Bab 123

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 29

SKRIPSI

Hubungan Mekanisme Koping Stres Dengan


Kepatuhan Minum Obat Pada Penderita Tuberkulosis Paru

Disusun oleh :

Nama : Regita Fika Usarida

Nim : 0117059/4B

PRODI ILMU KEPERAWATAN

STIKES DIAN HUSADAMOJOKERTO

2020-2021
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


tuberculosis adalah penyakit menular langsung yg disebabkan oleh kuman TB
(mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru ,tetapi dapat juga
menyerang organ tubuh lainnya. TB paru adalah penyakit yang menular melalui udara
(airborne disease).Kuman TB menular dari orang ke orang melalui percikan dahak. Ketika
penderita TB paru aktif batuk,bersin,bicara atau tertawa. Kuman TB cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan
lembap .dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat tertidur lama selama beberapa tahun.
Berdasarkan WHO penderita TB paru secara global adalah sebanyak 66 hingga saat ini
keberhasilan pengobatan TB paru masih berkisar 66 turun dari tahun yang sebelumnya 81.
Penderita TB yaitu 66 dari total penderita TB paru diprambon . Dari data yang didapatkan
dari dinkes mengatakan bahwa penderita TB paru turun menjadi 66 jiwa.Pada tahun 2019
jumlah laki-laki yg terkena TB wilayah prambon 50,0% jumlah perempuan50,0%Di wilayah
kajartengguli 0,0% laki laki , jumlah perempuan 0,0% . Di wilayah gedangrowo jumlah laki-
laki dan perempuan 0,0% .diwilayah wirobiting jumlah laki-laki 0,0% jumlah perempuan
100,0%. di wilayah simpang jumlah laki-laki 57,1% jumlah perempuan 42,9% .diwilayah
bulang jumlah laki-laki 100,0% jumlah perempuan 0,0%. Di wilayah gampang jumlah laki-
laki 100,0% kemudian jumlah perempuan 0,0%. Di wilayah jatikalang jumlah laki-laki 0,0%
kemudian jumlah perempuan 0,0%. Diwilayah pejangkungan jumlah laki-laki 100,0%
kemudian jumlah perempuan 0,0%. Di wilayah kedungsugo jumlah laki-laki 80,0%
kemudian jumlah perempuan 20,0%. Di wilayah kedungwonokerto jumlah laki-laki 50,0%
kemudian jumlah perempuan 50,0%. Di wilayah bendotretek jumlah laki-laki 50,0%
kemudian jumlah perempuan 50,0%. Di wilayah wonoplintahan jumlah laki-laki 50,0%
kemudian jumlah perempuan 50,0%. Di wilayah kedugkembar jumlah laki-laki 50,0%
kemudian jumlah perempuan 50,0%. Di wilayah jati alun alun jumlah laki-laki 0,0%
kemudian jumlah perempuan 100,0%. Di wilayah jedungcangkring jumlah laki-laki 0,0%
kemudian jumlah perempuan 100,0%. Di wilayah cangkring turi jumlah laki-laki 66,7%
kemudian jumlah perempuan 33,3%. Di wilayah simogirang jumlah laki-laki 55,6%
kemudian jumlah peempuan 44,4%. Di wilayah temu jumlah laki-laki 0,0% kemudian jumlah
perempuan 100,0%. Di wilayah watutulis jumlah laki-laki 75,0% kemudian jumlah
perempuan 25,0%.

