Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

LANDASAN BERFIKIR ILMU PENGETAHUAN

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kelompok


Mata Kuliah Islam dan lmu Pengetahuan

Dosen Pengampu : Dr. Zaimudin M.Ag.

Disusun oleh:
Humnatul Haniyah (11170163000029)
Zahrotun Muhtarisatul (11180163000013)
Mega Cantika (11180163000032)
Kelompok 3

JURUSAN TADRIS FISIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................................................................2


KATA PENGANTAR ...................................................................................................................................................3
BAB I ............................................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN .........................................................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG ......................................................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................................................................5
C. TUJUAN ..........................................................................................................................................................6
D. MANFAAT ......................................................................................................................................................6
BAB II ...........................................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN ............................................................................................................................................................7
A. Dasar dan Hakikat Ontologi Ilmu .....................................................................................................................7
B. Aliran-aliran pada Ontologi Ilmu .....................................................................................................................8
C. Hakikat dan Aliran-Aliran Pada Epistemologi ...............................................................................................11
D. Hakikat Aksiologi ...........................................................................................................................................11
E. Pengertian filsafat ilmu ...................................................................................................................................12
F. Perbedaan filsafat, ilmu, dan filsafat ilmu ......................................................................................................14
G. Cabang- Cabang Filsafat Ilmu ........................................................................................................................15
H. Pengertian Filsafat Islam ................................................................................................................................16
I. Tokoh-Tokoh Filsafat Islam ...........................................................................................................................18
J. Filsafat Islam dan Pertaliannya dengan Filsafat Masehi, Filsafat Yunani, dan Filsafat Modern .........................25
BAB III ........................................................................................................................................................................28
KESIMPULAN ...........................................................................................................................................................28
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya
sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah mata kuliah Islam dan Ilmu
Pengetahuan dengan judul "Landasan Berfikir Ilmu Pengetahuan" tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan
berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan
makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang
dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun
kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat
diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat menginspirasi para pembaca untuk
mengangkat permasalahan lain yang relevan pada makalah-makalah selanjutnya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ciputat, 08 April 2021

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia merupakan makhluk yang berpikir (homo sapien), sebab ia dikaruniai


instrumen pengetahuan (epistemologi) dalam memahami gerak semesta. Untuk mengerti
kenapa manusia tercipta dan untuk apa dia ada, serta memahami tujuan hidupnya.
Kemudian manusia berusaha merumuskan dirinya. Secara alamiah manusia memiliki
hasrat untuk mengetahui (desire to know), penyelidik terhadap segala apa saja yang tampak
tampak dalam alam raya ini (segala yang ada dan mungkin ada), untuk mengetahui inti
yang terdalam dari segala yang ada—totalitas realitas yang menegasi sub-sub
1
kenyataan—Ilmu tersebut yang mengenai yang ada.
Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak pernah
puas dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari kebenaran yang
sesungguhnya dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun setiap
jawaban-jawaban tersebut juga selalu memuaskan manusia. Ia harus mengujinya dengan
metode tertentu untuk mengukur apakah yang dimaksud disini bukanlah kebenaran yang
bersifat semu, tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu kebenaran yang bisa diukur
dengan cara-cara ilmiah
Perkembangan pengetahuan yang semakin pesat sekarang ini, tidaklah menjadikan
manusia berhenti untuk mencari kebenaran. Justru sebaliknya, semakin menggiatkan
manusia untuk terus mencari dan mencari kebenaran yang berlandaskan teori-teori yang
sudah ada sebelumnya untuk menguji sesuatu teori baru atau menggugurkan teori
sebelumnya. Sehingga manusia sekarang lebih giat lagi melakukan penelitian-penelitian
yang bersifat ilmiah untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang dihadapinya.
Karena itu bersifat statis, tidak kaku, artinya ia tidak akan berhenti pada satu titik, tapi akan
terus berlangsung seiring dengan waktu manusia dalam memenuhi rasa keingintahuannya
terhadap dunia.

1
Lorens Bagus, Metafisika, (Jakarta: Gramedia, 2001), hlm. 3.

4
Untuk itulah setiap manusia harus dapat berfikir filosofis dalam menghadapi segala
realitas kehidupan ini yang menjadkan filsafat harus dipelajari. Filsafat merupakan sebuah
disiplin ilmu yang terkait dengan perihal kebijaksanaan. Kebijaksanaan merupakan titik
ideal dalam kehidupan manusia, karena ia dapat menjadikan manusia untuk bersikap dan
bertindak atas dasar pertimbangan kemanusiaan yang tinggi (actus humanus), bukan asal
bertindak sabagaimana yang biasa dilakukan manusia (actus homoni).

Kebijaksanaan tidaklah dapat dicapai dengan jalan biasa, ia memerlukan


langkah-langkah tertenu, khusus, istimewa. Beberapa langkah menuju ke arah
kebijaksanaan itu antara lain: 1) membiasakan diri untuk bersikap kritis terhadap
kepercayaan dan sikap yang selama ini sangat kita junjung tinggi, 2) berusaha untuk
memadukan (sintesis) hasil bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusian,
sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam semesta beserta isinya, 3)
mempelajari dan mencermati jalan pemikiran para filsuf dan meletakkannya sebagai pisau
pisau analisis untuk memecahkan masalah kehidupan yang berkembang dalam kehidupan
konkrit, sejauh pemikiran itu memang relevan dengan situasi yang kita hadapi, 4)
menelusuri hikmah yang terkandung dalam ajaran agama, sebab agama merupakan sumber
sumber kebijaksanaan hidup manusia.2
Oleh karena itu, dalam tulisan ini sangat penting kiranya untuk diulas secara
mendalam tentang apa saja landasan berfikir yang sesuai dengan ilmu pengetahuan dan
bagaimana seharusnya manusia berfikir sesuai dengan landasan berfikir ilmu pengetahuan
yang sesungguhnya tersebut baik secara keilmuan ataupun secara keislaman.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:


1. Bagaimana penjelasan dari ontologi ilmu, epistemologi dan aksiologi sebagai landasan
berfikir ilmu pengetahuan?
2. Bagaimana penjelasan filsafat ilmu dan filsafat Islam?

2
Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), Cet. 1, h. 1-2.

5
C. TUJUAN

1. Memahami pengertian ontologi ilmu, epistemologi dan aksiologi.


2. Memahami ontologi ilmu, epistemologi dan aksiologi sebagai landasan berfikir ilmu
pengetahuan.
3. Memahami perbedaan filsafat ilmu dan filsafat Islam.

D. MANFAAT

1. Dapat mengimplementasikan bagaimana seharusnya manusia berfikir dengan landasan


berfikir yang ada sesuai dengan ilmu pengetahuan.
2. Mampu menerapkan pemikiran yang kritis dan rasional.
3. Mampu menyeimbangkan bagaimana berfikir secara akal dan juga keislaman.

