Anda di halaman 1dari 51

BIROKRASI INDONESIA PADA KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Disusun Oleh :

Shela Vinesa Putri

Stisipol Raja Haji Tanjungpinang

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Belakangan ini, dalam segala aspek yang berhubungan dengan


pemerintahan, reformasi birokrasi menjadi isu yang sangat kuat untuk
direalisasikan. Terlebih lagi,birokrasi pemerintah Indonesia telah memberikan
sumbangsih yang sangat besar terhadap kondisi keterpurukan bangsa
Indonesia dalam krisis multidimensi yang berkepanjangan. Birokrasi yang
telah dibangun oleh pemerintah sebelum era reformasi telah membangun
budaya birokrasi yang kental dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Akan tetapi, pemerintahan pasca reformasi pun tidak menjamin


keberlangsungan reformasi birokrasi terealisasi dengan baik. Kurangnya
komitmen pemerintah pasca reformasi terhadap reformasi birokrasi ini
cenderung berbanding lurus dengan kurangnya komitmen pemerintah
terhadap pemberantasan KKN yang sudah menjadi penyakit akut dalam
birokrasi pemerintahan Indonesia selama ini. Sebagian masyarakat
memberikan cap negatif terhadap komitmen pemerintah pascareformasi
terhadap reformasi birokrasi. Ironisnya, sebagian masyarakat Indonesia saat
ini, justru merindukan pemerintahan Orde Baru yang dinggap dapat
memberikan kemapanan kepada masyarakat, walaupun hanya kemapanan
yang bersifat semu.

1
Agar Indonesia tidak semakin jatuh maka birokrasi Indonesia perlu
melakukan reformasi secara menyeluruh. Reformasi itu sesungguhnya harus
dilihat dalam kerangka teoritik dan empirik yang luas, mencakup didalamnya
penguatan masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum, strategi
pembangunan ekonomi dan pembangunan politik yang saling terkait dan
mempengaruhi. Dengan demikian, reformasi birokrasi juga merupakan
bagian tak terpisahkan dalam buruknya birokrasi saat ini.

A. Permasalahan

Permasalahan reformasi Birokrasi di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Efektivitas peraturan perundang-undangan

Peraturan perundang-undangan di bidang aparatur negara yang masih


tumpang tindih, inkonsisten, tidak jelas, multi tafsir, pertentangan antara
peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lain

2. Pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set)

Belum sepenuhnya mendukung birokrasi yang profesional serta benar-benar


memiliki pola pikir yang melayani masyarakat dan pencapaian kinerja yang
lebih baik

3. Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bebas KKN dan akuntabel

Masih adanya praktek penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam


proses penyelenggaraan pemerintahan, serta belum mantapnya akuntabilitas
kinerja pemerintah

4. Pelayanan Publik

Pelayanan publik belum dapat mengakomodasi kepentingan seluruh lapisan


masyarakat, dan memenuhi hak-hak dasar warga negara/penduduk

5. SDM Aparatur

2
Manajemen sumber daya manusia aparatur yang belum dilaksanakan secara
optimal untuk meningkatkan profesionalisme, kinerja pegawai dan organisasi

B. Tujuan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji bagaimana sebenarnya


pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia. Selain itu, pembuatan makalah
ini juga bertujuan untuk mengkaji lebih dalam mengenai bagaimana proses
dari reformasi birokrasi itu sendiri di Indonesia guna mengatasi patologi
birokrasi di Indonesia.

C. Manfaat

Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah:

1. Dapat mengetahui wajah reformasi birokrasi di Indonesia.

2. Dapat mengetahui reformasi birokrasi di Indonesia saat ini.

3
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Birokrasi

            Birokrasi berasal dari kata “bureau” yang berarti meja atau kantor;
dan kata “kratia” (cratein) yang berarti pemerintah. Pada mulanya, istilah ini
digunakan untuk menunjuk pada suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur
atau diperintah oleh suatu kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi
(Ernawan, 1988). Dalam konsep bahasa Inggris secara umum, birokrasi
disebut dengan “civil service”. Selain itu juga sering disebut dengan public
sector, public service atau public administration.

            Definisi birokrasi telah tercantum dalam kamus awal secara sangat
konsisten. Kamus akademi Perancis memasukkan kata tersebut pada tahun
1978 dengan arti kekuasaan, pengaruh, dari kepala dan staf biro
pemerintahan. Kamus bahasa Jerman edisi 1813, mendefinisikan birokrasi
sebagai wewenang atau kekuasaan yang berbagai departemen pemerintah
dan cabang-cabangnya memperebutkan diri untuk mereka sendiri atas
sesama warga negara. Kamus teknik bahasa Italia terbit 1823 mengartikan
birokrasi sebagai kekuasaan pejabat di dalam administrasi pemerintahan.

