE3) pLysS
strain (Ho et al., 2004). Ekspresi dan pemurnian protein S pada SARS-CoV akan dianalisis
dengan gel natrium dodesil sulfat-poliakrilamida elektroforesis (SDS-PAGE) dan diukur
dengan Bradford metode (Bio-Rad, Hercules, CA, USA). Protein S rekombinan dibiotinilasi
itu merupakan biotin yang tidak berhubungan telah dihilangkan dengan filtrasi centricon-10
dan protein S yang dibiotinilasi disimpan pada suhu 4◦C sampai dianalisis lebih lanjut.
Setelah itu, dilakukan penetapan kadar imunosorben taut-enzim (ELISA) melalui
tahap disiapkan permukaan untuk mengikat antibodi penangkap, lalu semua non spesifik
binding sites pada permukaan akan diblokir, maka sampel bersi antigen dimasukkan dalam
media plate sampai plate dicucui untuk membuang kelebihan antigen yang tidak terikat.
ELISA biotinilasi akan menggunak plate mikrotiter (MaxiSorp Pelat Nunc-ImmumTM,
Nunc, Denmark) dilapisi pada suhu 4◦C semalam dengan 50 l 0,2 ng / l ACE2 (Sistem R&D,
Minneapolis, MN, USA), dibilas dengan 200 μl buffer pencuci (0,5% Tween 20 dalam fosfat
buffered saline (PBS) (137 mM NaCl, 1,4 mM KH2PO4, 4,3 mM Na2HPO4, 2,7 mM KCl,
pH 7,2), dan diblok dengan buffer pemblokiran 200 μl (5% serum sapi albumin (BSA) dalam
buffer pencuci) dengan diinkubasi pada suhu 37◦C selama 30 menit. Protein yang diserap di
setiap sumur ditantang dengan 50 liter protein S terbiotinilasi 1 ng / l μl dan diinkubasi pada
37◦C selama 1 jam. Setelah tiga kali pencucian dengan buffer pencuci, 50μl avidin
terkonjugasi peroksidase yang diencerkan ditambahkan ke setiap sumur dan diinkubasi pada
suhu 37C selama 1 jam. Setelah tiga kali pencucian, 50 μl substrat kromogenik, 2,2’ -azino-
bis (3-ethylbenzothiazoline6-sulfonic acid) (Sigma, St. Louis, MO, USA), ditambahkan ke
masing-masing sumur dan diinkubasi pada suhu 37◦C selama 15 menit. Absorbansi dilakukan
sampai pada 405 nm di pembaca plat ELISA (Anthos LabtecInstrumen, Austria). Untuk uji
persaingan, protein S yang dibiotinilasi dicampur dengan jumlah ekstrak yang bervariasi dan
diinkubasi pada suhu 37C dengan gemetar. Setelah inkubasi 2 jam, campuran ditambahkan ke
sumur, yang dilapisi dengan ACE2, dan diinkubasi pada suhu 37◦C selama 1 jam. Setelah
tiga kali pencucian, avidin terkonjugasi peroksidase dan substrat kromatik ditambahkan
secara berurutan. Absorbansi itu dibaca sampa menunjukkan pada 405 nm di pembaca pelat
ELISA. Persen penghambatan dihitung dengan [1 - (nilai OD campuran yang mengandung
ekstrak dan nilai protein S / OD dari campuran yang mengandung protein S.hanya)] × 100.
Nilai IC50 ditentukan sebagai kuantitas senyawa yang dibutuhkan untuk menghambat
interaksi antara protein S dan ACE2 sebesar 50%.
Maka selanjutnya dilakukannya uji imunofluoresensi (IFA) sel Vero E6 (104 sel)
disemai di 24-well plate berisi kaca penutup dan diinkubasi pada suhu 37C selama 1 hari. Itu
tutup dengan penutup kemudian dibilas dengan PBS, difiksasi dengan 3,7% PBS yang
disangga formaldehida pada suhu kamar selama 30 menit, dan diblokir dengan 1% BSA pada
37◦C selama 1 jam. Setelah empat kali pencucian dengan PBS, protein S berlabel biotin
ditambahkan ke setiap kaca penutup dan diinkubasi pada suhu 4◦C semalaman. Setelah empat
kali pencucian dengan PBS, streptavidin terkonjugasi fluoresensi yang diencerkan
(Chemicon, Temecula, CA, USA) ditambahkan dan diinkubasi pada 37 37C selama 90 menit
dalam gelap. Bibir penutup kemudian dicuci empat kali dengan PBS, ditempatkan pada slide
