Anda di halaman 1dari 7

A.

SEJARAH MUNCULNYA IDEOLOGI LIBERALISME

Sejarah paling awal mengenai konsep kebebasan individu ini sebetulnya pernah hadir ketika
masa Yunani Kuno, dan menjadi salah satu elemen terpenting peradaban Barat. Namun, catatan
awal perkembangan liberalisme sendiri terjadi sekitar tahun 1215, di saat  Raja John di Inggris
mengeluarkan Magna Charta.Dokumen Magna Charta berisikan hak-hak yang diberikan oleh
raja kepada para bangsawan bawahannya. Dengan adanya Charta ini, maka kekuasaan Raja John
sendiri secara otomatis menjadi terbatas. Piagam inilah yang kemudian dianggap sebagai bentuk
liberalisme awal (early liberalism).

Namun, perkembangan liberalisme yang paling banyak terjadi adalah pada masa renaissance.
Momentumnya adalah pada The Glorious Revolution of 1688. Dalam revolusi tersebut, terjadi
penurunan kekuasaan dari Raja James II dari England dan Ireland (James VII) dari Scotland),
dan digantikan dengan pengangkatan William II dan Mary II sebagai raja.Setelah terjadinya
revolusi itu Pemerintah Inggris mengeluarkan “ bill of right”.Dengan adanya Bill of Right ini,
maka beberapa kekuasaan raja pun dihapuskan, dan kaminan terhadap hak-hak dasar dan
kebebasan masyarakat mulai diperhatikan.

Alasan munculnya ideology liberalism pada zaman renaissance,disebabkan karena kuatnya


pengaruh dan kekuasaan gereja pada saat itu. Gereja memiliki otonomi yang dianggap terlalu
besar. Kebebasan individu direnggut,sehingga Tidak ada yang namanya otonomi individu.Pada
akhirnya, muncul reaksi pertentangan terhadap skema ortodoksi religius ini. Berbagai kalangan
mulai mengajukan kritiknya. Mereka ingin agar individu memiliki otonomi dalam setiap
tindakan dan pilihan hidupnya sendiri.

Selain itu, sejarah kemunculan paham liberal ini juga banyak didorong oleh ketidakpuasan
terhadap merkantilisme. Kaum merkantilis yang mematok kesejahteraan dengan standar logam
mulia dianggap tidak relevan, sehingga dibutuhkan konsep yang lebih baik dalam
mengejawantahkan kesejahteraan ini.Kaum liberal muncul sebagai bentuk ketidakpuasan
terhadap kaum merkantilis. Peran pemerintah dalam merkantilisme dianggap terlalu mengikat
kebebasan individu. Dalam merkantilisme, pemerintah memiliki tugas penting untuk memastikan
kesejahteraan negara dengan memupuk logam mulia.Pemerintah mengatur berbagai regulasi
demi memastikan praktek merkantilisme ini berjalan sebagaimana mestinya. Namun, hal ini
dianggap hanya menguntungkan segelintir orang saja, sementara banyak individu lain, justru
dibatasi pergerakannya, terutama dalam hal usaha meraih kesejahteraan individu.

Dalam perkembangannya, ada dua corak liberalisme, liberalisme yang dipelopori oleh
John Locke dan liberalisme yang dipelopori oleh Jean Jacques Rousseau. John Locke
berpendapat bahwa kebebasan yang menjadi nilai dasar liberalisme dipahami sebagai
ketidakhadiran intervensi eksternal dalam aktivitas-aktivitas individu. Kebebasan
adalah hak properti privat. Karenanya, pemerintah bersifat terbatas (minimal)
terhadap kehidupan warganya. Untuk itu harus ada aturan hukum yang jelas dan lengkap dalam
menjamin kebebasan sebagai hak properti privat ini. Corak liberalisme ini kemudian
mendasari dan menginspirasi munculnya libertarianismeyang dipelopori oleh Alexis
de Tocqueville, Friedrich von Hayek dan Robert Nozick.Di sisi lain Rousseau berpendapat
bahwa pemerintah harus tetap berfungsi menjamin terlaksananya kebebasan individu dalam
masyarakat. Corak liberalisme ini selanjutnya mendasari dan menginspirasi munculnya
liberalisme egalitarian, dengan tokohnya antara lain John Rawls dan Ronald Dworkin.
Liberalisme ini berusaha menyatukan ide kebebasan dan kesamaan individu dalam masyarakat.
Pemerintah dibutuhkan untuk meredistribusikan nilai-nilai sosial dalam melaksanakan dan
mencapai kebebasan dan kesamaan individu-individu dalam masyarakat.