            Birokrasi berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli


adalah “suatu sistem kontrol dalam organisasi yang dirancang berdasarkan
aturan-aturan yang rasional dan sistematis, dan bertujuan untuk
mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja individu dalam
rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi berskala besar” (disarikan dari
Blau & Meyer, 1971; Coser & Rosenberg, 1976; Mouzelis, dalam
Setiwan,1998).

            Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena
sebenarnya telah ada dalam bentuknya yang sederhana sejak beribu-ribu
tahun yang lalu. Namun demikian kecenderungan mengenai konsep dan
praktek birokrasi telah mengalami perubahan yang berarti sejak seratus
tahun terakhir ini. Dalam Masyarakat yang modern, birokrasi telah menjadi

4
suatu organisasi atau institusi yang penting. Pada masa sebelumnya ukuran
negara pada umumnya sangat kecil, namun pada masa kini negara-negara
modern memiliki luas wilayah, ruang lingkup organisasi, dan administrasi
yang cukup besar dengan berjuta-juta penduduk. 

B. Pengertian Reformasi

            Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih


baik daripada yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan
masyarakat yang termasuk di dalamnya masyarakat birokrasi, dalam
pengertian perubahan ke arah kemajuan. Dalam pengertian ini perubahan
masyarakat diarahkan pada development (Susanto, 180). Karl Mannheim
sebagaimana dimaksud oleh Susanto menjelaskan bahwa perubahan
masyarakat adalah berkaitan dengan norma-normanya. Development adalah
perkembangan yang tertuju pada kemajuan keadaan dan hidup anggota
masyarakat, dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya juga dinikmati oleh
masyarakat. Dengan demikian maka perubahan masyarakat dijadikan
sebagai peningkatan martabat manusia, sehingga hakekatnya perubahan
masyarakat berkait erat dengan kemajuan masyarakat. Dilihat dari aspek
perkembangan masyarakat tersebut maka terjadilah keseimbangan antara
tuntutan ekonomi, politik, sosial dan hukum, keseimbangan antara hak dan
kewajiban, serta konsensus antara prinsip-prinsip dalam
masyarakat(Susanto:185-186).

Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti presiden


dalam suatu negara atau menteri/ kepala lembaga pada suatu departemen
dan kementerian negara/ lembaga negara, sebagai motor penggerak utama.
Reformasi birokrasi di Indonesia belum berjalan dengan maksimal.
Indikasinya adalah buruknya pelayanan publik dan masih maraknya perkara
korupsi.

C. Pengertian Reformasi Birokrasi

5
Reformasi birokrasi merupakan salah satu cara untuk membangun
kepercayaan rakyat. Reformasi Birokrasi adalah suatu usaha perubahan
pokok dalam suatu sistem yang tujuannya mengubah struktur, tingkah laku,
dan keberadaan atau kebiasaan yang sudah lama. Ruang lingkup reformasi
birokrasi tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga
mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap serta tingkah laku. Hal
ini berhubungan dengan permasalahan yang bersinggungan dengan
wewenang dan kekuasaan.

Reformasi birokrasi adalah sebuah harapan masyarakat pada pemerintah


agar mampu memerangi KKN dan membentuk pemerintahan yang bersih
serta keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan publik yang efisien,
responsif dan akuntabel. Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui
reformasi birokrasi yang dilakukan saat ini agar kehidupan bernegara berjalan
dengan baik, msyarakat juga berposisi sebagai penilai dan pihak yang
dilayani pemerintah.

Pada dasarnya Reformasi Birokrasi adalah “suatu perubahan  signifikan


elemen-elemen birokrasi seperti kelembagaan, sumber daya manusia
aparatur, ketatalaksanaan, akuntabilitas, aparatur, pengawasan dan
pelayanan publik, yang dilakukan secara sadar untuk memposisikan diri
(birokrasi) kembali, dalam rangka menyesuaikan diri dengan dinamika
lingkungan yang dinamis”. Perubahan  tersebut dilakukan untuk
melaksanakan peran dan fungsi birokrasi secara tepat, cepat  dan konsisten,
guna menghasilkan manfaat sesuai diamanatkan konstitusi. Perubahan ke
arah yang lebih baik, merupakan cerminan dari seluruh kebutuhan yang 
bertitik tolak dari fakta adanya peran birokrasi saat ini yang masih jauh dari
harapan. Realitas ini, sesungguhnya menunjukan kesadaran bahwa terdapat
kesenjangan antara apa yang sebenarnya diharapkan, dengan keadaan yang
sesungguhnya tentang  peran birokrasi dewasa ini.

