Anda di halaman 1dari 8

Nama : Anisah Qory F.

Kelas : XI MIPA 5

No.Urut :4

Mapel : Kimia

1. Bagaimana teori tumbukan dapat menjelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi


laju reaksi?

Jawab : Laju reaksi kimia tergantung pada hasil kali frekuensi tumbukan dengan fraksi
molekul yang memiliki energi sama atau melebihi energi pengaktifan. Karena fraksi molekul
yang teraktifkan biasanya sangat kecil, maka laju reaksi jauh lebih kecil daripada frekuensi
tumbukannya sendiri. Semakin tinggi nilai energi pengaktifan, semakin kecil fraksi molekul
yang teraktifkan dan semakin lambat reaksi berlangsung.

Contoh :

A2(g) + B2(g) → 2AB(g)

Menurut pengertian teori tumbukan, selama tumbukan antara molekul A2 dan B2 (dianggap)


ikatan A–A dan B–B putus dan terbentuk ikatan A–B. Pada gambar 2. ditunjukkan bahwa
anggapan itu tidak selamanya berlaku untuk setiap tumbukan.

Molekul-molekul harus mempunyai orientasi tertentu agar tumbukan efektif untuk


menghasilkan reaksi kimia. Pada gambar 2. ditunjukkan bahwa jumlah tumbukan yang
orientasinya tidak memungkinkan terjadi reaksi umumnya lebih banyak daripada jumlah
tumbukan yang memungkinkan terjadinya reaksi. Hal itu berarti peluang suatu tumbukan
tertentu untuk menghasilkan reaksi umumnya kecil.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi seperti konsentrasi, luas permukaan, suhu dan
katalis berhubungan dengan tumbukan antar partikel.
PENGARUH KONSENTRASI TERHADAP LAJU REAKSI
BERDASARKAN TEORI TUMBUKAN
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa konsentrasi pereaksi berkaitan dengan jumlah
partikel zat yang terlibat dalam tumbukan. Bila pereaksi bertambah, maka jumlah partikel-
partikel yang bertumbukan akan semakin banyak/meningkat. Dengan demikian jarak antara
partikel.zat tersebut menjadi lebih dekat dan jumlah tumbukkan efektif juga akan meningkat.
Hal ini berarti terjadi peningkatan laju suatu reaksi. Dan sebaliknya, jika konsentrasi
berkurang, maka tumbukan akan sedikit dan laju reaksi juga akan berkurang.

2. PENGARUH LUAS PERMUKAAN TERHADAP LAJU REAKSI BERDASARKAN


TEORI TUMBUKAN
Untuk massa yang sama, semakin halus bentuk suatu zat maka semakin luas permukaan zat.
Berdasarkan teori tumbukan: “semakin luas permukaan partikel, semakin besar kemungkinan
terjadinya tumbukan antar partikel”.

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa serbuk Fe bereaksi lebih cepat dari pada batang Fe.
Hal ini disebabkan karena luas permukaan serbuk Fe lebih luas daripada kepingan Fe,
sehingga bidang sentuhnya lebih banyak untuk bertumbukan dengan zat lain. Akibatnya laju
reaksi zat berbentuk serbuk lebih cepat daripada zat yang berbentuk kepingan.
3. PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP LAJU REAKSI BERDASARKAN
TEORI TUMBUKAN

Pengaruh temperatur terhadap laju reaksi terkait dengan energi kinetik partikel.

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa pada suhu tinggi, jumlah partikel yang
bertumbukan lebih banyak dibandingkan pada suhu rendah. Hal ini disebabkan karena pada
suhu tinggi energi kinetik partikel akan lebih besar. Hal ini menyebabkan jumlah tumbukan
semakin banyak sehingga laju reaksi akan meningkat.

4. PENGARUH KATALIS TERHADAP LAJU REAKSI


Pengaruh katalis dalam mempengaruhi laju reaksi terkait dengan energi pengaktifan reaksi
(Ea). Katalis yang digunakan untuk mempercepat reaksi memberikan suatu mekanisme reaksi
alternatif dengan nilai Ea yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai Ea reaksi tanpa
katalis. Semakin rendah nilai Ea maka lebih banyak partikel yang memiliki energi kinetik
yang cukup untuk mengatasi halangan Ea yang rendah ini. Hal ini menyebabkan jumlah
tumbukan efektif akan bertambah, sehingga laju reaksi juga akan meningkat. Zat yang
mempercepat laju reaksi disebut katalisator. Sedangkan zat yang memperlambat laju reaksi
disebut umum disebut Inhibitor.