kaca, dipasang dengan fluoromount G (Ilmu Mikroskopi Elektron, Hatfield, PA, USA) dan
diamati di bawah mikroskop confocal (Leica, Jerman).
Selain daripada itu dilakukan pengecekan dengan tahap Infeksi retrovirus dengan
pseudotipe protein S. Retrovirus rekombinan mengekspresikan reporter luciferase gen dan
pseudotipe dengan protein S dengan 293T sel cotransfeksi dengan protein S pengkode
lonjakan pcDNA-lonjakan plasmid a, plasmid pCMVR8.2 pengkodean HIV-1 Gag-Pol, dan
plasmid pHIV-Luc menyandikan gen pelapor luciferase kunang-kunang di bawah kontrol
terminal panjang HIV1 berulang. Setelah 48 jam kemudian, supernatan virus dipanen,
dicampur dengan berbagai jumlah senyawa, dan diinkubasi pada suhu 37C dengan
pengocokan. Setelah 2 jam inkubasi, campuran ditambahkan ke ACE2-ekspresi Vero E6 sel
diplate 96-sumur. Empat puluh delapan jam pasca infeksi, sel dipanen dan aktivitas
luciferase diuji. Adanya infektivitas relatif dihitung dengan membagi unit luciferase relatif
dari senyawa / sel yang terinfeksi pseudovirus oleh luciferase relatif
unit sel yang terinfeksi pseudovirus.
Hingga pada akirnya, pemisasahn protein S diuji kemabli melalui uji bromida (MTT)
2.7. 3- (4,5-Dimethylthiazol-2-yl) -2,5-difeniltetrazolium. Viabilitas sel dipantau dengan uji
kolorimetri MTT. Dimana sel akan dibudidayakan di 96-pelat kultur sumur. Setelah
diinkubasi 24 jam pada suhu 37◦C, jumlah senyawa yang bervariasi ditambahkan ke lapisan
tunggal sel konfluen dan diinkubasi untuk yang lain 24 jam Volume sepersepuluh dari 5 mg /
ml MTT kemudian ditambahkan ke media budaya. Setelah inkubasi 4 jam pada 37 37C,
volume kultur sel yang sama dari 0,04 N HCl dalam isopropanol ditambahkan untuk
melarutkan formazan MTT, dan nilai absorbansi diukur pada 570 nm menggunakan pembaca
pelat mikro. Viabilitas sel (%) dihitung dengan (OD dari sel yang dirawat / OD dari sel yang
tidak dirawat) × 100.
Sejalan dengan yang dilakukan percobaan pada uji plasmodium falciparum, apusan
tipis dicelup dalam metanol 1 % (fiksasi) selama 1 detik, kemudian dikeringkan. Larutan
Giemsa dibuat dengan perbandingan 1:10 dalam syringe bolak-bolik. Setelah slide kering,
melakukan pewarnaan (slide diteteskan Giemsa sampai seluruh permukaan slide tertutup).
Slide kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang. Setelah 30 menit, membilas
Giemsa dengan air mengalir dan slide dikeringkan. Minyak imersi (immerse oil) diteteskan
pada daerah monolayer (apusan darah tipis) untuk memudahkan pengamatan pada mikroskop
dengan perbesaran 1000x. Nilai parasitemia dihitung dari pengamatan mikroskopis. Nilai
parasitemia flavonoida, dan polifenol. Kedua tanaman ini secara ini selanjutnya digunakan
untuk menghitung persentase penghambatan pertumbuhan plasmodium falciparum dengan
cara jumlah eritrosit yang terinfeksi terhadap 1000 eritrosit. Sebagai kontrol digunakan kultur
P. falciparum tanpa senyawa uji dan dianggap mempunyai pertumbuhan 100%. Aktivitas
antiplasmodium dinyatakan sebagai IC50 (Inhibitory Concentration) yaitu kadar yang
diperlukan untuk menghambat pertumbuhan parasit hingga 50%.
Dengan begitu akan dihasilkan suatu senyawa emodin yang diinginkan untuk
menghambat protein S yang dapat diterapkan pada virus SARS-Cov.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian dideskripsikan terlebih dahulu baru dilanjutkan dengan pembahasan untuk
memudahkan pemahaman dan pembacaan. Subjudul hasil dan subjudul pembahasan disajikan
terpisah. Bagian hasil dan pembahasan ditulis sebanyak 60% dari total badan artikel.