6
PEMBAHASAN

A. Reformasi Birokrasi
Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena
sebenarnya telah ada dalam bentuknya yang sederhana sejak beribu-ribu tahun
yang lalu. Namun demikian kecenderungan mengenai konsep dan praktek
birokrasi telah mengalami perubahan yang berarti sejak seratus tahun terakhir
ini. Dalam Masyarakat yang modern, birokrasi telah menjadi suatu organisasi
atau institusi yang penting. Pada masa sebelumnya ukuran negara pada
umumnya sangat kecil, namun pada masa kini negara-negara modern memiliki
luas wilayah, ruang lingkup organisasi, dan administrasi yang cukup besar
dengan berjuta-juta penduduk.
Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik
daripada yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat
yang termasuk didalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan
ke arah kemajuan. Dalam pengertian ini perubahan masyarakat diarahkan pada
development (Susanto, 180). Karl Mannheim sebagaimana disitir oleh Susanto
menjelaskan bahwa perubahan masyarakat adalah berkaitan dengan norma-
normanya. Development adalah perkembangan yang tertuju pada kemajuan
keadaan dan hidup anggota masyarakat, dimana kemajuan kehidupan ini
akhirnya juga dinikmati oleh masyarakat. Dengan demikian maka perubahan
masyarakat dijadikan sebagai peningkatan martabat manusia, sehingga
hakekatnya perubahan masyarakat berkait erat dengan kemajuan masyarakat.
Dilihat dari aspek perkembangan masyarakat tersebut maka terjadilah
keseimbangan antara tuntutan ekonomi, politik, sosial dan hukum,
keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta konsensus antara prinsip-prinsip
dalam masyarakat. (Susanto: 185-186).
Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti presiden
dalam suatu negara atau menteri/kepala lembaga pada suatu departemen dan
kementerian negara/lembaga negara, sebagai motor penggerak utama.
Reformasi birokrasi di Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Indikasinya
adalah buruknya pelayanan publik dan masih maraknya perkara korupsi.

7
Reformasi birokrasi merupakan salah satu cara untuk membangun
kepercayaan rakyat. Reformasi birokrasi adalah suatu usaha perubahan pokok
dalam suatu sistem yang tujuannya mengubah struktur, tingkah laku, dan
keberadaan atau kebiasaan yang sudah lama. Ruang lingkup reformasi birokrasi
tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan
perubahan pada tingkat struktur dan sikap serta tingkah laku. Hal ini
berhubungan dengan permasalahan yang bersinggungan dengan wewenang
dan kekuasaan.
Reformasi birokrasi adalah sebuah harapan masyarakat pada pemerentah
agar mampu memerangi KKN dan membentuk pemerintahan yang bersih serta
keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan public yang efisien,responsip
dan akuntabel. Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui reformasi birokrasi
yang dilakukan saat ini agar kehidupan bernegara berjalan dengan
baik,msyarakat juga berposisi sebagai penilai dan pihak yang dilayani
pemerintah.
Pada dasarnya Reformasi Birokrasi adalah suatu perubahan  signifikan
elemen-elemen birokrasi seperti kelembagaan, sumber daya manusia aparatur,
ketatalaksanaan, akuntabilitas, aparatur, pengawasan dan pelayanan publik,
yang dilakukan secara sadar untuk memposisikan diri (birokrasi) kembali, dalam
rangka menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan yang dinamis.
Perubahan  tersebut dilakukan untuk melaksanakan peran dan fungsi birokrasi
secara tepat, cepat  dan konsisten, guna menghasilkan manfaat sesuai
diamanatkan konstitusi. Perubahan kearah yang lebih baik, merupakan cerminan
dari seluruh kebutuhan yang  bertitik tolak dari fakta adanya peran birokrasi saat
ini yang masih jauh dari harapan. Realitas ini, sesungguhnya menunjukan
kesadaran bahwa terdapat kesenjangan antara apa yang sebenarnya
diharapkan, dengan keadaan yang sesungguhnya tentang  peran birokrasi
dewasa ini.
B. Tujuan Reformasi Birokrasi
Tujuan Reformasi birokrasi adalah :

1. Memperbaiki kinerja birokrasi agar lebih efektif dan efisien.

8
2. Terciptanya birokrasi yang profesional, netral, terbuka, demokratis, mandiri,
serta memiliki integritas dan kompetensi dalam melaksanakan tugas dan
tanggung jawabnya selaku abdi masyarakat dan abdi negara.