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dasar dan Hakikat Ontologi Ilmu

Apakah yang ingin diketahui dari ilmu? Apakah yang menjadi bidang telaah ilmu?
Bidang lain seperti agama, umpamanya memasukkan kedalam ruang lingkup pengkajian
hal-hal yang berada diluar jangkauan pengalaman manusia. Misalnya: apa yang terjadi
sesudah manusia meninggal dunia. Pengalaman disini menunjukkan tentang adanya sesuatu
yang telah kita alami dan kita mempunyai kesempatan untuk mengkomunikasikan
pengalaman tersebut kepada orang lain.
Istilah yang kita pakai untuk menunjukkan sifat kejadian yang terjangkau fitrah
pengalaman manusia disebut empiris. Fakta empiris adalah fakta yang dapat dialami
langsung oleh manusia dengan mempergunakan panca inderanya. Ruang lingkup
kemampuan panca indera manusia dan peralatan yang dikembangkan sebagai pembantu
pancaindera tersebut membentuk apa yang dikenal dengan dunia empiris. Berlainan dengan
agama, atau bentuk-bentuk pengetahuan lainnya, maka ilmu membatasi diri hanya kepada
kejadian yang bersifat empiris.3
Kata ontologi berasal dari perkataan yunani: On = being, dan Logos = Logic. Jadi
Ontologi adalah The theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai
keberadaan). Noeng muhadjir dalam bukunya Filsafat Ilmu mengatakan, ontologi membahas
yang ada, yang tidak terikat dalam satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang
yang ada yang universal, ontologi berusaha mencari inti Yang termuat dalam setiap
kenyataan, atau menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuk.
Selain itu, ontologi adalah teori hakikat yang mempertanyakan tentang eksistensi.‟
Menurut istilah, ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang
merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani dan abstrak.
Berdasarkan sudut pandang, Ontologi merupakan pembahasan tentang bagaimana cara
memandang hakekat sesuatu, apakah dipahami sebagai sesuatu yang tunggal dan bisa dipisah

3
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif. (Jakarta: PERPUSNAS, 2001), hal 5

7
dari sesuatu yang lain atau bernuansa jamak, terikat dengan sesuatu yang lain, sehingga
harus dipahami sebagai suatu kebulatan (holistik). Pengertian paling umum pada ontologi
adalah bagian dari bidang filsafat yang mencoba mencari hakikat dari sesuatu. Sebuah
ontologi memberikan pengertian untuk penjelasan secara eksplisit dari konsep terhadap
representasi pengetahuan pada sebuah knowledge base.

B. Aliran-aliran pada Ontologi Ilmu


Dalam mempelajari ontologi muncul beberapa pertanyaan yang kemudian melahirkan
aliran-aliran dalam filsafat. Dari masing-masing pertanyaan menimbulkan beberapa sudut
pandang mengenai ontologi. Aliran-aliran yang lahir dijabarkan sebagai berikut:
1. Aliran Monoisme
Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu, tidak mungkin dua. Haruslah satu
hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa ruhani.
Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya
merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Plato
adalah tokoh filsuf yang bisa dikelompokkan dalam aliran ini, karena ia menyatakan bahwa
alam ide merupakan kenyataan yang sebenarnya. Istilah monisme oleh Thomas Davidson
disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian terbagi ke dalam dua aliran :
a) Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan ruhani. Aliran
ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya bahwa zat mati merupakan
kenyataan dan satu-satunya fakta. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu
Thales (624-546 SM). Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air, karena pentingnya bagi
kehidupan.12 Anaximander (585-528 SM) berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara,
dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala kehidupan. Demokritos (460-370
SM) berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak
dapat dihitung dan amat halus. Atom-atom itulah yang merupakan asal kejadian alam.
b) Idealisme

8
Idealisme diambil dari kata “idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini
menganggap bahwa dibalik realitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak tampak. Bagi aliran ini,
sejatinya sesuatu justru terletak dibalik yang fisik. Ia berada dalam ide-ide, yang fisik bagi
aliran ini dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifatnya sementara, dan selalu menipu.
Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang pada kebenaran
sejati. Dalam perkembangannya, aliran ini ditemui dalam ajaran Plato (428-348 SM) dengan
teori idenya. Menurutnya, tiap-tiap yang ada di dalam mesti ada idenya yaitu konsep
universal dari tiap sesuatu. Alam nyata yang menempati ruangan ini hanyalah berupa
bayangan saja dari alam ide itu. Jadi, idelah yang menjadi hakikat sesuatu, menjadi dasar
wujud sesuatu.
2) Aliran Dualisme
Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal
sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan roh, jasad dan spirit. Kedua
macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama azali dan abadi.
Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini. Tokoh paham ini adalah
Descartes (1596-1650 M) yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan
kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia ruang (kebendaan). Ini
tercantum dalam bukunya Discours de la Methode (1637) dan Meditations de Prima
Philosophia (1641). Dalam bukunya ini pula, Ia menerangkan metodenya yang terkenal
dengan Cogito Descartes (metode keraguan Descartes/Cartesian Doubt). Disamping
Descartes, ada juga Benedictus de Spinoza (1632-1677 M), dan Gitifried Wilhelm von
Leibniz (1646-1716 M).
3) Aliran Pluralisme
Aliran ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu
semuanya nyata13. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion dikatakan
sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari banyak unsur,
lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras

9
dan Empedocles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari
empat unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James
(1842-1910 M), yang mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku
umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, dan lepas dari akal yang mengenal.
4) Aliran Nihilisme
Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin
yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Istilah nihilisme diperkenalkan oleh
Ivan Turgeniev pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada
semenjak zaman Yunani Kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (485-360 SM) yang
memberikan tiga proposisi tentang realitas. Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis.
Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat kita
ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh lain aliran ini adalah
Friedrich Nietzche (1844-1900 M). Dalam pandangannya dunia terbuka untuk kebebasan
dan kreativitas manusia. Mata manusia tidak lagi diarahkan pada suatu dunia di belakang
atau di atas dunia di mana ia hidup.
5) Aliran Agnostisisme
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik
hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata agnostisisme berasal dari bahasa Grik Agnostos,
yang berarti unknown. A artinya not, gno artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan
belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya
kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat
eksistensi dengan tokoh-tokohnya seperti, Soren Kierkegaar (1813-1855 M) yang terkenal
dengan julukan sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme, yang menyatakan bahwa manusia
tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum, tetapi sebagai aku individual yang sama sekali
unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu orang lain. Berbeda dengan pendapat
Martin Heidegger (1889-1976 M), yang mengatakan bahwa satu-satunya yang ada itu ialah
manusia, karena hanya manusialah yang dapat memahami dirinya sendiri. Tokoh lainnya

10
adalah, Jean Paul Sartre (1905-1980 M), yang mengatakan bahwa manusia selalu
menyangkal. Hakikat beradanya manusia bukan entre (ada), melainkan a entre (akan atau
sedang). Jadi, agnostisisme adalah paham pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan
manusia mengetahui hakikat benda, baik materi maupun ruhani.

