Anda di halaman 1dari 95

LAPORAN

PRAKTIKUM KESEHATAN MASYARAKAT


DI PROYEK PEMBANGUNAN JEMBATAN OGAN TOLL
KAYUAGUNG PALEMBANG BETUNG SEKSI 2 PAKET III.2
PT WASKITA KARYA (PERSERO) TBK

OLEH

MEGA DITA AGUSTIN


NIM. 10011281520224

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
LAPORAN
PRAKTIKUM KESEHATAN MASYARAKAT

IMPLEMENTASI JSA (JOB SAFETY ANALYSIS) PADA


PEKERJAAN ERECTION GIRDER DI PROYEK
PEMBANGUNAN JEMBATAN OGAN TOLL KAYUAGUNG
PALEMBANG BETUNG SEKSI 2 PAKET III.2
PT WASKITA KARYA (PERSERO) TBK
OLEH

MEGA DITA AGUSTIN


NIM. 10011281520224

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................1

1.2 Tujuan Penelitian............................................................................................4

1.2.1 Tujuan Umum..........................................................................................4

1.2.2 Tujuan Khusus.........................................................................................4

1.3 Manfaat Penelitian..........................................................................................5

1.3.1 Bagi PT. Waskita Karya..........................................................................5

1.3.2 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya..................5

1.3.3 Bagi Penulis.............................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................6

2.1 Job Safety Analysis (JSA)..............................................................................6

2.1.1 Manfaat Job Safety Analysis (JSA).........................................................7

2.1.2 Tim Pelaksana JSA..................................................................................8

2.1.3 Langkah Menentukan Job Safety Analysis (JSA)...................................8

2.2 Potensi Bahaya..............................................................................................11

2.2.1 Jenis Bahaya..........................................................................................12

2.2.2 Sumber Bahaya dari Lingkungan Kerja................................................15

i
2.2.3 Sumber Bahaya dari Pekerja..................................................................18

2.2.4 Sumber Bahaya dari Bahan Kimia dan Peralatan..................................19

2.2.5 Analisa Potensi Bahaya Pekerjaan........................................................20

2.3 Kecelakaan Kerja Di Dunia Industri.............................................................22

2.3.1 Kecelakaan Kerja...................................................................................22

2.3.2 Klasifikasi Kecelakaan Industri.............................................................22

2.3.3 Penyebab Kecelakaan Kerja..................................................................26

2.3.4 Dampak Kecelakaan Kerja....................................................................27

2.4 Jembatan.......................................................................................................28

2.4.1 Pengertian Jembatan..............................................................................28

2.4.2 Jenis – jenis Jembatan............................................................................29

2.4.3 Bagian-Bagian Konstruksi Jembatan.....................................................32

2.5 Girder............................................................................................................36

2.5.1 Pengertian Girder...................................................................................36

2.5.2 Deskripsi Pekerjaan Erection Girder pada Proyek Pembangunan

Jembatan Ogan....................................................................................................37

BAB III DESKRIPSI TEMPAT PKM....................................................................53

3.1 Gambaran Umum di Lokasi PKM................................................................53

3.2 Gambaran Khusus di Bagian/Unit Tempat PKM.........................................56

ii
3.2.1 Struktur Organisasi K3LP....................................................................56

3.2.2 Pokok-pokok Perhatian K3LP...............................................................57

BAB IV HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN...........................................58

4.1 Hasil Penelitian.............................................................................................58

4.2 Pembahasan...................................................................................................69

BAB V PENUTUP.................................................................................................75

5.1 Kesimpulan...................................................................................................75

5.2 Saran.............................................................................................................77

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................78

iii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Perkembangan infrastruktur di Indonesia terus meningkat khususnya

infrastruktur jalan tol. Hal ini tentu membawa dampak positif bagi perekonomian dan

pembangunan nasional karena dapat mempermudah masyarakat dalam mengakses

jalan-jalan tertentu. Namun pada pelaksanaannya, ternyata pembangunan

infrastruktur ini juga memiliki dampak negatif yaitu meningkatkan angka kecelakaan

kerja. Dampak dari kecelakaan tersebut dapat berupa kerugian secara ekonomi,

kehilangan secara sosial, kecacatan individu bahkan kematian. Hal ini dikarenakan

pekerjaan jasa konstruksi hampir selalu berada di tempat terbuka, serta memiliki

kemudahan akses untuk dimasuki orang yang berbeda, dimana kondisi tersebut tidak

mendukung di bidang K3, sehingga berpotensi untuk terjadinya kecelakaan akibat

kerja. (Hinze, 1997 dalam Hesti, 2006).

Berdasarkan laporan tahunan dari BPJS Ketenagakerjaan, pada tahun 2010

angka kecelakaan kerja termasuk yang paling tinggi di kawasan ASEAN yaitu

sebanyak 98.711 kasus kecelakaan kerja. Kemudian pada tahun 2011 jumlah kasus

kecelakan kerja meningkat yaitu sebanyak 99.491 kasus kecelakaan, dimana hampir

32% dari kasus kecelakaan tersebut terjadi di sektor konstruksi dan termasuk

didalamnya adalah proyek pembangunan tol. Pada tahun 2013 terjadi 103.285 kasus

1
kecelakaan kerja dan rata-rata terdapat 283 kecelakaan kerja setiap harinya. Pada

tahun 2015 kecelakaan kerja meningkat menjadi 110.285 kasus kecelakaan kerja.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2016) dari analisis 205

kasus kecelakaan kerja konstruksi dari artikel berita dari tahun 2005 sampai tahun

2015. Terdapat tiga tipe kecelakaan dominan, yaitu 38,1% kasus kecelakaan tersengat

listrik, 28,9% tertimpa benda, dan 24,9 kasus terjatuh dari ketinggian. Dari hasil

analisis juga ditemukan bahwa sumber penyebab utama kecelakaan kerja adalah

ketidak hati-hatian, konstruksi tidak aman dan tidak menggunakan APD.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Komaraningsih (2013) yang

dilakukan pada pekerjaan bangunan atas di proyek pembangunan jalan layang tol

Bogor Outer Ring Road (BORR) seksi 2A oleh PT. Waskita Karya tahun 2013

menunjukkan hasil bahwa risiko tertinggi pada pekerjaan bangunan atas di proyek

pembangunan jalan layang tol Bogor Outer Ring Road (BORR) seksi 2A adalah risiko

box girder terlepas dari holder crane dan box girder terlepas dari gantry dan terdapat

40 sub proses langkah kerja yang berada di kategori tingkat risiko very high.

Di Indonesia, pelaksanaan identifikasi bahaya dan analisis risiko di tempat

kerja mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2012

tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

Dimana dalam peraturan ini, identifikasi bahaya dan analisis risiko adalah hal mutlak

yang harus dilakukan suatu perusahaan dalam rangka mencegah dan mengurangi

kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK) serta tercapainya tempat kerja yang

nyaman, efisien, dan produktif. Selain itu, identifikasi bahaya dan analisis risiko

2
merupakan suatu bentuk perencanaan K3 yang digunakan sebagai landasan

disusunnya program maupun kebijakan K3. (Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 50 tahun 2012).

PT. Waskita Karya merupakan salah satu Badan Usaha Jasa Konstruksi di

Indonesia yang telah banyak proyek-proyek yang dilakukan oleh perusahaan ini

seperti Proyek Bendung Raknamo, Jembatan LRT, SPAM Maloy, Waduk Gondang,

Tol Ngawi – Kertasono, Tol Batang – Semarang, Tol Pejagan – Pemalang, dan lain

sebagainya. (www.waskita.co.id)

Salah satu proyek yang sedang dijalankan oleh PT. Waskita Karya saat ini

adalah proyek Pembangunan Jembatan Ogan Toll Kayuagung-Palembang-Betung

Seksi 2 Paket III.2 yang mana dalam setiap proses pekerjaannya memiliki potensi

bahaya yang tinggi yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja maupun penyakit

akibat kerja. Salah satu pekerjaan yang paling memiliki potensi bahaya yang tinggi

adalah erection girder karena pekerjaan ini dapat menimbulkan dampak yang sangat

fatal jika terjadi kecelakaan, salah satunya adalah tertimpa girder. Untuk

meminimalisasi aspek atau resiko tersebut maka di PT. Waskita Karya mempunyai

komitmen untuk melindungi tenaga kerja melalui penerapan program K3 yang

diwujudkan dalam berbagai macam program. Salah satunya upaya implementasi Job

Safety Analysis (JSA) sebagai upaya untuk mengidentifikasi bahaya-bahaya yang

terdapat di lingkungan kerja, beserta cara pengendalian/penanggulangan guna

mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin timbul dari suatu

pekerjaan.

3
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis melakukan observasi dan

analisa tentang implementasi Job Safety Analysis (JSA) pada pekerjaan Erection

Girder di Proyek Pembangunan Jembatan Ogan Toll Kayuagung-Palembang-Betung

Seksi 2 Paket III.2 PT. Waskita Karya (Persero) Tbk.

I.2 Tujuan Penelitian

I.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi Job

Safety Analysis (JSA) pada pekerjaan Erection Girder sebagai langkah awal dalam

upaya pencegahan terjadinya kecelakaan pada Proyek Pembangunan Jembatan Ogan

Toll Kayuagung-Palembang-Betung Seksi 2 Paket III.2.

I.2.2 Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut, yaitu:

1. Mengetahui kebijakan K3 di Proyek Pembangunan Jembatan Ogan

Toll Kayuagung-Palembang-Betung Seksi 2 Paket III.2.

2. Mengetahui tujuan pembuatan JSA pada pekerjaan Erection Girder di

Proyek Pembangunan Jembatan Ogan Toll Kayuagung-Palembang-

Betung Seksi 2 Paket III.2.

3. Mengetahui siapa saja yang terlibat dalam penyusunan dan

pelaksanaan JSA pada pekerjaan Erection Girder di Proyek

Pembangunan Jembatan Ogan Toll Kayuagung-Palembang-Betung

Seksi 2 Paket III.2

4
4. Mengetahui pelaksanaan dokumentasi dan revisi JSA pada pekerjaan

Erection Girder di Proyek Pembangunan Jembatan Ogan Toll

Kayuagung-Palembang-Betung Seksi 2 Paket III.2.

5. Mengetahui metode kerja Erection Girder di Proyek Pembangunan

Jembatan Ogan Toll Kayuagung-Palembang-Betung Seksi 2 Paket

III.2.

6. Mengetahui tahap pembuatan JSA pada pekerjaan Erection Girder di

Proyek Pembangunan Jembatan Ogan Toll Kayuagung-Palembang-

Betung Seksi 2 Paket III.2.

7. Mengetahui hasil pembuatan JSA pada pekerjaan Erection Girder di

Proyek Pembangunan Jembatan Ogan Toll Kayuagung-Palembang-

Betung Seksi 2 Paket III.2.

I.3 Manfaat Penelitian

I.3.1 Bagi PT. Waskita Karya

Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan masukan yang berarti

bagi perusahaan dan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi, khususnya

mengenai Job Safety Analysis di PT. Waskita Karya.

I.3.2 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya

Untuk menambah kepustakaan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja,

khususnya mengenai Job Safety Analysis di PT. Waskita Karya.

5
I.3.3 Bagi Penulis

Untuk menambah pengetahuan dan mendalami wawasan tentang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT. Waskita Karya khususnya yang

berhubungan dengan Job Safety Analysis.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Job Safety Analysis (JSA)

Job Safety Analysis (JSA) adalah suatu teknik yang dipakai untuk menganalisa

suatu pekerjaan secara sistematis untuk bisa mengenali bahaya disetiap langkahnya

sehingga bisa dikembangkan solusi untuk mencegah terjadinya kecelakaan.

Job Safety Analysis (JSA) pada dasarnya adalah penganalisaan aktivitas kerja

dan tempat kerja untuk menentukan tindakan pencegahan yang memadai di tempat

kerja. Dengan kata lain, JSA sebagai sistematis identifikasi potensi bahaya di tempat

kerja sebagai langkah untuk mengendalikan risiko yang mungkin akan terjadi disuatu

lingkungan kerja.

Job Safety Analysis (JSA) digunakan untuk meninjau metode kerja dan

menemukan bahaya yang:

1) Mungkin diabaikan dalam layout pabrik atau bangunan dan dalam desain

permesinan, peralatan, perkakas, stasiun kerja dan proses.

