Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. SKENARIO

Apa Bedanya ya?


Seorang ibu muda datang ke poliklinik dengan keluhan benjolan di kelopak mata sebelah
kiri. Benjolan terasa sakit, memerah setelah beberapa hari sebelumnya, penderita merasa
ada gatal gatal dikelopak matanya. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
penderita baik, tensi 120/80 mmHg, Nafas 24x/menit, nadi 80x/menit, suhu 38 0C. Pada
kelopak mata kiri didapatkan benjolan dengan diameter 1 cm, memerah, teraba hangat
dan ada punctumnya. Ada nyeri tekan disekitarnya.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. MIND MAPPING

Limfodenopati
Rubor

Radang Akut
Kalor
Demam

Nyeri
Laju Endap Darah
Tumor

Fungsio Laesa Tanda-tanda Penyebab


Definisi
Respon tubuh terhadapap radang Tujuan

Fungsi
Gambaran umum miktoskopis dan makroskop
Gambaran umum-khusus Radanag akibat radang

Inflamasi/Peradanga Tipe-tipe
n

Gambaran umum mikroskopis dan makroskopis Mekanisme

Penyebab
Radang Kronik

Mediator peradangan Kematian sel

Penyebab
Histamin

Bradikinin

Gambaran umum miktoskopis dan makrosk

Sirotonin

Prostaglandin

2
B. LEARNING OBJECTIVE
1. Gambaran makroskopis radang akut
2. Mediator peradangan
3. Mekanisme peradangan
4. Akibat peradangan
5. Efek sistemik peradangam
6. Konsep kematian sel

C. PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE


1. Gambaran Makroskopis Radang Akut
a. Rubor : hal pertama biasanya terlihat di daerah peradangan. Pada saat
peradangan arteri arteriol yang memasok darah berdilatasi sehingga
memungkinkan lebih banyak darah yang mengalir ke dalam mikrosirkulasi lokal.
Kapiler yang sebelumnya kosong, atau mungkin hanya sebagian meregang, secara
cepat terisi penuh dengan darah (hiperemia atau kongesti). Tubuh mengontrol
produksi hiperemia secara morfologis maupun kimiawi melalui pelepasan zat-zat
seperti histamin.
b. Kalor : teradi bersamaan dengan kemerahan pada reaksi peradangan akut.
Sebenarnya panas secara khas hanya merupakan reaksi peradangan pada
permukaan tubuh karena lebih banyak darah dialirkan ke permukaan daerah yang
teradi peradangan.
c. Dolor : ditimbulkan oleh berbagai cara yaitu
1) Perubahan pH local atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang
ujung saraf.
2) Pelepasan zat-zat kimia tertentu, seperti histamin dan zat-zat kimia bioaktif
lain dapat merangsang saraf.
3) Pembengkakan jaringan yang meradang menyebabkan peningkatan tekanan
lokal.

3
d. Tumor : pembengkakan lokal yang dihasilkan oleh cairan dan sel-sel yang
berpindah dari aliran darah ke jaringan interstisial. Campuran cairan dan sel-sel
ini tertimbun di daerah peradangan (eksudat). Awalnya sebagian besar eksudat
adalah cairan kemudian sel-sel darah putih meninggalkan aliran darah dan
tertimbun sebagai bagian dari eksudat.
e. Fungsio laesa : bagian yang bengkak, nyeri disertai sirkulasi abnormal dan
lingkungan kimiawi lokal yang abnormal otomatis akan berfungsi secara
abnormal pula.
2. Mediator Peradangan
Aktifitas biologi mediator terjadi  melalui pengikatan reseptor spesifik pada sel target. Beberapa
mediator mempunyai efek enzimatik langsung, misalnya protease atau dapat mengakibatkan
kerusakan oksidatif. Mediator dapat berasal dari plasma atau dari sel

Mediator asal sel sumbernya adalah trombosit, netrofil, monosit/makrofag dan sel mast, dan
dijumpai dalam 2 bentuk, yaitu sebagai granula dalam sel yang siap pakai dan bentuk yang harus
disintesis terlebih dahulu bila ada stimulus. Contoh mediator siap pakai ialah histamine yang
dihasikan oleh sel mast.