Pada kenyataannya molekul-molekul dapat bereaksi jika terdapat tumbukan dan molekul-
molekul mempunyai energi minimum untuk bereaksi. Energi minimum yang diperlukan
untuk bereaksi pada saat molekul bertumbukan disebut energi aktivasi. Energi aktivasi
digunakan untuk memutuskan ikatan-ikatan pada pereaksi sehingga dapat membentuk ikatan
baru pada hasil reaksi. Misalnya energi aktivasi pada reaksi gas hidrogen dan iodium dengan
persamaan reaksi:
Pada Gambar diatas, proses reaksi tanpa katalis digambarkan dengan satu kurva yang tinggi
sedangkan dengan katalis menjadi kurva dengan dua puncak yang rendah sehingga energi
aktivasi pada reaksi dengan katalis lebih rendahdaripada energi aktivasi pada reaksi tanpa
katalis. Berarti secara keseluruhan katalis dapat menurunkan energi aktivasi dengan cara
mengubah jalannya reaksi atau mekanisme reaksi sehingga reaksi lebih cepat.
Sumber : https://masyitahkimia.wordpress.com/kimia-kelas-xi/semester-1-kls-xi/laju-
reaksi/teori-tumbukan/
2. Sebutkan cara – cara pengaturan penyimpanan bahan – bahan kimia untuk mencegah
perubahan tak terkendali!

Jawab :

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyimpan bahan-bahan kimia diantaranya: wujud
zat, konsentrasi zat, bahaya dari zat, label, kepekaan zat terhadap cahaya, dan kemudahan zat
tersebut menguap.

Penyimpanan dan penataan bahan kimia berdasarkan urutan alfabetis akan lebih tepat
apabila bahan kimia sudah dikelompokkan menurut sifat fisis, dan sifat kimianya terutama
tingkat kebahayaannya. Semua bahan harus diberi label secara jeas, dan untuk larutan harus
dicantumkan tanggal pembuatannya.

Penyimpanan bahan-bahan kimia di laboratorium di dasarkan pada wujud dari zat tersebut
(padat, cair dan gas), sifat-sifat zat (Asam dan basa), sifat bahaya zat (korosif, mudah
terbakar, racun dll), seberapa sering zat tersebut digunakan. Sistem penyimpanan bahan-
bahan kimia didasarkan pada bahan yang sering dipakai, bahan yang boleh diambil
sendiri oleh pemakai laboratorium, bahan yang berbahaya/racun, dan jumlah bahan yang
dsimpan.

Cara menyimpan bahan-bahan kimia sama hanya dengan menyimpan alat-alat laboratorium,
sifat masing-masing bahan harus diketahui sebelum melakukan penyimpanan, seperti:
1. Bahan yang dapat bereaksi dengan plastic sebaiknya disimpan dalam botol kaca.
2. Bahan yang dapat bereaksi dengan kaca sebaiknya disimpan dalam botol plastic.
3. Bahan yang dapat berubah apabila terkena matahari langsung harus disimpan
daam botol gelap dan diletakkan dalam lemari tertutup.
4. Bahan yang tidak mudah rusak oleh cahaya matahari secara langsung dapat
disimpan dalam botol berwarna bening.
5. Bahan berbahaya dan bahan korosif sebaiknya disimpan terpisah dari bahan
lainnya.
6. Bahan disimpan dalam botol yang diberi symbol karakteristik masing-masing
bahan.
7. Sebaiknya bahan disimpan dalam botol induk yang berukuran besar. Pengambilan
bahan kimia dari botol secukupnya saja sesuai kebutuhan, dan sisa bahan praktikum
disimpan dalam botol kecil, jangan dikembalikan ke dalam botol induk, bertujuan
untuk menghindari rusaknya bahan dalam botol induk.