C. Hakikat dan Aliran-Aliran Pada Epistemologi

Epistemologi berasal dari bahasa Yunani ”episteme” yang berarti pengetahuan tatu ilmu
atau teori pengetahuan. Epistemologi adalah cabang filsafat yang memberikan fokus
perhatian pada sifat dan ruang lingkup ilmu pengetahuan. Epistemologi membicarakan
hakikat pengetahuan, unsur-unsur dan susunan berbagai jenis pengetahuan, pangkal
tumpuannya yang fundamental, metode-metode dan batasan-batasannya.
Epistemologi meliputi sumber, sarana dan tata cara menggunakan sarana tersebut untuk
mencapai pengetahuan ilmiah. Perbedaan mengenai pilihan landasan ontologi akan
sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal,
budi, pengalaman atau kombinasi antara mereka merupakan sarana yang dimaksud dengan
espitemologis, seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisis kritis,
positivisme, fenomenologis dengan berbagai variasinya.
Secara garis besar, terdapat dua aliran pokok dalam dimensi epistemologi. Kedua aliran
tersebut adalah aliran rasionalisme dan empirisme, dari kedua aliran ini kemudian lahirlah
aliran yang lainnya. Rasionalisme adalah suatu aliran pemikiran yang menekankan
pentingnya peran akal atau ide sebagai bagian yang sangat menentukan hasil keputusan atau
pemikiran. Sedangkan rasionalisme dikembangkan berdasarkan ide dari Plato. Bagi plato
alam ide adalah alam yang sesungguhnya yang bersifat tak berubah-ubah.

D. Hakikat Aksiologi
Istilah aksiologis berasal dari bahasa Yunani (axios) yang berarti nilai, dan logos yang
berarti ilmu atau teori. Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai. Nilai yang dimaksud adalah

11
sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang
dinilai. Teori tentang nilai yang ada dalam filsadat mengacu kepada permasalahan etika dan
estetika. Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai, yang umumnya
ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Aksiologi juga menunhjukkan kaidah-kaidah apa
yang harus kita perhatikan didalam menerapkan ilmu kedalam praktis.
Dalam aksiologi ada dua penilaian yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika. Etika
adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral.
Kajian etika lebih fokus pada perilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan
salah satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak
masa Sokrates dan pada kaum Shopis. Sedangkan estetika mempelajari tentang hakikat
keindahan didalam seni. Estetika merupakan cabang filsafat yang mengkaji tentang hakikat
indah dan buruk.

E. Pengertian filsafat ilmu

Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu Philosophy, adapun istilah filsafat sendiri berasal
dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata; Philos (cinta) atau Philia (persahabatan,
tertarik kepada) dan Shopia (hikmah kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan,
pengakaman praktis, inteligensi)4. Jadi secara etimologi filsafat berarti kebijaksanaan atau
kebenaran.
Pengertian filsafat secara terminologi adalah sebuah pengetahuan yang diperoleh dari
berpikir, berusaha mencari sebab yang sedalam- dalam nya sehingga menghasilkan
pemikiran yang logis tetapi tidak empiris. Filsafat itu sendiri adalah rahim dari segala
pengetahuan, dia memberikan sumbangan dan peran sebagai induk yang mekahirkan dan
membantu mengembangkan ilmu pengetahuan sehingga ilmu pengetahuan itu dapat hidup
dan berkembang. Filsafat membantu ilmu pengetahuan untuk bersikap rasional dan
5
mempertanggung jawabkan ilmunya.
Pengertian filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Filsafat ilmu dalam arti luas: yaitu menampung permasalahan yang mentangkut
berbagai hubungan luar dari kegiatan ilmiah, seperti: tata Susila yang menjadi pegangan
penyelenggara ilmu.

4
Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama (Jakarta: Logos, 1997), hal 7
5
Endraswara Suwardi, FILSAFAT ILMU (Yogyakarta: CAPS, 2015) hal 63

12
b. Filsafat ilmu dalam arti sempit: yaitu menampung permasalahan yang bersangkutan
dengan hubungan ke dalam yang terdapat dalam ilmu, yaitu pengetahuan ilmiah dan
cara-cara mengusahakan serta mencapai pengetahuan ilmiah.
Filsafat ilmu sampai tahun Sembilan puluhan telah berkembang pesat sehingga menjadi
bidang pengetahuan yang amat luas dan mendalam. Ruang lingkup sebagaimana yang
dibahas para filsup dapat dikemukakan secara ringkas oleh ahli antara lain:
1.Menurut A. Cornelius Benjamin, memandang filsafat ilmu sebagai berikut. ”That
philosophic discipline which isthe systematic study of the nature of science, especially of its
methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual
disciplines.” Filsafat ilmu, menurut Benjamin, merupakan cabang dari filsafat yang secara
sistematis menelaah sifat dasar ilmu, khususnya mengenai metode, konsep-konsep, dan pra
anggapan-pra anggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang-cabang
pengetahuan intelektual. Jadi, filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafat yang
merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya,
konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum
cabang-cabang pengetahuan intelektual.
2.Menurut Jujun Suriasumantri memandang filsafat ilmu sebagai bagian dari
epistemologi (filsafat pengetahuan) yang ingin menjawab tiga kelompok pertanyaan
mengenai hakikat ilmu sebagai berikut. Kelompok pertanyaan pertama antara lain sebagai
berikut ini. Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud hakiki dari objek tersebut?
Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangap manusia? Kelompok pertanyaan
kedua: Bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya pengetahuan yang berupa ilmu?
Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan Filsafat Imu agar kita
mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang dimaksud dengan kebenaran? Dan
seterusnya. Dan terakhir, kelompok pertanyaan ketiga: Untuk apa pengetahuan yang berupa
ilmu itu? Bagaimana kaitan antara cara menggunakan ilmu dengan kaidah-kaidah moral?
Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Dan
seterusnya.

13
4. Menurut Stephen R. Toulmin mengemukakan bahwa sebagai suatu cabang ilmu, filsafat
ilmu adalah unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur
pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan,
pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai
landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi
praktis, dan metafisika.6

F. Perbedaan filsafat, ilmu, dan filsafat ilmu

a. Filsafat merupakan cara berpikir yang kompleks, suatu pandangan Atau teori yang
sering tidak bertujuan praktis, tetapi teoritis. Filsafat selalu memandang sebagai
sebab-sebab terdalam,Tercapai dengan akal budi murni. Filsafat membantu untuk
mendalami pertanyaan asasi manusia tentang makna realitas dan ruang lingkupnya
yang dapat dipelajari secara sistematik dan historis.
b. Ilmu merupakan salah satu dari pengetahuan manusia. Ilmu tidak mengikat apresiasi
kita terhadap ilmu itu sendiri. Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun
secara konsisten dan kebenarannya telah teruji secara empiris. Ilmu harus diusahakan
dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu,
dan akhirnya aktivitas metode itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis.
Kesatuan dan interaksi diantara aktivitas, metode, dan pengetahuan dapat
digambarkan sebagai bagian Segitiga penyusun menjadi ilmu.
c. Filsafat ilmu dalam segenap pemikiran yang reflektif terhadap persoalan-persoalan
mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan
segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu telaah kritis
terhadap metode yang digunakan oleh ilmu tertentu terhadap lambang-lambang dan
struktur Penalaran tentang sistem lambang yang digunakan. Filsafat ilmu adalah
upaya untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep, sangka wacana dan
Postulat mengenai ilmu. Filsafat ilmu merupakan suatu di gabungan yang terdiri atas

