Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Moralitas merupakan suatu fenomena manusiawi yang universal,

menjadi ciri yang membedakan manusia dari binatang. Pada binatang tidak

ada kesadaran tentang baik dan buruk, yang boleh dan yang dilarang, yang

harus dan yang tidak pantas dilakukan baik keharusan alamiah maupun

keharusan moral. Keharusan alamiah terjadi dengan sendirinya sesuai hukum

alam. Keharusan moral adalah hukum yang mewajibkan manusia melakukan

atau tidak melakukan sesuatu.

Banyak pendapat miring yang diperdengarkan di masyarakat pada

umumnya tentang persoalan moralitas anak bangsa yang diduga telah berjalan

dan mengalir ke luar dari garis-garis humanitas yang sejati. Banyak kalangan

yang mengkhawatirkan telah adanya dekadensi moral berkepanjangan, yang

akan berakibat penurunan harkat dan martabat kemanusiaan. Kualitas

kemanusiaan selalu berkenaan dengan nilai-nilai moralitas yang teraplikasi

dalam kehidupan nyata, baik dalam kehidupan individual dan sosial, maupun

dalam bentuk hubungan dengan alam dan Penciptanya. Atas dasar ini pula,

wajar jika persoalan moral merupakan persoalan yang tidak akan pernah

selesai untuk ditelaah.1

Immanuel Kant adalah seorang filsuf besar yang pernah tampil dalam

pentas pemikiran filosofis zaman Aufklarung Jerman menjelang akhir abad

1
Poespoprdjo. 1999. Filsafat Moral. Jakarta: Pustaka Grafika. Hal, 197.
ke18. Pada abad ke-18 dimulailah suatu zaman baru, yang memang berakar

pada Renaissance serta mewujudkan buah pahit dari rasionalisme dan

empirisme. Zaman ini disebut zaman Aufklarung atau zaman pencerahan.2

Menurut Immanuel kant mengatakan bahwa “zaman pencerahan

adalah zaman manusia keluar dari keadaan tidak akil balik, yang disebabkan

karena kesalahan manusia sendiri. Kesalahan itu terletak disini, bahwa

manusia tidak mau memanfaatkan akalnya”.3

Voltaire menyebut zaman pencerahan adalah zaman akal. sekarang

orang merasa, bahwa zaman perwalian pemikiran manusia tiada lagi. umat

manusia telah bebas, merdeka dan tidak memerlukan lagi tiap kuasa yang

datang dari luar dirinya, di bidang apapun4.

Munculnya Kant (1724-1804), mengantarkan suatu gagasan baru yang

memberi arah kepada segala pemikiran filsafati. Kant sendiri memang

merasa, bahwa Kant meneruskan pencerahan. Pemikiran Immanuel Kant

telah banyak digunakan sebagai referensi dalam mempelajari ilmu filsafat

khususnya filsafat moral.

Pemikiran Immanuel Kant semula dipengaruhi oleh rasionalisme

Leibinz dan Wolff,5 kemudian ia dipengaruhi empirisme Hume, selain juga

Nampak pula pengaruh Rousseau. Dalam tulisan-tulisan Kant paling awal, ia

cenderung pada metafisika rasionalistik. Awal pemikirannya Kant

terpengaruhi oleh aliran “pietisme” dari ibunya. Pietisme yaitu agama di

2
Harun Hadiwijoyo.1980. Sari Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 47.
3
Ibid
4
Ibid
5
Ibid. Hal 64
Jerman yang mendasarkan keyakinannya pada pengalaman religius dan studi

kitab suci.

Kant sendiri menulis bahwa empirisme Hume telah

membangunkannya dari tidur “Dogmatisnya”.6 Hume telah mendestruksikan

atau menghancurkan anggapan filsafat sebelumnya bahwa paham-paham

seperti substansi atau sebab dapat ditemukan dalam realitas empiris.

Dogmatisme adalah filsafat yang mendasarkan pandangannya kepada

pengertian-pengertian yang telah ada tentang Allah atau substansi monade.7

Filsafat ini tidak memperhatikan apakah rasio telah memiliki pengertian

tentang hakekatnya sendiri, luas dan batas kemamasi agama dan dasar ilmu

pengetahuan begitu saja, tanpa mempertanggung jawabkan nya secara kritis.8

Pemikiran dogmatisme menganggap pengenalan objektif sebagai sesuatu

yang sudah dengan sendirinya. menurut kant, pemikiran tersebut adalah salah.