Tempat penyimpanan bahan-bahan kimia yang baik dalah di ruangan khusus, tidak
bercampur dengan tempat kegiatan praktikum berjalan. Kelembaban ruangan harus benar-
benar diperhatikan untuk mencegah agar bahan tidak mudah rusak. Umumnya bahan kimia
disimpan berdasarkan kelompoknya seperti rak atau lemari tempat menyimpan bahan padat,
bahan cair, dan bahan berbahaya. Untuk bahan padat yang tidak mudah meledak atau
terbakar dapat diletakkan dalam lemari tertutup, sedangkan untuk bahan yang mudah terbakar
atau meledak diletakkan dalam rak terbuka yang tidak terkena sinar matahari secara
langsung. Tujuannya agar bila terjadi ketidakberesan mudah untuk diketahui. Tmpat
penyimpanan bahan cair seperti asam, kloroform sebaiknya di simpan di lemari asam,
sedangkan untuk bahan yang tidak berbahaya dapat disimpan dalam lemari tersendiri.
Tujuannya bila terjadi kebocoran maka gas dapat langsung keluar melalui cerobong asap dari
lemari asam, jadi tidak menyebar.

Syarat-syarat penyimpanan bahan-bahan kimia di laboratorium.

1. Bahan mudah terbakar


Banyak bahan-bahan kimia yang dapat terbakar sendiri, terbakar jika terkena udara, terkena
benda panas, terkena api, atau jika bercampur dengan bahan kimia lain. Fosfor (P) putih,
fosfin (PH3), alkil logam, boran (BH3) akan terbakar sendiri jika terkena udara. Pipa air,
tabung gelas yang panas akan menyalakan karbon disulfide (CS2). Bunga api dapat
menyalakan bermacam-macam gas. Dari segi mudahnya terbakar, cairan organic dapat dibagi
menjadi 3 golongan:
a. Cairan yang terbakar di bawah temperatur -4oC, misalnya karbon disulfide (CS2),
eter (C2H5OC2H5), benzena (C5H6), aseton (CH3COCH3).
b. Cairan yang dapat terbakar pada temperatur antara -4oC - 21oC, misalnya etanol
(C2H5OH), methanol (CH3OH).
c. Cairan yang dapat terbakar pada temperatur 21oC – 93,5oC, misalnya kerosin
(minyak lampu), terpentin, naftalena, minyak baker.
Syarat penyimpanan:
· Temperatur dingin dan berventilasi,
· Tersedia alat pemadam kebakaran,
· Jauhkan dari sumber api atau panas, terutama loncatan api listrik dan bara rokok.

2. Bahan mudah meledak


Bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya “explosive“ (E) dapat meledak
dengan pukulan/benturan, gesekan, pemanasan, api dan sumber nyala lain bahkan tanpa
oksigen atmosferik. Contoh bahan kimia mudah meledak antara lain: ammonium nitrat,
nitrogliserin, TNT. Hal-hal yang dapat menyebabkan ledakan adalah:
a. Karena ada udara cair. Udara dapat meledak jika dicampur dengan unsur-unsur
pereduksi dan hidrokarbon
b. Karena ada gas-gas
c. Karena ada debu. Debu padat dari bahan mudah terbakar bercampur dengan udara
dapat menimbulkan ledakan dahsyat
d. Karena adanya pelarut mudah terbakar.
e. Karena ada peroksida.
Syarat penyimpanan:
Ø Ruangan dingin dan berventilasi
Ø Jauhkan dari panas dan api
Ø Hindarkan dari gesekan atau tumbukan mekanis
Kombinasi zat-zat yang sering meledak di laboratorium pada waktu melakukan percobaan
adalah:
· Ammonium nitrat (NH4NO3), serbuk seng (Zn) dengan air
· Peroksida dengan magnesium (Mg), seng (Zn) atau aluminium (Al)
· Klorat dengan asam sulfat
· Natrium (Na) atau kalium (K) dengan air
· Asam nitrat (HNO3) dengan seng (Zn), magnesium atau logam lain
· Kalium nitrat (KNO3) dengan natrium asetat (CH3COONa)
· Nitrat dengan eter
· Halogen dengan amoniak
· Fosfor (P) dengan asam nitrat (HNO3), suatu nitrat atau klorat
· Merkuri oksida (HgO) dengan sulfur (S)