3. Pemerintah yang bersih (clean government).

4. Bebas KKN.

5. Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.

C. Pokok-pokok Reformasi Birokrasi Pemerintahan


Reformasi Birokrasi harus dimulai dari penataan kelembagaan dan
sumberdaya manusia aparatur. Langkah selanjutnya adalah membuat
mekanisme, pengaturan, sistem, dan prosedur yang sederhana tidak berbelit-
belit, menegakkan akuntabilitas aparatur, meningkatkan dan menciptakan
pengawasan yang komprehensif, dan meningkatkan kualitas pelayanan publik
menuju pelayanan publik yang berkualitas dan prima. Reformasi birokrasi perlu
diprioritaskan pada unit-unit kerja pelayanan publik seperti imigrasi, bea-cukai,
pajak, pertanahan, kepolisian, kejaksaan, pemerintahan daerah dan pada
institusi atau instansi pemerintah yang rawan KKN, seperti pemerintah
pusat/daerah, kepolisian, kejaksaan, legislatif, yudikatif, dan departemen dengan
anggaran besar seperti departemen pendidikan, departemen agama, dan
departemen pekerjaan umum.
Pokok-pokok Pikiran Tentang Reformasi Birokrasi Aparatur Negara dapat
digambarkan sebagai berikut :
1. Penataan Kelembagaan atau Orgnisasi.
Untuk menata lembaga atau sebuah organisasi ada beberapa hal yang
harus dilakukan, diantaranya : perampingan struktur organisasi yang
banyak atau kaya fungsi, menciptakan organisasi yang efektif dan efesien,
rasional, dan  proporsional, organisasi disusun berdasarkan visi, misi, dan
strategi  yang jelas, mengedepankan kompetensi dan profesionalitas
dalam pelaksanaan tugas, menerapkan strategi organisasi pembelajaran

9
(learning organization) yang cepat beradaptasi dengan terhadap
perubahan.
2. Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur.
SDM yang ingin dibangun adalah PNS yang profesional, netral, dan
sejahtera, manajemen kepegawaian modern, PNS yang profesional,
netral, sejahtera, berdayaguna, berhasilguna, produktif, transparan, bersih
dan bebas KKN untuk melayani dan memberdayakan masyarakat, jumlah
dan komposisi pegawai yang ideal (sesuai dengan tugas, fungsi dan
beban kerja yang ada di masing-masing instansi  pemerintah), penerapan
sistem merit dalam manajemen PNS, klasifikasi jabatan, standar
kompetensi, sistem diklat yang mantap, standar kinerja, penyusunan pola
karier PNS, pola karir terbuka, PNS sebagai perekat dan pemersatu
bangsa, membangun sistem manajemen kepegawaian unified berbasis
kinerja, dan dukungan pengembangan database kepegawaian, sistem
informasi manajemen kepegawaian, sistem remunerasi yang layak dan
adil, menuju manajemen modern.
3. Tata Laksana atau Manajemen.
Ketatalaksanaan aparatur pemerintah disederhanakan, ditandai oleh
mekanisme, sistem,  prosedur, dan tata kerja yang tertib, efisien, dan
efektif, melalui pengaturan ketatalaksanaan yang sederhana: standar
operasi, sistem, prosedur, mekanisme, tatakerja, hubungan kerja dan
prosedur pada proses perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi
dan pengendalian, proses korporatisasi dan privatisasi, pengelolaan
sarana dan prasarana kerja, penerapan perkantoran elektronis dan
pemanfaatan teknologi informasi (e-government), dan apresiasi kearsipan.
Juga penataan birokrasi yang efisien, efektif, transparan, akuntabel,
hemat, disiplin, dan penerapan pola hidup sederhana. Efisiensi kinerja
aparatur dan peningkatan budaya kerja, terwujudnya sistem dan
mekanisme kerja yang efektif dan efisien (dalam administrasi
pemerintahan maupun pelayanan kepada masyarakat), sistem kearsipan
yang andal (tepat guna, tepat sasaran, tepat waktu, efektif dan efisien),