2) Memberikan perubahan dalam prosedur kerja atau personel.

3) Mungkin dikembangkan setelah produksi dimulai.

Badan resmi yang bertanggung jawab dalam proses ini membuat gambaran

yang paling aman, efisien dari setiap bentuk pekerjaan yang diberikan. Badan analisa

6
keselamatan kerja membuat strategi yang terstruktur dalam mencegah kecelakaan

kerja yaitu dengan melakukan pengenalan terhadap bahaya, melakukan evaluasi dan

pengendalian risiko (Cipto, 2010).

Job Safety Analysis (JSA) sangat diperlukan dalam setiap pekerjaan. Kriteria

pekerjan yang memerlukan kajian Job Safety Analysis (JSA) menurut Ramli (2010)

adalah sebegai berikut:

1) Pekerjaan yang sering mengalami kecelakaan atau memiliki angka

kecelakaan yang tinggi.

2) Pekerjaan berisiko tinggi dan dapat berakibat fatal misalnya industry

pertambangan.

3) Pekerjaan yang jarang dilakukan sehingga belum diketahui secara persis

bahaya yang ada. Pekerjaan yang rumit atau komplek dimana sedikit

kelalaian dapat berakibat kecelakaan atau cidera.

II.1.1 Manfaat Job Safety Analysis (JSA)

Analisa keselamatan kerja atau JSA bermanfaat dalam keamanan kerja dan

melindungi produktivitas pekerja. Berikut merupakan manfaatnya, yaitu:

1) Mengidentifikasi usaha perlindungan yang dibutuhkan di tempat kerja.

2) Menemukan bahaya fisik yang ada di lingkungan kerja.

3) Mempelajari pekerjaan untuk peningkatan yang memungkinkan dalam

metode kerja. Biaya kompensasi pekerja menjadi lebih rendah dan

meningkatkan produktivitas.

7
4) Penentuan standar-standar yang diperlukan untuk keamanan, termasuk

petunjuk dan pelatihan tenaga kerja manusia.

5) Memberikan pelatihan individu dalam hal keselamatan dan prosedur kerja

efisien.

II.1.2 Tim Pelaksana JSA

Berdasarkan Occupational Health and Safety (OSH, 2013), idealnya

pelaksanaan JSA dapat melibatkan banyak pihak. Dalam perusahaan, pihak-pihak

yang terlibat antara lain:

1) Personil Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

2) Manajer dilokasi dibuatnya JSA

3) Operator

4) Teknisi yang mendesain peralatan

5) Personil maintenance

6) Konsultan K3

II.1.3 Langkah Menentukan Job Safety Analysis (JSA)

Occupational Health and Safety (OSH, 2013) menjelaskan langkah Job Safety

Analysis (JSA) adalah sebagai berikut:

1) Memilih pekerjaan (job selection)

Pekerjaan dengan sejarah kecelakaan yang buruk mempunyai prioritas dan

harus dianalisa terlebih dulu. Dalam memilih pekerjaan yang akan dianalisa,

hal penting yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

8
a. Frekuensi kecelakaan

Sebuah pekerjaan yang sering kali terulang kecelakaan merupakan

prioritas utama dalam JSA.

b. Tingkat cedera yang menyebabkan cacat

Setiap pekerjaan yang menyebabkan cacat harus dimasukan ke dalam

JSA.

c. Kekerasan potensi

Beberapa pekerjaan mungkin tidak mempunyai sejarah kecelakaan namun

mungkin berpotensi untuk menimbulkan bahaya.

d. Pekerjaan baru

Untuk setiap pekerjaan baru harus memiliki JSA. Analisa tidak boleh

ditunda hingga kecelakaan atau kejadian hampir celaka terjadi.

e. Mendekati bahaya

Pekerjaan yang sering hampir terjadi bahaya harus menjadi prioritas JSA.

Hal ini dimaksudkan agar potensi bahaya yang sering terjadi itu berubah

menjadi kecelakaan.

2) Menguraikan pekerjaan (job breakdown)

Pekerjaan yang akan dianalisis harus diuraikan berdasarkan tahapan-tahapan

pekerjaannya. Tahapan setiap pekerjaan harus dijelaskan secara jelas dari tahap

awal sampai akhir. Hindari keselahan-kesalahan yang sering terjadi seperti:

a. Terlalu rinci dalam menentukan langkah pekerjaan, sehingga dapat

menimbulkan langkah yang tidak penting

9
b. Terlalu umum dalam menguraikan langkah pekerjaan, sehingga langkah-

langkah dasar tindak dapat dibedakan.

3) Mengidentifikasi bahaya (Hazard identification)

Proses identifikasi bahaya merupakan bagian yang sangat penting dalam

keberhasilan suatu analisa keselamatan kerja. Dalam upaya identifikasi semua

potensi bahaya harus dicermati dan dianalisa dengan baik agar semua potensi

dapat ditanggulangi. Ada beberapa pertanyaan yang dapat menggambarkan

indentifikasi bahaya diantaranya:

1. Apakah metode kerja dan sikap pekerja aman dalam bekerja?

2. Apakah lingkungan kerja membahayakan pekerja?

3. Apakah kapasitas beban pekerja terlalu besar?

4. Apakah pekerja berpotensi tertusuk, terpotong, tergelincir, tergilas,

terjepit, terpukul, tertanduk, terseruduk, dan lain sebagainya?

5. Apakah pekerja berpotensi terperangkap, tertanam, tertimbun dan potensi

membahayakan pekerja lainnya?

4) Pengendalian bahaya (Hazard control)

Pada tahap terakhir dari dari analisa kecelakaan kerja adalah melakukan

pengendalian bahaya dengan menemukan solusi alternatif yang dapat

mengembangkan suatu prosedur keselamatan dalam bekerja sehingga pekerjaan

dapat dikerjakan secara aman, efektif dan efisien. Dalam mengendalikan bahaya,

intervensi yang paling efektif yang dapat kita lakukan adalah dengan menerapkan

hirarki kontrol. Tahapan hirarki kontrol yang dimaksud adalah sebagai berikut:

10
i. Primary control: Mencakup pengendalian pertama dengan fokus intervensi

pada alat dan mesin dengan upaya rekayasa.

ii. Secondary control: Mencakup pengendalian administrasi dengan cara

membatasi paparan terhadap risiko tertentu.

iii. Tertiari control: Pengendalian yang dilakukan dengan mengajarkan

praktek kerja yang benar atau melakukan prosedur kerja yang baik dalam

suatu pekerjaan tertentu dengan sistematis.

iv. APD: Pengendalian yang menjadi pilihan terakhir dalam upaya

penanggulangan yang ditujukan kepada pekerja dengan memberikan alat

pelindung diri terhadap potensi bahaya tertentu.

II.2 Potensi Bahaya

Menurut ILO (1986) dalam Anugrah (2009), potensi bahaya atau bahaya kerja

(work hazard) adalah suatu sumber potensi kerugian atau suatu situasi yang

berhubungan dengan pekerja, pekerjaan dan lingkungan kerja yang berpotensi

menyebabkan gangguan/kerugian. Bahaya di tempat kerja dapat terjadi apabila ada

interaksi antara unsur-unsur produksi yaitu manusia, peralatan, material, proses, atau

metoda kerja. Dalam proses produksi tersebut terjadi kontak antara manusia dengan

mesin, material, lingkungan kerja yang diakomodir oleh proses atau prosedur kerja.

Karena itu, sumber bahaya dapat berasal dari unsur-unsur produksi tersebut, yaitu

manusia, peralatan, material, proses serta sistem dan prosedur (Ramli, 2010).

Potensi bahaya merupakan segala sesuatu yang mempunyai kemungkinan

mengakibatkan kerugian baik pada harta benda, lingkungan maupun manusia. Di

11
tempat kerja, potensi bahaya sebagai sumber risiko keselamatan dan kesehatan akan

selalu dijumpai.

Jika setiap bahaya-bahaya tersebut dapat diidentifikasi, tindakan harus diambil

untuk menghilangkan atau meminimalkan risiko yang dihadapi oleh pekerja. Jika

bahaya -bahaya tersebut tidak dapat dihilangkan, suatu penilaian risiko perlu

dilakukan untuk menentukan tingkat pencegahan apa saja yang harus diambil, Hal ini

diupayakan untuk melindungi pekerja yang merupakan aset yang sangat berharga

bagi perusahaan.

II.2.1 Jenis Bahaya

Bahaya dalam kehidupan terdapat beberapa jenis. Disekitar kita terdapat

banyak bahaya-bahaya yang berpotensial untuk mencederai tubuh kita baik cedera

ringan maupun sampai cedera fatal. Kita tidak dapat mencegah berbagai bahaya-

bahaya tersebut tanpa mengenali bahayanya dengan baik.

Ramli (2010) mengklasifikasikan jenis bahaya sebagai berikut:

a. Bahaya Mekanis

b. Bahaya Listrik

c. Bahaya Fisis

d. Bahaya Biologis

e. Bahaya Kimia

A. Bahaya Mekanis

12
Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda bergerak dengan

gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual maupun dengan penggerak.

Contohnya mesin sinso, bubut, gerinda, tempa dan lain-lain. Bagian yang bergerak

pada mesin mengandung bahaya seperti gerakan mengebor, memotong, menempa,

menjepit, menekan dan bentuk gerakan lainnya. Gerakan mekanis ini dapat

menimbulkan cidera atau kerusakan seperti tersayat, terjepit, terpotong, atau terkupas.

B. Bahaya Listrik

Suatu bahaya yang berasal dari energi listrik. Energi listrik dapat

mengakibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, dan hubungan

singkat. Di lingkungan kerja banyak ditemukan bahaya listrik, baik dari jaringan

listrik, maupun peralatan kerja atau mesin yang menggunakan energi listrik.

C. Bahaya Kimiawi

Bahan kimia mengandung berbagai potensi bahaya sesuai dengan sifat dan

kandungannya. Banyak kecelakaan terjadi akibat bahaya kimiawi. Bahaya yang dapat

ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia antara lain:

a) Keracunan oleh bahan kimia yang bersifat beracun (toxic)

b) Iritasi, oleh bahan kimia yang memiliki sifat iritasi seperti asam keras, cuka

air aki dan lainnya

c) Kebakaran dan peledakan, beberapa jenis bahan kimia memiliki sifat mudah

terbakar dan meledak misalnya golongan senyawa hidrokarbon seperti minyak

tanah, premium, LPG, batubara dan lainnya.

13
d) Polusi dan pencemaran lingkungan

Bahan kimia sangat beragam, disekitar kita penuh dengan berbagai jenis

bahan kimia. Oleh karena itu risiko bahaya bahan kimia harus diperhatikan

dengan baik. Berbeda dengan jenis bahaya lain seperti mekanik atau listrik,

bahaya bahan kimia sering kali tidak dirasakan secara langsung atau bersifat

kronis dalam jangka waktu yang panjang.

D. Bahaya Fisis

Bahaya yang berasal dari faktor fisis seperti:

a. Bising

b. Tekanan

c. Getaran

d. Suhu panas atau dingin

e. Cahaya atau penerangan

f. Radiasi dari bahan radioaktif, sinar ultra violet atau infra merah

E. Bahaya Biologis

Di berbagai lingkungan kerja terdapat bahaya yang bersumber dari unsur

biologis seperti flora dan fauna yang terdapat di lingkungan kerja atau berasal dari

aktivitas kerja. Potensi bahaya ini ditemukan dalam industri makanan, Farmasi,

Pertanian dan Kimia, Pertambangan, Minyak dan Gas Bumi.