3. Bahan beracun
Bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya “very toxic (T+)” dan “toxic (F)”
dapat menyebabkan kerusakan kesehatan akut atau kronis dan bahkan kematian pada
konsentrasi sangat rendah jika masuk ke tubuh melalui inhalasi, melalui mulut (ingestion),
atau kontak dengan kulit. Contoh: kalium sianida, hydrogen sulfida, nitrobenzene, atripin,
sublimate (HgCl2), persenyawaan sianida, arsen, dan gas karbon monoksida (CO) dari aliran
gas.
Syarat penyimpanan:
Ø Ruangan dingin dan berventilasi
Ø Jauh dari bahaya kebakaran
Ø Disediakan alat pelindung diri, pakaian kerja, masker, dan sarung tangan
Ø Dipisahkan dari bahan-bahan yang mungkin bereaksi
Ø Kran dari saluran gas harus tetap dalam keadaan tertutup rapat jika tidak sedang
dipergunakan

4. Bahan korosif
Bahan dan formulasi dengan notasi “corrosive (C)” adalah merusak jaringan hidup. Contoh
asam-asam, anhidrida asam, dan alkali. Bahan ini dapat merusak wadah dan bereaksi dengan
zat-zat beracun.
Syarat penyimpanan:
Ø Ruangan dingin dan berventilasi
Ø Wadah tertutup dan beretiket
Ø Dipisahkan dari zat-zat beracun

5. Bahan Oksidator
Bahan-bahan dan formulasi yang ditandai dengan notasi bahaya ”oxidizing (O)“ biasanya
tidak mudah terbakar. Tetapi bila kontak dengan bahan mudah dapat menimbulkan ledakan
dahsyat, terutama peroksida. Contoh: Chlorat, Perklorat, Bromat, Peroksida, Asam Nitrat,
Kalium Nitrat, Kalium Permanganat, Bromin, Klorin, Fluorin, dan Iodin yang mudah
bereaksi dengan Oksigen (dalam kondisi tertentu).
Syarat penyimpanan:
Ø Temperatur ruangan dingin dan berventilasi
Ø Jauhkan dari sumber api dan panas, termasuk loncatan api listrik dan bara rokok
Ø Jauhkan dari bahan-bahan cairan mudah terbakar atau reduktor

6. Bahan reaktif terhadap air


Contoh: natrium, hidrida, karbit, nitrida.
Syarat penyimpanan:
Ø Temperatur ruangan dingin, kering, dan berventilasi
Ø Jauh dari sumber nyala api atau panas
Ø Bangunan kedap air
Ø Disediakan pemadam kebakaran tanpa air (CO2, dry powder)

7. Bahan reaktif terhadap asam


Zat-zat tersebut kebanyakan dengan asam menghasilkan gas yang mudah terbakar atau
beracun, contoh: natrium, hidrida, sianida.
Syarat penyimpanan:
Ø Ruangan dingin dan berventilasi
Ø Jauhkan dari sumber api, panas, dan asam
Ø Ruangan penyimpan perlu didesain agar tidak memungkinkan terbentuk kantong-
kantong hydrogen
Ø Disediakan alat pelindung diri seperti kacamata, sarung tangan, pakaian kerja

8. Gas bertekanan
Contoh: gas N2, asetilen, H2, dan Cl2 dalam tabung silinder.
Syarat penyimpanan:
Ø Disimpan dalam keadaan tegak berdiri dan terikat
Ø Ruangan dingin dan tidak terkena langsung sinar matahari
Ø Jauh dari api dan panas
Ø Jauh dari bahan korosif yang dapat merusak kran dan katub-katub.

Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam proses penyimpanan adalah lamanya waktu
pentimpanan untuk zat-zat tertentu. Eter, paraffin cair, dan olefin akan membentuk peroksida
jika kontak dengan udara dan cahaya. Semakin lama disimpan akan semakin besar jumlah
peroksida. Isopropil eter, etil eter, dioksan, dan tetrahidrofuran adalah zat yang sering
menimbulkan bahaya akibat terbentuknya peroksida dalam penyimpanan. Zat sejenis eter
tidak boleh disimpan melebihi satu tahun, kecuali ditambah inhibitor. Eter yang telah dibuka
harus dihabiskan selama enam bulan.

Sumber : http://ainundhia.blogspot.co.id/

Anda mungkin juga menyukai