Mediator ini dapat dibagi menjadi 5 kelompok yaitu:


1. Amin vasoaktif (vasoactive amine)
    Ada dalam sel mast, basofil dan trombosit dan akan keluar jika terjadi ruda paksa, reaksi
imunologik, rekasi anafilaksis. Berperan pada saat permulaan proses radang dan menyebabkan
pelebaran pembuluh darah dan peniggian permeabilitas pembuluh darah contoh: Histamin dan
serotonin
2. Metabolit yang berasal dari asam arakidonat
    Misal prostaglandin, leukotren, zat lipid yang berasal dari kemotaktik.
3. Limfokin
    Merupakan zat aktif hasil sel T akibat reaksi imunologik; termasuk kelompok ini adalah
interferon dan interleukin.
4. Nitrogen Monoksida (NO)
    Mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan dihasilkan oleh sel endotel dan makrofag
5. Radikal bebas dari oksigen
    Zat ini cenderung menimbulkan kerusakan jaringan.
Mediator asal plasma ada dalam bentuk prekursor dan perlu diaktifkan untuk dapat berfungsi. Ada
2 sistem yaitu:
1. Sistem kinin
2. Sistem Komplemen
Rangkuman mediator kimia pada radang
Mediator Asal Peningkatan Kemotaksis Sifat lain
permeabilitas

4
Histamin & Sel mast, + -
serotonin trombosit
Bradikinin Plasma + - Nyeri
C3a Protein plasma + - Opsonisasi
C5a melalui hati,
makrofag + + Aktifasi lekosit
Prostagladin Sel mast dari Meningkatkan - Vasodilatasi , nyeri,
membrane kemampuan demam
fosfolipid mediator lain
Leukotrien B4 Leukosit - + Aktifasi adesi lekosit
Radikal bebas asal Leukosit + ± Kerusakan endotel,
oksigen kerusakan jaringan
NO Endotel, makrofag Vasodilatasi,
sitotoksis

3. Mekanisme Peradangan/Inflamasi
Inflamasi dibagi dalam 3 fase, yaitu inflamasi akut (respon awal terhadap cidera
jaringan), respon imun (pengaktifan sejumlah sel yang mampu menimbulkan
kekebalan untuk merespon organisme asing

Secara umum, dalam proses inflamasi ada tiga hal penting yang terjadi yaitu :
a. Peningkatan pasokan darah ke tempat benda asing, mikroorganisme atau jaringan
yang rusak.
b. Peningkatan permeabilitas kapiler yang ditimbulkan oleh pengerutan sel endotel
yang memungkinkan pergerakan molekul yang lebih besar seperti antibodi.
c.Fagosit bergerak keluar pembuluh darah menuju menuju ke tempat benda asing,
mikroorganisme atau jaringan yang rusak. Leukosit terutama fagosit PMN
(polymorphonuclear neutrophilic) dan monosit dikerahkan dari sirkulasi ke tempat
benda asing, mikroorganisme atau jaringan yang rusak.

Terjadinya respon inflamasi ditandai oleh adanya dilatasi pada pembuluh darah serta
pengeluaran leukosit dan cairan pada daerah inflamasi. Respon tersebut dapat dilihat
dengan munculnya gejala-gejala seperti kemerahan (erythema) yang terjadi akibat
dilatasi pembuluh darah, pembengkakan (edema) karena masuknya cairan ke dalam
jaringan lunak serta pengerasan jaringan akibat pengumpulan cairan dan sel-sel.

5
Mekanisme terjadinya inflamasi secara umum dapat dilihat dengan adanya rangsang
iritan atau cidera jaringan akan memicu pelepasan mediator-mediator inflamasi.
Senyawa ini dapat mengakibatkan vasokontriksi singkat pada arteriola yang diikuti
oleh dilatasi pembuluh darah, venula dan pembuluh limfa serta dapat meningkatkan
permeabilitas vaskuler pada membran sel. Peningkatan permeabilitas vaskuler yang
lokal dipengaruhi oleh komplemen melalui jalur klasik (kompleks antigen-antibodi),
jalur lectin (mannose binding lectin) ataupun jalur alternatif. Peningkatan
permeabilitas vaskuler lokal terjadi atas pengaruh anafilatoksin (C3a, C4a,C5a).

Aktivasi komplemen C3 dan C5 menghasilkan fragmen kecil C3a dan C5a yang
merupakan anafilatoksin yang dapat memacu degranulasi sel mast dan basofil untuk
melepaskan histamin. Histamin yang dilepas sel mast atas pengaruh komplemen,
meningkatkan permeabilitas vaskuler dan kontraksi otot polos, memberikan jalan
untuk migrasi sel-sel leukosit serta keluarnya plasma yang mengandung banyak
antibodi, opsonin dan komplemen ke jaringan perifer tempat terjadinya inflamasi.
Sel-sel ini akan melapisi lumen pembuluh darah selanjutnya akan menyusup keluar
pembuluh darah melalui sel-sel endotel. Aktivasi komplemen C3a, C5a dan C5-6-7
dapat menarik dan mengerahkan sel-sel fagosit baik mononuklear dan
polimorfonuklear. C5a merupakan kemoaktraktan untuk neutrofil yang juga
merupakan anafilatoksin. Makrofag yang diaktifkan melepaskan berbagai mediator
yang ikut berperan dalam reaksi inflamasi. Beberapa jam setelah perubahan vaskuler,
neutrofil menempel pada sel endotel dan bermigrasi keluar pembuluh darah ke rongga
jaringan, memakan patogen dan melepaskan mediator yang berperan dalam respon
inflamasi. Makrofag jaringan yang diaktifkan akan melepaskan sitokin diantaranya
IL-1 (interleukin-1), IL-6 dan TNF-α (tumor necrosis factor-α) yang menginduksi
perubahan lokal dan sistemik. Ketiga sitokin tersebut menginduksi koagulasi. IL-1
akan menginduksi ekspresi molekul adhesi pada sel endotel sedangkan TNF-α akan
meningkatkan ekspresi selektin-E yang kemudian menginduksi peningkatan eksresi
intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan vascular cell adhesion molecule-1
(VCAM-1). Neutrofil, monosit, dan limfosit mengenali molekul adhesi tersebut dan