Hasil
Penyajian hasil ditulis secara sederhana namun jelas dengan melaporkan data perwakilan dan
bukan data mentah. Hasil dapat disajikan dalam bentuk tabel, grafik, deskripsi verbal, atau gabungan
antara ketiganya. Tabel dan grafik yang disajikan harus dirujuk dalam naskah. Cara penulisan tabel
ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel tidak memuat garis vertikal, sedangkan garis horisontal hanya
terdapat pada kepala dan ekor tabel.
Ukuran huruf judul tabel, isian tabel, judul gambar ditulis dengan tipe huruf Calisto
MT 10 pt dengan spasi 1,15. Judul tabel atau gambar ditulis dengan cetak tebal (Bold). Judul Tabel
diletakkan di atas tabel, sedangkan judul gambar diletakkan di bawah objeknya. Ukuran gambar
maksimal 7 cm seperti Gambar 2. Angka dalam tabel tidak boleh diulang-ulang dalam narasi verbal
baik sebelum maupun sesudahnya.

Tabel 1. Bobot Bagian Badan Artikel


No. Nama Bagian Panjang (%) Keterangan
1. Pendahuluan 20 Maksimum (termasuk judul dan abstrak)
2. Metode 10 Untuk penelitian kuantitatif boleh sampai 15%
3. Hasil dan Pembahasan 60 Penyajian hasil dan pembahasan dipisah
4. Simpulan dan Referensi 10 Perkiraan

Penulisan angka-angka harus memperhatikan beberapa ketentuan, di antaranya: angka ribuan


diberi penanda titik, misalnya 1700 ditulis 1.700. Angka yang berupa bilangan desimal ditulis dengan
menggunakan tanda koma sampai dua angka di belakang koma, contoh 7,17. Apabila angka bernilai
kurang dari 1, maka angka nol di depan koma harus ditulis, contoh 0,17.

Gambar 1. Biotechnology

Simbol atau notasi matematika yang berupa huruf alfabet ditulis dalam cetak miring, tetapi
yang berupa huruf Yunani ditulis tegak menggunakan simbol yang tepat. Tanda sama dengan
dituliskan dengan jeda satu ketuk sebelum dan sesudahnya, sebagai contoh (angka dalam bahasa
Inggris): r = .456; p = .008. Untuk hasil statistik yang bergantung pada derajat bebas seperti nilai t, F,
atau Z, harus diikuti dengan penulisan nilai derajat bebasnya dalam tanda kurung. Contoh: t(52) =
1.234; F(1, 34) = 4.567. Uji statistik sebaiknya disertai penghitungan effect size: uji-t menggunakan
cohen’s d dan uji-F menggunakan partial eta squared atau lainnya sesuai referensi yang digunakan.
Hasil penelitian pendekatan kualitatif yang bersumber dari wawancara, pengamatan,
penafsiran isi teks, dan lain-lain dikondensasikan, disarikan, atau dibuat ke dalam ringkasan
substansial. Jadi, yang disajikan adalah temuan-temuan substansial yang dapat disajikan dalam bentuk
tabel-tabel deskriptif untuk memudahkan pemahaman oleh pembaca. Potongan wawancara, deskripsi
hasil pengamatan, kutipan teks, dan lain-lain yang memuat temuan-temuan utama atau jawaban dari
pertanyaan penelitian disajikan dalam pembahasan sebagai contoh otentik.
Pembahasan
Pembahasan berisi penjelasan apa arti hasil dan implikasinya untuk kajian di masa depan,
dengan maksud menginterpretasikan dan memaknai hasil penelitian sesuai dengan teori yang
digunakan namun tidak hanya sekedar menjelaskan temuan. Hubungkan hasilnya dengan pertanyaan
yang diajukan di bagian pendahuluan. Jika lebih dari satu tujuan penelitian, maka penulis harus
mengurutkan bentuk kronologis di pembahasan dengan membuat sub-sub pembahasan. Tunjukkan
bagaimana penulis menafsirkan informasi yang terkumpul selama penyelidikan, bagaimana hubungan
antara fakta yang teramati selama penyelidikan dengan kumpulan teori atau pengetahuan yang telah
mapan, penyusunan teori baru, modifikasi teori yang telah ada, serta implikasi hasil penelitian.
Penulis dipersilahkan untuk menyatakan pendapatnya, apakah setuju atau bahkan memiliki pendapat
berbeda dengan karya yang telah terbit sebelumnya.
Cara Pengutipan
Penulisan rujukan dalam badan artikel menggunakan tanda kurung ( .... ). Misalkan hanya ada
satu penulis: contoh (Putra, 2020); jika ada dua penulis: contoh (Putra & Triyanto, 2020). Jika ada tiga
sampai lima penulis, untuk penyebutan yang pertama ditulis semua: contoh (Putra, Chaidir, &
Triyanto, 2020) dan penyebutan selanjutnya ditulis (Putra et al., 2020). Penulisan rujukan juga dapat
ditulis dengan nama di luar tanda kurung, misalnya Putra & Triyanto (2020). Jika pernyataan yang
dirujuk merupakan kutipan langsung, maka halaman harus disertakan: contoh (Putra & Triyanto,
2020:8) atau jika mengambil substansi dari beberapa halaman: contoh (Putra & Triyanto, 2020:8-12).
Tipe rujukan disarankan bukan berupa kutipan langsung atau tidak memuat terlalu banyak
kutipan langsung. Namun, jika ada kutipan langsung yang jumlahnya kurang dari 40 kata, maka harus
ditulis dalam paragraf (tidak dipisah) dan diberi tanda kutip (“....”). Jika kutipan langsung berisi 40
kata atau lebih, maka harus ditulis dalam blok (terpisah dari paragraf), menjorok dengan indentation
1,27 tanpa diberi tanda kutip dan diikuti nama penulis, tahun, halaman dalam tanda kurung: contoh
(Putra & Triyanto, 2020:8).
Jika suatu pernyataan saripati diambil dari beberapa referensi, semua sumber ditulis
dengan menyebutkan semua referensi urut alfabet dan tanda titik koma (;) untuk memisahkan
antar sumber: contoh (Putra, 2020; Triyanto, 2020). Untuk sumber rujukan terjemahan, yang
dirujuk adalah nama pengarang asli, tahun buku terjemahan dan judul buku asli. Jika ada dua
rujukan dengan nama pengarang dan tahun yang sama, penulisan tahun ditambah huruf
alfabet, contoh (Triyanto, 2020a) dan Triyanto (2020b).