14
II.2.2 Sumber Bahaya dari Lingkungan Kerja

Banyak sekali sumber energi yang dapat menjadi suatu potensi bahaya disuatu

lingkungan kerja. Sebagian diantaranya sebagai berikut:

Tabel 2.1 Jenis Energi dan Bentuk Bahaya

JENIS ENERGI BENTUK BAHAYA


Gravitasi 1. Dapat terjadi jika suatu benda jatuh
menimpa orang, jatuh dari
ketinggian atau terpeleset
2. Cidera bervariasi mulai dari terkilir,
luka dan fatal

Bising dan Getaran 1. Ditemukan jika terpapar suara bising


atau getaran
2. Cidera beragam dari ringan sampai
ketulian

Kimia 1. Dapat terjadi jika manusia


menghirup, menelan atau menyerap
cairan, debu, gas atau yang dapat
mengakibatkan kerusakan seperti
kebakaran, peledakan, korosi dan
lainnya
2. Cidera bervariasi mulai dari akut,
kronis dan kematian
Listrik 1. Ditemukan dalam penggunaan listrik
untuk mengoperasikan peralatan
2. Cidera bervariasi mulai dari cidera
luka bakar sampai mati

15
Mekanikal 1. Terdapat pada mesin atau bagian
bergerak atau berputar yang
mengeluarkan bagian yang tajam,
runcing, atau lontaran benda
2. Cidera beragam mulai luka sayat,
putus, dan mati

Termal 1. Terjadi pada lingkungan panas,


dingin atau peralatan yang
merupakan dapur, ruang pendingin,
proses panas, pengelasan, benda
panas atau dingin
2. Cidera bervariasi mulai luka bakar,
stress panas sampai mati

Tekanan 1. Ditemukan pada bejana atau objek


bertekanan termasuk boiler, botol
bertekanan dan kompresor
2. Cidera bervariasi mulai dari luka
sampai mati
Radiasi 1. Ditemukan pada pekerjaan atau
peralatan yang menggunakan sinar
X, radiasi ultra violet, gelombang
mikro, laser atau pengelasan
2. Cidera bervariasi mulai luka bakar
sampai mati

16
Mikrobiologis 1. Dapat terjadi jika terpajan dengan
bakteri, virus atau zat pathogen
lainnya misalnya dalam menara
pendingin, organ tubuh manusia atau
hewan
2. Cidera bervariasi mulai akut, kronis,
yang bersifat jangka panjang
menimbulkan kematian seperti HIV,
Hepatitis, Keracunan.

(Ramli, 2010)

II.2.3 Sumber Bahaya dari Pekerja

Menurut penelitian dalam Djati (2002) hampir 85% kecelakaan terjadi

disebabkan faktor manusia yang melakukan tindakan tidak aman.

Tindakan tidak aman ini dapat disebabkan oleh:

a. Karena tidak tahu

Yang bersangkutan tidak mengetahui bagaimana melakukan pekerjaan

dengan aman dan tidak tahu bahaya-bahaya yang ada.

b. Karena tidak mampu/tidak biasa

Yang bersangkutan telah mengetahui cara kerja yang aman, bahaya-

bahaya yang ada tetapi karena belum mampu, kurang terampil dia

melakukan kesalahan.

c. Walaupun telah mengetahui dengan jelas cara kerja dan peraturan-

peraturannya serta yang bersangkutan dapat melaksanakannya, tetapi

17
karena tidak mau melaksanakan maka terjadi kecelakaan. Misalnya

tidak mau memakai alat keselamatan atau melepas alat pengaman.

Beberapa perilaku yang tidak aman yang sering menyebabkan pekerja

celaka atau berpotensi untuk celaka sebagai penyebab tidak langsung

dari suatu kecelakaan kerja yang sering ditemukan dalam aktivitas

pertambangan menurut H.W. Heinrich dalam Suryani (2012), yaitu:

1. Mengoperasikan peralatan dengan kecepatan yang tidak layak

2. Mengoperasikan peralatan tanpa perintah

3. Menggunakan peralatan yang tidak layak

4. Menggunakan peralatan yang telah rusak atau cacat

5. Gagal memperingatkan pekerja dan peralatan

6. Tidak menggunakan alat pelindung diri

7. Bekerja dengan posisi yang salah atau tidak aman

8. Bermain-main, bersenda gurau

9. Konsumsi alkohol

10. Konsumsi obat-obatan.

II.2.4 Sumber Bahaya dari Bahan Kimia dan Peralatan

Bahan kimia dan peralatan yang digunakan pada suatu perusahaan juga

menjadi sumber bahaya yang dapat mengancam para pekerja setiap saat. Bahaya akan

muncul ketika ada interakasi anatara pekerja dan bahan kimia maupun peralatan yang

digunakan. Jika tidak ada kontrol dan pemeriksaan berkala, potensi kecelakaan kerja

dimungkinkan akan terjadi pada para pekerja.

18
Pada penggunaan bahan-bahan kimia, terdapat sejumlah tindakan yang dapat

dilakukan untuk menghilangkan bahaya sehingga mencegah pekerja dari risiko

terkena penyakit. Jika bahayanya tidak dapat dihilangkan, tindakan pengendalian

harus diimplementasikan untuk meminimalkan risiko dari bahanbahan kimia yang

dihadapi pekerja (Riedley, 2008).

Efek dari bahan kimia sebagian besar tidak kita sadari dampaknya, hal ini

dikarenakan efeknya yang akan timbul dalam jangka waktu yang relatif lama. Tentu

ini sangat berbeda dengan efek yang ditimbulkan dari bahaya peralatan seperti mesin

dan peralatan lainnya yang akan menimbulkan efek dengan segera mungkin apabila

terjadi kecelakaan pada pekerja baik itu cidera ringan sampai cidera berat sekalipun.

Untuk itu, perlunya upaya identifikasi, penilaian, dan pengukuran secara

berkala terhadap bahan kimia dan peralatan yang digunakan di dalam suatu

perusahaan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui berbagai potensi bahaya yang akan

ditimbulkan sehingga dapat dilakukan upaya evaluasi dan perlindungan terhadap

pekerja.

II.2.5 Analisa Potensi Bahaya Pekerjaan

Analisa potensi bahaya pekerjaan adalah sebuah upaya yang dilakukan untuk

mengindentifikasi setiap potensi bahaya yang berhubungan dengan pekerjaan

sebelum kecelakaan itu terjadi. Dan semua hasil temuan potensi bahaya itu akan

dihilangkan. Apabila tidak bisa dihilangkan maka akan diminimalkan dengan

pengelolaan lingkungan kerja baik secara teknis maupun administratif sampai potensi

19
bahaya itu berkurang sampai pada tingkat risiko yang dapat diterima oleh para

pekerja.

Analisa potensi bahaya sangat penting untuk dilakukan terutama pada

pekerjaan-pekerjaan dengan tingkat risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi

pekerjaan seperti pertambangan. Hal ini dikarenakan lingkungan kerja yang begitu

ekstrem dan alat-alat yang begitu kompleks yang digunakan dalam dunia

pertambangan, sehingga sedikit kelalaian atau kesalahan kecil yang dilakukan dalam

pekerjaannya akan menyebabkan kerugian yang begitu besar baik secara materi

maupun produktivitas pekerja. Dalam Ramli (2010), untuk menganalisa potensi

bahaya ada beberapa metode yang dapat digunakan, diantaranya:

1. Hazard and Operability Study (HAZOPS) adalah teknik analisa potensi

bahaya dengan sistem yang sangat terstruktur dan sistematis. Namun

kelemahan HAZOPS adalah memerlukan waktu yang sangat panjang, tim

ahli, dan cendrung membosankan.

2. Job Safety Analysis (JSA) adalah teknik yang sangat popular dan banyak

digunakan di lingkungan kerja. Teknik ini menganalisa dengan pengamatan

terhadap sistem kerja, prosedur kerja serta pekerja itu sendiri.

3. Analisa pohon kegagalan (Fault Tree Analysis) adalah analisa bersifat

dedeuktif. Dimulai dengan menetapkan kejadian puncak yang mungkin

terjadi.

Semua potensi bahaya harus dianalisa secara berkala, hal ini dikarenakan setiap

potensi bahaya itu akan berubah setiap saat. Setiap ada interaksi antara manusia

20
dengan mesin dan peralatan kerja yang ada di lingkungan kerja, disaat itulah

munculnya potensi bahaya. Semakin bervariasi interaksi antara pekerja dengan mesin,

peralatan, dan lingkungan kerja, maka semakin berbeda pula potensi bahaya yang

dihasilkan.

Analisa potensi bahaya harus dilakukan secara terencana dan komprehensif.

Banyak perusahaan yang telah melakukan analisa potensi bahaya, tetapi ternyata

angka kecelakaan kerja masih tergolong tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa proses

analisa potensi bahaya yang dilakukan belum berjalan dengan efektif. Analisa potensi

bahaya harus dinamis dan selalu mempertimbangkan adanya teknologi dan ilmu

terbaru. Banyak bahaya yang belum dikenal tetapi saat ini menjadi suatu potensi

bahaya besar dalam pekerjaan. Selain itu, melibatkan pekerja dalam proses analisa

potensi bahaya sangat diperlukan. Hal ini dikarenakan karena mereka yang paling

mengetahui adanya potensi bahaya di lingkungan kerjanya dan mereka pula yang

berkepentingan terhadap pengendalian di lingkungan kerjanya (Ramli, 2010).

II.3 Kecelakaan Kerja Di Dunia Industri

II.3.1 Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan kerja,

termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan

terjadi dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja. Kecelakaan kerja merupakan

kejadian yang tidak terduga dan tidak diinginkan, baik kecalakaan akibat langsung

maupun kecelakaan yang terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan (Hadipoetro,

2014).

21
Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan seorang atau kelompok dalam

rangka melaksanakan kerja di lingkungan industri atau perusahaan. Kecelakaan kerja

biasanya timbul sebagai gabungan dari beberapa faktor, seperti faktor peralatan,

lingkungan kerja, dan pekerja itu sendiri. Dalam suatu pabrik, terkadang ada mesin

yang kurang baik, seperti tidak dilengkapi alat pengaman yang cukup, maka kondisi

seperti ini dapat menjadi sumber risiko (Siahaan, 2009).

II.3.2 Klasifikasi Kecelakaan Industri

Terlalu banyak jenis kecelakaan yang terjadi menyulitkan pengembangan

metode klasifikasi dan pencatatan yang dapat memberikan informasi penting guna

pencegahan kecelakaan tanpa membuatnya menjadi terlalu rumit. Menurut Olii-

Kamil (1996), jenis-jenis kecelakaan diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Kecelakaan dalam industri berdasarkan jenis kecelakaannya

a. Orang jatuh

b. Tertimpa benda jatuh

c. Menginjak, melanggar atau terpukul benda diluar benda-benda jatuhan

d. Terperangkap/terjepit

e. Kehabisan tenaga atau penggerakan yang terlampau lambat

f. Terkena atau tersentuh benda panas

g. Terkena atau tersentuh arus listrik

h. Terkena atau tersentuh bahan-bahan yang merusak atau mengandung radiasi

22
i. Jenis- jenis kecelakan lain yang tidak terkelompok karena kekurangan data yang

cukup

2. Kecelakaan dalam industri berdasarkan perantaranya:

a. Mesin

1) Mesin-mesin penggerak, kecuali motor listrik

2) Mesin transmisi

3) Mesin-mesin pengerjaan logam

4) Mesin-mesin kayu dan sejenisnya

5) Mesin pertanian

6) Mesin pertambangan

7) Mesin-mesin lain yang tak terkelompokkan

b. Alat-alat angkutan dan peralatan terkelompokkan

1) Mesin pengangkat dan peralatannya

2) Alat-alat angkutan yang menggunakan rel

3) Alat-alat angkutan beroda lainnya, diluar kereta api

4) Alat-alat angkutan udara

5) Alat-alat angkutan air

6) Alat-alat angkutan lainnya

23
c. Peralatan lain

1) Alat-alat bertekanan tinggi

2) Tanur, tungku dan kilang

3) Alat-alat pendingin

4) Instalasi-instalasi listrik, termasuk motor listrik, diluar perkakas dengan

bertenaga listrik

5) Tangga, tangga berjalan

6) Perancah (scalfolding)

7) Perantara lain yang tidak terkelompokkan

d. Material, bahan-bahan dan radiasi

1) Bahan peledak

2) Debu, gas, cairan dan bahan kimia diluar peledak

3) Keping-kepingan terbang

4) Radiasi

5) Material dan bahan lainnya yang tidak terkelompokkan

e. Lingkungan kerja

1) Diluar bangunan

2) Di dalam bangunan

24
3) Di bawah tanah

3. Kecelakaan dalam industri berdasarkan sifat yang diakibatkannya:

a. Patah tulang

b. Keseleo dan kejang-kejang

c. Geger otak dan luka dalam lainnya

d. Amputasi dan enukleasi

e. Luka-luka luar

f. Memar dan retak

g. Luka bakar

h. Keracunan akut

i. Dampak akibat cuaca, cahaya dan kodisi sejenis

j. Sesak nafas

k. Akibat arus listrik

l. Akibat radiasi

m. Luka majemuk dengan sifat yang berbeda-beda

n. Luka-luka lain yang tak terkelompokkan

4. Kecelakaan dalam industri berdasarkan lokasi tempat luka-luka pada tubuh seperti:

a. Kepala

25
b. Leher

c. Badan

d. Lengan

e. Kaki

f. Luka umum

g. Luka pada lokasi tubuh yang tak terkelompokkan

II.3.3 Penyebab Kecelakaan Kerja

Kecelakaan tidak terjadi kebetulan, melainkan ada sebabnya. Oleh karena ada

penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya

dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan upaya

preventif lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak terulang

kembali (Suma’mur, 2009). Kecelakaan kerja disebabkan oleh dua fakor yaitu:

1. Faktor Mekanis dan Lingkungan

Faktor mekanis dan lingkungan yaitu segala faktor yang menyangkut

mesin dan peralatan-peralatan yang digunakan pada suatu pekerjaan

tertentu serta segala kondisi potensi bahaya yang berada di lingkungan

suatu tempat kerja yang berkontribusi terhadap terjadinya suatu

kecelakaan kerja.