6
bergerak ke dinding pembuluh darah selanjutnya bergerak menuju ke jaringan. IL-1
dan TNF-α juga berperan dalam memacu makrofag dan sel endotel untuk
memproduksi kemokin yang berperan pada influks neutrofil melalui peningkatan
ekspresi molekul adhesi. IFN-γ (interferon-γ) dan TNF-α akan mengaktifkan
makrofag dan neutrofil yang dapat meningkatkan fagositosis dan pelepasan enzim ke
rongga jaringan.

Gambar : Mekanisme Terjadinya Inflamasi


Mediator-mediator inflamasi dalam keadaan normal akan didegradasi setelah
dilepaskan dan diproduksi secara serempak jika ada picuan. Selama proses inflamasi
berlangsung, diproduksi sinyal untuk menghentikan reaksi inflamasi. Mekanisme ini
meliputi perubahan produksi mediator proinflamasi menjadi mediator antiinflamasi
antara lain antiinflamasi lipoxin, antiinflamasi sitokin, transforming growth factor-β
(TGF-β) dan perubahan kolinergik yang menghambat produksi TNF pada makrofag.

Sistem tersebut dibutuhkan untuk mencegah terjadinya inflamasi yang berlebihan


yang dapat memicu kerusakan jaringan. Hal yang sama juga dapat terjadi ketika
infeksi jaringan yang terjadi terlalu besar dan respon inflamasi akut yang terjadi tidak

7
mampu mengatasinya. Proses inflamasi tersebut akan tetap berlangsung terus-
menerus dan dapat memicu terjadinya inflamasi kronis seperti yang terlihat pada
Gambar 3, misalnya pada mekanisme penyakit tukak lambung.

Gambar 3. Dampak Imflamasi Akut

Inflamasi diketahui berkontribusi pada patofisiologi dari banyak penyakit kronis.


Ketika proses inflamasi tersebut berlangsung secara terus menerus akan
menyebabkan kerusakan jaringan setempat dan fungsi jaringan menjadi terganggu
bahkan dapat meluas sehingga mengakibatkan kerusakan organ. Proses inilah yang
kemudian akan mengakibatkan berbagai macam penyakit. Interaksi antara sel dengan
sistem imun bawaan, sistem imun adaptif, dan mediator-mediator inflamasi
menginisiasi terjadinya inflamasi yang mendasari banyak penyakit pada organ.

4. Akibat Peradangan/Inflamasi
a. Resolusi

8
Jika cedera bersifat terbatas atau berlangsung singkat, tidak terdapat kerusakan
jaringan atau terjadi kerusakan jaringan namun dengan skala kecil dan jaringan
mampu menggati tiap sel yang rusak hingga normal dan mengembalikan fungsi
nya seperti semula.
Resolusi meliputi :
1) Pembuangan mediator kimiawi
2) Normalisasi permeabilitas vaskuler
3) Penghentian emigrasi leukosit diikuti apoptosis neutrophil yang mengalami
ekstravasasi
b. Pembentukan jaringan parut (scarring)
Terjadi setelah destruksi jaringan yang substansial atau terjadi inflamasi pada
jaringan yang tidak beregenerasi. Selain itu eksudat fibrinosa meluas karena
peningkatan permeabilitas vascular dan tidak bisa di absorpsi sempurna serta
terjadinya fibrosis. Pembentukan jaringan parut bisa juga terjadi akibat abses
jaringan.
c. Kemajuan ke arah inflamasi kronik
Inflamasi kronik bisa terjadi setelah inflamasi akut. Walaupun tanda inflaasi
kronik dapat muncul pada awal jejas. Inflamasi kronik di ikuti dengan regenerasi
struktur dan fungsi normal atau juga bisa menimbulkan jaringan parut.