Pada tahun 2020 diwilayah prambon jumlah laki-laki 0,0% kemudian jumlah perempuan
100,0%. Di wilayah kajartengguli jumlah laki-laki 100,0% kemudian jumlah perempuan
0,0%. Di wilayah gedangrowo jumlah laki-laki 25,0% kemudian jumlah perempuan 75,0%.
Di wilayah wirobiting jumlah laki-laki 50,0% kemudian jumlah perempuan 50,0%. Di
wilayah simpang jumlah laki-laki 100,0% kemudian jumlah perempuan 0,0%. Di wilayah
bulang jumlah laki-laki 66,7% kemudian jumlah perempuan 33,3%. Diwilayah gampang
jumlah laki-laki 0,0% kemudian jumlah perempuan 100,0%.Di wilayah jatikalang jumlah
laki-laki 0,0% kemudian jumlah perempuan 0,0%. Di wilayah pejangkungan jumlah laki-laki
100,0% kemudian jumlah perempuan 0,0%. Di wilayah kedungsugo jumlah laki-laki 33,3%
kemudian jumlah perempuan 66,7%. Di wilayah kedungwonokerto jumlah laki-laki 28,6%
kemudian jumlah perempuan 71,4%. Di wilayah bendotretek jumlah laki-laki 60,0%
kemudian jumlah perempuan 40,0%. Di wilayah wonoplintahan jumlah laki-laki 75,0%
kemudian jumlah perempuan 25,0%. Di wilayah kedungkembar jumlah laki-laki 0,0%
kemudian jumlah perempuan 100,0%. Di wilayah jati alun alun jumlah laki-laki 20,0%
kemudian jumlah perempuan 80,0%. Di wilayah jedungcangkring jumlah laki-laki 0,0%
kemudian jumlah perempuan 100,0%. Di wilayah cangkringturi jumlah laki-laki 50,0%
kemudian jumlah perempuan 50,0%. Di wilayah simogirang jumlah laki-laki 60,0%
kemudian jumlah perempuan 40,0%. Di wilayah temu jumlah laki-laki 0,0% kemudian
jumlah perempuan 100,0%. Di wilayah watutulis jumlah laki-laki 100,0% kemudian jumlah
perempuan 0,0%. Luar kabupaten jumlah laki-laki 25,0% kemudian jumlah perempuan
75,0%. Penderita TB juga mengatakan bahwa untuk apa minum obat lagi jika tidak ada tanda
dan gejala atau keluhan yang dirasakan , selain itu penderita TB terkadang malas untuk
meminum obat dikarenakan ada efek samping seperti mual dan muntah setelah
meminumnya. Penderita TB terkadang juga lupa dan malas untuk menggunakan masker
dikarenakan penderita TB masih ada yang belum memahami cara penularan dari kuman TB
itu sendiri, selain itu ada juga yang masih malu akan penyakit yang di deritannya jika ingin
melakukan kontak komunikasi dengan orang disekitar.
Tuberculosis bisa dicegah penularannya dan disembuhkan dengan rutin melakukan
pengobatan yang teratur kurang lebih selama 6 bulan. Apabila pengobatan dalam waktu
kurang lebih 6 bulan tidak berhasil, maka akan dilakukan pengobatan dengan jangka waktu
yang lebih lama lagi, kondisi seperti ini yang membuat penderita TB paru mengalami stress,
sistem imun dalam tubuh akan menerima berbagai input termasuk stressor itu sendiri selain
factor fisik, penting juga memperhatikan factor psikologis pada penderita TB paru antara lain
pemahaman individu yang dapat mempengaruhi persepsi terhadap penyakit. Persepsi
negative terhadap penyakit TB paru akan menyebabkan penderita takut dan menolak untuk
mencari pengobatan. Persepsi terhadap penyakit ditunjukkan dengan adanya perubahan
perilaku seperti, lebih cenderung berada didalam rumah menghindar ,membatasi diri,
menarik diri atau bisa dikatakan bahwa individu menunjukkan adanya krisis efikasi diri.
Selain itu, penderita merasa takut akan isolasi dan perlakuan negative dari masyarakat jika
mengetahui bahwa dirinya menderita TB.Hampir semua penderita mendapatkan perlakuan
yang negative dari lingkungkan ataupun orang disekitar seperti keluarga , akan tetapi masih
ada penderita TB paru yang mendapatkan dukungan dan perlakuan yang baik.
Perlakuan negative inilah yang mampu memberi stressor dan beban psikologis bagi penderita
sehingga penderita TB merasa hidupnya tidak berharga dan bermakna. Stress yang
berkepanjangan juga akan mempengaruhi kualitas hidup pasien, sehingga pasien memerlukan
mekanisme penyelesaian masalah atau koping yang efektif untuk dapat mengurangi atau
mengatasi stress (armiyati& rahayu, 2014).
Mekanisme koping memiliki peranan penting bagi penderita TB paru ketika mengalami
masalah atau stressor mekanisme koping yang buruk juga dapat mempengaruhi efikasi diri
penderita TB paru menjadi rendah, penderita TB paru akan merasa tidak yakin akan
kemampuan dirinnya, sehingga penderita akan cenderung untuk menutup diri dan menolak
mencari pengobatan terhadap kesembuhannya, apabila kondisi tersebut tidak segera
ditangani maka akan menimbulkan bahaya dan komplikasi lain hingga kematian
(widianti,hernawati & sriati,2014).Mekanisme koping merupakan strategi seseorang untuk
mengatasi masalah , dengan strategi koping yang efektif dapat mempengaruhi keyakinan
pasien terhadap kesembuhan. (suharsono & istiqomah, 2014)
1.2 rumusan masalah
apakah ada hubungan mekanisme koping stress dengan kepatuhan minum obat pada
penderita TB paru diprambon sidoarjo
1.3 tujuan penelitian
1.3.1 tujuan umum
mengetahui hubungan mekanisme koping stress dengan kepatuhan minum obat TB paru
diprambon sidoarjo
1.3.2 tujuan khusus
1. mengidentifikasi mekanisme koping stress masyarakat terhadap kepatuhan minum
obat TB paru diprambon sidoarjo
2. mengidentifikasi kepatuhan minum obat TB paru diprambon sidoarjo
3. menganalisis hubungan mekanisme koping stress dengan kepatuhan minum obat TB
paru diprambon sidoarjo.
1.4 manfaat penelitian
1.4.1 manfaat bagi tenaga kesehatan dan petugas kesehatan
diharapkan hasil penelitian ini bisa dijadikandasar teori perawat desa untuk edukasi
tentang kepatuhan minum obat TB paru.
1.4.2 manfaat bagi responden
diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan supaya responden
dapat mengetahui dengan baik tentang kepatuhan minum obat pada TB paru.
1.4.3 manfaat bagi institusi kesehatan
diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kepustakaan dan
pengetahuan yang berguna bagi mahasiswa, khususnya pada mahasiswa STIKES DIAN
HUSADA MOJOKERTO
1.4.4 manfaat bagi peneliti
untuk menambah pengalaman dan pengetahuan peneliti sekaligus sebagai media dalam
mengemukakan pendapat tentang hubungan mekanisme koping stress dengan kepatuhan
minum obat pada penderita TB paru.
BAB 2
TINJAUN PUSTAKA
2.1 definisi mekanisme koping
Kemampuan menghadapi stress berbeda pada setiap individu tergantung kemampuan koping
yang dimiliki. Koping merupakan respon yang dilakukan tubuh untuk mengurangi beban
fisik,emosional, dan psikologis yang berhubungan dengan akivitas atau kesibukan sehari-hari.
Bagaimana orang berupaya mengatasi masalah atau menangani emosi yang umumnya negative
yang ditimbulkannya.Bahkan diantara mereka yang menilai suatu situasi sebagai penuh stress,
efek stress dapat bervariasi tergantung bagaimana individu menghadapi berbagai situasi yang
terjadi. Koping yang efektif dan tepat akan memberikan kemampuan kepada pasien untuk
menyesuaikan diri atau mennghadapi stressor seperti nyeri, hilangnya sebagianfungsi tubuh,
mual muntah, kelelahan, penurunan mobilitas, isolasi social, harga diri, ketidak pastian, takut
akan kematian penyesuian diri dengan lingkungan rumah sakit.