2. Faktor manusia

Faktor manusia yaitu segala faktor yang menyangkut tindakan para

pekerja dalam melakukan pekerjaannya yang cenderung mengabaikan

26
prosedur kerja yang telah ditetapkan terhadap suatu pekerjaan tertentu

sehingga menimbulkan potensi bahaya kecelakaan kerja pada dirinya

dalam pekerjaannya (Suma’mur, 2009).

II.3.4 Dampak Kecelakaan Kerja

Dampak Kecelakaan Kerja Berikut ini merupakan penggolongan dampak dari

kecelakaan kerja yaitu:

a. Meninggal dunia, merupakan akibat kecelakaan yang paling fatal yang

menyebabkan penderita meninggal dunia walaupun telah mendapatkan

pertolongan dan perawatan. b. Cacat permanen total, yaitu cacat yang

mengharukan penderita secara permanen tidak mampu lagi melakukan

pekerjaan produktif karena berfungsinya salah satu bagian-bagian tubuh

seperti: kedua mata, satu mata dan satu tangan atau satu lengan atau satu kaki.

c. Cacat permanen sebagian, yaitu cacat yang mengakibatkan satu bagian

tubuh hilang atau terpaksa dipotong atau sama sekali tidak berfungsi.

d. Tidak mampu bekerja sementara ketika dalam masa pengobatan maupun

karena harus beristirahat menunggu kesembuhan. Selain dampak langsung

diatas, ada juga dampak kecelakaan kerja secara tidak langsung, seperti

dampak psikologi dan psikososial berupa kegelisahan (Buntarto, 2015).

27
II.4 Jembatan

II.4.1 Pengertian Jembatan

Berdasarkan UU 38 Tahun 2004 bahwa jalan dan jembatan sebagai bagian

dari sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam

mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan yang dikembangkan

melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan

pemerataan pembangunan antar daerah.

Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk

menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan

seperti lembah yang dalam, alur sungai, danau, saluran irigasi, kali, jalan kereta api,

jalan raya yang melintang tidak sebidang dan lain-lain. Menurut Ir. H. J. Struyk

dalam bukunya “Jembatan“, jembatan merupakan suatu konstruksi yang gunanya

untuk meneruskan jalan melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan

ini biasanya jalan lain (jalan air atau lalu lintas biasa).

Jembatan adalah jenis bangunan yang apabila akan dilakukan perubahan

konstruksi, tidak dapat dimodifikasi secara mudah, biaya yang diperlukan relatif

mahal dan berpengaruh pada kelancaran lalu lintas pada saat pelaksanaan pekerjaan.

Jembatan dibangun dengan umur rencana 100 tahun untuk jembatan besar. Minimum

jembatan dapat digunakan 50 tahun. Ini berarti, disamping kekuatan dan kemampuan

untuk melayani beban lalu lintas, perlu diperhatikan juga bagaimana pemeliharaan

jembatan yang baik.

28
II.4.2 Jenis – jenis Jembatan

Jenis jembatan berdasarkan fungsi, lokasi, bahan konstruksi dan tipe struktur

sekarang ini telah mengalami perkembangan pesat sesuai dengan kemajuan jaman

dan teknologi, mulai dari yang sederhana sampai pada konstruksi yang mutakhir.

Berdasarkan kegunaannya jembatan dapat dibedakan sebagai berikut (Agus Iqbal

Manu, 1995:9):

 Jembatan jalan raya (highway bridge).

 Jembatan jalan kereta api (railway bridge).

 Jembatan jalan air (waterway bridge)

 Jembatan jalan pipa (pipeway bridge)

 Jembatan militer (military bridge)

 Jembatan pejalan kaki atau penyeberangan (pedestrian bridge).

Berdasarkan bahan konstruksinya, jembatan dapat dibedakan menjadi

beberapa macam antara lain:

 Jembatan kayu (log bridge). Jembatan yang terdiri dari bahan kayu

dengan bentang yang relatif pendek.

 Jembatan beton (concrete bridge). Jembatan beton merupakan

jembatan yang konstruksinya terbuat dari material utama bersumber

dari beton.

 Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge). Jembatan

dengan bahan berkekuatan tinggi merupakan alternatif menarik untuk

29
jembatan bentang panjang. Bahan ini dipergunakan secara luas pada

struktur jembatan sejak tahun 1950-an.

 Jembatan baja (steel bridge). Jembatan yang menggunakan berbagai

macam komponen dan sistem struktur baja: deck, girder, rangka

batang, pelengkung, penahan dan penggantung kabel.

 Jembatan komposit (compossite bridge). Jembatan yang memilki pelat

lantai beton dihubungkan dengan girder atau gelagar baja yang bekerja

sama mendukung beban sebagai satu kesatuan balok. Gelagar baja

terutama menahan tarik sedangkan plat beton menahan momen

lendutan.

Berdasarkan tipe strukturnya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa

macam (Bambang Supriyadi, 2007:18), antara lain:

 Jembatan plat (slab bridge).

Jembatan dengan bentuk yang paling ekonomis untuk menahan lentur

dan gaya geser serta memiliki momen inersia terbesar untuk berat

yang relatif rendah setiap unit panjangnya.

 Jembatan plat berongga (voided slab bridge).

Jembatan dengan meminimalkan jumlah gelagar dan bagian-bagian

fabrikasi, sehingga dapat mengurangi nilai konstruksinya. Jarak antar

gelagar dibuat lebar dan pengaku lateral diabaikan.

 Jembatan gelagar (girder bridge).

30
Jembatan yang memiliki gelagar utama dihubungkan secara melintang

dengan balok lantai membentuk pola grid dan akan menyalurkan

beban bersamasama. Jembatan tipe ini dibagi menjadi 2 macam yakni,

I-girder dan box girder.

 Jembatan rangka (truss bridge).

Jembatan yang terdiri dari elemen-elemen berbentuk batang disusun

dengan pola dasar menerus dalam struktur segitiga kaku. Elemen-

elemen tersebut dihubungkan dengan sambungan pada ujungnya.

Setiap bagian menahan beban axial juga tekan dan tarik.

 Jembatan pelengkung (arch bridge).

Pelengkung merupakan struktur busur vertikal yang mampu menahan

beban tegangan axial.

 Jembatan gantung (suspension bridge).

Jembatan dimana gelagar digantung oleh penggantung vertikal atau

mendekati vertikal yang kemudian digantungkan pada kabel

penggantung utama yang melewati menara dari tumpuan satu ke

tumpuan lainnya. Beban diteruskan melalui gaya tarik kabel. Desain

ini sesuai dengan jembatan dengan bentang yang terpanjang.

 Jembatan kabel (cable stayed bridge).

Jembatan dimana gelagar digantung oleh kabel berkekuatan tinggi dari

satu atau lebih menara. Desain ini lebih sesuai untuk jembatan jarak

panjang.

31
 Jembatan cantilever (cantilever bridge).

Jembatan menerus yang dibuat dengan penempatan sendi di antara

pendukung.

II.4.3 Bagian-Bagian Konstruksi Jembatan

Secara umum konstruksi jembatan beton memiliki dua bagian yaitu bangunan

atas (upper structure) dan bangunan bawah (sub structure). Bangunan atas adalah

konstruksi yang berhubungan langsung dengan beban–beban lalu lintas yang bekerja.

Sedangkan bangunan bawah adalah konstruksi yang menerima beban– beban dari

bangunan atas dan meneruskannya ke lapisan pendukung (tanah keras) di bawahnya.

II.4.3.1 Bangunan Atas Jembatan (upper stucture)

Bangunan atas terletak pada bagian atas konstruksi yang menopang

bebanbeban akibat lalu lintas kendaraan, orang, barang atupun berat sendiri dan

konstruksi (http://binamarga.pu.go.id/referensi/nspm/pedoman_teknik 2122.pdf).

Yang termasuk dalam bangunan atas adalah:

a. Tiang sandaran

Berfungsi untuk membatasi lebar dari suatu jembatan agar membuat rasa

aman bagi lalu lintas kendaraan maupun orang yang melewatinya. Tiang

sandaran dengan trotoar terbuat dari beton bertulang dan untuk

sandarannya dari pipa galvanis.

b. Trotoar

Merupakan tempat pejalan kaki yang terbuat dari beton, bentuknya lebih

tinggi dari lantai jalan atau permukaan aspal. Lebar trotoar minimal

32
cukup untuk dua orang berpapasan dan biasanya berkisar antara 1,0–1,5

meter dan dipasang pada bagian kanan serta kiri jembatan. Pada ujung

tepi trotoar (kerb) dipasang lis dari baja siku untuk penguat trotoar dari

pengaruh gesekan dengan roda kendaraan.

c. Lantai Trotoar

Lantai trotoar adalah lantai tepi dari plat jembatan yang berfungsi

menahan beban-beban yang terjadi akibat tiang sandaran, pipa sandaran,

beban trotoar, dan pejalan kaki.

d. Lantai Kendaraan

Berfungsi untuk memikul beban lalu lintas yang melewati jembatan

serta melimpahkan beban dan gaya-gaya tersebut ke gelagar memanjang

melalui gelagar-gelagar melintang. Pelat lantai dari beton ini

mempunyai ketebalan total 20 cm.

e. Balok Diafragma

Balok diafragma adalah merupakan pengaku dari gelagar-gelagar

memanjang dan tidak memikul beban plat lantai dan diperhitungkan

seperti balok biasa.

f. Gelagar (Girder)

Gelagar merupakan balok utama yang memikul beban dari lantai

kendaraan maupun kendaraan yang melewati jembatan tersebut,

sedangkan besarnya balok memanjang tergantung dari panjang bentang

dan kelas jembatan.

33
II.4.3.2 Bangunan Bawah Jembatan

Bangunan bawah pada umunya terletak disebelah bawah bangunan atas.

Fungsinya menerima/memikul beban-beban yang diberikan bangunan atas dan

kemudian menyalurkannya ke pondasi (Agus Iqbal Manu, 1995:5). Yang termasuk

dalam bangunan bawah jembatan yaitu seperti :

a. Kepala jembatan (Abutment)

Bagian bangunan pada ujung-ujung jembatan, selain sebagai pendukung bagi

bangunan atas juga berfungsi sebagai penahan tanah. Bentuk umum abutment

yang sering dijumpai baik pada jembatan lama maupun jembatan baru pada

prinsipnya semua sama yaitu sebagai pendukung bangunan atas, tetapi yang

paling dominan ditinjau dari kondisi lapangan seperti daya dukung tanah

dasar dan penurunan (seatlement) yang terjadi. Adapun jenis abutment ini

dapat dibuat dari bahan seperti batu atau beton bertulang dengan konstruksi

seperti dinding atau tembok.

b. Plat injak

Plat injak adalah bagian dan bangunan jembatan bawah yang berfungsi untuk

menyalurkan beban yang diterima diatasnya secara merata ke tanah

dibawahnya dan juga untuk mencegah terjadinya defleksi yang terjadi pada

permukaan jalan.

c. Pondasi

Pondasi adalah bagian dan jembatan yang tertanam didalam tanah. Fungsi dari

pondasi adalah untuk menahan beban bangunan yang berada di atasnya dan

34
meneruskannya ke tanah dasar, baik kearah vertikal maupun kearah

horizontal. Dalam perencanaan suatu konstruksi atau bangunan yang kuat,

stabil dan ekonomis, perlu diperhitungkan hal-hal sebagai berikut:

 Daya dukung tanah serta sifat-sifat tanah.

