Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH AQIDAH

Urgensi Tauhid Dalam Islam

Penyusun :

Kelompok 4

Virdia Palepi Agesti (1604015080)


Devi Trisna Handayani (1604016130)
Puja Lestari (1804015026)
Widiya Putri Rustandi (1804015073)
Najiyah Luthfinisa (1804015201)
Nur Azizah (1804015274)

PRODI FARMASI

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tauhid secara bahasa berasal dari kata wahhada – yuwahhidu yang artinya menjadikan
sesuatu satu/tunggal/esa (menganggap sesuatu esa). Secara istilah syar’i, tauhid berarti
mengesakan Allah dalam hal Mencipta, Menguasai, Mengatur dan mengikhlaskan
(memurnikan) peribadahan hanya kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada selain-
Nya serta menetapkan Asma’ul Husna (Nama-nama yang Bagus) dan Shifat Al-Ulya (sifat-
sifat yang Tinggi) bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan dan cacat.

Ilmu tauhid belum dikenal pada masa Nabi Muhammad saw dan sahabat-sahabatnya
melainkan baru dikenal pada masa kemudiannya, setelah ilmu-ilmu keislaman satu persatu
muncul dan setelah orang banyak suka membicarakan alam ghaib atau metafisika.

Tauhid merupakan hal yang paling penting dalam aspek ‘aqīdaĥ. Pondasi pendidikan
anakpun dimulai dari penanaman nilai-nilai tauhid kepada anak. “Syahādāt” dalam ażan
yang diperdengarkan pada anak yang baru lahir sebagai bukti pentingnya menanamkan
tauhid semenjak dini. Tauhidpun merupakan seruan pertama dakwah para Rasūl. Tauhid
juga merupakan tonggak penentu keselamatan seorang hamba di hadapan Rabbnya kelak.

Mempelajari tauhid merupakan hal pokok yang sudah menjadi keharusan bagi
seseorang untuk mempelajarinya. Untuk itu, sudah menjadi keharusan pula bagi orang tua
untuk mendahulukan penanaman tauhid semenjak dini kepada putra-putrinya.
Sebagaimana ungkapan Ibnu Qayyim dalam kitab Tuḥfat Al-Maudūd yang dikutip oleh
Rahman bahwa dirahasiakan dilakukan ażan dan iqāmaĥ di telinga bayi yang baru lahir
mengandung harapan yang optimis agar mula-mula suara yang terdengar oleh telinga bayi
adalah seruan ażan yang mengandung makna keagungan dan kebesaran Allah serta
syahādāt yang menjadi syarat utama bagi seorang yang masuk Islam. Hal yang sama
dianjurkan pula agar yang bersangkutan dituntut untuk mengucapkan kalimat tauhid ini saat
sedang meregang nyawa meninggalkan dunia yang fana ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian tauhid?
2. Apa itu urgensi tauhid dalam islam?
3. Apa saja macam – macam tauhid?
1.3 Tujuan
Makalah ini dibuat bertujuan untuk mengetahui apa itu arti tauhid dan apa saja urgensi
dalam kehidupan, keluarga, profesi, dan masyarakat. Karena setiap urgensi pasti berbeda.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tauhid
Tauhid menurut bahasa adalah meng-Esakan. Sedangkan menurut syariat adalah
meyakini keesaan Allah. Adapun yang disebut ilmu tauhid adalah ilmu yang membicarakan
tentang akidah atau kepercayaan kepada Allah dengan didasarkan pada dalil-dalil yang
benar. Tidak ada yang menyamainya dan tak ada padanan bagi-Nya. Mustahil ada yang
mampu menyamai-Nya. Dalilnya dari firman-firman Allah, di samping dalil-dalil aqliyah :

“Dia adalah Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri
pasangan-pasangan, dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan pula, dijadikan-Nya
kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu yang serupa dengan Dia, dan
Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.

2.2 Urgensi Tauhid dalam Kehidupan


Umat Islam termasuk yang mayoritas di negeri ini. Tapi diantara yang banyak itu,
berapa yang benar-benar mengimplementasikan ketauhidan dan syahadahnya itu. Berapa
persen yang tauhidnya murni dari syirik dan berapa persen pula yang syahadahnya
memenuhi syarat-syarat yang disebutkan di atas? Bahkan lebih dalam lagi, berapakah
diantara mereka yang mengahayati betul ketauhidannya sehingga merasakan Allah
senantiasa hadir dalam kehidupannya?

Lantas bagaimana wujud tauhid yang terimplementasi dalam kehidpuan sehari-hari?


Ketauhidan yang terimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari adalah ketauhidan yang
mempertautkan kehidupan keseharian manusia dengan kekuasaan Allah (trensendensi
kehidupan) atau mentarnsformasikan ketauhidan/keimanan kepada Allah dalam kehidupan
sehari-hari atau yang disebut dengan tauhid sosial. Jadi kata kuncinya ada pada dua hal:

1. Transformasi ketauhidan
Transformasi ketauhidan adalah mewujudkan ketauhdian kepada Allah dalam
bentuk amal nyatadalam kehidupan sehari-hari. Karena kita menyadari betul bahwa Allah
senantiasa bersama kita, maka kita senantiasa menjaga perilaku kita dari hal-hal buruk
misalnya kesombongan, berbuat zalim, menyakiti orang lain, merugikan orang lain, dan
setersunya. Sebaliknya, kita selalu terdorong unatu melakukan hal-hal yang baik misalnya
bersikap ramah, menolong orang lain, peduli, empati pada sesame, dan setersunya. Intinya
kehadiran kita di tengah-tengah masyarakat benar-benar membawa manfaat bagi orang
lain.