Faktor yang mempengaruhi mekanisme koping individu

Menurut Siswanto (2007), stresor yang sama dapat menimbulkan respon yang berbeda pada
setiap individu sesuai dengan karakteristik yang memiliki seperti:

1) Usia

Usia berhubungan dengan toleransi seseorang terhadap stres dan jenis stresor yang paling
mengganggu. Usia dewasa biasanya lebih mampu mengontrol stres dibanding dengan usia anak-
anak dan usia lanjut.

2) Jenis kelamin

Wanita biasanya memiliki daya tahan yang lebih baik terhadap stresor dibanding dengan pria
terutama wanita-wanita di usia produktif karena hormon-hormon masih bekerja secara normal.

3) Tingkat pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, toleransi dan pengontrolan terhadap stresor
biasanya lebih baik.

4) Tingkat kesehatan
Orang yang sakit lebih mudah menderita akibat stres dibandingkan orang yang sehat.

5) Kepribadian

Seseorang dengan kepribadian tipe A (tertutup) lebih mudah terkena stres daripada orang dengan
kepribadian tipe B (terbuka).

6) Harga diri

Harga diri yang rendah cenderung membuat efek stres lebih besar dibandingkan dengan orang
yang memiliki harga diri yang tinggi.

2.2 definisi kepatuhan minum obat

Penderita yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatan secara teratur dan
lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan 9 bulan , walaupun efek
samping obat OAT sangat berdampak pada tubuh mereka akan tetapi respon keinginan pasien
untuk sembuh dari penyakit tuberculosis sangat besar.

2.2.1 Faktor penderita atau individu

1) Sikap atau motivasi individu ingin sembuh

Motivasi atau sikap yang paling kuat adalah dalam diri individu sendiri. Motivasi individu
ingin tetap mempertahankan kesehatanya sangat berpengaruh terhadap faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku penderita dalam kontrol penyakitnya

2) Keyakinan

Keyakinan merupakan dimensi spiritual yang dapat menjalanikehidupan. Penderita yang


berpegang teguh terhadap keyakinanya akan memiliki jiwa yang tabah dan tidak mudah putus
asa serta dapatmenerima keadaannya, demikian juga cara perilaku akan lebih baik. Kemauan
untuk melakukan kontrol penyakitnya dapat dipengaruhi oleh keyakinan penderita, dimana
penderita memiliki keyakinan yang kuat akan lebih tabah terhadap anjuran dan larangan kalau
tahu akibatnya.

b. Dukungan keluarga

Dukungan keluarga merupakan bagian dari penderita yang paling dekat dan tidak dapat
dipisahkan. Penderita akan merasa senang dan tenteram apabila mendapat perhatian dan
dukungan dari keluarganya, karena dengan dukungan tersebut akan menimbulkan kepercayaan
dirinya untuk menghadapi atau mengelola penyakitnya dengan lebih baik, sertapenderita mau
menuruti saran-saran yang diberikan oleh keluarga untuk menunjang pengelolaan penyakitnya.

c. Dukungan sosial

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota keluarga lain merupakan
faktor-faktor yang penting dalam kepatuhan terhadap program-program medis. Keluarga dapat
mengurangi ansietas yang disebabkan oleh penyakit tertentu dan dapat mengurangi godaan
terhadap ketidaktaatan.

d. Dukungan petugas kesehatan

Dukungan petugas kesehatan merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku
kepatuhan. Dukungan mereka terutama berguna saat pasien menghadapi bahwa perilaku sehat
yang baru tersebut merupakan hal penting. Begitu juga mereka dapat mempengaruhi
perilakupasien dengan cara menyampaikan antusias mereka terhadap tindakantertentu dari
pasien, dan secara terus menerus memberikan penghargaan yang positif bagi pasien yang telah
mampu berapdatasi dengan program

pengobatanya.

Faktor lain adalah peran PMO, kolaborasi petugas kesehatan dengan keluarga yang ditunjuk
untuk mendampingi ketika penderita minum obat, juga faktor yang perlu dievaluasi untuk
menentukan tingkat kepatuhan dan keberhasilanya (Purwanta, 2005, Ciri-ciri Pengawas Minum
Obat, diperoleh tanggal 23 Maret 2007).Pengobatan dilakukan setiap hari dan dalam jangka
panjang, sehingga kepatuhan minum obat (adherence) juga sering menjadi masalah yang
harusdipikirkan sejak awal pengobatan. Minum obat yang tidak rutin terbukti telah
menyebabkan resistensi obat yang dapat menyebabkan kegagalan pengobatan. Berdasarkan hal
tersebut, tentu perlu adanya pengaturanpenggunaan obat sesuai tujuannya terutama obat seperti
yang dikehendaki. Aturan minum obat sangat berpengaruh pada kepatuhan penderita
(complience) (Nirmala, 2003, Konsultasi kesehatan kepatuhan minum obat, diperoleh tanggal
23 Maret 2007