5. Efek Sistemik Peradangan


a. Demam hanya salah satu dari berbagai efek sistemik inflamasi yang lebih nyata.
Efek lainnya adalah peningkatan somnolen, malaise, anoreksia, degradasi protein
otot skelet yang dipercepat, hipotensi, sintesis hepatik berbagai protein (misalnya,
protein komplemen dan protein koagulasi), dan perubahan pool sel darah putih
dalam sirkulasi. Demam terjadi akibat pelepasan zat pirogen endogen yang
berasal dari neutrofil dan makrofag. Selanjutnya zat tersebut akan memacu pusat
pengendali suhu tubuh yang ada di hypothalamus.
b. Perubahan hematologis. Rangsangan yang berasal dari pusat peradangan
mempengaruhi proses maturasi danpengeluaran leukosit dari sumsum tulang yang
mengakibatkan kenaikan suatu jenis leukosit, kenaikan ini disebut leukositosis.

9
Leukositosis (peningkatan jumlah sel darah putih) merupakan gambaran umum
reaksi radang, khususnya yang diinduksi oleh infeksi bakteri. Jumlah leukosit
secara khusus meningkat sampai 15.000 atau 20.000 sel per µL (normal = 4.000-
10.000 sel per µL). Leukositosis awalnya terjadi karena pelepasan sel dari
sumsum tulang dan disertaai peningkatan sejumlah neutrofil yang relatif imatur
dalam darah. Namun infeksi yang memanjang menginduksi proliferasi prekursor
dalam sumsum tulang, yang disebabkan oleh peningkatan produksi faktor
perangsang koloni yang dikendalikan oleh IL-1 dan TNF. Perubahan protein
darah tertentu juga terjadi bersamaan dengan perubahan laju endap darah.
c. Gejala konstitusional. Pada cedera yang hebat, terjadi perubahan metabolisme dan
endokrin. Reaksi radang lokal sering diiringi dengan gejala konstitusional berupa
malaise, anoreksia, tidak ada nafsu makan dan ketidakmampuan melakukan
sesuatu yang beratnya berbeda-beda.
d. Anemia. Anemia dapat terjadi akibat hilangnya darah dalam eksudat inflamasi.

6. Konsep Kematian Sel


a. Nekrosis
Nekrosis diawali oleh jejas, yang mana jika jejas tersebut tidak dapat diperbaiki
baik secara regenerasi maupun fibrosis sehingga jejas tersebut akan menjadi jejas
yang ireversibel. Nekrosis sangat dipengaruhi oleh proses-proses yang diakibatkan
oleh enzim-enzim yang dikeluarkan lisosom. Adapun proses-proses tersebut antara
lain:
1) Pyknosis inti atau inti mengecil (mengkerut dan
menghitam)
2) Karioteksis yang terjadi setelah piknosis inti
dan DNA terpotong-potong.
3) Kariolisis yaitu sel-sel akan mengalami
kehancuran. Contohnya pada tuberkolosis
terjadi nekrosis kaseosa.
b. Apoptosis

10
Terjadi sebagai akibat program “bunuh diri” yang dikontrol secara internal, setelah
sel mati yang disingkarkan dengan gangguan minimal dari jaringan sekitarnya.
Keadaan tersebut terjadi dalam kondisi fisiologis, saat sel yang tidak dikehendaki
dieliminasi (contoh: embryogenesis) dan dalam berbagai kondisi patologis
(contoh: kerusakan mutasi yang tidak dapat diperbaiki)

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Inflamasi adalah sebuah respon protektif yang berfungsi untuk menghilangkan awal jejas
sel. Inflamasi dibagi menjadi dua, yaitu inflamasi akut (berlangsung beberapa menit
sampai beberapa hari) dan inflamasi kronik (berhari-hari sampai bertahun-tahun).
Inflamasi disebabakan oleh beberapa factor baik berupa agen fisik dan kimia serta infeksi
dari bakteri, virus ataupun parasite. Oleh karena itu mekanisme inflamasi berbeda-beda
tergantung dari penyebabnya. Akibat yang ditimbulkan oleh inflamasi adalah resolusi,
pembentukan jaringan parut, dan dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kronik. Selain

11
itu adapun efek sistemik yang dihasilkan berupa demam, leukositosis, dan peningkatan
sintesis protein fase akut di hati.

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W. A. N., 2012. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28. Jakarta: EGC.
Kumar, V., Ramzi, V. C., Stanley, L. R., 2014. Buku Ajar Patologi. 7th ed. Translated
from English by Awal Prasetyo. Jakarta: EGC.
Price, S. A., Wilson, L. M., 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
6th ed. Translated from English to Indonesia by Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC
Underwood, J. C. E., 1999. Patologi Umum dan Sistematik, Edisi 2 Volume 1. Jakarta:
EGC.

12
13

Anda mungkin juga menyukai