6
Adib, H.Muhammad. 2010. Pustaka Pelajar.

14
beberapa studi yang beraneka macam yang ditunjukkan untuk menetapkan batas yang
tegas mengenai ilmu tertentu.7

G. Cabang- Cabang Filsafat Ilmu

Ruang lingkup filsafat ilmu memang sangat luas, filsafat ilmu memang sudah ada sekian
banyak cabang-cabang filsafat ilmu termaksud akan diikuti dalam penggalian kebenaran
suatu ilmu pengetahuan. Hampir seluruh ilmu menjadi cakupan filsafat ilmu. Filsafat ilmu
hampir menjangkau seluruh ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, mempelajari filsafat ilmu
tentu akan bermanfa'at bagi ilmu apa saja. Setiap ahli kadang-kadang dengan gigih membuat
pembagian ruang lingkup filsafat menurut persepsi masing-masing.
Cabang-cabang keilmuan yang menjadi wilayah strategis filsafat ilmu memang sulit di
batasi untuk memahami ruang lingkup filsafat ilmu seseorang harus sudah memiliki bekal
pengetahuan tentang filsafat umum sebagai dasar pengetahuan, sebab ilmu filsafat
merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan. Filsafat menjadi ''Ibu" segala ilmu filsafat
yang mula-mula di pergunakan oleh Pythagoras, seorang filsuf Yunani yang sekaligus
sebagai ahli matematika yang hidup pada tahun 582-496 sebelum Masehi, sekarang sudah
beranak cabang bermacam-macam.
Orang awam sudah amat sulit menangkap, apakah yang sedang di hadapi dalam
keilmuan itu filsafat atau bukan. Pada waktu itu arti filsafat masih sangat luas, yaitu untuk
menyebut segala bidang ilmu pengetahuan yang ada pada waktu itu, dan barulah kemudian
berkembang menjadi cabang-cabang yang merupakan disiplin ilmu pengetahuan. Filsafat
ilmu hanya sebagian dari cabang-cabang keilmuan yang mendasari seluruh pemikiran tentang
ilmu. Padahal ilmu yang di turunkan Tuhan ke bumi ini, biarpun daun untuk menulis dan air
liur sebagai tintahnya, tidak mungkin akan habis.
Oleh karena itu tidak mengherankan jika filsafat ilmu meliputi seluruh bidang ilmu apa
saja. Setiap ilmu pasti ada masalah yang melingkupinya. Ketika berhadapan dengan sejumlah
masalah itu, filsafat menjadi jalan pemikiran terbaik untuk mencari solusinya filsafat sebgai
induk ilmu-ilmu lainnya, ternyata filsafat tidak mati tetapi hidup dengan corak tersendiri
yakni sebagai ilmu yang memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh ilmu-ilmu
khusus. Akan tetapi jelaslah bahwa filsafat tidak termasuk ruangan ilmu pengetahuan yang
khusus.

7
Abdulhak, H.Ishak. 2008. Filsafat Ilmu

15
Adapun menurut pendapat para ahli tentang ruang lingkup filsafat ilmu8 :
1. Tentang hal mengerti, syarat-syaratnya dan metode-metodenya .
2. Tentang ada dan tidak ada.
3. Menentukan apa yang baik dan apa yang buruk.
4. Hakikat manusia dan hubungannya sesama makhluk lainnya.
Seluruh cakupan filsafat ilmu sebenarnya berada pada wilayah pemikiran, oleh karena itu
hanya orang yang mampu berfikir jernih, yang dapat berfilsafat secara proporsional. Segala
sesuatu yang mungkin ada dan benar-benar ada (nyata) baik material konkret maupun
nonmaterial abstrak (tidak terlihat) akan di sentuh oleh filsafat ilmu. Jadi objek filsafat itu tidak
terbatas, terurai di seluruh bagian ilmu apapun. Maka kelak muncul aneka pandangan ilmu
filsafat, ilmu agama, matematika, sastra, budaya, bahasa, dan sebagainya.
Keluasan filsafat ilmu menjadikan ilmu semakin berkembang luas. Seperti nya filsafat ilmu
itu seperti keranjang sampah, apa saja terwadahi. Namun sesungguhnya tidak demikian karena
filsafat ilmu itu sebuah landasan. Filsafat ilmu tentu akan di butuhkan dalam seluruh ruang
lingkup keilmuan yang digagas manusia.
Objek pemikiran filsafat yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan
kehidupan manusia, alam semesta dan alam sekitarnya adalah juga objek pemikiran filsafat
pendidikan. Setiap orang yang belajar suatu ilmu, seharusnya menguasai filsufinya. Dengan cara
melandasi keilmuan dengan filsafat ilmu, tentu yang di pelajari semakin menukik sampai ke
hal-hal fundamental. Para fundamentalispun sering berkomentar bahwa ilmu yang dimiliki
semakin mendalam. Akar-akar ilmu dapat diraih melalui penguasaan filsafat ilmu

H. Pengertian Filsafat Islam

Ada dua pendapat tentang penamaan Filsafat Islam:


a. Pendapat yang memandang bahwa nama yang tepat adalah Filsafat Arab. Alasannya;
Karena filsafat ini ditulis dalam bahasa Arab, sebagai bahasa yang tersiar di dunia timur.
Pendapat tersebut didukung oZleh antara lain: Maurice de Wulf, Emile Brahier dan Carlo
Nallino.
b. Nama yang tepat adalah Filsafat Islam. Alasannya; 1) Bangsa Arab memperoleh
kemajuan yang luar biasa karena adanya agama Islam; seperti yang dicapai oleh khalifah