Pengelolaan stres atau mekanisme koping dapat membantu individu menghilangkan,


mengurangi, mengatur dan mengelola stres yang dialami. Koping juga menjadi usaha individu
dalam mempertahankan penyesuaian diri terhadap situasi yang menyebabkan stres [27]. Untuk
mengatasi stres yang dialami diperlukan mekanisme koping yang adaptif, dengan mekanisme
koping yang adaptif maka stres yang dialami akansemakin ringan [15].Dengan mengetahui
penyebab stres maka dapat digunakan untuk mengatasi stres yang dialami. Penggunaan
mekanisme koping yang adaptif sangat membantu pasien untuk mengatasi stres akibat
penyakitnya. Dengan koping adaptif maka dapat meningkatkan pemikiran yang positif dan
perilaku positif seperti berhenti merokok, gaya hidup sehat, aktivitas fisik dan nutrisi yang tepat,
tidur yang cukup. Perilaku positif tersebut dapat meningkatkan kesehatan pasien, apabila
kesehatan dan kondisi fisik pasien baik maka stres juga akan berkurang [14]. Peneliti
berpendapat bahwa mekanisme koping memiliki hubungan berlawanan arah dengan stres,
semakin adaptif mekanisme koping yang dimiliki seseorang maka semakin ringan stres yang
dialami. Peneliti berpendapat bahwa koping menjadi usaha individu untuk beradaptasi dengan
situasi yang membuat tertekan dan stres, ketika individu mampu beradaptasi maka stres tidak
akan terjadi.Stres juga bergantung bagaimana individu memandang suatu masalah. Ketika
seseorang memandang suatu masalah sebagai musibah, maka yang dirasakan hanya kesedihan
dan hal tersebut menimbulkan pikiran negatif sehingga menyebabkan stres. Ditambah lagi
dengan sedih terus menerus maka sulit untuk memikirkan langkah apa yang harus diambil dalam
menghadapi masalah. Sebaliknya apabila seseorang memandang masalahsecara positif maka ia
akan dapat mengambil hikmah dari masalah yang dialami. Misalnya dengan sakit yang dialami
sisi negatifnya tidak bisa bekerja dan harus berobat, namun sisi positifnya waktu bersama
keluarga menjadi banyak dan lebih menjaga kesehatan.Selain itu koping adaptif juga dapat
dilakukan dengan cara menerima kondisi penyakit, dengan menerima maka individu akan lebih
merasa tenang. Ketika merasa tenang stres yang dialami juga akan berkurang. Ditambah lagi
ketika merasa tenang maka individu akan mampu berpikir jernih tentang apa yang harus
dilakukan ketika menghadapi masalah.

2.3 konsep tuberculosis


2.3.1 definisi tuberculosis
tuberculosis adalah penyakit menular langsung yg disebabkan oleh kuman TB
(mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru ,tetapi dapat juga
menyerang organ tubuh lainnya. TB paru adalah penyakit yang menular melalui udara
(airborne disease).Kuman TB menular dari orang ke orang melalui percikan dahak. Ketika
penderita TB paru aktif batuk,bersin,bicara atau tertawa. Kuman TB cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan
lembap .dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat tertidur lama selama beberapa tahun.
2.3.2etiologi tuberculosis paru
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman berbentuk batang yang berukuran dengan
panjang 1-4mm dan dengan tebal 0,3-0,6 mm sebagian besar komponen tuberculosis adalah
berupa lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan
dengan zat kimia dan factor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yaitu menyukai
daerah yang banyak oksigen.Oleh karena itu tuberculosis senang tinggal di daerah apeks
paru-paru yang dimana terdapat kandungan oksigen yang tinggi.Daerah tersebut menjadi
daerah yang kondusif untuk penyakit tuberculosis.
Kuman ini tahan pada udara kering maupun dalan keadaan dingin (dapat tahan bertahun-
tahun dalam lemari es).Hal ini terjadi karena kuman pada saat itu berada dalam sifat
dormant.Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit dari tidurnya dan menjadikan
tuberculosis aktif kembali.Tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi pada saluran
pernapasan. Hasil mikrobacterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran
nafas sampai alfeoli maka terjadilah infeksi primer selanjutnya menyerang kelenjar getah
bening setempat dan terbentuklah primer kompleks keduanya ini dinamakan tuberculosis
primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami kesembuhan.
Tuberculosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan
spesifikterhadap hasil mikrobacterium tuberculosis yang kebanyakan didapatkan pada usia
1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberculosis post primer adalah peradangan jaringan paru
oleh karena itu terjadi penularan ulang yang mana didalam tubuh terbentuk kekebalan
spesifik terhadap hasil tersebut. Jika penyebab penularan TB telah diketahui, sumber
ataupun cara penularaanya dapat dipastikan sehingga penulanggan dapat dilakukantanpa
penyelidikan yang luas. Jika penyebabnya diketahui sementara sumber dan cara
penularannya, belum dapat dipastikan, maka belum dapat dilakukan penanggulangan.
2.3.2 patofisiologi tuberculosis paru
Penyakit tuberculosis paru ditularkan melalui udara secara langsung dari penderita penyakit
tuberculosis pada orang lain. Penularan tuberculosis terjadi melalui hubungan dekat antara
penderita dan orang yang tertular (terinfeksi), misalnya berada dalam ruangan tidur atau
ruang kerja yang sama, penyebaran penyakit tuberculosis sering tidak mengetahui bahwa ia
menderita sakit tuberculosis. Droplet yang mengandung hasil tuberculosis yang dihasilkan
dari batuk dapat melayang di udara sehingga kurang lebih 1-2 jam tergantung ada atau
tidaknya sinar matahari serta ventilasi ruangan dan kelembapan.Dalam suasana yang gelap
dan lembap kuman dapat bertahan sampai berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Jika droplet
terhirup oleh orang lain yang sehat maka droplet akan masuk ke system pernafasan dan
terdampar pada dinding system pernafasan. Droplet besar akan terdampar pada saluran
pernafasan bagian atas, sedangkan droplet kecil akan masuk ke dalam alveoli. Pada tempat
terdamparnya hasil tuberculosis akan membentuk suatu focus infeksi primer berupa tempat
pembiakan. Tuberculosis tersebut dan tubuh penderita akan memberikan reaksi inflamasi.
Setelah itu infeksi tersebut akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah
limfokinase yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrophage, sehingga
berkurang atau tidaknya kuman tergantung pada jumlah macrophage. Karena fungsi dari
macrophage adalah membunuh kuman jika proses ini berhasil dan macrophage lebih banyak
maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya meningkat. Apabila kekebalan tubuhnya
menurun pada saat itu maka kuman tersebut akan bersarang di dalam jaringan paru-paru
dengan membentuk tuberkel ( biji-biji kecil sebesar kepala jarum). Tuberkel lama-kelamaan
akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama akan timbul pekejuan
ditempat tersebut. Apabila jaringan yang nekrosis tersebut dikeluarkan saat penderita batuk
yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah.
2.3.4 tanda dan gejala tuberculosis paru
1.batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan gejala ini banyak ditemukan.Batuk terjadi karena
adanya iritasi pada bronkus.Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang
keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering( non produktif) kemudian setelah timbul
peradangan kemudian menjadi produktif (menghasilkan sputum) ini terjadi lebih dari 3
minggu. Keadaan yang selanjutnya adalah batuk darah.
2. batuk darah
Pada saat batuk darah yang dikeluarkan yaitu dahak bervariasi, mungkin tampak berupa
garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah.Batuk ringannya batuk darah
tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
3.sesak nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah
setengah bagian dari paru-paru. Gejala ini ditemukan apabila terjadi kerusakan parenkim
paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti evusi pleura,
pneumothoraks,anemia dan lain-lain.
4. Nyeri dada
Nyeri dada pada tuberculosis paru termasuk nyeri pleuritic yang ringan.Gejala nyeri dada ini
timbul apabila system persarafan dipleura terkena.