10
otomatisasi administrasi perkantoran, dan sistem manajemen yang efisien
dan efektif. Unit organisasi pemerintah yang mempunyai potensi
penerimaan keuangan negara, statusnya didorong menjadi unit
korporatisasi dalam bentuk Badan Layanan Umum (BLU), BHMN, BUMD,
Perum, Persero, UPT, UPTD, atau bentuk lainnya.
4. Akuntabilitas Kinerja Aparatur
Pemahaman tentang akuntabilitas terus ditingkatkan dan diupayakan agar
diciptakan Kinerja Instansi pemerintah yang berkualitas tinggi, akuntabel
dan bebas KKN, ditandai oleh Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (SAKIP) yang efektif, sistem dan lingkungan kerja yang
kondusif: berdasarkan peraturan dan tertib administrasi, terlaksananya
sistem akuntabilitas instansi yang berguna sebagai sarana penilaian
kinerja instansi dan individu oleh stakeholders (atasan, masyarakat, dan
pihak lain yang berkepentingan) didukung sistem informasi dan
pengolahan data elektronik yang terpadu secara nasional dan diterapkan
di semua departemen/lembaga di bidang perencanaan dan
penganggaran, organisasi dan ketalaksanaan, kepegawaian, sistem
akuntansi keuangan negara yang dikaitkan dengan indikator kinerja dan
pelayanan masyarakat, dan aparatur negara yang bebas KKN (kondisi
yang terkendali dari praktek-praktek penyalahgunaan kewenangan dan
penyimpangan serta pelanggaran disiplin, tingginya kinerja sumber daya
aparatur dan kinerja pelayanan publik).
5. Pengawasan.
Pengawasan ini dilakukan dengan harapan terbangunnya sistem
pengawaan nasional dengan elemen-elemen pengawasan fungsional,
pengawasan internal, pengawasan eksternal, dan pengawasan
masyarakat, ditandai oleh sistem pengendalian dan pengawasan yang
tertib, sisdalmen/waskat, wasnal, dan wasmas, koordinasi, integrasi dan
sinkronisasi aparat pengawasan, terbentuknya sistem informasi
pengawasan yang mendukung pelaksanaan tindak lanjut, serta jumlah

11
dan kualitas auditor profesional yang memadai, intensitas tindak lanjut
pengawasan dan penegakan hukum secara adil dan konsisten.
6. Pelayanan Publik.
Pelayanan publik sebagai barometer transparansi dan akuntabilitas,
diharapkan dapat didorong upaya mewujudkan pelayanan publik yang
prima dalam arti pelayanan yang cepat, tepat, adil, dan akuntabel ditandai
oleh pelayanan tidak berbelit-belit, informatif, akomodatif, konsisten,
cepat, tepat, efisien, transparan dan akuntabel, menjamin rasa aman,
nyaman, dan tertib, kepastian (persyaratan biaya waktu pelayanan dan
aturan hukum), dan tidak dijumpai pungutan tidak resmi. Kondisi
kelembagaan, SDM aparatur, ketatalaksanaan, dan pengawasan, mampu
mendukung penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas dan
mendorong munculnya praktek-praktek pelayanan yang lebih menghargai
para pengguna jasa; perubahan paradigma aparatur yang terarah dalam
upaya revitalisasi manajemen pembangunan ke arah penyelenggaraan
good governance: menjadi entrepreneurial competitive government
(pemerintahan yang kompetitif), customer driven dan accountable
government (pemerintahan tanggap/responsive), serta global-cosmopolit
orientation government (pemerintahan yang berorientasi global.
7. Budaya Kerja Produktif, Efisien dan Efektif.
Pelaksanaan Budaya Kerja Produktif, Efisien dan Efektif iniadalah untuk 
membangun kultur birokrasi pemerintah yang produktif, efisien, dan efektif
terciptanya iklim kerja yang berorientasi pada etos kerja dan produktivitas
yang tinggi, melalui Pengembangan Budaya Kerja yang mengubah
mindset, pola pikir, sikap dan perilaku serta motivasi kerja; menemukenali
kembali karakter dan jati diri, membangun birokrat berjiwa entrepreneur,
dengan pengembangan budaya kerja yang tinggi (terbentuk pola pikir,
sikap, tindak dan perilaku, serta budaya kerja pegawai yang etis,
bermoral, profesional, disiplin, hemat, hidup sederhana, jujur, produktif,
menghargai waktu, menjadi panutan dan teladan, serta mendapat
kepercayaan masyarakat).