8
Endraswara Suwardi, FILSAFAT ILMU (Yogyakarta: CAPS, 2015) hal 63

16
Abbasyiyyah. 2) Filosof-filosof Muslim pada umumnya bukan bangsa Arab; seperti Al
Farabi dari Turki, Ibnu Sina dari Persia, Ibnu Rusyd dari Cordova (Andalusia), satu-satunya
yang berkebangsaan Arab hanyalah Al-Kindi. 3) Tumbuh dan berkembangnya Filsafat Islam
justru di negeri-negeri Islam, di bawah naungan khalifah Islam.
Ada perbedaan pendapat di kalangan para Orientalist abad ke 19 dengan abad ke 20
tentang ada tidaknya Filsafat Islam. Orientalist yang dianggap mewakili pendapat pada abad
ke 19 adalah: Tennemann dan Ernest Renan (1892).
Pendapat-pendapat mereka sebagai berikut: Tenneman, yang mengemukakan adanya
empat faktor yang menyebabkan orang Arab-Islam tidak dapat ber-filsafat karena beliau
tidak mengakui adanya Filsafat Islam. 1) Karena Kitab Suci dari orang Islam sendiri, yaitu
Al-Quran. 2) Kefanatikan dari Golongan Ahlussunnah. 3) Kefanatikan orang-orang Islam
kepada pikiran-pikiran beliau tersebut juga tidak dapat difahami secara tepat. 4) Tabi‟at
orang-orang Arab yang condong kepada angan-angan.
Tetapi pada abad ke 20 ini pandangan orientalist berbeda pada abad ke 19 di atas yang
sifatnya subyektif, sudah berubah kepandangan yang objektif. Seperti Pandangan yang
mengatakan bahwa Filsafat Islam hanya semata-mata kutipan dari Filsafat Aristoteles dan
ulasan-ulasannya, sudah berangsur-angsur bergeser dan mulai mengakui adanya Filsafat
Islam yang mempunyai kepribadian sendiri, yang tampak jelas dalam: Pertama; Sistem
pemikirannya yang teratur dan berpangkal pada pikiranpikiran Aristoteles. Kedua;
Memperbaiki kekurangan-kekurangan Aristoteles dan mengemukakan pikiran-pikiran baru.
Ketiga; Mempertemukan Agama dengan Filsafat.
Selanjutnya, pendapat yang memandang Al-Quran yang menghalagi kebebasan berfikir
dan berfilsafat, juga berangsur-angsur hilang, dan mengakui kenyataan bahwa Islam pada
masa kebesarannya/kejayaannya tidak pernah menghalangi-halangi Ilmu Pengetahuan atau
Filsafat, bahkan Islam menjadi tanah yang subur bagi perkembangan Ilmu pengetahuan dan
Filsafat.

17
Filsafat islam ialah hasil pemikiran filosof tentang keTuhanan, kenabian, kemanusiaan,
dan alam yang disinari ajaran Islam dalam suatu aturan pemikiran yang logis dan sistematis,
serta memaparkan secara luas tentang teori ada (ontologi), menunjukan pandangannya
tentang ruang, waktu, materi dan kehidupan. Filsafat Islam berupaya memadukan antara
wahyu dengan akal, antara aqidah dengan hikmah, antara agama dengan filsafat, dan
9
menjelaskan kepada manusia bahwa wahyu tidak bertentangan dengan akal.
Dalam perkembangan selanjutnya, cakupan filsafat Islam itu diperluas kepada segala
aspek ilmu-ilmu yang terdapat dalam khasanah pemikiran keislaman, seperti ilmu kalam,
ushul fiqih, dan tasawuf dan ilmu fikir lainnya yang diciptakan oleh ahli pikir Islam. Ibrahim
Makdur memberikan batasan filsafat Islam itu adalah pemikiran yang lahir dalam pemikiran
dunia Islam untuk menjawab tantangan zaman, yang meliputi Allah dan alam semesta,
wahyu dan akal, agama dan filsafat. Sedangkan pendapat lainnya mendefinisikan tentang
filsafat Islam sebagai pembahasan tentang alam dan manusia yang disinari ajaran Islam.

I. Tokoh-Tokoh Filsafat Islam

1. Al Kindi (801-866M).
Nama Al-Kindi adalah nisbat pada suku yang menjadi asal usulnya, yaitu Banu
Kindah. Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah yang sejak lama menempati
daerah selatan Jazirah Arab. Nama lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya‟qub ibn
Ishaq AshShabbah ibn „Imran ibn Ismail ibn Al-Asy‟ats ibn Qays Al-Kindi. Ia
dilahirkan di Kufah tahun 185H (801M). Ayahnya, Ishaq AshShabbah, adalah
gubernur Kufah pada masa pemerintahan AlMahdi dan Harun al-Rasyid dari Bani
Abbas. Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah Al-Kindi lahir.
Karena ia adalah satu-satunya filosof Muslim yang berasal dari keturunan Arab,
Al-Kindi dikenal dengan sebutan Failasuf Al-„Arab. Nama Al-Kindi menanjak
setelah hidup di istana pada masa pemerintahan Al-Mu‟tashim yang menggantikan
Al-Makmun pada tahun 218 H (833M), karena ia dipercaya untuk menjadi guru
pribadi putera Al-Mu‟tashim, yaitu Ahmad ibn Al-Mu‟tashim. Pada masa inilah
Al-Kindi berkesempatan menulis karya-karyanya, setelah pada masa Al-Makmun ia
menterjemahkan kitab-kitab Yunani ke dalam bahasa Arab. Sebagai seorang filosof

9
Asep Sulaiman. 2016. Mengenal Filsafat Islam. Fadillah Press. Hlm. 11.

18
yang mempelopori mempertemukan agama dan filsafat Yunani, AlKindi banyak
mendapat tantangan dari para ahli agama. Ia dituduh meremehkan dan
membodoh-bodohkan ulama yang tidak mengetahui filsafat Yunani. Banyak fitnah
yang dituduhkan kepada Al-Kindi, terutama pada masa pemerintahan Al Mutawakkil.
Akhirnya Al-Kindi menyingkir dari kemelut politik istana dan meninggal pada tahun
252 H (866M).
Karya ilmiah Al-Kindi kebanyakan berupa makalah. Ibn Nadim, dalam kitabnya
Al-Fihrits, menyebutkan karyanya lebih dari 230 buah; sementara George N. Atiyeh
menyebut ada 270 buah. Karya-karya Al-Kindi mengenai filsafat menunjukan
ketelitian dan kecermatannya dalam memberikan Batasan-batasan makna
istilah-istilah yang dipergunakan dalam terminologi ilmu filsafat. Dari
karangan-karangannya diketahui bahwa Al-Kindi adalah penganut aliran eklektisme,
yaitu suatu faham pemikiran atau kepercayaan yang tidak mempergunakan atau
mengikuti metode apapun yang ada, melainkan mengambil apa yang paling baik.
Dalam metafisika dan kosmologi ia mengambil pendapat-pendapat Aristoteles; dalam
psikologi ia mengambil pendapat Plato; dan dalam bidang etika ia mengambil
pendapat Sokrates dan Plato.
Al-Kindi menegaskan bahwa filsafat yang paling tinggi tingkatannya adalah
filsafat yang berupaya mengetahui kebenaran yang pertama, kausa dari semua
kebenaran, yaitu filsafat pertama. Menurutnya kalau ada kebenaran-kebenaran atau
hakekat-hakekat maka mesti ada kebenaran atau hakekat pertama (al-Haqq
al-Awwal). Hakekat pertama itu adalah Tuhan. Tentang Metafisika.
Sebagaimana disebutkan di atas, AlKindi berpendapat bahwa filsafat yang
tertinggi adalah Filsafat Pertama yang membicarakan tentang Causa Prima. Menurut
Al- Kindi, Tuhan adalah Wujud Yang Haq (Sebenarnya) yang tidak pernah tiada
sebelumnya dan tidak akan pernah tiada selama-lamanya, yang sejak awal dan akan
senantiasa ada selama-lamanya. Tuhan adalah Wujud Sempurna yang tidak pernah