Dalam proyek pemikirannya, Kant hendak membongkar seluruh

filsafat sebelumnya dan membangun secara baru. Filsafat Kant menjadi

“Kritisisme” yang dilawankan dengan seluruh filsafat sebelumnya yang

ditolaknya yaitu sebagai dogmatisme. Kant adalah filsuf modern yang paling

berpengaruh. Pemikirannya yang analitis dan tajam memasang patok-patok

yang mau tak mau menjadi acuan bagi segenap pemikiran filosofis kemudian,

terutama dalam bidang epistemologi, metafisika dan etika.

Filsafat Kant disebut kritisme. secara harfiah kritik berarti pemisahan.

Filsafat Kant bermaksud membedakan antara pengetahuan yang murni dan

yang tidak murni, yang tiada kepastiannya. Kant ingin membersihkan

6
Lili Tjacjadi. 1991 Hukum Moral Ajaran Immanuel Kant. Hal. 26
7
Harun Hadiwijoyo.Op Cit. Hal. 64
8
Ibid. Hal. 64.
pengenalan dari keterikatannya kepada segala penampakan yang bersifat

sementara. Filsafatnya dimaksudkan sebagai penyadaran atas kemampuan-

kemampuan rasio secara objektif dan menmukan batasan-batasan

kemampuannya, untuk memberi tempat kepada iman kepercayaan9.

Kant mengatakan bahwa “ada dua hal yang membuatnya kagum, yaitu

langit dengan bintang-bintang nya dan hukum moral di dalam nya”. Di atas

hukum moral lah Kant mendasarkan seluruh struktur filsafat.10

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah tersebut, maka diajukan pertanyaan penelitian

sebagai berikut:

Apa konsep moralitas menurut Immanuel Kant?

C. Tujuan Penelitian

Mendeskripsikan konsep moralitas menurut Immanuel Kant

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari hasil penelitian ini di antarnya

1. Secara Teoritis, bagi akademisi diharapkan mampu mengakaji lebih

dalam tentang moralitas dalam pandangan immanuel kant, faktor-faktor

penentu dari konsep moralitas serta kaitan antara etika, norma dan

moral dalam ilmu filsafat

2. Bagi penulis dapat menjadi bahan referensi dan komparasi khususnya

yang akan mengkaji masalah yang relevan dengan masalah dalam

penelitian ini.

9
Ibid
10
Poespoprodjo. Op Cit. Hal. 117.
3. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan hal-hal

positif bagi masyarakat berkaitan dengan moralitas yang berkembang di

masyarakat, serta dapat memberikan informasi dan dapat menambah

wawasan tentang pandangan moralitas menurut Immanuel Kant. Serta

aplikasi nya dalam kehidupan bermasyarakat.

E. Kerangka Pemikiran

Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang menunjukan

bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk. moralitas mencakup

pengertian tentang baik, buruknya perbuatan manusia.11 Moralitas mencakup

etika, norma serta moral.12

Etika berasal dari kata Yunani yang berarti kebiasaan,custom. Dalam

bahasa Latin, kata untuk kebiasaan adaah mos, dan dari sinilah kata moral,

moralitas, mores. Secara etimologis etika mempelajari kebiasaan manusia

yang terdiri dari konvensi-konvensi, seperti cara berpakaian, tata cara, tata

krama, etiquette dan semacam itu13.