2. Transendensi kehidupan

Transendensi kehidupan adalah upaya mengaitkan semua dinamika kehidupan ini


dengan Allah SWT. Allah hadir sebagai pengawas kehidupan kita, sebagai tempat bersandar,
meminta, bersyukur dan hal lain yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Saat kita
menerima rezeki, pertolongan, bahkan bencana semuanya selalu terkait dengan Allah.
Allah-lah yang memudahkan semuanya melalui tangan hamba-hamba-Nya. Terkadang kita
hanya berterima kasih pada manusia. Kita tak pernah sadar bahwa Allah-lah yang mengetuk
hatinya. Allah-lah yang memudahkan semuanya untuk kita.

Jadi seharusnya, pertama kali yang kita beri ucapan terima kasih adalah Allah, baru
manusia. Demikian juga misalnya kita menerima musibah. Musibah harus menyadarkan kita
bahwa itu adalah ujian, peringatan, atau bahkan azab dari Allah. Intinya semuanya perilaku
kehidupan ini, kecuali ada ikhtiar lahiriah dan jawaban-jawaban rasional yang tak boleh
ketinggalan harus dihubungkan dengan Allah. Jika kita membutuhkan pertolongan, jika kita
punya masalah, jika kita ingin berbagi cerita, dan seterusnya, maka Allah-lah pihak pertama
yang kita jadikan tempat berbagi, tempat memohon, dan tempat melabuhkan perasaan.
Mengapa? Karena Dia-alah Yang Maha Mendengar. Dia-lah Yang Maha Peduli.

 Macam Tauhid
Ulama ilmu tauhid mengklasifikasikan ada dua macam tauhid yakni tauhid rubbubiyyah
dan tauhid uluhiyyah. Rubbubiyyah adalah kata yang dinisbatkan kepada salah satu nama
Alla SWT. Yaitu “Rabb”. Nama ini mempunyai beberpa arti, antara lain Al-Murrabi
(pemelihara), An-nashir (penolong), Al-malik (pemilik), al-Mushlih (yang memperbaiki), As-
Sayyid (tuan) dan Al-Wali (wali). Dalam terminology syariat islam, istilah tauhid Rubbubiyyah
berarti; percaya bahwa Allahlah satu-satunya pencipta, pemilik,pengendali alam raya yang
dengan takdir-Nya ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan
sunnah-sunnahnya.

1. Tauhid Rubbubiyah
Tauhid rubbubiyyah ialah pengakuan, bahwa seluruh alam ini, baik alam nyata (alam
benda) atau alam gaib (alam roh), diciptakan ole satu Tuhan. Tuhan yang satu ialah Tuhan
yang menciptakan alam benda, diantaranya bumi, langit, bulan, matahari, binatang, dan
lain-lain. Tuhan yang satu itu jugalah yang menciptakan makhluk gaib, antara lain, jin,
malaikat dan iblis. Tuhan yang satu itulah yang menghidupkan segala sesuatu, Tuhan yang
satu itu jugalah yang menumbuhkan segala tumbuhan dan tanaman. Tuhan yang satu itu
jugalah yang menciptakan diri manusia dengan segala kelengkapannya dengan sangat
sempurna, tidak ada tuhan selain Dia (Allah SWT) yang menciptakan segala sesuatu.

Tauhid rubbubiyyah mencangkup dimensi-dimensi keimanan, pertama; beriman kepada


perbuatan-perbuatan Allah SWT. Misalnya menciptakan, memberikan rizki, menghidupkan,
mematikan, menguasai dan lain-lain. Kedua; beriman kepada takdir Allah SWT. Ketiga;
beriman kepada zat Allah SWT.

 Beberapa ayat Al-Quran yang menjadikan landasan tauhid rubbubiyyah


antara lain:
‫هّٰللا‬
1. ِ ‫بِس ِْم ِ الرَّحْ مٰ ِن الر‬
‫َّحي ِْم‬
Artinya: “Dengan menyebut nama Allah yang maha pemurah lagi maha penyayang”. (QS. Al-
Fatihah [1]: 1)

2. ْ َ‫ش يُ ْغ ِشي اللَّ ْي َل النَّهَا َر ي‬


‫طلُبُهُ َحثِيثًا‬ ِ ْ‫ض فِي ِستَّ ِة أَي ٍَّام ثُ َّم ا ْست ََوى َعلَى ْال َعر‬ َ ْ‫ت َواألَر‬ ِ ‫اوا‬ َ ‫ق ال َّس َم‬َ َ‫إِ َّن َربَّ ُك ُم هّللا ُ الَّ ِذي َخل‬
٥٤﴿ َ‫ق َواألَ ْم ُر تَبَارَكَ هّللا ُ َربُّ ْال َعالَ ِمين‬ ُ ‫ت بِأ َ ْم ِر ِه أَالَ لَهُ ْال َخ ْل‬
ٍ ‫﴾ َوال َّش ْم َس َو ْالقَ َم َر َوالنُّجُو َم ُم َس َّخ َرا‬

Artinya: “sesungguhnya tuhan kami ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, lalu dia bersemayam di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang
yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakannya pula) matahari, bulan dan bintang-
bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-nya. Ingatlah, menciptakan dan
memerintah hanyalah hak Allah, Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-A’raf [7]:
54)