 Jenis serta besar kecilnya bangunan yang dibuat.

 Keadaan lingkungan lokasi pelaksanaan.

 Peralatan yang tersedia.

 Waktu pelaksanaan yang tersedia.

Pondasi terbagi menjadi 2 bagian yaitu:

1. Pondasi Dangkal (Pondasi Langsung) Pondasi dangkal adalah pondasi

yang mendukung bagian bawah secara langsung pada tanah. Pondasi ini

dapat dibagi menjadi:

 Pondasi Menerus (Continous Footing)

 Pondasi Telapak (Footing)

 Pondasi Setempat (Individual Footing)

2. Pondasi Dalam (Pondasi Tak Langsung)

Pondasi dalam adalah beban pondasi yang dipikul akan diteruskan

kelapisan tanah yang mampu memikulnya. Untuk menyalurkan beban

bangunan tersebut kelapisan tanah keras maka dibuat suatu konstruksi

penerus yang disebut pondasi tiang atau pondasi sumuran. Pondasi dalam

terdiri dari:

 Pondasi Tiang Pancang

35
Pondasi tiang pancang digunakan bila tanah pendukung berada pada

kedalaman > 8 meter, yang berdasarkan tes penyelidikan dilapangan.

 Pondasi Sumuran

Pondasi sumuran digunakan bila tanah pendukung berada pada kedalaman

2-8 meter. Bentuk penampang pondasi ini adalah bundar, segi empat dan

oval.

d. Dinding Sayap (Wing Wall)

Dinding sayap adalah bagian dan bangunan bawah jembatan yang berfungsi

untuk menahan tegangan tanah dan memberikan kestabilan pada posisi tanah

terhadap jembatan.

e. Landasan/Perletakan

Menurut Agus Iqbal Manu landasan jembatan adalah bagian ujung bawah dari

suatu bangunan atas yang berfungsi menyalurkan gaya-gaya reaksi dari

bangunan atas kepada bangunan bawah. Menurut fungsinya dibedakan

landasan sendi (fixed bearing) dan landasan gerak (movable bearing).

II.5 Girder

II.5.1 Pengertian Girder

Girder adalah sebuah balok diantara dua penyangga dapat berupa pier ataupun

abutment pada suatu jembatan atau fly over yang berfungsi menyalurkan beban

berupa beban kendaraan, berat sendiri girder dan beban–beban lainnya yang berada di

atas girder tersebut ke bagian struktur bawah yaitu abutment. Umumnya girder

36
merupakan balok baja dengan profil I, namun girder juga dapat berbentuk box (box

girder), atau bentuk lainnya. 

Menurut material penyusunnya girder dapat terdiri dari girder beton dan girder

baja. Sedangkan menurut sistem perancangannya, girder terdiri dari girder precast

yaitu girder beton yang telah di cetak di pabrik tempat memproduksi beton kemudian

beton tersebut di bawa ke tempat pembangunan jembatan atau fly over dan pada saat

pemasangan dapat menggunakan crane atau alat lainnya. Selain girder precast, juga

dikenal istilah on-site girder, yaitu girder yang di cor di tempat pelaksanaan

pembangunan jembatan, girder ini dirancang sesuai dengan perancangan beton pada

umumnya yaitu dengan menggunakan bekisting sebagai cetakannya.

II.5.2 Deskripsi Pekerjaan Erection Girder pada Proyek Pembangunan

Jembatan Ogan

II.5.2.1 Jumlah PCI Girder

Struktur atas (superstructure) approach span Jembatan Ogan berupa PCI

girder dengan panjang bentang 40,8 m yang membentang dari P1 - P13 (sisi Desa

Rasau) dan P16-P28 (sisi Desa Harapan). PCI girder berfungsi sebagai balok utama

yang akan menahan beban yang bekerja berupa beban lalu lintas dan beban struktur

diatasnya.

Tabel 2.2 Total Jumlah PCI Girder

Jumlah Girder L = 40.8 m


Girder Tepi Girder Tengah Total

37
Pier 1 - Pier 2 4 8 12
Pier 2 - Pier 3 4 8 12
Pier 3 - Pier 4 4 8 12
Pier 4 - Pier 5 4 8 12
Pier 5 - Pier 6 4 8 12
Pier 6 - Pier 7 4 8 12
Pier 7 - Pier 8 4 8 12
Pier 8 - Pier 9 4 8 12
Pier 9 - Pier 10 4 8 12
Pier 10 - Pier 11 4 8 12
Pier 11 - Pier 12 4 8 12
Pier 12 - Pier 13 4 8 12
Pier 16 - Pier 17 4 8 12
Pier 17 - Pier 18 4 8 12
Pier 18 - Pier 19 4 8 12
Pier 19 - Pier 20 4 8 12
Pier 20 - Pier 21 4 8 12
Pier 21 - Pier 22 4 8 12
Pier 22 - Pier 23 4 8 12
Pier 23 - Pier 24 4 8 12
Pier 24 - Pier 25 4 8 12
Pier 25 - Pier 26 4 8 12
Pier 26 - Pier 27 4 8 12
Pier 27 - Pier 28 4 8 12
TOTAL 96 192 288

Kuantitas pekerjaan PCI girder pada Jembatan Ogan ditunjukkan pada Tabel 2.2

Jumlah PCI girder per span adalah 12 buah. Total keseluruhan PCI girder yaitu 288

buah untuk 12 span (sisi A dan sisi B). Urutan pelaksanaan pekerjaan erection girder

dapat dilihat pada Gambar 2.1

Persiapan:
Jalan Kerja, Stockyard, Stressing Area

Mobilisasi Segmental PCI Girder

Setting Segmental PCI Girder

38
Stressing PCI Girder

Setting Beam Lifter

Erection PCI Girder

Pemasangan Pengaku PCI Girder

Gambar 2.1 Flowchart Pekerjaan Erection PCI Girder

II.5.2.2 Uraian Pekerjaan

Sebelum pelaksanaan erection girder ada beberapa pekerjaan persiapan yang harus

dilakukan, antara lain:

1. Persiapan Jalan Kerja, Stockyard Dan Stressing Area

a) Jalan Kerja

Jalan kerja berada di samping lokasi pier untuk memudahkan transportasi

alat berat dan mobilisasi PCI girder yang sebagian besar berupa

rawa/persawahan. Jalan kerja tersebut berupa timbunan tanah sedalam 1 dan

pasir sedalam 20 cm yang dipadatkan terlebih dahulu (dengan target CBR

6%). Pemadatan dilakukan dengan menggunakan vibro roller. Pengujian

tingkat kepadatan jalan kerja dilakukan dengan DCP.

39
Gambar 2.2 Jalan Kerja

b) Stockyard Dan Stressing Area

PCI girder akan ditempatkan pada stockyard yang sekaligus

difungsikan sebagai stressing area. Hal tersebut dimaksudkan agar

pekerjaan mobilisasi PCI girder lebih efisien dan tidak diperlukan lagi

handling material yang terlalu sering. Pengiriman segmental PCI

girder langsung diarahkan dan ditata sesuai urutan pada stockyard.

Pekerjaan stressing PCI girder harus dilakukan pada daerah yang

relatif datar dan pada lahan yang kepadatannya bagus sehingga tidak

terjadi kegagalan pada saat pekerjaan berlangsung. Untuk menghindari

terjadinya hal tersebut, maka perlu dilakukan perbaikan kondisi tanah

pada lahan tempat stockyard dan stressing PCI girder yang mulanya

berupa persawahan/rawa.

Gambar 2.3 Perbaikan Kondisi Tanah Stockyard Area Desa Harapan

40
Gambar 2.4 Perbaikan Kondisi Tanah Stockyard Area Desa Rasau

1) Stockyard sisi Desa Harapan untuk girder span P16 s/d P28

Untuk sisi Desa Harapan, stockyard PCI girder diatur sebagai berikut :

P25 s/d P28 (36 buah):

Stockyard diposisikan di samping jalan kerja, karena elevasi pier head

yang relatif rendah. Stockyard mampu menampung 18 buah PCI girder yang

disusun dalam 3 baris @ 6 buah. Tahap pertama stockyard menampung PCI

girder untuk sisi A. Setelah PCI girder untuk sisi A selesai dierection, PCI

girder untuk sisi B mulai disusun di stockyard tersebut.

Gambar 2.5 Plan Stockyard P25 s.d P28

41
P16 s/d P25 (108 buah):

Stockyard girder diposisikan di bawah pier (sisi A dan sisi B), 6 buah di

masing-masing pier. Ada yang 6 buah PCI girder ditempatkan pada stockyard

yang berada di samping jalan kerja. Konfigurasi penyusunan PCI girder diatur

sedemikian rupa seperti tampak pada Gambar 2.6, untuk mempermudah

pemindahan main truss beam lifter yang menggunakan crawler crane. Area

kosong pada sisi B digunakan sebagai tempat manuver crawler crane.

Gambar 2.6 Plan Stockyard P16 s.d P25

2) Stockyard sisi Desa Rasau untuk girder span P1 s/d P13

Untuk stockyard PCI girder di Desa Rasau diposisikan di samping jalan

kerja berdekatan dengan batas RoW. Hal tersebut dikarenakan elevasi pile cap

P1 s/d P13 lebih tinggi dari jalan kerja, sehingga tidak memungkinkan untuk

menyusun PCI girder di area bawah pier. Area tersebut menampung 72 buah

42
PCI girder dalam susunan 6 x 12 baris. Jumlah tersebut untuk pier pada sisi B.

PCI girder untuk sisi A akan dimobilisasi dan ditempatkan pada area

stockyard setelah sisi B sudah selesai dilakukan erection.

Gambar 2.7 Plan Stockyard P1 - P7

Gambar 2.8 Plan Stockyard P7 – P13

2. Mobilisasi Segmental PCI Girder

PCI girder diproduksi di batching plant PT.Waskita Beton Precast yang

berlokasi di daerah Gasing, Soekarno-Hatta. Ketiga lokasi tersebut berjarak

cukup jauh dari lokasi proyek. Pengiriman dilakukan melalui jalur darat

dengan menggunakan truk trailer. Karena trase yang dilewati menuju proyek

43
tidak terlalu lebar dan di permukiman warga, sehingga 1 trailer maksimal

dimuati 3 segmental PCI girder.

Gambar 2.9 Layout Lokasi Batching Plant

3. Setting Segmental PCI Girder

Segmental PCI girder yang telah tiba di lokasi proyek langsung

diarahkan ke area stockyard yang telah disiapkan. PCI girder ditata

sedemikian rupa sehingga nantinya akan memudahkan pada saat handling

untuk erection. Proses penurunan PCI girder dari truk trailer dilakukan dengan

menggunakan 1 unit Crawler Crane 50 T.

Pada saat stressing, girder harus dapat bergerak bebas, sehingga pada

titik pertemuan segmental diberi tumpuan yang dapat bergerak bebas berupa

multiplek dan grease.

44
Gambar 2.10 Penataan Girder L = 40.8 m di atas Sleeper

Gambar 2.11 Detail Perletakan Sleeper

4. Stressing Segmental PCI Girder

Setelah PCI girder sudah ditempatkan sesuai dengan rencana yang dijelaskan

pada sub bab sebelumnya, selanjutnya dilakukan pekerjaan stressing. Pekerjaan

stressing dilaksanakan sesuai dengan perhitungan dan desain yang tertera pada

gambar dibawah ini:

Instal Strand

Instal Epoxy Bonding Pada Pertemuan

Antar Segmental

Penarikan Strand Dari 2 Arah

Pemotongan Kelebihan Panjang Strand

45
Grouting Tendon

Instal Mortar Pada End Section

Gambar 2.12 Flowchart Pekerjaan Stressing PCI Girder

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan selama pekerjaan stressing PCI girder

adalah sebagai berikut:

1) Mutu beton umur 28 hari

2) Levelling masing-masing segmental PCI girder

3) Tekanan hydraulic jack dan elongasi yang terjadi (dilaporkan dan dimonitor

dalam bentuk form monitoring)

4) Pergerakan segmental selama proses stressing berlangsung

5) Chamber yang terjadi

5. Setting Beam Lifter

Erection PCI girder akan dilaksanakan dengan menggunakan beam lifter.

