Anda di halaman 1dari 3

Nama : Muthmainna

Nim : F061201036

Prodi : Ilmu Sejarah

Mata Kuliah : Metode Sejarah

~TUGAS~RINGKASAN

Metode sejarah adalah alat daripada ilmu sejarah untuk menyusun kisah-sejarah berdasarkan
jejak-jejak sejarah (sebagai peristiwa) selaku sumbernya.

Proses metode sejarah mempunyai 4 tahapan, yakni :

a. Mencari dan menentukan sumber-sumber (Heuristik).


b. Menguji sumber-sumber (kritik/analisa).
c. Mengambil kesimpulan dan menyusun fakta (sintesa/interpretasi).
d. Menuliskan kesimpulan itu menjadi kisah sejarah (historiografi).

Adapun klasifikasi atau penggolongan daripada sekian banyak sumber itu.

a. Sumber benda (bangunan, perkakas, senjata, dls).


b. Sumber tulisan (dokumen, surat kabar, dls).
c. Sumber lisan (hasil wawancara, dsb).

Untuk lebih membagi-bagi sumber-sumber tertulis, dapatlah kita membeda-bedakan antara :

a. Sumber resmi (official source)


b. Sumber tak resmi (unofficial source) dan
c. Sumber formil (formal source)
d. Sumber informil (informal source)

Kedua macam pasangan klasifikasi tersebut terakhir itu dapat saling “berpotong-potongan”
ada yang misalnya saja dokumen yang :

- Resmi formil
- Resmi informil
Ada pula dokumen yang :
- Tak-resmi formil
- Tak-resmi informil.
Surat Jenderal Suharto kepada kepala sekolah tempat anak beliau belajar, yang mengatakan
hal-ichwal anak beliau itu, adalah dokumen tak-resmi ; tak-resmi karena ditulis bukan oleh
beliau selaku Men/Hankam, melainkan selaku pribadi, selaku “persoon” Soeharto ; formil,
karena bentuk formil, sesuai dengan tata cara surat menyurat. Dan achirnja, surat Pak
Harto kepada Bu Harto mengenai urusan rumah tangga, merupakan dokumen tak resmi
informil.

Dokumen-dokumen disimpan di arsip-arsip. Arsip yang terpenting bagi sejarah umum


Indonesia adalah Arsip Nasional di Jakarta. Tetapi sumber-sumber bagi sejarah masa yang
terakhir umumnya masih terdapat di dalam arsip-arsip jawatan atau departemen. Misalnya
arsip TNI-AD terdapat pada ajudan jenderal di Bandung.

Setiap sumber mempunyai aspek ekstern dan aspek intern. Aspek ekstern-nya bersangkutan
dengan persoalan apakah sumber itu memang merupakan sumber, intinya sumber yang
memang kita cari, suatu sumber sejati. Adapun, aspek intern-nya berkaitan dengan
persoalan apakah sumber itu dapat memberikan informasi yang kita butuhkan. Karena itu
penilaian sumber-sumber sejarah mempunyai dua yaitu sehingga ekstern dan intern. Kritik
ekstern bertugas menjawab tiga pertanyaan mengenai suatu sumber :

1. Apakah sumber itu memang sumber yang kita kehendaki ?


2. Apakah sumber itu asli atau turunan ?
3. Apakah sumber itu utuh atau telah diubah ?

Kritik intern mulai bekerja setelah Kritik ekstern selesai menentukan bahwa sumber yang kita
hadapi memang sumber yang kita cari. Kritik intern harus membuktikan bahwa kesaksian
yang diberikan oleh suatu sumber itu memang dapat dipelajari. Buktinya diperoleh dengan
cara :

a. Penilaian intrinsik daripada sumber-sumber.


b. Membanding-bandingkan kesaksian daripada berbagai sumber.

Proses pertama, yakni penilaian intrinsik, dimulai dengan menentukan sifat daripada sumber-
sumber itu. Langkah kedua untuk menilai suatu sumber sejarah intrinsik, adalah dengan jalan
menyoroti pengarang daripada sumber itu. Untuk mengetahui hal itu kita harus mengajukan
dua pertanyaan :

a. Apakah ia mampu untuk memberikan kesaksian ?


b. Apakah ia mau memberikan kesaksian yang benar ?
Proses kedua daripada kritik intern, yakni membanding-bandingkan kesaksian berbagai
sumber dilakukan dengan menjejerkan kesaksian daripada saksi-saksi juga tidak berhubungan
satu sama lain.

Fakta-fakta sejarah yang dapat kita buktikan kebenarannya. Menurut Louis Gottschalk,
sebuah fakta atau histori-cal fact adalah a particularly derived directly or indirectly from
historical documents and regarded as credible after careful testing in accordance with the
canons of historical method. Jelas bahwa fakta sejarah tidak sama dengan data sejarah
atau jejak-jejak sejarah sebagai peristiwa.

Ciri daripada Historiografi dan hasilnya yang berupa sejarah (Sebagai Kisah) adalah
interpretasi atau sintesa. Ke dalam proses interpretasi ini termasuk pula periodisasi dari
pada sejarah. Menurut anggapan sejarawan kolonial Belanda, batas periode yang besar itu
adalah tahun 1949, yakni penyerahan kedaulatan. Ini menunjukkan perbedaan tafsiran
mengenai fakta-fakta tertentu.

Dengan ini, persoalan kemahiran mengarang yang diperlukan sejarawan. Yakni masalah
memakai bahasa baik dan menghindarkan bahasa buruk. Alat yang tidak efisien adalah buruk,
alat yang efisien adalah baik. Karena itu, bahasa buruk adalah bahasa yang tidak dapat
mencapai tujuan yang menjadi sebab dipergunakannya, sebaliknya bahasa baik adalah bahasa
yang dapat mencapai tujuan itu.

Karena itu telah juga mengakui bahwa sejarah adalah suatu seni (meskipun memiliki sifat-
sifat ilmiah), agaknya kita dapat menerima anggapan bahwa bahasa sejarah seharusnya sama
dengan bahasa prosa sastra modern kita. Seorang sejarawan yang baik seharusnya
mempunyai sifat-sifat seorang pengarang prosa sastra yang baik. Sifat ilmiah daripada sejarah
jangan sampai dianggap sejajar dengan sifat majemukan. Karena, seperti kata professor A.F.
Pollard : ,,Facts and figures are dry bones ; it required imagination to clothe them with life
and me aning; and no accumulation of materials, no ransacking of achi ves, will make a man
a historian without the capacity to inter pret and construct.

Anda mungkin juga menyukai