3. ٍ ‫ض َج ِم ْيعًا ثُ َّم ا ْست ٰ َٓوى اِلَى ال َّس َم ۤا ِء فَ َس ٰ ّوىه َُّن َس ْب َع َسمٰ ٰو‬
ْ ‫ت ۗ َوهُ َو بِ ُك ِّل ش‬
‫َي ٍء َعلِ ْي ٌم‬ َ َ‫ه َُو الَّ ِذيْ خَ ل‬
ِ ْ‫ق لَ ُك ْم َّما فِى ااْل َر‬

Artinya: “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia
berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui
segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 29)

4. ‫ت فَهُ َو يَ ْشفِي ِْن‬


ُ ْ‫ۙ واِ َذا َم ِرض‬
َ

Artinya: “dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” (QS: Asy-Syu’araa [26]:
80)

5. ُ‫اِ َّن هّٰللا َ هُ َو ال َّر َّزا ُق ُذو ۡالقُ َّو ِة ۡال َمتِ ۡين‬
Artinya: “ Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi
sangat kokoh.” (QS: Adzaariyat [51]: 58).

1. Tauhid Uluhiyah

Tauhid Uluhiyah diambil dari kata “ilah” yang berarti; yang disembah dan yang ditaati.
Kata ini digunakan untuk menyebut sesembahan yang hak dan yang batil. Pengertian tauhid
uluhiyah dalam terminology syariat islam ialah mengesakan Allah SWT daalm ibadah dan
ketaatan, atau mengesakan Allah SWT. Dalam perbuatan seperti shalat, puasa, zakat, haji,
nazar, menyembelih sembelihan, rasa takut, rasa harap dan cinta. Maksudnya semua itu
dilakukan yakni bahwa kita melaksanakan perintah Allah SWT. Dan meninggalkan larangan
Allah SWT. Sebagai bukti ketaatan dan semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT. Olrh
karena itu implementasi tauhid uluhiyah hanya bias terjadi dengan dua dasar. Pertama;
memberikan semua bentuk ibadah hanya kepada Allah SWT. Semata tanpa adanya sekutu
yang lain. Kedua: hendaknya semua bentuk ibadah itu sesuai dengan perintah Allah SWT.
Dan meninggalkan larangannya melakukan maksiat.

Tauhid uluhiyah ialah, keyakinan dan kepasrahan hanya kepada Allah kita menyembah,
memuja, memuji dan meminta pertolongan, hanya kepada Allahlah kita beribadah dan
berzikir. Hanya kepada Allahlah kita menyandarkan segala perjalanan hidup yang dialami.
Hanya kepada Allahlah kita bergantung, seseorang yang telah terpatri dengan tauhid
uluhiyah ia akan menghindarkan diri dari perbuatan syirik seperti mempercayai benda-
benda yang mengandung kekuatan supranatural (seperti cicin, kertas, benda-benda
pustaka, dan lain sebagainya), ia juga menghindari diri dari pemujaan kepada orang-orang
pintar (dukun).yang ia yakini hanya Allah SWT zat yang menggenggam segala sesuatu dialam
semesta ini. Tidak ada ibadah dan ketaatan kecuali hanya untuk Allah SWT semata.

Tauhid uluhiyan merupakan tauhid yang paling mendasar, diatas tauhid uluhiyah
kehidupan dijalankan dan disyariat ditegakkan. Tidak ada perintah dan ketaatan kecuali
hanya kepada Allah SWT. Itulah sebabnya setiap kali Allah SWT mengutus seseorang rasul,
Allah SWT selalu menyertakan tauhid uluhiyah sebagai missi utama.

 Beberapa firman Allah SWT tentang tauhid uluhiyah antara lain:


a. ‫ك ِم ْن َّرسُوْ ٍل اِاَّل نُوْ ِح ْٓي اِلَ ْي ِه اَنَّهٗ ٓاَل اِ ٰلهَ آِاَّل اَن َ۠افَا ْعبُ ُدوْ ِن‬
َ ِ‫َو َمٓا اَرْ َس ْلنَا ِم ْن قَ ْبل‬

Artinya: “ dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan kami
wahyukan kepadanya: “bahwasannya tidak ada tuhan (yang hak) melainkan aku, maka
sembahlah olehmu sekalian akan aku.” (QS: Al-Anbiyah [21]: 25)

b. َ ِ‫ص َر َو ْالفُؤَا َد ُكلُّ أُو ٰلَئ‬


‫ك َكانَ َع ْنهُ َم ْسئُواًل‬ َ َ‫ْس لَكَ بِ ِه ِع ْل ٌم ۚ إِ َّن ال َّس ْم َع َو ْالب‬
َ ‫َواَل تَ ْقفُ َما لَي‬

Artinya: “dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidsk mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggung jawabnya.” (QS: Al-Isra [16]: 36)
c. َ ‫ت ْال ِج َّن َوااْل ِ ْن‬
‫س اِاَّل لِيَ ْعبُ ُدوْ ِن‬ ُ ‫َو َما خَ لَ ْق‬