Metode tersebut dipilih dan dianggap paling sesuai dengan kondisi tanah asli

yang awalnya berupa sawah dan rawa.

Instal LCB dan dudukannya

Instal rear dan front support

Instal main truss


46
Instal winch

Commissioning
Commissioningalat
alat

Gambar 2.13 Flowchart Pekerjaan Setting Beam Lifter

Berikut komponen-komponen yang terpasang pada beam lifter :

1. LCB (low cross beam) dan dudukannya

LCB berfungsi sebagai trek untuk pergerakan main truss. Pemasangan LCB

(low cross beam) pada pier head dibantu dengan 2 buah crawler crane

kapasitas 80 ton. LCB ditopang silinder yang berfungsi sebagai dudukan pada

pier head (8 buah @4 buah per pier head) dan didukung cantilever support di

samping.

2. Rear & front support (tumpuan untuk main truss)

Rear & front support diletakkan pada LCB sebagai dudukan main truss.

3. Main truss

Truss girder yang berfungsi sebagai main beam yang akan menahan beban

PCI girder saat erection.

4. Winch

Winch berfungsi sebagai lifter PCI girder, 1 buah winch berkapasitas angkat

62,5 ton. 2 buah winch yang bekerja bersamaan berkapasitas 125 ton,

47
kapasitas tersebut mampu mengangkat PCI girder yang mempunyai berat 90

ton. 1 buah winch dilengkapi dengan spreader beam & cable sling untuk

mengangkat PCI girder.

Gambar 2.14 Ilustrasi Beam Lifter

6. Erection Girder

A. Erection PCI Girder Untuk Area Stockyard Di Samping Jalan Kerja

Tahapan erection untuk PCI girder yang diletakkan pada stockyard di

samping jalan kerja untuk span P25 s.d P28, dan P1 s.d P12 akan

dijelaskan sebagai berikut:

1) Mobilisasi PCI girder dari stockyard ke lifting point

PCI girder dimobiliasi dari stockyard ke lifting point dengan

bantuan crawler crane 80 ton. Pada lifting point sudah

disediakan 2 buah sleeper untuk dudukan PCI girder sebelum

diangkat.

48

Area stockyard Lifting point


Area stockyard Lifting point
Gambar 2.15 Ilustrasi Lifting PCI Girder Menuju Lifting Point

2) Lifting PCI girder menuju posisi perletakan pada pier head

Tahapan selanjutnya adalah lifting PCI girder ke posisi

perletakan pada pier head. PCI girder diangkat sampai

melewati ketinggian pier table, kemudian dipindahkan menuju

ke posisi perletakannya secara perlahan (1m/detik). PCI girder

yang diangkat dahulu untuk posisi perletakan terjauh dari

stockyard kemudian berlanjut sampai berakhir di posisi

terdekat dari stockyard.

Sequence erection PCI girder diperlihatkan pada Gambar 2.16

PCI girder untuk span P1 s.d P13 yang terlebih dahulu

diangkat adalah pada sisi B, karena stockyard berada di

samping sisi A. Untuk span P25 s.d P28 dilakukan sebaliknya,

PCI girder pada sisi A diangkat terlebih dahulu.

SISI A SISI B

49
Gambar 2.16 Skema Erection PCI Girder Di Area Desa Rasau

Sisi A Sisi B

Gambar 2.17 Skema Erection PCI Girder Area Desa Harapan

B. Erection PCI Girder Untuk Area Stockyard Di Bawah Pier

Untuk span P16 s.d P25, stockyard PCI girder ditempatkan di bawah pier.

Tahapan erection akan dijelaskan sebagai berikut:

1) Lifting PCI girder setinggi 2-2,5 m

Tahap pertama PCI girder diangkat dahulu sampai melewati

ketinggian PCI girder (kurang lebih 2-2,5 m). PCI girder yang

diangkat pertama kali yaitu pada posisi terjauh dari jalan kerja Desa

Harapan.

50
Lifting point
Gambar 2.18 Tahap 1 Lifting PCI Girder Menuju Lifting Point

2) Mobilisasi PCI girder ke lifting point

Tahap selanjutnya, PCI girder yang sudah terangkat tadi dimobilisasi ke area

lifting point.

Lifting point

Gambar 2.19 Tahap 2 Lifting PCI Girder Setinggi Pier Table

3) Lifting PCI girder menuju posisi dudukan pada pier head

Tahap selanjutnya, PCI girder diangkat sampai melewati ketinggian pier table,

kemudian diarahkan menuju posisi dudukan pada pier head secara perlahan

(1m/detik).

51
Gambar 2.20 Tahap 3 Mobilisasi PCI Girder Menuju Posisi Dudukan

C. Pemasangan Bracing Untuk Perkuatan PCI Girder Lifting point

Setelah PCI girder sudah berada pada dudukan (bearing pad), dilanjutkan

dengan pemasangan bracing agar stabil dan kokoh. Pemasangan bracing pada

pier head dengan menggunakan pipa dan jack base pada kedua ujungnya

seperti tampak pada Gambar 23. Bracing juga dipasang pada bagian atas PCI

girder dengan dilas menyambung pada tulangan stek deck slab. Bracing

tersebut menggunakan 2 buah potongan besi D32.

Jack Base

Gambar 2.21 Tahap 4 Girder Diperkuat dengan Menggunakan Girder ke Pierhead

Bracing,besi 2D32

L=4m, dipasang per 5m

52
Gambar 2.22 Plan Pemasangan Bracing PCI Girder

53
BAB III

DESKRIPSI TEMPAT PKM

III.1 Gambaran Umum di Lokasi PKM

Didirikan pada 1 Januari 1961, Waskita Karya adalah salah satu perusahaan

negara terkemuka di Indonesia yang memainkan peran utama dalam pembangunan

negara. Berasal dari perusahaan Belanda bernama "Volker Aannemings Maatschappij

N.V.", yang diambil alih berdasarkan Keputusan Pemerintah No.62 / 1961, Waskita

Karya pada awalnya berpartisipasi dalam pengembangan terkait air termasuk

reklamasi, pengerukan, pelabuhan dan irigasi.

Namun, sejak tahun 1973, status hukum Waskita Karya telah berubah menjadi

"Persero" PT. Waskita Karya, dengan pemanggilan yang lebih akrab "Waskita".

Sejak saat itu, perusahaan mulai memperluas bisnisnya sebagai kontraktor umum

yang terlibat dalam berbagai kegiatan konstruksi termasuk jalan raya, jembatan,

pelabuhan, bandara, bangunan, pabrik pengolahan limbah, pabrik semen, pabrik dan

fasilitas industri lainnya.

Pada tahun 1980, Waskita mulai melakukan berbagai proyek yang melibatkan

teknologi canggih. Transfer teknologi dilakukan melalui aliansi bisnis dalam bentuk

operasi bersama dan usaha patungan dengan perusahaan asing terkemuka. Pencapaian

signifikan dan luar biasa yang menjadi kebanggaan nasional adalah Bandara Sukarno-

54
Hatta, Reaktor Serba Guna Siwabessy, dan Pembangkit Listrik Tenaga Batu Bara

Muara Karang di Jakarta.

Memasuki tahun 1990, Waskita telah menyelesaikan berbagai bangunan tinggi

dengan reputasi baik seperti BNI City (gedung tertinggi di Indonesia), Gedung

Kantor Bank Indonesia, Menara Graha Niaga, Menara Mandiri Plaza, Hotel Shangri-

La, dan beberapa apartemen bertingkat bangunan di Jakarta dan kota-kota lain di

Indonesia.

Waskita telah mencapai kinerja yang menonjol dalam pembangunan jembatan

beton pra-tekanan bentang panjang menggunakan sistem cantilever gratis dengan

berhasil menyelesaikan tiga jembatan: Raja Mandala, Rantau Berangin, dan Barelang

IV. Prestasi besar lainnya yang menggunakan teknologi serupa dicapai dalam

pembangunan jalan layang dan kabel tetap Pasteur-Cikapayang-Surapati di Bandung.

Kisah sukses yang sama juga dicapai dalam pembangunan beberapa bendungan besar

seperti Pondok, Grogkak, Tilong, Gapit, dan Sumi, yang diselesaikan lebih awal dari

jadwal dengan kualitas yang memuaskan.

Upaya untuk selalu memprioritaskan kualitas di atas hal lain telah

memungkinkan Waskita dalam memperoleh sertifikasi ISO 9002: 1994 pada bulan

November 1995; yang menjadi pengakuan internasional yang meyakinkan tentang

Sistem Manajemen Mutu ISO yang diterapkan oleh perusahaan dan titik awal menuju

era persaingan global. Pada bulan November 2009, Waskita telah berhasil

memperbarui Sistem Manajemen Mutu dan mampu memperoleh sertifikasi ISO

55
9001: 2008. Ini menjadi indikasi kuat tentang bagaimana perusahaan memahami dan

selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan spesifik pelanggannya.

Salah satu proyek yang sedang berjalan saat ini adalah proyek Pembangunan

Jembatan Ogan Toll Kapal Betung di Sumatera Selatan. Berikut merupakan

gambaran umum proyek:

Nama Proyek : Pembangunan Jembatan Ogan Toll

Kayu Agung – Palembang – Betung

Seksi 2 Paket III.2 – Sumatera Selatan

Jenis/Tipe Proyek : Jembatan Tol / Type B+

Lokasi : Kabupaten Ogan Ilir

Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan : 1020 Hari Setelah SPK (Terhitung dari

31 Mei 2016)

Jenis Kontrak : Lumpsump

Sumber Dana : Investasi

No. Kontrak : 05/Kontrak – Jembatan – SII/WK/2016

Cara Mendapatkan Kontrak : Tender Terbuka

Pemberi Tugas : PT. Sriwijaya Makmore Persada

Konsultan : PT. Perentjana Djaja

56
Penyedia Jasa : PT. Waskita Karya (Persero) Tbk

Management Kontruksi : PT. Multi Phibeta

III.2 Gambaran Khusus di Bagian/Unit Tempat PKM

PT. Waskita Karya dalam memberikan batasan - batasan ataupun standar

khusus K3 (Keselamatan dan Kesehatan kerja) hampir pasti selalu terkait dengan

lingkunganya dan mutu yang diberikan. Oleh karena itu PT. Waskita Karya

menyebut dengan Rencana K3LMP (Rencana Keselamatan dan Kesehatan Kerja,

Lingkungan, Mutu, dan Pengamanan). Tujuan dari Rencana Keselamatan, Kesehatan

kerja, Lingkungan, Mutu, dan Pengamanan (Rencana K3LMP) adalah memastikan

Proyek menjalankan Sistem Manajemen-K3LMP dalam kondisi sehat, aman, ramah

lingkungan dan mutu terbaik sesuai dengan kebijakan PT. Waskita Karya.

III.2.1 Struktur Organisasi K3LP

Ketua Unit K3LP : Kepala Proyek

Pelaksana Harian : Katek/ Adkon

Sekretaris : Ahli K3LP/ Pelaksana K3LP


- Security

Anggota : - Kepala Lapangan


- Teknik & Adm.Kontrak
- Personalia & Keuangan
- Logistik & Peralatan

57
- Satuan Pengamanan
- Para Sub Kontraktor
- Para Mandor
III.2.2 Pokok-pokok Perhatian K3LP

Kecelakaan kerja akibat dari penggunaan :


- Alat / Mesin
- Tahap /metode pelaksanaan

Penyakit akibat kerja :


- Suara dan asap penggunaan alat
- Penggunaan bahan kimia berbahaya
Pemaparan terhadap kondisi lingkungan
- Pertolongan pertama pada kecelakaan ( P3K )
- Usaha-usaha penyelamatan.
- Usaha-usaha penanganan limbah.