2.3.5 faktor factor yang mempengaruhi tuberculosis paru


a. factor lingkungan
factor lingkungan sangat berpengaruh dalam penularan penyakit tuberculosis yaitu
kaitannya dengan kondisi rumah, kepadatan hunian, lingkungan rumah,serta lingkungan dan
sanitasi tempat bekerja yang buruk. Semua factor tersebut dapat memudahkan penularan
penyakit tuberculosis.
b. factor social ekonomi
pendapatan keluarga juga sangat mempengaruhi penularan penyakit tuberculosis karena
dengan pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup dengan layak seperti tidak
mampu mengkonsumsi makanan yang bergizi dan memenuhi syarat-syarat kesehatan.
c. status gizi
kekurangan kalori,proteinvitamin,zat besi,akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang,
sehingga rentan terhadap berbagai penyakit termasuk tertular penyakit tuberculosis paru.
Keadaan ini merupakan factor penting yang berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang
dewasa maupun anak-anak.
d. umur
penyakit tuberculosis paru ditemukan pada usia muda atau usia produktif, dewasa, maupun
lansia karena pada usia produktif orang yang melakukan kegiatan aktif tanpa menjaga
kesehatan beresiko lebih mudah terserang tuberculosis. Dewasa ini, dengan terjadinya
transisi demografi akan menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada
usia lanjut atau lebih dari 55 tahun, system imunologis seseorang menurun, sehingga sangat
rentan terhadap berbagai penyakit termasuk penularan penyakit tuberculosis.
e. jenis kelamin
menurut WHO penyakit tuberculosis lebih banyak diderita oleh laki-laki dari pada
perempuan,hal ini dikarenakan pada laki-laki banyak merokok dan minum alcohol yang
dapat menurunkan system pertahanan tubuh, sehingga wajar jika perokok dan peminum
beralkohol sering terkena penyakit tuberkolosis paru.
2.3.6 pengobatan tuberculosis paru
a.obat-obat primer
obat-obatan ini paling efektif dan paling rendah toksisitasnya, tetapi dapat menimbulkan
resistensi dengan cepat bila digunakan sebagai obat tunggal. Oleh karena itu, terapi ini selalu
dilakukan dengan kombinasi dari 2-4 macam obat untuk kuman tuberculosis yang sensitive.
Berikut obat anti tuberculosis yang termasuk obat-obat primer adalah (BPOM RI,2017) :
1. Isoniazid
Insoniazid merupakan devirat asam isonikotinat yang berkhasiat untuk obat tuberculosis
yang paling kuat terhadap mycobacterium tuberculosis (dalam fase istirahat) dan bersifat
bakterisid terhadap hasil yang tumbuh pesat. Efek sampingnya adalah
mual,demam,hiperglikemia,dan neuritis optic.
2. Rifampisin
Rifampisin adalah sebuah golongan obat antibiotic yang banyak dipakai untuk
menanggulangi infeksi.Mycobacterium tuberculosis rifampisin menghambat pertumbuhan
bakteri dengan menghambat sistesis protein terutama pada tahap transkripsi.Efek samping
dari rifampisin adalah gangguan saluran cerna, terjadi gangguan sindrim influenza,
gangguan respirasi, warna kemerahan pada urin.
3. Pirazinamid
Pirazinamid adalah obat antibiotic yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri
tuberculosis dan bekerja dengan menghentikan pertumbuhan bakteri. Indikasi dari
pirazinamid adalah tuberculosis dalam kombinasi dengan obat lain. Efek sampingnya adalah
anoreksia,ivterus,anemia,mual.
4. Etambutol
Etambutol adalah obat antibiotic yang dapat mecegah pertumbuhan bakteri tuberculosis di
dalam tubuh. Indikasi dari etabutamol adalah tuberculosis dalam kombinasi dengan obat
lain. Efek samping penurunan tajam penglihatan pada kedua mata, penurunan terhadap
kontras sensitivitas warna serta gangguan lapang pandang.
5. Streptomisin
Streptomisin adalah antibiotic yang dihasilkan oleh jamur tanah disebut Streptomyces
griseus yang dapat digunakan untuk mengatasi sejumlah infeksi seperti tuberculosis untuk
menghambat pertumbuhan mikroba.Saat ini streptomisin semakin jarang digunakan kecuali
untuk kasus resistensi.Efek sampingnya adalah gangguan fungsi ginjal, gangguan
pendengaran, dan kemerahan pada kulit.
b. obat-obat sekunder
obat-obatan sekunder diberikan untuk tuberculosis yang disebabkan kuman yang resisten
atau bila obat primer menimbulkan efek samping yang tidak dapat ditoleransi. Berikut yang
termasuk obat sekunder adalah kaproemisin, sikliserin, macrolide, quinolone dan
protionamid.Pengobatan tuberculosis diberikan dalam 2 tahap, yaitu :
a. Tahap intensif (2-3 bulan )