12
8. Koordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi
Koordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi ini Perlu ditingkatkan koordinasi
program dan pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, pengawasan dan
pengendalian program pendayagunaan aparatur negara.
9. Practices.
Best practices yaitu Mengamati contoh keberhasilan beberapa
Pemerintah Daerah dalam melaksanakan reformasi birokrasi dan
meningkatkan kualitas pelayanan publik, antara lain Provinsi (DI
Yogyakarta, Sumatera Barat, Riau, Bali, Kalimantan Selatan, dan
Kalimantan Timur), Kabupaten (Solok, Tanah Datar, Sidoarjo, Takalar,
Sragen, Karanganyar, Sleman, Bantul, Kebumen, Jembrana, Gianyar, dan
Tabanan), dan Kota (Balikpapan, Tarakan, Malang, Sawahlunto, dan
Pekanbaru).
D. Tahap-tahap Reformasi Birokrasi yang Ideal dan Strategi Reformasi
Birokrasi
1. Tahap-tahap Reformasi Birokrasi yang Ideal
Agar reformasi birokrasi dapat berjalan baik, perlu dilakukan langkah-
langkah manajemen perubahan. Manajemen perubahan adalah proses
mendiagnosis, menginisialisasi, mengimplementasi, dan mengintegrasi
perubahan individu, kelompok, atau organisasi dalam rangka
menyesuaikan diri dan mengantisipasi perubahan lingkungannya agar
tetap tumbuh, berkembang, dan menghasilkan keuntungan. Ada tujuh
langkah manajemen perubahan yang dikutip dari Harvard Business
Essentials tahun 2005, yaitu sebagai berikut:
a. Memobilisasi energi dan komitmen para anggota organisasi melalui
penentuan cita-cita, tantangan, dan solusinya oleh semua anggota
organisasi. Pada tahap ini, setiap lini dalam instansi pemerintah
harus tahu apa yang dicita-citakan instansi, apa yang mereka
hadapi, dan cara menghadapi atau menyelesaikan masalah itu
secara bersama-sama. Agar mereka tergerak untuk menjalankan

13
solusi bersama, mereka perlu dilibatkan dalam diskusi dan
pengambilan keputusan.
b. Mengembangkan visi bersama, bagaimana mengatur dan
mengorganisasi diri maupun organisasi agar dapat mencapai apa
yang dicita-citakan.
c. Menentukan kepemimpinan. Di dalam instansi pemerintahan,
kepemimpinan biasanya dipegang para pejabat eselon. Padahal,
kepemimpinan harus ada pada semua level agar dapat mengontrol
perubahan. Pemimpin tertinggi harus memastikan orang-orang
yang kompeten dan jujurlah yang berperan sebagai pemimpin pada
level-level di bawahnya.
d. Fokus pada hasil kerja. Langkah itu dilakukan dengan membuat
mekanisme asessment yang dapat mengukur hasil kerja tiap
pegawai atau tiap tim yang diberi tugas tertentu.
e. Mulai mengubah unit-unit kecil di instansi kemudian dorong agar
perubahan itu menyebar ke unit-unit lain di seluruh instansi.
f. Membuat peraturan formal, sistem, maupun struktur untuk
mengukuhkan perubahan, termasuk cara untuk mengukur
perubahan yang terjadi.
g. Mengawasi dan menyesuaikan strategi untuk merespons
permasalahan yang timbul selama proses perubahan berlangsung.
2. Strategi Reformasi Birokrasi
a. Pada level kebijakan, harus diciptakan berbagai kebijakan yang
mendorong Birokrasi yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak
sipil warga (kepastian hukum, batas waktu, prosedur, partisipasi,
pengaduan, gugatan).
b. Pada level organisational, dilakukan melalui perbaikan proses
rekrutmen berbasis kompetensi, pendidikan dan latihan yang
sensitif terhadap kepentingan masyarakat, penciptaan Standar
Kinerja Individu, Standar Kinerja Tim dan Standar Kinerja Instansi
Pemerintah.

14
c. Pada level operasional, dilakukan perbaikan melalui peningkatan
service quality meliputi dimensi tangibles, reliability,
responsiveness, assurance dan emphaty.
d. Instansi Pemerintah secara periodik melakukan pengukuran
kepuasan pelanggan dan melakukan perbaikan.

Strategi birokrasi yang profesional dalam pelayanan publik ini ditandai dengan
beberapa karakteristik antara lain:

a. Perubahan yang besar pada orientasi administrasi negara tradisional


menuju ke perhatian yang lebih besar pada pencapaian hasil dan
pertanggung jawaban pribadi pimpinan.
b. Keinginan untuk keluar dari birokrasi klasik dan menjadikan organisasi,
pegawai, masa pengabdian dan kondisi pekerjaan yang lebih luwes.
c. Tujuan organisasi dan individu pegawai disusun secara jelas sehingga
memungkinkan dibuatkannya tolok ukur prestasi lewat indikator kinerjanya
masing-masing, termasuk pula sistem evaluasi program-programnya.
d. Staf pimpinan yang senior dapat memiliki komitmen politik kepada
pemerintah yang ada, dan dapat pula bersikap non partisan dan netral.
e. Fungsi-fungsi pemerintah bisa dinilai lewat uji pasar (market test) seperti
misalnya dikontrakkan pada pihak ketiga tanpa harus disediakan atau
ditangani sendiri oleh pemerintah.
f. Mengurangi peran-peran pemerintah misalnya lewat kegiatan privatisasi.
g. Birokrasi harus steril dari akomodasi politik yang menghambat efektivitas
pemerintahan.
h. Rekruitmen dan penempatan pejabat birokrasi yang bebas dari kolusi,
korupsi dan nepotisme.
D. Reformasi Birokrasi Di Indonesia
Reformasi yang terjadi menyusul jatuhnya Rezim Orde Baru ternyata tidak
seperti yang diharapkan, yaitu reformasi yang mampu mengadakan perubahan
kehidupan yang berarti bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain itu
reformasi juga diharapkan untuk mampu memerangi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