58
BAB IV

HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian mengenai implementasi Job Safety Analysis (JSA) pada

pekerjaan erection girder di Proyek Pembangunan Jembatan Ogan Toll Kayuagung –

Palembang – Betung Seksi 2 Paket III.2 PT Waskita Karya (Persero) Tbk diperoleh

hasil sebagai berikut:

1) Program JSA (Job Safety Analysis)

a) Kebijakan K3 di PT Waskita Karya (Persero) Tbk

Proyek Pembangunan Jembatan Ogan Toll Kayuagung – Palembang –

Betung Seksi 2 Paket III.2 PT Waskita Karya (Persero) Tbk telah

berkomitmen penuh terhadap penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(K3). Hal tersebut dibuktikan dengan adanya Kebijakan Keselamatan-

Kesehatan Kerja, Lingkungan, Mutu dan Pengamanan guna memastikan

bahwa perusahaan dan subkontraktor yang terlibat mematuhi standar dan

peraturan yang mengatur mengenai identifikasi bahaya, penilaian dan

pengendalian risiko sehingga perusahaan dapat mencapai zero accident

fatality selama pelaksanaan proyek. Adapun isi dari kebijakan tersebut adalah

sebagai berikut:

59
PT. Waskita Karya (Persero) Tbk sebagai Badan Usaha Jasa Konstruksi

selalu mengendalikan risiko terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dan

Lingkungan dengan cara menerapkan Sistem Manajemen Waskita untuk

memenuhi kepuasan Stakeholders.

Sebagai bentuk komitmen tersebut, manajemen selalu:

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

2. Menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien guna

meningkatkan produktivitas.

3. Memenuhi semua peraturan perundang-undangan pemerintah yang

berlaku dan persyaratan lainnya yang berkaitan dengan penerapan

keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja.

4. Melakukan perbaikan berkelanjutan terhadap system manajemen dan

kinerja K3 guna meningkatkan budaya K3 yang baik di tempat kerja.

5. Mencegah Tenaga Kerja dari tindakan criminal, asusila dan

penyalahgunaan NAPZA serta minuman beralkohol.

Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ini harus dipahami dan

dilaksanakan oleh semua orang yang bekerja untuk dan atas nama PT.

Waskita Karya.

Kebijakan ini didokumentasikan, direview dan dikomunikasikan kepada

seluruh karyawan dan semua pihak yang berkepentingan dengan perusahaan,

60
untuk dimengerti dan dilaksanakan serta dapat ditinjau kembali sesuai

kebutuhan.

Di dalam kebijakan tersebut dinyatakan mengenai komitment perusahaan

mengenai pengelolaan K3, dan telah tertulis dengan jelas.

Sebagai wujud untuk mengurangi dampak dari aktifitas maka

dilaksanakan identifikasi aspek dan dampak dari aktivitas kerja di lokasi.

Sebagai wujud nyata dari pelaksanaan identifikasi aspek dan dampak tersebut

maka PT. Waskita Karya melaksanakan kegiatan identifikasi terhadap potensi

bahaya dari aktivitas kerja di lokasi produksi. Salah satu sistem yang

digunakan adalah JSA yang dianggap bisa mengungkapkan potensi bahaya

pada beberapa pekerjaan yang dinilai memiliki potensi bahaya yang tinggi

untuk menimbulkan kecelakaan akibat kerja, salah satunya adalah pada

pekerjaan Erection Girder. Pembuatan JSA ini dimaksudkan untuk

mengidentifikasi bahaya-bahaya yang mungkin ada dalam setiap aktifitas

pekerjaan. JSA ini dibuat berdasarkan adanya pemikiran bahwa:

1) Setiap kecelakaan selalu ada penyebabnya.

2) Setiap jenis pekerjaan atau tugas dapat diuraikan kedalam suatu urutan

tahapan pekerjaan yang sederhana.

3) Setiap pekerjaan tersebut dapat dikenali bahayanya.

61
4) Setiap bahaya yang terdapat dalam setiap tahapan tersebut dapat

diatasi agar tidak menyebabkan kecelakaan kerja atau penyakit akibat

kerja.

b) Tujuan Pembuatan JSA (Job Safety Analysis)

Job Safety Analysis dibuat dengan tujuan untuk menganalisa bahaya yang

terdapat dalam aktifitas pekerja yang berkaitan dengan peralatan, bahan serta

lingkungan kerja. Selain itu program Job Safety Analysis berfungsi untuk

memastikan bahwa jumlah keseluruhan pekerjaan yang ada dalam

perusahaan dapat diketahui dengan pasti, langkah-langkah kerja dengan

benar dalam melakukan suatu pekerjaan akan diketahui serta teknik untuk

mengendalikan atau menghindari resiko bahaya yang terkandung dalam

suatu pekerjaan akan dapat diterapkan.

Keuntungan utama dari JSA datang setelah tugas selesai dilaksanakan

karena dalam setiap tahap aktifitas yang dilakukan pekerja, terdapat potensi

bahaya yang dapat berasal dari manusia itu sendiri, peralatan, bahan dan

lingkungan yang dapat menjadi sumber kecelakaan.

Pihak manajemen berupaya untuk menganalisa potensi bahaya yang ada

dalam tiap tahap pekerjaan dan tindakan preventif yang diperlukan untuk

mengurangi bahkan menghilangkan sumber bahaya sesuai dengan

kemampuan yang dimiliki oleh perusahaan.

c) Tim Penyusun dan Pelaksana JSA

62
Job Safety Analysis (JSA) di Proyek Pembangunan Jembatan Ogan Toll

Kayu Agung – Palembang – Betung Seksi 2 Paket III.2 Sumatera Selatan PT

Waskita Karya (Persero) Tbk disusun oleh divisi HSE yang kemudian

disosialisasikan oleh Pelaksana Lapangan pada awal pekerjaan.

d) Dokumentasi dan Revisi JSA (Job Safety Analysis)

Hasil dari JSA di dokumentasikan dan di sosialisasikan kepada setiap

tenaga kerja yang melakukan aktivitas. Revisi JSA sudah dilakukan sebanyak

2 kali. Revisi dilakukan apabila terdapat kekurangan atau kesalahan dalam

pembuatan Job Safety Analysis tersebut.

2) Uraian Pekerjaan Erection Girder

1. Persiapan Pekerjaan:

a. Pemadatan timbunan stockyard dan jalan akses

b. Stressing bed

c. Penataan PCI Girder L = 40,8 m

d. Stressing segmental girder

e. Pemasangan bearing pad

2. Pekerjaan Pemasangan Girder P17 – P25

a. Pengangkatan girder (2,5 – 3 meter) dengan lifting beam

b. Pergeseran girder ke arah kantilever

c. Pengangkatan girder sampai melewati pier head

63
d. Pergeseran girder ke atas bearing pad

e. Pemasangan bracing

3. Pekerjaan Pemasangan Gider P1 – P13 dan P25 – P28

a. Girder diangkat menggunakan crane 80 T

b. Transfer beban crawler ke beam lifter

c. Pengangkatan girder (2,5 – 3 meter) dengan lifting beam

d. Pergeseran girder ke arah kantilever

e. Pengangkatan girder sampai melewati pier head

f. Pergeseran girder ke atas bearing pad

g. Pemasangan bracing

3) Tahapan Pembuatan JSA Erection Girder

1. Memilih pekerjaan (Job Selection)

Dalam JSA tersebut jenis pekerjaan yang dipilih adalah pekerjaan

Erection Girder. Hal ini didasarkan karena Erection Girder termasuk ke

dalam pekerjaan yang memiliki potensi bahaya yang tinggi, sehingga

perlu dilakukan identifikasi bahaya pada setiap langkah pekerjaannya.

2. Menguraikan pekerjaan (Job Breakdown)

Pada JSA tersebut, pekerjaan yang dianalisis sudah diuraikan berdasarkan

tahapan-tahapan pekerjaannya dan sudah ideal, artinya tidak terlalu rinci

dalam menentukan pekerjaan yang akan dianalisis dan tidak terlalu umum

dalam menguraikan pekerjaan.

64
3. Mengidentifikasi bahaya (Hazard identification)

Proses pengidentifikasian bahaya dalam JSA ini hanya berdasarkan

penilaian dari divisi HSE dan belum melibatkan pihak lain.

4. Pengendalian Bahaya

Dari penerapan analisa keselamatan kerja atau Job Safety Analysis (JSA)

tersebut dapat mengendalikan bahaya dan resiko kecelakaan dapat

diminimalisir dan dicegah. Dengan meninggalkan langkah kerja yang

berbahaya dan memperbaiki sistem kerja yang beresiko tinggi.

Pengendalian bahaya yang dilakukan pada pekerjaan Erection Girder di

Proyek Pembangunan Jembatan Ogan Tol Kapal Betung PT. Waskita

Karya (Persero) Tbk untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit

akibat kerja perusahaan tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Pengendalian Administratif

Dalam pengendalian administratif, pengendalian yang dilakukan

adalah:

1. Memeriksa SIO dan SILO alat sebelum pekerjaan dimulai

2. Memastikan alat dan jalan yang digunakan aman

3. Memasang rambu-rambu untuk area berbahaya

4. Menyediakan minuman yang cukup untuk pekerja

5. Menyiakan flagman di area pemadatan

6. Clearing area dari orang

7. Menggunakan barricade line untuk clearing area

65
8. Melengkapi penerangan ketika malam hari

9. Menggunakan stick light untuk pekerjaan malam hari

10. Menyediakan rigger pada pelaksanaan stressing bed

11. Pemasangan safety net

12. Memastikan pekerja dalam keadaan sehat

13. K3LM dan supervise selalu standby di lokasi pekerjaan

14. Memastikan material tertata rapid an sesuai urutan

b. Penggunaan APD (Alat Pelindung Diri)

Adapun penggunaan APD yang terdapat dalam JSA tersebut

adalah:

1. Helm

2. Sepatu

3. Rompi Nyala

4. Full Body Harness

66
4) Hasil Pembuatan JSA (Job Safety Analysis) pada pekerjaan Erection

Girder

67
68
69
IV.2 Pembahasan

1) Program JSA (Job Safety Analysis)

70
a. Kebijakan K3 di PT. Waskita Karya (Persero) Tbk

Dari kebijakan K3 PT. Waskita Karya (Persero) Tbk, dapat dikatakan

bahwa pihak manajemen mempunyai tekad/komitmen untuk menciptakan

kondisi tempat kerja dan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi setiap

tenaga kerja dan orang lain yang memasuki area tempat kerja. Aplikasi di

lapangan dari komitmen tersebut adalah dengan dibuatnya prosedur kerja pada

setiap aktivitas pekerjaan untuk memastikan tenaga kerja dapat melakukan

pekerjaan dengan benar, dimana prosedur tersebut memungkinkan untuk

dilakukan revisi apabila terdapat kondisi yang mengharuskan adanya perubahan

prosedur kerja tersebut. Salah satu yang menjadi pertimbangan adalah adanya

aktifitas identifikasi bahaya yang terdapat di tempat kerja yang menghasilkan

masukan-masukan untuk perbaikan/revisi prosedur kerja yang ada.

Untuk itu diperlukan suatu metode yang efisien dan dapat dianalisa

dengan lebih cepat dan analisa tersebut mengacu pada aspek K3. Dan untuk

menganalisa tersebut digunakan metode JSA. Proses pembuatan JSA pada

pekerjaan erection girder di Proyek Pembangunan Jembatan Ogan Toll Kayu

Agung – Palembang – Betung Seksi 2 Paket III.2 Sumatera Selatan PT Waskita

Karya (Persero) Tbk telah sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu

Permenaker No. PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan

dan Kesehatan Kerja Lampiran 1 point 2.1 yang menyatakan bahwa “Perlunya

identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko dari kegiatan

71
produksi barang dan jasa dalam perencanaan kebijakan K3 yang perlu

ditetapkan prosedurnya”.

b. Tujuan Pembuatan JSA (Job Safety Analysis)

Tujuan dan sasaran Job Safety Analysis adalah mengidentifikasi potensi

bahaya dalam tiap aktivitas yang dilaksanakan pekerja supaya didapat suatu

operasi yang aman dan selamat, yang tidak melukai pekerja, tidak merugikan

proses dan harta benda maupun lingkungan. Tujuan ini telah sesuai dengan

peraturan yang ada yaitu Permenaker No. PER 05/MEN/1996 pada point dua

tentang perencanaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja yang memuat

tujuan dan sasaran indikator kinerja yang diterapkan dengan

mempertimbangkan identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian

risiko yang memerlukan prosedur yang harus ditetapkan dan dipelihara.

c. Tim Penyusun dan Pelaksana JSA

Pelaksanaan Job Safety Analysis (JSA) di Proyek Pembangunan

Jembatan Ogan Toll Kayu Agung – Palembang – Betung Seksi 2 Paket III.2

Sumatera Selatan PT Waskita Karya (Persero) Tbk merupakan kerjasama antara

berbagai pihak yang saling berkaitan. Yang bertanggungjawab atas pelaksanaan

JSA di lapangan adalah Pelaksana Lapangan. Pelaksana Lapangan bertugas

untuk mensosialisasikan mengenai JSA pada setiap Tool Box Meeting Erection

Girder, namun pada pelaksanaannya JSA hanya dijelaskan pada awal pekerjaan

saja, kemudian pada pelaksanaan selanjutnya JSA hanya ditandatangani oleh

72
Kepala Lapangan tanpa menjelaskan lagi lebih rinci mengenai sistematik

pekerjaannya. Sedangkan untuk penyusunan JSA dilakukan oleh tim HSE saja.