Etika dirumuskan dalam tiga arti, yaitu, ilmu tentang apa yang baik dan

apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak), kumpulan

asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai mengenai benar dan salah

yang dianut suatu golongan atau masyarakat.14

Menurut Burhanuddin Salam, istilah etika berasal dari kata latin, yakni

“ethic”, sedangkan dalam bahasa Greek, Ethikos yaitu a body of moral

principle or values. Etik, arti sebenarnya adalah kebiasaan. Jadi, dalam

11
Poespoprodjo. Op Cit. Hal. 118.
12
Ibid. Hal 18
13
Ibid.
14
Departemen Pendidikan dan kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai pustaka. 1991.
pengertian aslinya, apa yang disebutkan baik itu sesuai dengan kebiasaan

masyarakat (pada saat itu).15 Etika dalam bahasa arab disebut akhlaq, yang

merupakan kata jamak dari khuluq yang berarti adat, kebiasaan,

perangai,tabiat, watak, adab dan agama.16 Lambat laun pengertian etika itu

berubah dan berkembang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan

manusia. Perkembangan pengertian etika tidak terlepas dari substansinya

bahwa etika adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan,

tingkah laku manusia dinilai baik dan mana yang jahat. Istilah lain dari etika

yaitu, moral, susila, budi pekerti, akhlak.17

Secara historis, etika sebagai wujud usaha filsafat lahir dari rusaknya

tatanan moral di lingkungan kebudayaan Yunani 2500 tahun yang lalu.

Karena pandangan-pandangan lama tentang baik dan buruk tidak dipercaya

lagi, para filsuf mempertanyakan kembali norma-norma dasar bagi keakuan

manuia saat itu. Persoalan yang sering mengumuka saat itu bukanlah apakah

yang menjadi kewajiban bagi manusia dan apa yang bukan, melainkan

manakala norma-norma untuk menentukan apakah yang harus dianggap

sebagai kewajiban. Misalnya dalam bidang etika seksual, hubungan anak dan

orang tua, kewajiban terhadap negara, etika sopan santun dan pergaulan serta

penilaian terhadap nyawa manusia, pandangan-pandangan tersebut sangat

berbeda satu sama lainnya. Untuk mencapai suatu pendirian dalam

pergolakan perbedaan pendapat tersebut, di perlukan refleksi kritis terhadap

etika.18

15
Burhanudin Salam.2000. Etika individual. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 3.
16
Muhammad Alfan. 2011. Filsafat Etika Islam. Bandung: Pustaka Setia. Hal. 17.
17
Ibid. Hal. 18
18
Ibid
Selain itu juga secara istilah etika mempunyai tiga arti: pertama, nilai-

nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau

suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Arti ini bisa disebut sistem

nilai, misalnya etika Protestan, etika Islam, etika suku Indoan. Kedua, etika

berarti kumpulan asas atau nilai moral (kode etik), misalnya kode etik

kedokteran, kode etik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu tentang yang baik

atau buruk. Etika menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis menjadi

bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis.

Menurut Al-Kindi, seorang filsuf muslim pertama di dunia Islam

mengatakan bahwa tujuan terakhir filsafat terletak pada moralitas, sedangkan

tujuan etika adalah untuk mengetahui kebenaran kemudian berbuat sesuai

dengan kebenaran tersebut.19 Etika dapat dipahami sebagai pernyataan

rasional yang berkaitan dengan, esensi dan dasar perbuatan, keputusan yang

benar, serta prinsip-prinsip yang mendasari klaim bahwa secara moral, terpuji

dan tercela.20

Etika berbeda dengan etiket. Etiket berasal dari kata Inggris etiquette,

yang berarti sopan santun. Perbedaan keduanya cukup tajam, antara lain:

etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan, etika menunjukkan

norma tentang perbuatan itu. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, etika

berlaku baik baik saat sendiri maupun dalam kaitannya dengan lingkup sosial.

etiket bersifat relatif, tergantung pada kebudayaan, etika lebih absolut.21

Norma adalah kaidah, ketentuan, aturan, kriteria, atau syarat yang

mengandung nilai tertentu yang harus dipatuhi oleh warga masyarakat di

19
Ibid
20
Ibid
21
Ibid. Hal. 18.
dalam berbuat, bertingkah laku agar masyarakat tertib, teratur, dan aman.

Menurut Poespoprodjo, “norma adalah aturan, standar, ukuran.”22

Dari kedua pendapat diatas dapat disimpulkan norma adalah kaidah,

aturan, ketentuan, kriteria, standar, dan ukuran yang berlaku di masyarakat

untuk dipatuhi agar tertib, teratur, dan aman. Norma-norma yang berada di

masyarakat yaitu norma agama, norma kesopanan, norma kesusilaan, dan

norma hukum.

Nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral. Norma moralitas

adalah aturan, standar, ukuran yang dapat digunakan untuk mengukur

kebaikan atau keburukan suatu perbuatan. Istilah moral mengandung

integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian seseorang amat

ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Moralitas seseorang tercermin

dalam sikap dan perilakunya.

Moral berasal dari kata bahasa latin mores yang berarti adat kebiasaan.

Kata mores ini mempunyai sinonim; mos, moris, manner mores atau

manners, morals.23 Dalam kamus besar bahasa Indonesia (1988) kata moral

berarti “akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin

atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin

dalam hidup”24. Moral adalah suatu ajaran wejangan-wejangan, patokan-

patokan, kumpulan peraturan baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana

manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.

Moralitas bukanlah suatu koleksi dari aturan-aturan, norma-norma atau

22
Poespoprodjo. Op Cit. Hal. 133.
23
Ibid. Hal. 118.
24
Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Kamus besar bahasa Indonesia, Balai pustaka, 1991.
kelakuan-kelakuan tertentu tetapi merupakan perspektif atau cara pandang

tertentu.

Dari ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan moral adalah ajaran

atau pedoman yang dijadikan landasan untuk bertingkah laku dalam

kehidupan agar menjadi manusia yang baik atau beraklak.25

Kajian tentang nilai menjadi kajian yang amat penting mengingat

posisinya sebagai masalah awal dalam filsafat moral. Kajian nilai menjadi

kajian yang menyentuh persoalan subtansial dalam filsafat moral. Pertanyaan

yang selalu muncul dalam kajian ini, apakah yang disebut “baik” dan “tidak

baik”.26

Terdapat dua aliran dalam kajian nilai yakni aliran naturalisme dan non

naturalisme. Dalam pandangan naturalisme, nilai adalah sejumlah fakta yang

dapat diuji secara empiris, misalnya sifat perilaku yang baik seperti jujur, adil

dan dermawan atau kebalikannya menjadi indikator untuk menentukan

predikat seseorang berperilaku baik atau tidak baik. Konsekuensi dari setiap

perbuatan adalah indikator untuk menetapkan apakah perbuatan seseorang itu

baik atau tidak baik.27

Berbeda dengan naturalisme, aliran non naturalisme memandang bahwa

nilai bukanlah sekedar fakta tetapi lebih bersifat normatif dalam menentukan

sesuatu apakah ia baik atau buruk, benar atau salah. Nilai tidak hanya

ditentukan oleh konsekuensi dari suatu perbuatan melainkan dipengaruhi oleh

25
Poespoprodjo, Op Cit. Hal. 119
26
Ibid. Hal. 37
27
Ibid. Hal. 38
intuisi moral yang dimiliki manusia, sebuah kesadaran langsung adanya nilai

murni seperti benar atau salah dalam setiap perilaku, objek atau seseorang.28

Immanuel Kant sebagai tokoh kelompok nonnaturalisme

mengemukakan prinsip autonomy dan heteronomy dalam menentukan

moralitas. Autonomy merupakan wujud wewenang kehendak . Seseorang

melakukan perilaku moral berdasar atas kehendak yang teleh menjadi

ketetapan bagi dirinya untuk melakukan perilaku moral- dan tidak ditentukan

oleh kepentingan atau kecenderungan lain.29

Heteronomy atau disebut juga prinsip heteronomi kehendak

menyatakan bahwa seseorang berperilaku moral karena dipengaruhi oleh

berbagai hal di luar kehendak manusia. Pada prinsip ini, kehendak tidak serta

merta menjadikan dirinya sebagai sebuah ketetapan, tetapi sebuah ketetapan

diberikan oleh objek tertentu melalui kaitannya dengan kehendak.30

Perilaku moral yang ideal dalam kacamata Immanuel Kant adalah

perilaku moral yang lahir dan muncul dari desakan kehendak diri manusia

sebagai makhluk yang berakal dan berbudi, sehingga setiap perilaku moral

yang dilakukannya benar-benar lahir dari dirinya sendiri bukan dari luar

dirinya. Menurut kant yang baik adalah kehendak baik itu sendiri. Suatu

kehendak menjadi baik sebab bertindak karena kewajiban. Bertindak sesuai

dengan kewajiban disebut legalitas. Kant membagi kewajiban menjadi dua:

imperatif kategoris (perintah yang mewajibkan begitu saja, tanpa syarat). dan

imperatif hipotetis (perintah yang mewajibkan tapi bersyarat).