Artinya: “ dn aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-ku. (QS: Adz-Zariyat [51]: 56)

d. ِ ُ‫ار ْال ُجن‬


‫ب‬ ِ ‫ار ِذي ْالقُرْ بَ ٰى َو ْال َج‬
ِ ‫َوا ْعبُدُوا هَّللا َ َواَل تُ ْش ِر ُكوا بِ ِه َش ْيئًا ۖ َوبِ ْال َوالِ َد ْي ِن ِإحْ َسانًا َوبِ ِذي ْالقُرْ بَ ٰى َو ْاليَتَا َم ٰى َو ْال َم َسا ِكي ِن َو ْال َج‬
‫َت أَ ْي َمانُ ُك ْم ۗ إِ َّن هَّللا َ اَل يُ ِحبُّ َم ْن َكانَ ُم ْختَااًل فَ ُخورًا‬ ِ ‫ب بِ ْال َج ْن‬
ْ ‫ب َواب ِْن ال َّسبِي ِل َو َما َملَك‬ ِ ‫َّاح‬
ِ ‫َوالص‬

Artinya: ‘sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-nya dengan sesuatu pun.
Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan
hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri. (QS: An-Nisa [4]: 36)

e. َ ِ‫ص ْينَ لَهُ ال ِّد ْينَ ەۙ ُحنَفَ ۤا َء َويُقِ ْي ُموا الص َّٰلوةَ َوي ُْؤتُوا ال َّز ٰكوةَ َو ٰذل‬
‫ك ِديْنُ ْالقَيِّ َم ۗ ِة‬ ‫هّٰللا‬
ِ ِ‫َو َمٓا اُ ِمر ُْٓوا اِاَّل ِليَ ْعبُدُوا َ ُم ْخل‬

Artinya: “padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepadanya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya
mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang
lurus. (QS: Al-Bayinah [98]: 5)

2. Tauhid Asma Wa Sifat

(Meng-esakan Allah dalam hal nama-nama dan sifat-sifat-Nya) ialah meyakini secara
mantab bahwa Allah menyandang seluruh sifat kesempurnaan dan suci dari segala sifat
kekurangan, dan bahwa Dia berbeda dengan seluruh makhluk-Nya.

Caranya adalah dengan menetapkan (mengakui) nama-nama dan sifat-sifat Allah yang
Dia sandangkan untuk Dirinya atau disandangkan oleh Rasulullah dengan tidak melakukan
tahrif (pengubahan) lafazh atau maknanya, tidak ta’thil (pengabaian) yakni menyangkal
seluruh atau sebagaian nama dari sifat itu, tidak takyif (pengadaptasian) dengan
menentukan esensi dan kondisinya, dan tidak tasybih (penyerupaan) dengan sifat-sifat
makhluk.

Dari definisi diatas jelaslah bahwa tauhid asma wa sifat berdiri di atas tiga asas. Barang
siapa menyimpang darinya, maka ia tidak termasuk orang yang meng-esakan Allah dalam
hal nama sifat-Nya. Ketiga asas itu adalah:

a. meyakini bahwa Allah SWT maha suci dari kemiripan dengan makhluk dan
darisegala kekurangan.
b. Mengimani seluruh nama dan sifat Allah SWT yang disebutkan dalam al-Qur’an
dan as-Sunnah tanpa mengurangi atau menambah-nambahi dan tanpa
mengubah atau mengabaikannya.
c. Menutup keinginan untuk mengetahui kaifiyyah (kondisi) sifat-sifat itu.

Adapun asas yang pertama, yakni meyakini bahwa Allah Maha Suci dari kemiripan
dengan mahluk dalam sifat-sifat-Nya, ini didasarkan pada firman Allah SWT:

‫َولَ ْم يَ ُك ْن لَّهٗ ُكفُ ًوا اَ َح ٌد‬

Artinya : “Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya”. (QS. Al-Ikhlash: 4)

Al-Qurthubi, saat menafsirkan firman Allah, “Tidak ada yang sama dengan-Nya
sesuatu apa pun,”mengatakan, “Yang harus diyakini dalam bab ini adalah bahwa Allah
SWT, dalam hal keagungan, kebesaran, kekuasaan, dan keindahan nama serta ketinggian
sifat-Nya, tidak satupun dari makhluk-Nya yang menyerupai-Nya dan tidak pula dapat
diserupai dengan makhluk-Nya. Dan sifat yang oleh syariat disandangkan kepada
Pencipta dengan kepada makhluk, pada hakikatnya esensinya berbeda meskipun
lafazhnya sama. Sebab, sifat Allah Yang tidak Berpemulaan (qadim) pasti berbeda
dengan sifat makhluk-Nya.

 Syarat-syarat Laa Ilaaha IlIa-Allah

Bersaksi dengan laa ilaaha illa-Allah harus dengan tujuh syarat.Tanpa syarat-syarat
itu kesaksian tersebut tidak akan bermanfaat bagi yang mengikrarkannya. Secara singkat
tujuh syarat itu ialah :

1. ‘ilmu (mengetahui), yang menafikan jahl (Kebodohan)


2. Yaqin (yakin), yang menafikan syak (keraguan)
3. Qabul (menerima), yang menafikan radd (penolakan)
4. Inqiyad (patuh), yang menafikan tark (meninggalkan)
5. Ikhlash, yang menafikan syirik
6. Shidq (jujur), yang menafikan kidzb (dusta)
7. Mahabbah (kecintaan), yang menafikan baghdha’ (kebencian).