19
didahului wujud yang lain, dan wujud-Nya tidak akan pernah berakhir serta tidak
ada wujud lain melainkan dengan perantara-Nya. Dalam pandangannya ini Al-Kindi
sejalan dengan pemikiran Aristoteles tentang Causa Prima dan Penggerak Pertama,
penggerak yang tidak bergerak. Al-Kindi mengajukan pertanyaan yang juga
dijawabnya sendiri: “Mungkinkah sesuatu menjadi sebab adanya sendiri, ataukah hal
itu tidak mungkin?”. Jawabannya adalah: “Yang demikian itu tidak mungkin”. Den
gan demikian, alam ini baru, ada permulaan dalam waktu; demikian pula alam ini
ada akhirnya; oleh karena itu alam harus ada yang menciptakannya. Karena alam itu
baru, maka alam adalah ciptaan yang mengharuskan ada penciptanya, yang mencipta
dari tiada (creatio ex nihilo). Tentang keberadaan Tuhan ini, Al-Kindi
memperkuatnya dengan dalil keanekaan alam wujud dan dalil keteraturan alam
wujud. Al-Kindi mengatakan bahwa tidak mungkin keanekaan alam wujud ini tanpa
ada kesatuan, demikian pula sebaliknya tidak mungkin ada kesatuan tanpa keanekaan.
Karena alam wujud ini semuanya mempunyai persamaan keanekaan dan kesatuan,
maka sudah pasti hal itu terjadi karena ada Sebab; dan Sebab itu adalah berada di luar
wujud itu sendiri, esksistentinya lebih tinggi, lebih mulia dan lebih dulu adanya.
Sebab itu tidak lain adalah Tuhan. Ia juga mengatakan bahwa keteraturan alam
inderawi ini tidak mungkin terjadi kecuali dengan adanya Zat yang tidak terlihat. Dan
Zat yang tidak terlihat itu tidak mungkin diketahui adanya kecuali dengan adanya
keteraturan dan bekas-bekas yang menunjukkan ada-Nya.
2. Al-Farabi (872-950M).
Filosof besar lain dalam Islam adalah Abu Nasr Muhammad ibn Muhammad ibn
Tarkhan ibn Uzlagh al-Farabi. Al-Farabi adalah putera dari seorang panglima perang
Dinasti Samani (874- 999M) yang berkuasa di daerah Transoxania dan Persia. Nama
alFarabi berasal dari nama tempat kelahirannya, yaitu Farab, Transaxonia; dilahirkan
pada tahun 872 M, dan berasal dari keturunan Turki.

20
Sewaktu muda ia pergi ke Bagdad, pusat ilmu pengetahuan dan filsafat, dan ia
belajar filsafat, logika, matematika, metafisika, etika, ilmu politik, musik dan
lain-lain. Al-Farabi pernah menjadi murid Bisyr ibn Yunus, salah seorang penerjemah
yang membantu Hunain ibn Ishaq di Bait al-Hikmah. Dari Bagdad kemudian ia
pindah ke Aleppo dan tinggal di istana Saif Al-Daulah dari dinasti Hamdani yang
berkuasa di Suria. Di istana inilah ia banyak mengembangkan pemikirannya, karena
istana ini merupakan tempat berkumpulnya dan pertemuan para ilmuwan.
Di kalangan filosof Muslim al-Farabi dikenal dengan julukan al-Mu‟alim al Tsani
(Guru Kedua); sementara Guru Pertama (al-Mu‟alim al Awwal) adalah Aristoteles.
Mengenai hubungan filsafat dan agama, sebagaimana al-Kindi, al-Farabi juga
berpendapat bahwa tidak ada pertentangan antara filsafat dengan agama. Tetapi
dalam hal ini ia menekankan bahwa filsafat bisa mengganggu keyakinan orang awam.
Untuk itu pemikiran yang bercorak filsafat harus dihindarkan dari orang-orang awam.
Tentang Metafisika. Di antara pemikiran filsafat al-Farabi yang berkaitan dengan
masalah ketuhanan dan terjadinya alam terlihat dalam pemikirannya tentang „filsafat
emanasi‟. Dalam filsafatnya ini al-Farabi sebagaimana halnya Plotinus
menerangkan bahwa „segala yang ada atau alam ini memancar dari Zat Tuhan melalui
akal-akal yang berjumlah sepuluh‟. Antara alam materi dengan Zat Tuhan terdapat
pengantara. Tuhan berpikir tentang diriNya, dan dari pemikiran ini memancarlah
Akal Pertama.
3. Ibn Sina (980-1037 M).
Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu „Ali Husein ibn Abdillah Ibn Sina.
Popularitas yang diperoleh Ibn Sina melampaui popularitas al-Kindi dan al-Farabi. Ia
lahir di Afshana, suatu wilayah dekat Bukhara. Orang tuanya adalah pegawai tinggi
pada pemerintahan Dinasti Samani. Ibn Sina dikenal di Barat dengan nama atau
sebutan Avicenna, dan lebih dikenal dalam bidang pengobatan dari pada sebagai
filosof. Dalam bidang ini karyanya yang terkenal adalah al-Qanun fi al-Tibb dan

21
al-Syifa. Untuk bidang ini Ibn Sina mendapat gelar the Prince of the Physicians.
Sementara di dunia Islam ia dikenal dengan sebutan al-Syaikh al-Rais (Pemimpin
Utama dari para Filosof). Tentang Metafisika. Dalam pemikiran filsafatnya mengenai
Tuhan dan kejadian alam, Ibn Sina juga mempunyai „faham emanasi‟. Dari Tuhan
memancar Akal Pertama, dan dari Akal Pertama memancar Akal Kedua, demikian
seterusnya sampai Akal Kesepuluh. Menurut Ibn Sina akal-akal itu adalah malaikat,
dan Akal Pertama adalah malaikat tertinggi, kemudian Akal Kesepuluh, yang
mengatur bumi, adalah Jibril.
4. Ibn Miskawaih (932-1030M).
Abu „Ali al-Khazim Ahmad ibn Muhammad ibn Ya‟qub Miskawaih lahir di Raiy
(Teheran) dan meninggal di Isfahan pada tahun 1030 M. Pada masa mudanya bekerja
sebagai pustakawan dari beberapa menteri, di antaranya Ibn al-Amid, di Raiy. Dalam
pemikiran filsafatnya lebih banyak dikenal di bidang filsafat akhlaq. Buku yang
terkenal di bidang ini adalah Tahzib al-Akhlaq. Menurutnya kata akhlaq adalah
bentuk jamak (plural) dari kata khuluq. Pengertian khuluq menurutnya adalah „peri
keadaan yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa dipikirkan dan
diperhitungkan sebelumnya‟. Dengan kata lain, khuluq adalah sikap mental atau jiwa
yang menimbulkan perbuatan-perbuatan tanpa pemikiran sebelumnya atau secara
spontan. Sikap mental atau keadaan jiwa ini dapat merupakan fitrah sejak lahir, dan
dapat pula merupakan hasil latihan pembiasaan (ikhtiari).
Tentang Kebahagiaan. Ibnu Miskawaih membedakan antara al-khair (kebaikan)
dan al-sa‟adah (kebahagiaan). Kebaikan memiliki corak umum dan menjadi tujuan
semua orang; kebaikan umum bagi seluruh manusia dalam kedudukannya sebagai
manusia. Sedang kebahagiaan adalah kebaikan bagi seseorang, tidak bersifat umum
tetapi relatif bergantung kepada orang per-orang. Kebahagiaan tertinggi menurutnya
adalah kebijaksaan yang menghimpun dua aspek, yaitu hikmah yang bersifat teoritis
dan hikmah yang praktis. Hikmah yang bersifat teoritis adalah bersumber dari