Dalam perkembangannya diranah modern beberapa negara Eropa menerapkannya dalam skema
prinsip pemerintahan demokrasi di negaranya. Dalam prinsip demokrasi tersebut, kaum
perempuan memiliki hak untuk menyampaikan pendapat dan aspirasinya dalam
pemerintahan.Liberalisme kemudian terus menunjukkan perkembangannya secara santer. Hingga
di tahun 1930-an, ide liberalisme tidak hanya diaplikasikan dalam kebebasan berpolitik saja,
melainkan juga diterapkan dalam berbagai bidang lain, seperti : ekonomi, sosial, dan lain
sebagainya.
B.PERKEMBANGAN IDEOLOGI LIBERIALISME DI INDONESIA

Perkembangan ideologi kerap kali dikaitkan dengan situasi dan perkembangan kehidupan politik
suatu negara karena keduanya saling berkorelasi. Seiring dengan munculnya organisasi-
organisasi di Indonesia seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, Partai Komunis Indonesia, Taman
Siswa, Nahdatul Ulama, dan yang lainnya, muncul juga berbagai tokoh dengan pengaruh
pandangan politik yang berbeda. Hal inilah yang  kemudian menjadi latar belakang terjadinya
perdebatan ideologi yang terus berkembang di Indonesia. Herbert Feith dan Lance Castles adalah
dua tokoh dari Australia yang tertarik untuk mempelajari lebih lanjut mengenai keanekaragaman
pandangan politik yang berkembang di Indonesia. dalam bukunya yang berjudul “Pengantar”
dalam Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965 (Feith & Castles, 1988), keduanya membagi
perkembangan pemikiran politik menjadi tiga periode.

Yang pertama, periode revolusi bersenjata (1945-1949). Pada masa ini mereka melihat bahwa
pemikiran politik di Indonesia masih dipengaruhi oleh sekelompok kecil orang berpendidikan
atau orang yang telah memelopori gerakan nasional seperti Soekarno, Moh. Hatta, Sjahrir, Natsir
dan Tan Malaka. Hasil nyata dari pemikiran politik mereka adalah lahirnya Pancasila.

Kedua, periode liberal (1950-1959). Pada periode ini mulai muncul golongan muda yang banyak
berbeda pendapat dengan golongan sebelumnya sehingga periode ini dikenal dengan periode
pertentangan ideologi dan konflik yang cukup ekstrim.

Ketiga, periode Demokrasi Terpimpin (1959-1965). Periode ini didominasi oleh ide-ide politik
Ir. Soekarno yang sebenarnya terkesan terlalu mendominasi bahkan memonopoli, sehingga
pihak-pihak yang tidak sependapat harus dibungkam.

Liberalisme masuk ke Indonesia setelah sekularisme masuk ke Indonesia, karena sekularisme


merupakan akar dari liberalisme. Paham-paham ini masuk secara paksa ke Indonesia melalui
proses penjajahan, khususnya oleh pemerintah Hindia Belanda. Prinsip negara sekuler telah ada
dalam Undang-Undang Dasar Belanda tahun 1855 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap
netral terhadap agama, artinya tidak memihak salah satu agama atau mencampuri urusan
agama.Pada tahun 1870, pemerintah Hindia Belanda mulai menjalankan politik Pintu Terbuka,
yaitu Indonesia terbuka bagi para pengusaha swasta (kapitalis) atau pemilik modal dapat
menanamkan modalnya untuk usaha di bidang perkebunan, pertambangan, perindustrian, dan
perdagangan. Para pengusaha diberi kesempatan untuk menyewa tanah dalam kurun waktu yang
cukup lama.Politik Pintu Terbuka di Indonesia berlangsung antara tahun 1870 hingga tahun
1900 dan periode ini disebut sebagai zaman berpaham kebebasan (liberalisme). Pada kurun
waktu itu, kaum liberal yang kebanyakan terdiri atas pengusaha swasta, mendapat kesempatan
untuk menanamkan modal usahanya di Indonesia secara besar-besaran. Usaha yang
dilaksanakan di bidang perkebunan antara lain mengusahakan tanaman kopi, teh, kina,
kelapa, cokelat, tembakau, dan kelapa sawit. Adapun usaha di bidang industri antara lain
mendirikan pabrik rokok, pabrik gula, pabrik cokelat, pabrik teh, dan pabrik karet.Meskipun para
pengusaha diberi kesempatan untuk menyewa tanah dalam kurun waktu yang lama, pemerintah
Hindia Belanda tetap membatasinya dengan memberlakukan peraturan seperti Undang-Undang
Agraria (Agrarische Wet) dan Undang-Undang Gula (Suiker Wet).