2.3 Urgensi Tauhid dalam Pembinaan Pribadi dan Keluarga


Menurut pendapat Amin Rais, Pandangan dunia tauhid itu bukan saja mengesakan Allah
seperti yang diyakini oleh kaum monoteis, melainkan juga mengakui kesatuan penciptaan,
kesatuan kemanusiaan, kesatuan tuntunan hidup, dan kesatuan tujuan hidup, yang semua
itu merupakan derivasi dari kesatuan ketuhanan” (baca: Tujuan Menanamkan Tauhid).
Formulasi kalimat tauhid adalah kalimat thayyibah Laa Ilaaha illallah, yang berarti tiada
Tuhan selain Allah. Dengan mengucapkan kalimat Laa Ilaaha Illallah ini, seorang manusia
tahu dan memutlakkan Allah Yang Maha Esa sebagai Khalik dan menisbikan selain-Nya,
sebagai ciptan-Nya (makhluk). Dengan dasar ini maka pendidikan tauhid menjadi suatu yang
vital dalam kehidupan manusia sebab dengan memembekali dasar tauhid manusia akan
selalu ingat kepada Allah. Orang yang berpaling dari pengetahuan tentang tauhid akan
tersesat karena akan selalu mengikuti pikiran-pikiran yang salah yang akan menjerumuskan
kelembah kemusyrikan.

Pengalaman tauhid merupakan pengalaman yang bersifat suci, maka pengalaman ini
dalam kehidupan manusia akan menjadi sumber inspirasi kehidupan jiwa dan pendidikan
kemanusiaan yang tinggi. Hal ini disebabkan tauhid akan mendidik jiwa manusia untuk
mengikhlaskan seluruh hidup dan kehidupannya kepada Allah semata. Tujuan hidup
hanyalah Allah dan harapan yang dikejarnya adalah keridhaan-Nya, yang akhirnya akan
membawa konsekuensi pembinaan karakter yang agung dan menjadi manusia yang suci,
jujur, dan teguh memegang amanah Allah.

Pendidikan tauhid sangatlah penting, karena mempunyai relevansi dengan konsep tauhid itu
sendiri. Menurut Jalaluddin Rahmat, pengajaran tauhid menjadi penting karena beberapa
hal :

1. Tauhid mendasari seluruh pemikiran kita tentang dunia, tauhid adala weltanschaung
kita.
2. secara otomatis, konseptualisasi tauhid menyiratkan konseptualisasi syirik yang
mempunyai implikai-implikasi sosial.
3. Tauhid adalah konsepsi Islam yang dapat dipertentangkan denan sekularisme,
humanisme atau eksistensialisme.Awal munculnya manusia sampai sekarang yang
masih tetap komitmen untuk membebaskan manusia dari keterikatan yang
membelenggu kehidupan menuju kemerdekaan yang hakiki dan tinggi, yang semua
itu akan berorientasi pada pengakuan akan keesaan Allah.

 Jadi pendidikan tauhid menjadi sangat penting, hal ini disebabkan :


1. Tauhid akan mengantarkan manusia kepada posisi yang mulia menjadi lebih
sempurna dengan akan dimasukkannya manusia yang bertauhid ke dalam surga.
2. Adanya fenomena akan semakin lunturnya makna kemanusiaan yang tidak
menuntut kemungkinan dapat hilang sama sekali, ini berarti merusak bangunan
tauhid yang dimiliki setiap manusia.

Dalam posisi yang kedua ini, manusia akan kehilangan jati dirinya sebagai ahsani
taqwim. Oleh karena itu rekonstruksi manusia harus selalu diupayakan dan hal ini
merupakan suatu kebutuhan dengan menginternalisasikan, membiasakan dan
mentranformasikan nilai-nilai ilahi yang tertinggi melalui pendidikan tauhid.

Pentingnya belajar pendidikan tauhid, menurut Mar’ie Muhammad, disebabkan “tauhid


mempunyai relevansi yang dalam di tengah kehidupan manusia sehari-hari”. Kita
menyaksikan manusia telah mencapai berbagai kemajuan dalam bidang materi, ilmu dan
teknologi yang mengagumkan, namun umat manusia mengalami penyakit mental yang
kronis dan serius yakni kehilangan pegangan hidup. Umat manusia tampaknya telah
mengalami apa yang disebut kekosongan jiwa. Kehilangan pegangan hidup mengakibatkan
umat manusia tidak mempunyai arah dan tidak tahu untuk apa hidup di dunia yang fana ini
(baca: penanaman tauhid sejak dini). Tentunya suatu ironi bahkan suatu tragedi, jika
penyakit mental dan spiritual yang berbahaya ini menjangkiti mereka yang menyatakan
dirinya muslim.

Manusia yang kehilangan pegangan hidup meskipun mereka bergelimang dalam materi
namun merana secara mental dan spritual. Mereka akan mudah terperosok ke dalam
tingkah laku yang tidak mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan, bahkan mereka dapat
berperilaku menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini bila dibiarkan maka pada
gilirannya akan menghancurkan peradaban umat manusia. Padahal tujuan hidup manusia
adalah semata-mata untuk mengabdi kepada Allah.

2.4 Urgensi Tauhid dalam Dunia Profesi


Tauhid adalah everythink start from Allah. Semua hal harus diawali dari Allah, selalu
ingat Allah, dan kembalikan kepada Allah. Ini yang harus kita ingat dan bawa ke mana-mana.
Termasuk dalam menjalani dunia profesi. Tauhid akan mencerahkan hati dan pikiran kita
sehingga kita sanggup menghadapi hidup dalam berbagai keadaan. Orang Islam harus giat
bekerja dan berdoa. Ikhitar dan tawakal. Allah menyuruh kita untuk menjalani kehidupan
secara seimbang, antara dunia dan akhirat.