Hal ini belum sesuai dengan ketentuan yang ada pada (Frank E. Bird Jr. 1990)

dimana program analisa melibatkan pekerja yang merupakan orang pertama

yang terpapar bahaya dan supervisor yang merupakan manajer dan pengawas

dari pekerja. Pihak-pihak tersebut seharusnya dilibatkan dalam proses observasi

dan diskusi mengenai bahaya, sehingga diharapkan mampu memberikan

masukan mengenai rekomendasi untuk perbaikan dan cara penanggulangan

bahaya.

d. Dokumentasi dan Revisi JSA (Job Safety Analysis)

Pendokumentasian terhadap JSA di Proyek Pembangunan Jembatan Ogan

Toll Kayu Agung – Palembang – Betung Seksi 2 Paket III.2 Sumatera

Selatan PT Waskita Karya (Persero) Tbk telah sesuai dengan teori dari Frank

E. Bird Jr (dalam Dasar-Dasar K3, 2007) yang menyatakan bahwa JSA harus

diperbarui untuk mengetahui kesesuaian antar prosedur kerja dan teknologi,

dan proses produksi yang dipakai diperusahaan ini, karena sudah adanya

prosedur untuk merevisi JSA jika ada perubahan pelaksanaan pekerjaan, lay

out, teknologi, atau terjadi suatu kecelakaan kerja pada mesin atau pekerjaan

tertentu.

2) Tahapan Pembuatan JSA (Job Safety Analysis)

1. Menentukan jenis pekerjaan yang akan dianalisa

73
Dalam menentukan jenis pekerjaan yang akan dianalisa menggunakan

JSA, jenis pekerjaan yang dipilih adalah pekerjaan Erection Girder.

Hal ini menunjukkan bahwa dalam menentukan jenis pekerjaan sudah

sesuai dengan ketentuan yang seharusnya dimana pelaksanaan JSA

dititik-beratkan pada pekerjaan yang mempunyai historis/catatan

kecelakaan, mempunyai kemungkinan menimbulkan kecacatan,

pekerjaan baru yang timbul dari proses pekerjaan serta penilaian

risiko.

2. Menguraikan pekerjaan menjadi langkah-langkah dasar

Pekerjaan yang dianalisa diuraikan menjadi langkah-langkah dasar

yang terdiri dari beberapa tahap sesuai dengan aktivitas pekerjaan

tersebut. Dimana di dalam menguraikan tahap-tahap pekerjaan ini

dilakukan dengan ringkas dan jelas. Penguraian tahap-tahap ini tidak

terlalu detail, mudah diingat dan mudah dikenali. Yang harus

diperhatikan dalam langkah kerja ini adalah bahwa langkah kerja harus

dievaluasi dengan langkah itu sendiri yang bertujuan untuk mencegah

kerugian dari cidera. Kualitas dan kuantitas produksi merupakan

pertimbangan yang harus dilakukan dalam menyeleksi langkah kerja

yang dianggap kritis untuk mencapai ini. Didalam langkah kerja yang

dikemukakan adalah dengan pedoman yang positif dan benar dengan

memberikan instruksi yang jelas, mencakup langkah atau tahap utama

dari pekerjaan dan juga memperhitungkan aspek keselamatan dan

74
kesehatan kerja serta menekankan penggunaan teknik pengamanan

yang dapat menekan tingkat bahaya atau faktor risiko.

3. Mengidentifikasi potensi bahaya pada masing-masing pekerjaan

Di dalam melakukan identifikasi bahaya ini belum sesuai dengan

ketentuan yang ada karena dalam mengidentifikasi potensi bahaya

harus memperhatikan seluruh aspek yang sangat berhubungan dengan

pekerjaan dan lingkungan kerja yaitu bahan, tenaga kerja, cara kerja,

alat kerja dan lingkungan. Dalam hal ini, pengidentifikasian potensi

bahaya hanya dilakukan oleh divisi HSE, sehingga belum cukup

mencakup seluruh potensi bahaya yang sebenarnya ada. Seharusnya

dalam mengidentifikasi bahaya melibatkan pekerja yang berhubungan

dengan pekerjaan tersebut.

4. Mengendalikan bahaya

Pengendalian bahaya yang dilakukan dengan cara menyesuaikan

antara kegiatan pekerjaan dengan kesesuaian pekerjaan yang dilakukan

sehingga dapat meminimalisasi terjadinya kecelakaan yang terjadi di

lingkungan pekerjaan. Namun karena proses pembuatan JSA hanya

melibatkan pihak dari divisi HSE, sehingga pengendalian bahaya

masih belum cukup baik karena selain melibatkan pekerja, cara yang

paling aman untuk mengendalikan bahaya dilakukan adalah dengan

melibatkan Manajer dilokasi dibuatnya JSA, Operator, Teknisi yang

mendesain peralatan, Personil maintenance dan juga Konsultan K3.

75
3) Hasil Pembuatan JSA (Job Safety Analysis) pada pekerjaan Erection

Girder

Hasil dari pembuatan JSA pada pekerja Erection Girder yang dilakukan

oleh PT. Waskita Karya (Persero) Tbk kemudian disosialisasikan kepada

pekerja oleh Pelaksana Lapangan pada saat awal pekerjaan. Hal ini sudah

sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu JSA bertujuan agar pekerja lebih

memahami langkah kerja pada pekerjaan serta mampu mengetahui potensi

bahaya apa saja yang dapat terjadi di setiap langkah pekerjaan, sehingga para

pekerja disekitar lingkungan tersebut dapat bekerja sama dalam melakukan

upaya pencegahan terhadap kecelakaan di tempat kerja.

76
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di Proyek

Pembangunan Jembatan Ogan Toll Kayu Agung – Palembang – Betung Seksi 2 Paket

III.2 Sumatera Selatan PT. Waskita Karya (Persero) Tbk maka penulis dapat

mengambil kesimpulan mengenai penerapan JSA, yaitu:

1. PT. Waskita Karya telah membuat suatu kebijakan yang berkomitmen

dalam menerapkan keselamatan kesehatan kerja, termasuk dalam

melakukan identifikasi bahaya dan pencegahannya pada setiap tahap

pekerjaan Erection Girder yaitu dengan menggunakan sebuah metode yang

bernama JSA (Job Safety Analysis).

2. PT. Waskita Karya telah menerapkan analisa keselamatan pekerjaan atau

yang dikenal dengan Job Safety Analysis sebagai salah satu upaya

pencegahan kecelakaan sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.

PER.05/MEN/1996 tentang Pedoman Penerapan Sistem Manajemen K3

tentang keamanan bekerja berdasarkan Sistem Manajemen K3, meskipun

masih dalam tahap awal.

3. Pembuatan Job Safety Analysis berguna bagi pekerja sebagai panduan

untuk bekerja secara aman dan efisien, mengetahui potensi bahaya yang

77
ada pada pekerjaan serta tindakan pengendalian, dan meningkatkan

kesadaran akan keselamatan dan kesehatan kerja.

4. Penyusunan Job Safety Analysis dilaksanakan oleh tim dari divisi HSE

Proyek Pembangunan Jembatan Ogan Toll Kayu Agung – Palembang –

Betung Seksi 2 Paket III.2 Sumatera Selatan PT. Waskita Karya (Persero)

Tbk.

5. Hasil dari JSA digunakan untuk melengkapi program K3 yang ada

didalamnya terkait dengan aspek keselamatan kerja serta disosialisasikan

oleh Pelaksana Lapangan diawal pekerjaan Erection Girder Proyek

Pembangunan Jembatan Ogan Toll Kayu Agung – Palembang – Betung

Seksi 2 Paket III.2 Sumatera Selatan PT. Waskita Karya (Persero) Tbk.

6. Dalam aktivitas pekerjaan Erection Girder Proyek Pembangunan Jembatan

Ogan Toll Kayu Agung – Palembang – Betung Seksi 2 Paket III.2

Sumatera Selatan PT. Waskita Karya (Persero) Tbk, potensi bahaya yang

sering timbul adalah terkena swing crane, tertimpa sleeper, terjepit sleeper,

girder jatuh, jatuh dari ketinggian, kejatuhan, girder terjatuh, tertimpa

girder, tertimpa alat yang terguling, sling belt putus dan terkena sling putus.

7. Pembagian pekerjaan telah mencakup langkah utama dari pekerjaan,

ringkas, mudah diingat, bersifat positif yaitu memberi instruksi yang

mempertimbangkan aspek keselamatan.

78
V.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah penulis sampaikan, maka penulis dapat

menyampaikan saran sebagai berikut:

1. Penyusunan JSA sebaiknya melibatkan berbagai pihak. Karena cara yang

paling ideal untuk mengendalikan bahaya adalah dengan melibatkan

Personel K3, Konsultan K3, Tim dari divisi teknik yang merancang metode

kerja, Pelaksana sebagai penanggungjawab area kerja, dan pekerja lainnya

yang berada di area kerja tersebut.

2. Perlu tinjauan ulang terhadap tingkat keparahan dan tingkat keseringan

karena dapat berpengaruh terhadap hasil akhir dari tingkat risiko pada JSA

pada pekerjaan Erection Girder.

3. Sebaiknya dibuat bulletin mengenai JSA pada pekerjaan Erection Girder

yang kemudian ditempelkan di sekitar daerah tempat kerja sehingga

pekerja lebih memahami tahap pekerjaan dengan membaca bulletin

tersebut.

4. Perlu dibuat keterangan lebih jelas dan menggunakan Bahasa Indonesia

mengenai tingkat keparahan, keseringan, tingkat risiko bahaya dan

tindakan pengendalian agar pekerja lebih mudah memahami jika membaca

sendiri bulletin JSA tersebut.

79
DAFTAR PUSTAKA

Bennet N.B Silalahi dan Rumondang B.Silalahi. 1995. Penyebab Terjadinya

Kecelakaan Kerja. Jakarta.

Bird Jr, F.E dan Germain. 1990. Dasar-Dasar K3.

Boentarto. 1995. Bengkel Teknik Mengelas dan Peralatan Las. Keselamatan Kerja.

Solo : CV.Aneka.

Caltex. 1999. Job Safety Analysis Guideline. Jakarta : PT. Caltex Pacific Indonesia

Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Tenaga Kerja.

1996. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER. 05/MEN/1996 tentang

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Departemen

Tenaga Kerja RI

PT. Waskita Karya. 2017. Company Profile. [Online]. Tersedia di:

https://www.waskita.co.id/pages/about/company-profile?lang=en. [Diakses

pada: 29 Desember 2018]

Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kqerja

OHSAS 18001. Jakarta: Dian Rakyat.

Rausand, Marvin. 2005. Job Safety Analysis. Norwegian : Departement of Production

and Quality Engineering Norwegian University of Science and Technology.

80
Ridley, John. 2008. Ikhtisar Kesehatan & Keselamatan Kerja Edisi Ketiga. Jakarta:

Erlangga.

Suardi, Rudi. 2005. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta :

Penerbit PPM.

Suma’mur. 1996. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta. CV. Haji

Masagung.

81
LAMPIRAN
Lampiran 1

DOKUMENTASI PRAKTIKUM KESEHATAN MASYARAKAT

Pengenalan Proyek kepada Mahasiswa Safety Briefing

Inspeksi Harian K3L Pengukuran Tingkat Kebisingan


Breakfast on Saturday Rapat HSE

Medical Check Up Pekerja SABARSIH (Sabtu Bersih-Bersih)


Tool Box Meeting Inspeksi Mingguan APAR
Lampiran 2

Tool Box Meeting Erection Girder

JSA Erection Girder


Lampiran 3

Anda mungkin juga menyukai