22
pengetahuan yang benar, sedangkan hikmah yang praktis adalah keutamaan jiwa
yang mampu melahirkan budi pekerti yang mulia. Kebahagiaan yang diperoleh
melalui kesenangan jasmani adalah kebahagiaan yang palsu yang pada umumnya
dicari oleh orang awam. Orang yang mencapai kebahagiaan tertinggi jiwanya akan
tenang, merasa selalu berdampingan dengan malaikat. Jiwanya diterangi Nur Ilahi
dan merasakan nikmat di dalamnya. Baginya tidak akan menjadi masalah apakah
dunia datang kepadanya atau meninggalkannya; dan tidak merasa sedih bila
berpisah dengan orang yang dicintainya. Akan dilakukannya segala sesuatu yang
menjadi kehendak Allah; akan dipilihnya hal-hal yang akan mendekatkan dirinya
kepada Allah; tidak akan berkhianat kepada dirinya juga kepada Allah.
Tentang Cinta. Menurut Ibn Miskawaih ada dua jenis cinta, yaitu cinta kepada
Allah dan cinta kepada manusia, terutama cinta seorang murid kepada gurunya. Cinta
yang tinggi nilainya adalah cinta kepada Allah. Tetapi tipe cinta ini hanya dapat
dicapai oleh sedikit orang. Cinta kepada sesama manusia adalah kesamaan antara
cinta anak kepada orang tua dan cinta murid kepada gurunya. Menurut Ibn
Miskawaih cinta murid kepada gurunya dipandang lebih mulia dan lebih berperanan.
Guru adalah bapak ruhani bagi murid-muridnya. Gurulah yang mendidik
murid-muridnya untuk dapat memiliki keutamaan yang sempurna. Kemuliaan guru
terhadap murid laksana kemuliaan ruhani terhadap jasmani. Tentang Pendidikan
Anak.
Menurut Ibn Miskawaih kehidupan utama pada anak-anak memerlukan dua
syarat, yaitu syarat kejiwaan dan syarat sosial. Syarat kejiwaan tersimpul dalam
menumbuhkan watak cinta kepada kebaikan, yang dapat dilakukan dengan mudah
pada anak-anak yang berbakat baik, dan dapat dilatih dengan membiasakan diri pada
anakanak yang tidak berbakat untuk cenderung kepada kebaikan. Syarat kedua, syarat
sosial, dapat dicapai dengan cara memilihkan teman-teman yang baik, menjauhkan
dari pergaulan dari teman-temannya yang berperangai buruk. Nilai-nilai keutamaan

23
pada anak-anak yang harus menjadi perhatian juga adalah mencakup aspek
jasmani dan ruhani. Keutamaan jasmani antara lain berkaitan dengan makanan dan
kegiatan-kegiatan fisik. Makanan hendaknya untuk tujuan kesehatan dan bukan
kenikmatan. Kegiatan-kegiatan fisik diarahkan ke arah yang bisa mendorong dan
selaras dengan kesehatan jiwa. Sedangkan keutamaan ruhani antara lain dengan
membiasakan anak bersikap cinta kepada sesama, jujur, berkata-kata yang baik,
percaya diri dan seterusnya. Dengan demikian anak-anak akan terbiasa dengan
kebaikan-kebaikan dan terhindar dari kebiasaan yang buruk.
5. AL-RAZI (863-925M)
Abu Bakar Muhammad Ibn Zakaria Al-Razi lahir di Raiy, suatu kota dekat
Teheran. Dalam karir kehidupannya al-Razi pernah menjabat direktur rumah sakit di
Raiy dan di Bagdad. Ia terkenal di Barat dengan sebutan Rhazes dari buku-bukunya
mengenai ilmu kedokteran. Karyanya yang terkenal adalah tentang „Cacar dan
Campak‟ dan diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa berulang kali, cetakan yang
keempat puluh dicetak pada tahun 1866. Kemudian kitab al-Hawi, merupakan
ensiklopedia tentang ilmu kedokteran yang tersusun dari lebih 20 jilid. Tentang
Agama dan Akal.
Al-Razi merupakan seorang rasionalis sejati yang hanya percaya kepada kekuatan
akal, dan tidak percaya kepada wahyu dan perlunya para nabi. Ia berkeyakinan bahwa
akal manusia kuat untuk mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk, untuk tahu
Tuhan, dan untuk mengatur hidup manusia di dunia ini. Sekalipun tidak percaya
kepada wahyu dan tidak perlu para nabi, al-Razi tetap sebagai filosof yang percaya
kepada Tuhan.
Dalam filsafatnya mengenai hubungan manusia dengan Tuhan, ia berpendapat
bahwa kesenangan manusia sebenarnya ialah kembali kepada Tuhan dengan
meninggalkan alam materi, seperti filsafatnya Pythagoras. Untuk kembali kepada
Tuhan, roh manusia harus terlebih dahulu disucikan; dan yang dapat mensucikan roh

24
ialah ilmu pengetahuan dan berpantang mengerjakan sesuatu yang tidak baik.
Al-Razi pun mengatakan agar manusia tidak terlalu zahid dan juga tidak terjebak
dengan kesenangan materi.
6. Ibn Rusyd (1126-1198M)
Nama lengkap Ibn Rusyd adalah Abu al-Walid Muhammad ibn Muhammad ibn
Rusyd. Ibn Rusyd berasal dari keluarga hakim-hakim di Andalusia (Spanyol). Ia
sendiri pernah menjadi hakim di Seville. Selain sebagai hakim, ia pun pernah menjadi
dokter istana di Cordova. Sebagai ahli hukum dan filosof, pikiran Ibn Rusyd banyak
berpengaruh di kalangan istana, terutama di zaman Sultan Abu Yusuf Ya‟qub
al-Mansur (1184-1199M).
Karyanya yang terkenal di bidang fiqh Islam adalah Bidayah alMujtahid; sedang
dalam bidang kedokteran adalah Kitab al Kulliat. Tulisan-tulisan lainnya adalah
menyangkut bidang filsafat. Tentang Filsafat dan Agama. Ibn Rusyd memiliki
pendapat bahwa antara Islam dan filsafat tidak bertentangan. Bahkan ia
menambahkan bahwa setiap orang Islam diwajibkan atau sekurang-kurangnya
dianjurkan mempelajari filsafat. Tugas filsafat tidak lain adalah berpikir tentang
wujud untuk mengetahui Pencipta semua yang ada ini. Tanda-tanda bagi orang yang
berpikir adalah apabila manusia berpikir tentang wujud dan alam sekitarnya untuk
mengetahui Tuhan. Karena banyak ayat al-Qur‟an yang menyatakan demikian, maka
10
sesungguhnya al-Qur‟an menyuruh manusia untuk berfilsafat.