Pada tahap intensif (awal) penderita menciptakan obat setiap hari dan diawasi langsung
untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap OAT, terutama rifampisin, bila pengobatan
tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita yang menularkan penyakit
menjadi tidak menularkan penyakit dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita
tuberculosis BTA positif menjadi BTA negative pada akhir pengobatan intensif.Pengawasan
ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.
b. Tahap lanjutan (4-7 bulan)
Pada tahap lanjutan penderita mendapatkan jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka
waktu yang lebih lama.Tahap lanjutan ini pnting untuk membunuh kuman sehingga dapat
mencegah terjadinya kekambuhan.Panduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah
rifampisin,INH,pirasinamid,streptomisin dan etambutol. Sedangkan jenis obat tambahan
adalah kanamisin,kuinolon,makrolode, dan amoksilin,derivate rifampisin/INH.
c. Terapi komplementer
Terapi komplementer adalah cara penanggulangan penyakit yang dilakukan sebagai pendukung
pada pengobatan medis konvesional atau sebagai pengobatan pilihan lain diluar pengobatan
medis.
2.4 konsep ketidakpatuhan pengobatan
1. pengertian ketidakpatuhan pengobatan
Ketidakpatuhan merupakan perilaku individu atau pemberi asuhan tidak mengikuti sesuai
dengan rencana perawatan atau pengobatan yang disepakati dengan tenaga kesehatan,
sehingga menyebabkan hasil perawatan atau pengobatan tidak efektif (Tim pokja SDKI DPP
PPNI,2016).
Menurut (bulechek, 2015) ketidakpatuhan adalah perilaku individu dan pemberi asuhan
yang tidak sesuai dengan rencana promosi kesehatan atau terapeutik yang ditetapkan oleh
individu keluarga atau komunitas serta professional pelayanan kesehatan.Perilaku pemberian
asuhan atau individu yang tidak mematuhi ketetapan, rencana promosi kesehatan atau
teraputik secara keseluruhan atau sebagian tidak efektif.
2. penyebab ketidakpatuhan terhadap pengobatan pada pasien tuberculosis
Menurut (Tim pokja SDKI DPP PPNI, 2016) penyebab ketidakpatuhan yaitu
a. Disabilitas (misalnya penurunan daya ingat, sensorik/motoric)
b. Efek samping program perawatan/pengobatan
c. Beban pembiayaan program perawatan/pengobatan
d. Lingkungan tidak terapeutik
e. Program terapi kompleks
f. Hambatan mengakses pelayanan kesehatan (misalnya gangguan mobilisasi, cuaca tidak
menentu)
g. Program terapi tidak ditanggung asuransi
h. Ketidakadekuatan pemahaman (sekunder akibat deficit kognitif,kecemasan,gangguan
penglihatan/pendengaran,kelelahan,kurang motivasi)
5. Tanda dan gejala ketidakpatuhan terhadap pengobatan tuberculosis
Berikut tanda dan gejala ketidakpatuhan terhadap pengobatan tuberculosis menurut (Tim pokja
SDKI DPP PPNI, 2016) :
Subjektif :
1. Klien menolak menjalani perawatan/pengobatan
2. Klien menolak mengikuti anjuran
Objektif :
1. Perilaku tidak mengikuti program perawatan/pengobatan
2. Perilaku tidak menjalankan anjuran
Tujuan pengobatan pada penderita tuberculosis paru selain untuk menyembuhkan atau
mengobati penderita juga dapat mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi
OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
2.2.6 kerangka konsep

Mekanisme koping stres Kepatuhan minum obat

Faktor mekanisme koping Faktor yang mempengaruhi


Kepatuhan minum obat
1. Usia
2. Jenis kelamin 1. Komunikasi
3. Tingkat pendidikan 2. Pengetahuan
4. Tingkat kesehatan 3. Fasilitas kesehatan
5. Keperibadian 4. Faktor penderita
6. Harga diri a. Sikap
b. Keyakinan
5. Obat
6. Dukungan keluarga
7. Dukungan sosial
8. Dukungan petugas
kesehatan
2.2.6 Alat ukur penelitian

Instrumen penelitian menjadi suatu hal yang penting dalam menjalankan


sebuah penelitian. Menurut Wina Sanjaya (2009: 84) dalam Ria (2015) instrumen adalah alat
yangdapat digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Dalam penelitian ini instrument
yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Lembar Observasi

Lembar observasi menurut Wina Sanjaya (2009: 84).berisikan daftar dari semua aspek
yang akan diobservasi,sehingga obsever tinggal memberi tanda pada aspek yang diobservasi.
Lembarobservasi dibuat berdasarkan pendapat dari beberapa ahli mengenai
kemampuanmembaca permulaan yang diambil oleh peneliti dan disesuaikan
denganPermendiknas No 58 Tahun 2009. Berikut akan disajikan tabel kisi-kisi
instrumenthubungan mekanisme koping stres dengan kepatuhan minum obat pada penderita
tuberkulosis paru.
No. Indikator Skor Deskripsi
1. Kepatuhan minum obat 1 Px mampu
menyebutkan
jadwal minum
obat.
2 Px mampu
menerapkan
kepatuhan
minum obat
2. Mekanisme stres 1 Px mampu
mengontrol
mekanisme stres
2.2.7 penelitian terkait
 menurut lie liana fuadiati 2019 menunjukkan hasil bahwa analisa bervariat dari
kedua variabel tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan antara mekanisme
koping dengan stres pasien tb paru dirumah sakit jember dengan p value 0,00 dan
nilai koefisien korelasi (r)sebesar -0,529. Hasil ini menunjukkan bahwa hubungan
antara variabel keduannya tergolong sedang dan bernili negatif, yang artinya
semakin adaptif mekanisme koping maka semakin ringan stres yang dialami.
Nilai koefisienkorelasi mendekati nol maka hubungan kedua variabel akan
semakin lemah.
 Menurut dwi rifqi putri wahyu hidayati 2019 menunjukkan hasil bahwa penderita
TB paru dipuskesmas tanah kali kedinding memiliki mekanisme koping adaptif
karena adanya faktor dari suatu dukungan yg baik dari keluarga. Hal ini dapat
dibuktikan pada hasil tabulasi silang bahwa sebagian besar keluarga menjadi
pengawas minum obat penderita TB paru dipuskesmas tanah kali kedinding
surabaya yaitu 53 responden 93%.
 Menurut limbu dalam penelitian septia 2013 tanpa pengobatan setelah lima tahun
50% dari pasien tuberkulosis paru akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri
dengan daya tahan tubuh tinggi dan 25% sebagai kasus kronik yg mentap
menular.
 Menurut aditama 2009 tuberkulosis adalah penyakit menular lansung yang
disebabkan oleh kuman microbacterium tuberkulosis (TBC).
 Menurut anand 2014 di india tentang persepsi pasien TB terhadap stigma
masyarakat dan keluarga kepada mereka yaitu pasien pernah menunda
pengobatan TB karena stigma 21%. 34% pasien mengeluhkan adanya perubahan
negatif.