28
Ibid. Hal. 38
29
Muhammad Alfan.Op Cit. Hal. 182
30
Ibid
Imperatif kategoris yang menurut Kant menjadi hukum moral. Kant

sangat menekankan otonomi kehendak. Inilah kebebasan dalam artian Kant.

Kebebasan tidak dalam arti bebas dari segala ikatan, tapi bebas dengan taat

pada hukum, moral.

Aristoteles mengatakan bahwa manusia hidup ini mempunyai tujuan,

dan tujuan yang ingin dicapai tidak lain hanyalah suatu tujuan antara untuk

mencapai tujuan selanjutnya, dan Aristotelse mengatakan bahwa tujuan yang

paling tinggi adalah mencapai kebahagiaan. Tugas etika ialah

mengembangkan dan mempertahankan kebahagiaan yang telah dicapai dan

Aristoteles juga mengatakan bahwa etika sebaiknya tidak dipelajari oleh

orang muda, sebab mereka belum mempunyai pengalaman yang boleh

disebut matang.

Menurut Aristoteles manusia akan mencapai kebahagiaan apabila ia

menjalankan aktifitas secara baik, ia harus menjalankan aktifitasnya menurut

keutamaan. Pemikiran yang disertai keutamaan dapat membuat manusia

bahagia, dan dijalankan dalan jangka waktu yang panjang dan sifatnya stabil.

Ada 2 keutamaan menurut Aristoteles yaitu keutamaan moral, dilukiskan

sebagai sikap watak yang memungkinkan manusia untuk memilih jalan

tengah antara dua akstrem yang berlawanan. Dan keutamaan lainnya adalah

keutamaan intelektual, dimana rasio manusai mempunyai dua fungsi, disatu

pihak berfungsi untuk mengenal kebenaran, dan dilain pihak rasio dapat

memberi petunjuk supaya orang mengetahui apa yang harus diputuskan

dalam keadaan tertentu. Ada dua keutamaan yang menyempurnakan rasio,

yaitu kebijaksanaan teoritis, yang merupakan suatu sikap tetap. Yang


mempunyai kebijaksanaan ini adalah orang yang terpelajar, dan untuk

mencapai kebijaksanaan ini harus melalui pendidikan ilmiah yang panjang.

Kebijaksanaan praktis, adalah sikap jiwa yang memungkinkan manusia untuk

mengatakan yang mana dari barang-barang konkret boleh dianggap baik

untuk hidupnya.

Berdasarkan pendapat Imanuel Kant dan Aristoteles dapat dikatakan

bahwa seseorang berperilaku moral, lahir dan muncul dari desakan kehendak

diri manusia sebagai makhluk yang berakal dan berbudi untuk mencapai

suatu kebahagiaan.

F. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan dan metode kualitatif.

Dalam penelitian ini di perlukan sebuah metode atau langkah-langkah yang

akan digunakan di antaranya:

1. Menentukan Sumber Data

Sumber data yang diambil berasal dari data primer maupun

sekunder. penelitian ini bersifat tinjauan pustaka (library research).

oleh karena itu penelitian mengambil data yakni :

a. Data Primer

Data primer yang penulis ambil meliputi, buku-buku

karya Immanuel Kant antara lain

1) The Critique of Pure Reason.

2) The critique practical reason.

3) Filsafat Moral karya W.Poespoprodjo tahun 1998.


4) Hukum Moral Ajaran Immanuel Kant tentang Etika

dan Imperatif Kategoris Karya S.P. Lili Tjacjadi

tahun 1985.

b. Data Sekunder

Data sekunder di peroleh dari buku-buku tentang

konsep moralitas serta yang berkaitan dengan penelitian

penulis. Antara lain :

1) Filsafat etika Islam karya Muhammad Alfan tahun

2011.

2) Sari Sejarah Filsafat Barat karya Harun Hadiwijoyo

tahun 1980.