‫ك ِمنَ ال ُّد ْنيَا‬ َ ‫ك هَّللا ُ ال َّدا َر اآْل َ ِخ َرةَ َواَل تَ ْن‬


ِ َ‫س ن‬
َ َ‫صيب‬ َ ‫َوا ْبت َِغ فِي َما آَتَا‬

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS. Al
Qashshash: 77).

Pada ayat di atas Allah memperingatkan kita agar menyiapkan dengan serius masa depan
kehidupan kita di akhirat. Tapi kita tidak boleh juga melalaikan kehidupan dunia. Kita harus
semangat bekerja, semangat berikhtiar sesuai dengan apa yang kita bisa.

Karena itulah Rasulullah SAW mengajarkan doa:

َ ‫ك ِم ْن ْال ُج ْب ِن َو ْالب ُْخ ِل َوأَعُو ُذ ِب‬


ِ ‫ك ِم ْن َغلَبَ ِة ال َّد ْي ِن َوقَه ِْر ال ِّر َج‬
‫ال‬ َ ِ‫اللَّهُ َّم إِنِّي أَعُو ُذ ِبكَ ِم ْن ْالهَ ِّم َو ْال َحزَ ِن َوأَعُو ُذ ِبكَ ِم ْن ْال َعجْ ِز َو ْال َك َس ِل َوأَعُو ُذ ب‬

Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesusahan dan kedukaan, aku berlindung
kepada-Mu dari lemah dan malas, aku berlindung kepada-Mu dari takut (miskin) dan kikir,
aku berlindung kepada-Mu dari banyaknya hutang dan paksaan orang-orang.”

Namun demikian, upaya kita dalam mencari dunia jangan sampai melalaikan yang
utama, yaitu mempersiapkan akhirat. Pekerjaan dunia adalah perantara untuk menggapai
akhirat. Di sela-sela pekerjaan kita, kita tak boleh melalaikan ibadah. Bahkan ibadah itulah
yang harus menjadi fokus kita. Pekerjaanpun harus kita niatkan ibadah.

Banyak orang yang mengejar-ngejar dunia sampai melalaikan Allah. Sampai


melalaikan ibadah. Kalau sudah begini, maka yang ia dapat adalah kelelahan dan rasa capek
yang tak berujung. Masalah yang tak kunjung habis. Pekerjaan dan banyaknya uang yang ia
punya sama sekali tak membuatnya bahagia.

Kenapa bisa demikian?

Karena salah dalam menjalani akitivitas. Dunia yang mestinya dijadikan nomor dua
malah dijadikan nomor satau sampai melalaikan ibadah kepada Allah. Dia tak pernah
melibatkan Allah dalam kehidupannya sehingga hidupnya penuh masalah. Terlalu semangat
pada urusan dunia tapi santai bahkan mengabaikan urusan ibadah.

Padahal seharusnya yang nomor satu itu ibadah, urusan kepada Allah. Setelah itu
baru urusan dunia. Inilah tips yang diajarkan Allah. Ini ditegaskan dalam beberapa ayatNya:

1. Urusan berdzikir (sholat), perintahnya adalah “Berlarilah!”

َ‫ي لِلص َّٰلو ِة ِم ْن يَّوْ ِم ْال ُج ُم َع ِة فَا ْسعَوْ ا اِ ٰلى ِذ ْك ِر هّٰللا ِ َو َذرُوا ْالبَ ْي ۗ َع ٰذلِ ُك ْم َخ ْي ٌر لَّ ُك ْم اِ ْن ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُموْ ن‬
َ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا نُوْ ِد‬

“Wahai orang yang beriman, apabila kalian diseru untuk menunaikan sholat Jum’at, maka
berlarilah kalian mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.” (QS. Al-Jum’ah : 9)

2. Urusan melakukan kebaikan, perintahnya adalah “Berlombalah!”


‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
‫َي ٍء قَ ِد ْي ٌر‬ ِ ْ‫ت اَ ْينَ َما تَ ُكوْ نُوْ ا يَأ‬
ْ ‫ت بِ ُك ُم ُ َج ِم ْيعًا ۗ اِ َّن َ ع َٰلى ُكلِّ ش‬ ِ ۗ ‫َولِ ُك ٍّل ِّوجْ هَةٌ ه َُو ُم َولِّ ْيهَا فَا ْستَبِقُوا ْال َخي ْٰر‬

“Maka berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan.” (QS. Al-Baqarah : 148)

3. Urusan meraih ampunan, perintahnya adalah “Bersegeralah!”


ْ ‫ات َواأْل َرْ ضُ أُ ِع َّد‬
َ‫ت لِ ْل ُمتَّقِين‬ ُ ‫او‬ ُ ْ‫ارعُوا إِلَ ٰى َم ْغفِ َر ٍة ِم ْن َربِّ ُك ْم َو َجنَّ ٍة َعر‬
َ ‫ضهَا ال َّس َم‬ ِ ‫َو َس‬

“Dan bersegeralah kamu menuju ampunan dari Tuhanmu dan menuju surga…” (QS. Ali
Imron : 133)

4. Urusan menuju Allah, perintahnya adalah “Berlarilah dengan cepat!”

‫فَفِرُّ ْٓوا اِلَى هّٰللا ِ ۗاِنِّ ْي لَ ُك ْم ِّم ْنهُ نَ ِذ ْي ٌر ُّمبِي ۚ ٌْن‬

“Maka berlarilah kembali ta’at kepada Allah.” (QS. Adz-Dzaariyat : 50)