Kemudian dalam ranah pemerintahan yang resmi,Indonesia memasuki periode demokrasi liberal
sejak tahun 1950, yakni ketika terjadi kompromi politik antara pemerintah Republik Indonesia
Serikat (RIS) dan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1950. Keduanya menjadi Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan untuk sementara menggunakan konstitusi buah
kompromi antara Undang-Undang RIS dan Undang-Undang Dasar 1945 yang disebut Undang-
Undang Dasar tahun 1950 atau Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS). Masa demokrasi
liberal ini ditandai oleh menjamurnya partai-partai politik yang saling berkompetisi satu sama
lain dalam meraih simpati rakyat dan mencapai kekuasaan politik (Suradi Hp et al., 1986: 101-
102). Ricklefs (2005: 480) mengatakan bahwa sistem demokrasi liberal dalam bentuk multi
partai yang dijalankan tersebut diinspirasi salah satunya dari sistem yang berlaku di Belanda.
masa ini disebut Masa Demokrasi Liberal pada tahun 1950an Indonesia terbagi menjadi 10
Provinsi yang mempunyai otonomisebagai akibat dari berlakunya UUDS 1950 yang juga
bernafaskan liberal.
Secara umum, demokrasi liberal adalah salah satu bentuk sistem pemerintahan yang berkiblat
pada demokrasi. Demokrasi liberal berarti demokrasi yang liberal. Liberal disini dalam artian
perwakilan atau representatif.

Dengan pelaksanaan konstitusi tersebut, pemerintahan Republik Indonesia dijalankan oleh suatu
dewan menteri (kabinet) yang dipimpin oleh seorang perdana menteri dan bertanggung jawab
kepada parlemen (DPR). Sistem multi partai pada masa demokrasi liberal mendorong untuk
lahirnya banyak partai-partai politik dengan ragam ideologi dan tujuan politik. kondisi tersebut
justru menjadikan pemerintahan tidak stabil. Pertama adalah kabinet Natsir (1950-1951),
kemudiankabinet Sukiman (1951-1952), dan kabinet Wilopo (1952-1953), ketiga kabinet yang
terbentuk tersebut merupakan koalisi antara Masyumi-Partai Nasional Indonesia (PNI).
Berikutnya dibentuk kabinet Ali Sastroamidjojo (1953-1955) yang merupakan koalisi PNI,
Nahdlatul Ulama (NU), dan partai-partai kecil lain, dilanjutkan kabinet Burhanuddin Harahap
(1955-1956) sebagai kabinet koalisi Masyumi, Partai Sosialis Indonesia (PSI)dan NU, berganti
lagi dengan kabinet Ali Sastroamidjojo yang kedua (1956-1957). Berbagaikontroversi muncul
dalam pengambilan kebijakan kabinet-kabinet tersebut. Tekanan publik dan politik dari partai-
partai oposisi menjadi faktor utama pergantian kabinet. Salah satu puncak perpecahan terjadi
bukan hanya di kabinet, namun merembet ke pucuk pimpinan negara, yakni ketika Hatta
mengudurkan diri sebagai wakil presiden pada 20 Juli 1956 (Riklefs, 2005: 481-502).

C.Akhir Masa Demokrasi Liberal di Indonesia.


Demokrasi Liberal sendiri berlangsung selama hampir 9 tahun, dalam kenyataanya bahwa UUDS
1950 dengan sisten Demokrasi Liberal tidak cocok dan tidak sesuai dengan kehidupan politik
bangsa Indonesia yang majemuk.

Kekacauan politik yang timbul karena pertikaian partai politik di Parlemen menyebabkan sering
jatuh bangunnya kabinet sehinggi menghambat pembangunan. Hal ini diperparah dengan Dewan
Konstituante yang mengalami kebuntuan dalam menyusun konstitusi baru, sehingga Negara
Indinesia tidak memiliki pijakan hukum yang mantap. Kegagalan konstituante disebabkan karena
masing-masing partai hanya mengejar kepentingan partainya saja tanpa mengutamakan
kepentingan negara dan Bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Kegagalan konstituante disebabkan karena masing-masing partai hanya mengejar kepentingan


partainya saja tanpa mengutamakan kepentingan negara dan Bangsa Indonesia secara
keseluruhan. Masalah utama yang dihadapi konstituante adalah tentang penetapan dasar negara.
Terjadi tarik-ulur di antara golongan-golongan dalam konstituante. Sekelompok partai
menghendaki agar Pancasila menjadi dasar negara, namun sekelompok partai lainnya
menghendaki agama Islam sebagai dasar negara.
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa partai politik mengajukan usul kepada Presiden
Soekarno agar mengambil kebijakan untuk mengatasi kemelut politik. Oleh karena itu pada
tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang berisi sebagai berikut;

1. Pembubaran Konstituante.
2. Berlakunya kembali UUD 1945.
3. Tidak berlakunya UUDS 1950.
4. Pembentukan MPRS dan DPAS.

Setelah keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan tidak diberlakukannya lagi UUDS 1950, maka
secara otomatis sistem pemerintahan Demokrasi Liberal tidak berlaku lagi di Indonesia dan
mulainya sistem Presidensil dengan Demokrasi Terpimpin ala Soekarno.

DAPUS

file:///C:/Users/HP/AppData/Local/Temp/3048-8383-1-PB.pdf
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jd/article/viewFile/1063/896

file:///C:/Users/HP/AppData/Local/Temp/25371-Article%20Text-54443-1-10-20180831.pdf

Anda mungkin juga menyukai