J. Filsafat Islam dan Pertaliannya dengan Filsafat Masehi, Filsafat Yunani, dan
Filsafat Modern.
Filsafat Islam memiliki corak dan problema-problema tersendiri, serta bentuk yang khas,
dan telah memperoleh tempat yang wajar dalam kebudayaan dunia, maka untuk memperjelas
eksistensi filsafat Islam perlu dikemukakan pertalian antara Filsafat Islam dengan Filsafat
sebelum dan sesudahnya; yaitu Filsafat Masehi, Filsafat Yunani, dan Filsafat Modern.
a) Pertalian Filsafat Islam dengan Filsafat Masehi tak dapat disangkal bahwa Filsafat
masehi telah banyak mempengaruhi Filsafat Islam. Karya-Karya Al-Kindi, AlFaraby, Ibnu
Sina, dan Ibnu Rusydi banyak diterjemahkan ke dalam Bahasa Latin, sehingga di antara

10
Harun Nasution. Filsafat Islam. 1979. Jakarta. Bulan Bintang. Hlm. 11-54

25
pikiran-pikiran mereka ada yang telah membentuk suatu aliran Filsafat di Eropa, yang
dikenal dengan Aliran Ibnu Rusydi (Averroisme).
Aliran ini timbul sebagai Akibat dari pengaruh tidak langsung Ibnu Rusydi terhadap
Filsafat Latin dalam persoalan Akal, pada abad ke XIII dan abad ke XIV begitu pula
perbedaan antara pemikiran-pemikiran Aristoteles dengan pemikiran-pemikiran Plato, serta
Neo Platonisme, oleh mereka diketahui melalui komentar-komentar IbnuRusydi yang sampai
ke Eropa. Kedudukan Filsafat Islam di dunia Timur sama dengan kedudukan Filsafat
Hellenisme di dunia Barat. Kedua Filsafat Yunani menjadi dasar pemikiran abad
Pertengahan. Karena itu untuk mengetahui Kedudukan Filsafat Islam maka harus kita
menghubungkannya dengan Filsafat Yunani dan Filsafat Modern.
b. Pertalian Filsafat Islam dengan Filsafat Yunani. Filosof-filosof muslim banyak
mengambil Pemikiran-pemikiran Aristoteles dan Plotinus. Hal ini tidak dapat dipungkiri.
Walaupun, tidak berarti bahwa Filsafat Islam hanya kutipan sematamata dari
pemikiran-pemikiran Aristoteles seperti yang dikatakan oleh Ernest Renan atau dari Plotinus
seperti kata Duhen. Karena sumber Filsat Islam bukan hanya semata-mata dari Yunani
melainkan juga dari kebudayaan India dan Iran.24 Satu hal yang tidak dapat dilupakan ialah
bahwa Filosof-filosof muslim pada umumnya hidup dalam suatu zaman dan kondisi yang
berbeda dengan filosoffilosof lain yang sudah tentu ini dengan pengaruh-pengaruhnya dapat
membentuk suatu filsafat yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan keadaan masyarakat
Islam sendiri.
c. Pertalian Filsafat Islam dengan Filsafat Modern. Kalau Filsafat Masehi banyak
terpengaruh dari Filsafat Islam, sedang Filsafat Modern banyak bersumber dari Filsafat
Masehi, maka sudah tentu antara Filsafat Islam dengan Filsafat Modern terdapat pertalian
yang erat, seperti diketahui bahwa timbulnya Filsafat Modern Karena adanya aliran
Emperisme Prancis Bacon (1561-1626) Rationalisme dari Descartes (1596-1650).
Tetapi sebelum datangnya Prancis Bacon, Roger Bacon (1214-1295) telah merintis
empirisme pada abad pertegahan, dan ini sangat erat hubungannya dengan dunia pikir Islam.

26
Oleh karena itu, Empirisme Bacon bahkan Empirisme abad modern ada hubungannya
dengan penyelidikan peneropongan bintang di Laboratorium-laboratorium yang pernah
diadakan oleh kaum Muslimin.
Demikian pula metode Skeptis Descartes (1596-1650) telah didahului oleh metode
Skeptis Al-Gazaly (1058- 1111). Terjadinya pertalian dan kaitan-kaitan di atas dapat
dipahami apabila diingat bahwa masa filsafat skolastik Masehi dan Yahudi yang keduanya
erat hubungannya dengan Filsafat Islam, terletak antara masa Filsafat Islam dan Filsafat
Modern.11

11
Ibrahim. 2015. BUKU DARAS FILSAFAT ISLAM KLASIK. Makassar. http://repositori.uin-alauddin.ac.id/. Hlm.
18-20.

27
BAB III

KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dari uraian makalah diatas, dapat disimpulkan bahwa :
1. ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan
ultimate reality baik yang berbentuk jasmani/konkret maupun rohani dan abstrak.
Epistimologi adalah cabang filsafat yang memberikan fokus perhatian pada sifat
dan ruang lingkup ilmu pengetahuan. Dan aksiologi adalah ilmu pengetahuan
yang menyelidiki hakikat nilai, yang umumnya ditinjau dari sudut pandang
kefilsafatan.
2. Filsafat ilmu merupakan suatu telaah kritis terhadap metode yang digunakan oleh
ilmu tertentu terhadap lambang-lambang dan struktur Penalaran tentang sistem
lambang yang digunakan. Dan filsafat islam adalah hasil pemikiran filosof
tentang keTuhanan, kenabian, kemanusiaan, dan alam yang disinari ajaran Islam
dalam suatu aturan pemikiran yang logis dan sistematis, serta memaparkan secara
luas tentang teori ada (ontologi), menunjukan pandangannya tentang ruang,
waktu, materi dan kehidupan. Filsafat Islam berupaya memadukan antara wahyu
dengan akal, antara aqidah dengan hikmah, antara agama dengan filsafat, dan
menjelaskan kepada manusia bahwa wahyu tidak bertentangan dengan akal
B. Saran
1. Kenali dan bedakan antara antologi, aksiologi dan epistimologi yang merupakan
landasan utama filsafat ilmu.
2. Pahami materi yang dipelajari agar tau apa itu perbedaan antara filsafat islam dan
filsafat ilmu.

28

Anda mungkin juga menyukai