5. Urusan menjejemput rizki (duniawi), perintahnya adalah “Berjalanlah!”


َ ْ‫هُ َو الَّ ِذي َج َع َل لَ ُك ُم اأْل َر‬
‫ض َذلُواًل فَا ْم ُشوا فِي َمنَا ِكبِهَا َو ُكلُوا ِم ْن ِر ْزقِ ِه ۖ َوإِلَ ْي ِه النُّ ُشو ُر‬

“Dialah yang menjadikan bumi mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan
makanlah sebagian dari rizkiNya.” (QS. Al-Mulk : 15)

2.5 Urgensi Tauhid dalam Masyarakat


Sesungguhnya Allah menciptakan segenap alam agar mereka ber`ibadah kepadaNya,
mengutus para rasul `Alaihimussalaam untuk menyeru semua manusia agar
mentauhidkanNya, al Quraanul Karim banyak dibanyak surat menekankan tentang arti
pentingnya tauhid menjelaskan bahaya syirik atas pribadi dan masyarakat, al Quraan dan as
Sunnah menerangkan kepada kita pengaruh yang baik sekali atas tauhid tersebut, dimana
tauhid itu jika diamalkan oleh seseorang baik pribadi maupun masyarakat didalam
kehidupan serta diwujudkan secara hakiki (murni), niscaya akan menghasilkan buah yang
sangat manis diantaranya adalah: “Membentuk kepribadian yang kokoh, ia membuat hidup
dan pengalaman seorang ahli tauhid begitu istimewa, tujuan hidupnya jelas, tidak beribadah
kecuali hanya satu saja. Kepada-Nya ia menghadap, baik dalam kesendirian atau ditengah
keramaian orang, ia berdo’a dalam keadaan sempit maupun lapang”.

Berbeda dengan seorang musrik yang hatinya terbagi untuk Ilaah selain Allah dan
ma`buudaat (yang di`ibadati selain Allah `Azza wa Jalla) yang banyak suatu saat ia
menghadap kepada orang hidup, pada saat lain ia menghadap kepada orang yang mati.
Artinya terkadang ia meminta kepada yang hidup sebagai perantara (wasilah) antara ia
dengan Allah Jalla wa `Alaa untuk menyampaikan hajat hajat mereka, seperti tuan guru,
kyai, jin, syaithon dan lain sebagainya. Adapun pada yang mati, seperti berziarah kekuburan
para wali yang dikeramatkan, sunan sunan, tempat tempat keramat, dan sejenisnya. Ini
adalah ciri hati orang yang sudah terpecah pecah akibat kesyirikan demikian pula orang-
orang yang aqidahnya tidak lurus, tauhidnya tersesat lagi tidak tepat kepada Allah Subhaana
wa Ta`aalaa, kehidupannya bahkan demikian dan disangsikan, dari sinilah perkataan Nabi
Yusuf `Alaihi wa Sallaam kepada orang yang didalam penjara tersebut, dimana Allah
Tabaaraka wa Ta`aalaa telah mengabadikan di dalam al Quraan, Allah berfirman:

‫اح ُد ْالقَهَّا ُر‬


ِ ‫صا ِحبَ ِي السِّجْ ِن أَأَرْ بَابٌ ُمتَفَ ِّرقُونَ َخ ْي ٌر أَ ِم هَّللا ُ ْال َو‬
َ ‫يَا‬

Artinya “ Hai kedua penghuni penjara, manakah yang lebih baik Ilaah-ilaah yang
bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa ?” (Yusuf : 39)

Beribadah kepada ilaah yang bermacam-macam merupakan karateristik Yahudi dan


Nashara, sebagaimana Allah Tabaaraka wa Ta`aalaa berfirman:

َ‫َّاحد ًۚا ٓاَل ِا ٰلهَ اِاَّل هُ ۗ َو ُسب ْٰحنَهٗ َع َّما يُ ْش ِر ُكوْ ن‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫ارهُ ْم َو ُر ْهبَانَهُ ْم اَرْ بَابًا ِّم ْن ُدوْ ِن ِ َو ْال َم ِسي َْح ا ْبنَ َمرْ يَ ۚ َم َو َمٓا اُ ِمر ُْٓوا اِاَّل لِيَ ْعبُد ُْٓوا اِ ٰلهًا و‬
َ َ‫اِتَّخَ ُذ ْٓوا اَحْ ب‬
Artinya : “Mereka telah menjadikan orang orang alim mereka dan rahib rahib mereka
sebagai ilah selain Allah, dan (juga mereka meng ilahkan) al Masih putera Maryam, padahal
mereka hanya disuruh beribadah hanya kepada Allah saja, tidak ada Ilaah yang berhak untuk
di`ibadati selain Dia, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan” (Q.S at-Taubah :
31)

Ketika Rasulullahi Shollallahu `Alaihi wa Sallam membaca ayat ini datanglah `Adiy bin
Haatim kepada beliau, saat itu di dadanya masih ada salib, berkata `Adiy bin Haatim :
“sesungguhnya kami tidak pernah meng`ibadati mereka”, Rasulullah menanggapi;
“Bukankah mereka itu megharamkan apa yang telah dihalalkan oleh Allah Subhaana wa
Ta`aalaa lalu kalianpun ikut mengharamkannya?, dan bukankah mereka itu menghalalkan
apa yang telah diharamkan oleh Allah `Azza wa Jalla lalu kalianpun ikut menghalalkannya
juga?” `Adiy menjawab : “Benar”! maka beliau bersabda : “Itulah ibadah mereka kepada
orang orang yang `alim dan rahib mereka!” Hadist ini diriwayatkan oleh : At-Tirmidzi dan
dinyatakan hasan oleh beliau. Demikian pula orang orang nashara telah menjadikan Isa bin
Maryam sebagai Ilah (di`ibadati oleh mereka selain Allah Tabaaraka wa Ta`aalaa),
dikalangan mereka berpecah belah didalam memahami tentang `Isa bin Maryam,
sebahagian mereka mengatakan, `Isa adalah Ilah, sebahagian lain mengatakan, anak Allah,
serta trinitas ini merupakan perpecahan yang terjadi didalam tubuh nashara tersebut.