15
( KKN ) dan membentuk pemerintahan yang bersih ternyata masih jauh dari realita.
Praktek KKN dalam birokrasi pemerintahan dan pelayanan public masih terus
berlangsung malah semakin merajalela. Keinginan masyarakat untuk menikmati
pelayanan public yang efisien, responsive dan akuntabel masih jauh dari harapan.
Masuknya orang-orang baru dalam pemerintahan, baik di legislatif maupun eksekutif
juga tidak mampu menciptakan perubahan yang berarti dalam kinerja pemerintahan.
Bahkan banyak diantara mereka akhirnya terperangkap dalam lumpur KKN dan ikut
memperburuk kinerja birokrasi dan pelayanan publik.
Pada masa orde reformasi dan orde sesudahnya (hingga saat ini), reformasi
birokrasi telah banyak diwacanakan dan diagendakan,bahkan mungkin telah betul-
betul secara serius dilaksanakan. Beberapa diantaranya adalah diberlakukannya PP
No.8 tahun 2003 tentang restrukturisasi organisasi pemerintah daerah dengan
konsep MSKF (Miskin Struktur Kaya fungsi). Tujuannya jelas  adalah untuk
rasionalisasi birokrasi di lingkup pemerintahan daerah. Kemudian juga ada
perubahan paradigma dari UU Nomor 5 tahun 1974 yang menggunakan the
structural efficensy model menuju UU Nomor 22 tahun 1999 yang selanjutnya
diperbaharui dengan UU Nomor 32 tahun 2004 yang lebih cenderung menggunakan
the local democracy model (Tim Fisipol Unwar,2006) . Agenda reformasi tersebut
tampaknya merupakan jawaban atas semakin meningkatnya tuntutan masyarakat
serta banyak didorong oleh konsep konsep perubahan yang datang dari luar
Indonesia seperti entrepreneurial bureaucracy, reinventing government, good
governance dan sebagainya.
Good governance misalnya, adalah suatu mekanisme kerja,dimana aktivitas
pemerintahan berorientasi pada terwujudnya keadilan social dimana pemerintah
diharapkan mampu secara maksimal melaksanakan 3 fungsi dasarnya yakni
service,development,empowerment. Adapun konsekuensi dari pelaksanaan good
governance,setidaknya terlihat dari 3 hal berikut :
a. Pemerintah mengambil posisi sebagai fasilitator dan advocator kepentingan
public.
b. Adanya perlindungan yang nyata terhadap “ruang dan wacana” public,serta

16
c. Mengakui dan menghormati kemajemukan politik dalam rangka mendorong
partisipasi dan mewujudkan desentralisasi.

Meskipun banyak agenda reformasi telah diintrodusir,dalam prakteknya


perubahan tersebut cukup sulit dilakukan. Beberapa data membuktikan bahwa
birokrasi public di Indonesia pada era reformasi belum sepenuhnya siap
menghadapi perubahan.

a) Laporan dari the world competitivness yearbook tahun 1999 yang menyatakan
bahwa birokrasi Indonesia berada pada kelompok Negara Negara yang
memiliki indeks competitivness yang paling rendah diantara 100 negara yang
diteliti (Cullen& Cushman,2000).

b) Hasil penelitian PSKK UGM tahun 20000 di 3 provinsi yang menyimpulkan


bahwa kinerja birokrasi dalam pelayanan public masih amat buruk disebabkan
oleh kuatnya pengaruh paternalisme (Dwiyanto,20003).

c) Hasil kajian political and economic risk consultancy di 14 negara tahun


2001,menyatakan adanya indikasi kinerja birokrasi di Indonesia yang makin
buruk dan korup (Kompas,22 juni 2001)

Sementara itu, dalam lokus Negara berkembang, studi Dwight King (1989)
mengungkapkan beberapa sisi buram ciri birokrasi di negara berkembang
seperti :

a) Tidak efisien, antara lain ditandai dengan adanya :

Tumpang tindih kegiatan antar instansi Struktur, norma, nilai,dan regulasi yang
ada juga masih berorientasi pada kekuasaan Budaya birokrasi yang masih
bersifat “dilayani” daripada “melayani”, dan Banyaknya posisi-posisi terpenting
dalam lembaga birokrasi kita yang tidak diisi oleh orang-orang yang
berkompeten.