3) Fisafat Moral karya James Rachels tahun 2004.

4) Filsafat Modern karya Muhammad Alfan tahun

2013.

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitan bersifat penafsiran atau

heurmenetika. Penafisran digunakan karena data-data penunjang

berupa buku. Untuk penafsirkan data data yang berupa buku di

gunakan penafsiran atau hermeneutika Jurgen Habermas.

Jurgen Habermas berpendapat bahwa setiap pertanyaan

yang di ajukan ada jawaban yang benar, ada kesimpulan akhirnya,

yang hendak di tuju oleh pendapat setiap orang secara teguh. Suatu

saat kita mungkin akan mundur dari jawaban itu untuk mencari

pengalaman yang lebih banyak lagi dan mencari waktu untuk


mengambil keputusan hingga pada akhirnya mendekati jawaban itu

kembali.31

Habermas mengikuti tiga bentuk penyimpulan, yaitu

deduksi, induksi, dan abduksi. Dengan deduksi ia ingin

membuktikan bahwa sesuatu ‘seharusnya’ berprilaku dengan cara

tertentu. Dengan induksi, ia ingin membuktikan bahwa sesuatu

memang berprilaku dalam suatu cara tertentu. Dengan abduksi ia

ingin membuktikan bahwa sesuatu mungkin akan berprilaku

menurut suatu cara tertentu.32

Metode induksi yaitu suatu cara atau jalan yang dipakai

untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak

dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat khusus,

kemudian menarik kesimpulan yang besrsifat umum.33

Metode deskripsi yaitu metode yang menerapkan

pengamatan dari pemaparan-pemaparan para tokoh tentang suatu

permasalahan sehingga menemukan titik terang atau kesimpulan.

Metode deskripsi ini yag akan diterapkan penulis dalam

Pengumpulan data penelitian ini.34

3. Analisis Data

a. Metode komparasi, yaitu metode yang menerapkan

perbandingan-perbandingan beberapa pendapat tentang suatu

masalah kemudian mengambil pendapat yang paling kuat. Pada

31
E. Sumaryono. Hermeneutik. Hal. 82.
32
Ibid. Hal. 82.
33
Sudarto. 1996. Metodologi Penelitian Filsafat. Jakarta: Raja Grafindo. Hal. 57
34
Ibid. Hal 57.
penelitian ini Metode Komparasi digunakan untuk mengetahui

perbandingan pendapat para tokoh tentang moralitas, etika,

norma, nilai dengan Pendapat-pendapat Immanuel Kant.

b. Analisis Kritis, adalah jalan yang digunakan untuk

mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan mengadakan

perincian terhadap objek yang di teliti.35 Analisis ini memilah-

milah antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain.

Metode analisis di terapkan pada pengertian-pengertian yang

bersifat apriori, dan juga di terapkan pada pengertian-pengertian

yang bersifat aposteoriti36.

c. Analisis Sintesis, adalah jalan yang dipakai untuk mendapatkan

ilmu pengetahuan ilmiah dengan cara mengumpulkanatau

menggabungkan data.37

G. Sistematika

Pembahasan substansi permasalahan penelitian ini akan disusun

dalam sistematika: lima bab dan beberapa sub bab, meliputi:

BAB I : Bab ini merupakan bab pendahuluan yang membahas latar

belakang masalah tentang moralitas, Rumusan masalah, tujuan dan manfaat

penelitian, kerangka penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian,

sistematika penulisan.

BAB II : Membahas biografi Dan Karya Intektualnya tentang

Immanuel Kant: Sebuah sketsa biografi, situasi kehidupan pendidikan, situasi

kehidupan social, karya-karya.

35
Ibid. Hal 59.
36
Ibid.
37
Ibid, Hal, 61
BAB III : Membahas tentang teori-teori Moralitas mencakup

pengertian moralitas, objek-objek kajian moralitas.

BAB IV: Membahas tentang konsep moralitas tentang moralitas

otonomi, norma-norma moralitas, faktor-faktor penentu moralitas.

BAB V : Bab ini merupakan bab penutup yang akan memaparkan

kesimpulan dari hasil penelitian dan beberapa saran untuk penelitian dan

penerapan.

Anda mungkin juga menyukai