Sedangkan orang mukmin dia hanya beribadah kepada Allah saja, ia mengetahui apa
yang diridhoi oleh Allah dan yang dimurka -Nya, sehingga ia hanya akan melakukan apa yang
membuatNya ridho dan hatinya tentram. Sementara orang-orang musrikin (orang-orang
musrik) meng`ibadahi ilah ilah yang sangat banyak, `ibadah mereka ditujukan kadang
kadang kepada jin, syaithon, kuburan kuburan para wali atau orang sholeh, kyai, dukun
dukun dan lain sebagainya. Demikianlah tujuan mereka dalam ber`ibadah, maka akibat dari
yang demikian tauhid mereka tidak benar. Terkadang ma`buud selain Allah Jalla wa `Alaa
tersebut menginginkannya kekanan, sedangkan lainnya kekiri, seseorang itu akan menjadi
terombang ambing diantara peribadatan selain Allah Ta`aalaa itu, dia tidak memiliki prinsip
dan ketetapan sedikitpun. Dan keadaan ini sesuai dengan apa yang digambarkan oleh Allah
didalam surat Taha ayat: 124-126. Allah berfirman :

)125( ‫ص ْيرًا‬ ُ ‫قَا َل َربِّ لِ َم َحشَرْ تَنِ ْٓي اَ ْعمٰ ى َوقَ ْد ُك ْن‬
ِ َ‫ت ب‬

َ ِ‫قَا َل ك َٰذلِكَ اَتَ ْتكَ ٰا ٰيتُنَا فَنَ ِس ْيتَهَ ۚا َوك َٰذل‬


)126( ‫ك ْاليَوْ َم تُ ْن ٰسى‬

Artinya “Dan barang siapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya
kehidupan yang sangat sempit, dan Kami akan membangkitkannya pada hari kiamat nanti
dalam keadaan buta.” Berkata dia : “Ya Rabku, kenapa Engkau menghimpunkan saya dalam
keadaan buta, padahal aku dahulunya di dunia adalah seorang yang melihat?” Allah
berkata : “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat ayat Kami, maka kamu melupakannya,
dan begitu juga pada hari ini kamu dilupakan.” (Surat Taha : 124-126)
Maka dari itu, sebahagian besar kaum muslimin yang tidak memiliki prinsip dan
ketetapan tauhid mereka berbondong-bondong berziarah kekuburan kuburan para wali
yang dikeramatkan, meminta (berdo`a) kepada mereka supaya hajat mereka dikabulkan
oleh Allah Ta`aalaa. Mereka menjadikan para wali tersebut sebagai wasilah (perantara)
antara mereka dengan Allah Tabaaraka wa Ta`aalaa. Ini merupakan salah satu bentuk
kesyirikan yang telah dilakukan oleh kafir Quraisy dahulu. Misalnya kuburan di Hadhramaut
(Yaman) yang paling banyak dikunjungi oleh masyarakat Indonesia, pada umumnya banyak
kalangan menduga itu adalah kuburan Nabi Hud, akan tetapi sanadnya zhulumat (penuh
dengan kegelapan), dari Indonesia ribuan yang berangkat kesana untuk mengambil berkah,
menyampaikan hajat-hajat mereka kepadanya, inaa lillah wa ina ilaihi roji’uun ini adalah
kesyirikan yang sangat besar. Pelakunya akan kekal di neraka kalau dia tidak bertaubat
sebelum meninggal.
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan di atas yang membahas mengenai tauhid yaitu sebuah ilmu yangn
mempelajari bagaimana beriman kepada sang pencipta dengan baik dan benar

Tauhid dari segi bahasa mentauhidkan sesuatu berarti menjadikan sesuatu itu esa. Dari
segi syari tauhid ialah mengesakan Allah didalam perkara-perkara yang Allah sendiri
tetapkan melalui Nabi-Nabi Nya yaitu dari segi Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma Was Sifat.

3.2 Saran
Setelah pembahasan makalah ini, diharapkan mahasiswa pada khususnya dan Umat
Islam pada umumnya dapat memahami Tauhid, sehingga dapat mengenal Allah SWT serta
dapat mengamalkannya dengan ibadah dan pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan mengenal Allah SWT sebagai Tuhan yang esa dan yang patut disembah, kita
akan terhindar dari perbuatan syirik. Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang
dilindungi Allah SWT dari perbuatan syirik yang mengantar kita ke neraka jahannam.
DAFTAR PUSTAKA
Fauzan, Shalih. 2001. Kitab Tauhid I . Yogyakarta: Universitas Islam
Indonesia.

Muhammad bin Abdullah At Tuwaijry, Tauhid, keutamaan dan macam-


macamnya, (www.islamhouse.com, 2007)

Rhomas A. Ghofir, Ilmu Tauhid( Pengertian ilmu tauhid ) Fakultas Dakwah


IAIN Walisongo Semarang, 1997.

Anda mungkin juga menyukai