2.2.8 Hipotesis
H0 = ada hubungan mekanisme koping stres terhadap kepatuhan minum obat pada
penderita TB paru.
BAB 3

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan suatu carauntuk memperoleh suatu kebenaran. Ilmu pengetahuan
atau pemecahan masalah menurut metode keilmuan (Notoatmodjo, 2010). Pada bab ini akan
menguraikan tentang1) Desain penelitian, 2) Populasi, Sampel dan Sampling, 3) Identifikasi
variabel penelitian dan definisi operasional, 4) Prosedur penelitian, 5) Analisa Data,6)Etika
Penelitian

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga
peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pernyataan penelitian. Desain penelitian
mengacu pada jenis atau macam penelitian yang dipilih untuk mencapai tujuan penelitian,
serta berperan sebagai alat dan pedoman untuk mencapai tujuan tersebut.(Setiadi,
2013)Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalahobservasi analitik.
Dengan desain penelitian cross sectional yang bertujuan untuk menganalisis hubungan
koping stres dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB paru di puskesmas.
Pengukuran atau pengamatan dilakukan pada saat bersaam pada data variabel lndependen dan
dependen.
Kerangka Kerja Penelitian

Populasi
Semua pasien dengan TB Paru di Puskesmas prambon sidoarjo

Teknik Sampling :
Probability sampling dengan pendekatan simple random sampling

Sampel :
Sebagian pasien dengan TB paru di Puskesmas prambon sidoarjo yang
memenuhi kriteria inklusi ∑ = 62

Pengumpulan Data

Kuisioner Observasi
Mekanisme Koping

Pengolahan Data
Editing, coding, skoring, cleaning

Analisa Data
Uji Bivariat :Non Parametrik Uji Spearman
rho
Hasil dan Pembahasan
3.2 Populasi, sampling, sampel
3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Dalam penelitian ini
populasi yang digunakan peneliti adalah masyarakat prambon sidoarjo yang berjumlah
66 orang.

3.2.2 Sampel
Sampel merupakan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi
(Notoatmodjo, 2010). Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat prambon sidoarjo
yang sebesar 61 orang, sampel diambil dari kriteria inklusi dan ekslusi sebagai berikut:
1. kriteria inklusi ; penderita TB yang sedang menjalani pengobatan
2. kriteria ekalusi ; penderita TB
3. Besar sampel
Pada penelitian ini, jumlah sampel ditentukan dengan rumus Slovin, yaitu (Notoatmodjo,
2012):
N
n= 2
1+ N ( d)
62
n=
1+62(0,05)2
62
n=
1+62 ( 0,0025 )
62
n=
1+0,155
62
n=
1,155
n=53
Keterangan :
n = jumlah sampel.
N = jumlah populasi.
D = batas toleransi kesalahan (error tolerance).
Jadi, besar sampel pada penelitian ini adalah 53 orang penderita tb paru .

Teknik Pengambilan Sampel


Teknik sampling dalam penelitian ini menggunakan probability sampling dengan metode
simple random sampling. Untuk mencapai sampling ini, maka setiap elemen akan diseleksi
secara acak dengan cara mengundi anggota populasi (lottery technique atau teknik undian).
Semua nama responden dalam populasi didata dan diberikan nomor urut. Setelah itu, peneliti
menulis nomor urut responden sesuai data pada secarik kertas dan memasukkannya ke dalam
botol. Dari total populasi terjangkau sebanyak 53 orang penderita TB yang memenuhi kriteria
penelitian, kemudian dikeluarkan sebanyak 10 nomor, sehingga sisa nomor di dalam botol yang
berjumlah 43 orang penderita TB diambil untuk dijadikan sampel.
3.4 Identifikasi Variabel
3.4.1 Variabel Independen
Variabel independen pada penelitian ini adalah mediapuzzle.mekanisme koping stres
3.4.2 Variabel Dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalah kemampuan membaca kepatuhan minum obat

3.4.3 definisi operasional


definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud
atau tentang apa yang diukur oleh variabel bersangkutan.(hidayat,2011)
definisi operasional adalah mendefinisikan variabel variabel penelitian
secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati sehingga
memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi pengukuran secara
cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Definisi operasional ditentukan
atas dasar parameteryang dijadikan ukuran dalam penelitian yang akan
dilaksanakan oleh peneliti (hidayat,2011)
Adapun perumusan definisi operasional dalam penelitian ini akan diuraikan
dalam tabel ini ;
Definisi operasional