SIMPULAN
Simpulan bukan rangkuman hasil penelitian, tetapi berupa substansi pemaknaan. Simpulan
berisi kumpulan dan meringkas hasil yang paling penting dan implikasinya. Selaraskan dengan
pernyataan pada tujuan penelitian, namun tidak perlu sistem nomor atau butir-butir. Pada bagian ini
dapat ditambahkan saran yang berkaitan dengan pelaksanaan atau hasil penelitian, artinya jangan
mengada-ada dalam mengajukan saran. Selain itu, dapat ditambahkan prospek pengembangan hasil
penelitian dan prospek aplikasi penelitian selanjutnya ke depan.

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih ditujukan kepada pihak-pihak yang berkontribusi langsung dalam
penelitian, seperti sponsor, pendonor dana, atau narasumber dan hal ini tidak wajib ada.

REFERENSI
Diwajibkan untuk menggunakan aplikasi manajemen referensi Mendeley. Menggunakan
manajemen referensi memudahkan tata kelola referensi dan menjamin semua yang dirujuk dalam
artikel tertulis juga dalam referensi, begitu pun sebaliknya. Persentase bahan rujukan yang
dipergunakan adalah 80% dari jurnal artikel, prosiding konferensi atau hasil penelitian dari sepuluh
(10) tahun terakhir. Penulisan referensi menggunakan model sistem dari American Psychological
Association atau APA edisi ke-7.

Contoh Penulisan Referensi:


(Jenis: Buku)
Schunk, D. H. (2012). Learning theories an educational perspective. Boston, MA: Pearson Education.

(Jenis: Book Section)


Sahlberg, P. (2012). The most wanted: Teachers and teacher education in Finland. In L.Darling-
Hammond & A. Lieberman (Eds.). Teacher education around the world: changing policies and
practices. London: Routledge, pp. 22-44.

(Jenis: Artikel Jurnal)


Triyanto, S. A., & Prabowo, C. A. (2020). Efektivitas Blended-Problem Based Learning dengan
Lesson Study Terhadap Hasil Belajar. Bioedukasi: Jurnal Pendidikan Biologi, 13(1), 42–48.
https://doi.org/10.20961/bioedukasi-uns.v13i1.37960
Hernawati, D., Chaidir, D. M., Meylani, V., & Putra, R. R. (2019). Potensi Hasil Tangkapan dan
Kelimpahan Sumber Daya Ikan di Pendaratan Karangsong Indramayu. Bioedusiana: Jurnal
Pendidikan Biologi, 4(2), 69–76. https://doi.org/10.34289/277880

(Jenis: Prosiding)
Agustin, T. S., Surahman, E., & Hernawati, D. (2019). Analisis Hasil Kognitif Peserta Ddidik melalui
Implementasi Model Problem Based Learning. Seminar Nasional Biologi, Saintek, Dan
Pembelajarannya (SN-Biosper), 373–378. Tasikmalaya: Pendidikan Biologi Universitas
Siliwangi.
(Jenis: Dokumen hukum perundang-undangan)
Permendikbud No. 3 Tahun 2020. Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Anda mungkin juga menyukai