variabel Definisi Indikator Alat ukur Skala Skor


Operasional
Independe Suatu cara 1. meminta Kuisioner ordina 1. skor pernyataan
n yang dukungan l positif
Mekanism dilakukan oleh pada individu 4 = sangat setuju
e penderita TB lain 3= setuju
Koping paru ketika 2. melihat 2 = tidak setuju
sedang seuatu dari 1 = sangat tidak
menyelesaikan segi setuju
masalah positifnya 2. skor pernyataan
3. cenderung negatif
realistik 1 = sangat
4. cenderung setuju
bersifat 2 = setuju
emosional 3 = tidak setuju
4 = sangat tidak
setuju
Kategori :
1. Kurangdari 50 =
maladaptif
2. Lebih dari 50 =
adaptif
(azwar 2011)
Dependen Suatu cara Pasien mampu Observas ordina Baik : 11- 16
Kepatuhan yang minum obat secara i l Cukup : 6- 10
minum dilakukan rutin Kurang : 1- 5
obat masyarakat
pada
kepatuhan
minum obat
3.4.4 pengumpulan data
metode peng6mpulan data merupakan cara yang dilakukan dalam
pengumpulan data dalam penelitian. Cara pengumpulan data tersebut
meliputiwawancara,observasi,pengukuran atau melihat data statistik (data
sekunder seperti dokumentasi) (hidayat,2011). Pada penelitian ini metode
pengumpulan data menggunakan kuisioner. Kuisioner merupakan cara
pengumpulan data penelitian yang berisi suatu pertanyaan-pertanyaan yang
harus dijawab atau dikerjakan oleh respond3n (hidayat,2011).

Proses pengambilan data dengan pre post. Peneliti memberi


kuisionertertutup yang terdiri dari 10 pertanyaan tentang mekanisme koping
stres TB berupa multipel choice dan 5 pertanyaan tentang kepatuhan minum
obat.

3.4.5 instrumen penelitian


instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
kuisioner. Kuisioner merupakan cara pengumpulan data dengan cara
mengisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab atau dikerjakan oleh
responden (hidayat 2011). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kuisioner tertutup yang mencakup 10 pertanyaan yang mengarah
pada variabel independen mekanisme koping stres dan 5 pertanyaan yang
mengarah pada variabel depen yaitu kepatuhan minum obat TB. Peneliti
menjelaskan cara pengisian kuisioner kepada responden. Responden
bertanya kepada peneliti jika kurang paham. Kuisioner dikembalikan
kepada peneliti jika sudah selesai.

3.4.6 tempat dan waktu penelitian


1. tempat penelitian
penelitian dilakukan di puskesmas prambon sidoarjo
2. waktu penelitian
penelitian ini dilaksanakan
3.4.7 pengolahan data

kuisioner yang telah di isi oleh responden lalu diperiksa kelengkapaannya


kemudian diberi kode responden. Data yang telah terkumpul diberi kode
berupa angka yang terdiri dari beberapa karakteristik yaitu :
1. setelah data kuisioner factor mekanisme koping terkumpul peneliti
memberikan skor pada setiap pernyataan
bila pertanyaan jawaban selalu=1 ,kadang-kadang=2,tidak pernah=1
kemudian skor dijumlahkan 2-10
skor tertinggi = 2
skor terendah = 1
jumlah pertanyaan 10
nilai maksimal : skor tertinggi X jumlah pertanyaan
: 2 x 10
: 20
Nilai minimal : skor terendah X jumlah pertanyaan
: 1 x 10
: 10

Sehingga dapat disimpulkan hasil dari kuisioner mekanisme koping


Mekanisme koping adaptif = 10 – 2
Mekanisme koping maladaptive = 10 – 1
3.4.8 Analisa data
Analisa data adalah kegiatan mengubah data hasil penelitian menjadi
informasi yang dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan penelitian.
Cara pengambilan kiesimpulan dengan uji hipotesis (sulistyaningsih,2011)
analisa data pada penelitian ini menggunakan program sofware SPSS
dengan uji statistik dengan menggunakan chi-square menunjukkan bahwa
pvalue (0,05)<a (=0,01). Maka dapat disimpulkan bahwa Ha diterima yaitu
ada hubungan mekanisme koping stres dengan kepatuhan minum obat
dipuskesmas prambon sidoarjo.

3.4.9 Etika Penelitian


Penelitian yang berkaitan dengan manusia sebagai objek penelitian, wajib
mempertimbangkan etika penelitian agar tidak menimbulkan masalah etik
yang dapat merugikan responden maupun peneliti. Penelitian ini dilakukan
setelah mendapat surat rekomendasi dari STIKeS dan izin dari dinkes.
Penelitian dimulai dengan melakukan beberapa prosedur yang berhubungan
dengan etika penelitian meliputi :
1. Lembar persetujuan (informant consent)
Diberikan kepada responden sebelum penelitian dilaksanakan dengan
tujuan agar responden mengetahui tujuan penelitian, apabila responden
menolak untuk diteliti maka peneliti menghargai hak tersebut, hal-hal
yang dijelakan meliputi status responden selama penelitian dengan
menyatakan bahwa data yang mereka berikan akan digunakan untuk
keperluan penelitian. Responden dalam penelitian memperoleh lembar
informant consent yang berisi penjelasan mengenai mekanisme koping
stress dan kepatuhan minum obat TB paru dan pernyataan kesediaan
untuk menjadi responden. Responden yang bersedia mengikuti
penelitian harus menandatangani lembar informant consent.
2. Tanpa nama (Anonimity)
Nama responden tidak perlu dicantumkan pada lembar kuisioner. Pada
penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan kode dan alamat
responden pada lembar kuisioner dan mencamtumkan pada tangan pada
lembar persetujuan sebagai responden.
3. Kerahasiaan (confidentialy)
Kerahasiaan informasi yang berkaitan dengan responden dan data
hasil penelitian tidak akan diberikan kepada orang lain.
4. Keadilan (justice)
Penelitian dilakukan secara jujur , hati-hati , berperikemanusiaan.
Penggunaan prinsip keadilan pada penelitian ini dilakukan dengan cara
tidak membedakan jenis kelamin,usia,suku/bangsa dan pekerjaan
sebagai rencana tindak lanjut dari penelitian ini.
5. Asas kemanfaatan (beneficiency)
Peneliti harus secara jelas mengetahui manfaat dan resiko yang mungkin
terjadi pada responden. Penggunaan asas kemanfaatan pasa penelitian
ini dilakukan dengan cara menjelaskan secara detail tujuan, manfaat, dan
teknik penelitian kepada responden.

Anda mungkin juga menyukai