17
Padahal, birokrasi pada suatu negara merupakan suatu lembaga penting yang
merupakan alat negara dalam melayani masyarakat. Oleh karena itu, suatu
perubahan pada birokrasi kita harus dilaksanakan, atau melaksanakan
reformasi birokrasi.

b) Jumlah pegawai yang berlebihan.

c) Tidak modern atau ketinggalan jaman

d) Seringkali menyalahgunakan wewenang.

e) Tidak ada perhatian atau mengabaikan daerah daerah miskin dan tidak
tanggap atas keragaman kebutuhan dan kondisi daerah setempat.

Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Pemerintah di Indonesia pada dasarnya


dimulai sejak akhir tahun 2006 yang dilakukan melalui pilot project di
Kementerian Keuangan, Mahkamah Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Sejak itu, dikembangkan konsep dan kebijakan Reformasi Birokrasi yang
komprehensif yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden No.81 Tahun 2010
tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, dan Permenpan-rb No. 20
Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Selain itu,
diterbitkan pula 9 (sembilan) Pedoman dalam rangka pelaksanaan reformasi
birokrasi yang ditetapkan dengan Permenpan-RB No. 7 sampai dengan No. 15
yang meliputi pedoman tentang Pengajuan dokumen usulan sampai dengan
mekanisme persetujuan pelaksanaan reformasi birokrasi dan tunjangan kinerja.
Pelaksanaan reformasi birokrasi di masing-masing instansi pemerintah dilakukan
berdasarkan kebijakan/program/kegiatan yang telah digariskan dalam Grand
Design Reformasi Birokrasi dan Road Map reformasi Birokrasi, serta berbagai
pedoman pelaksanaannya.

Selanjutnya, pelaksanaan reformasi birokrasi memerlukan sistem monitoring dan


evaluasi yang solid dan kredibel dan dapat mencerminkan suatu sistem
pengukuran yang objektif, dan pengguna dapat menerima dan menindaklanjuti

18
hasil dari sistem tersebut. Dalam rangka itu, ditetapkan Permenpanrb No. 1
Tahun 2012 tentang Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dan
untuk operasionalisasinya ditetapkan Permenpanrb No. 31 Tahun 2012 tentang
Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Secara
Online.

Pedoman dan Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi


Birokrasi (PMPRB) tersebut merupakan acuan bagi instansi pemerintah untuk
melakukan penilaian upaya pencapaian program Reformasi Birokrasi sejalan
dengan pencapaian sasaran, indikator dan target nasional. PMPRB mengkaitkan
penilaian atas output dan outcome pelaksanaan program reformasi birokrasi di
instansi pemerintah, serta pencapaian Indikator Kinerja Utama masing-masing
instansi pemerintah dengan indikator keberhasilan reformasi birokrasi secara
nasional.

Sistem Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB),


berperan sangat penting dalam mengetahui dan menilai serta mengawal
pencapaian reformasi birokrasi sebagaimana diharapkan.

19
REFORMASI BIROKRASI PADA AGRARIA DAN TATA RUANG/BADAN
PERTAHANAN NASIONAL

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional adalah


Kementerian/Badan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden
dan dipimpin oleh seorang Menteri/Kepala. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 17
Tahun 2015 tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Peraturan Presiden
Nomor 20 Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Agraria/Pertanahan dan Tata Ruang untuk membantu Presiden
dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya dituntut untuk menciptakan kerja yang profesional
dengan prinsip efisien dan efektif sesuai dengan peraturan. Hal tersebut akan menjadi
kunci terwujudnya pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Lingkungan Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Agar pelaksanaan Reformasi Birokrasi dapat berjalan sesuai dengan arah yang
telah ditetapkan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
telah melaksanakan Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB)
yang digunakan sebagai instrumen untuk mengukur kemajuan pelaksanaan reformasi
birokrasi secara mandiri (self-assessment) serta review implementasi pelaksanaan
reformasi birokrasi 2010 – 2014 untuk mengetahui sejauh mana kemajuan dari hasil
pelaksanaannya.
Dalam perjalanan pelaksanaannya, mekanisme dan sistem Penilaian Mandiri
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) mengalami perubahan yang cukup
signifikan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2015. Mempertimbangkan
perubahan yang sangat signifikan tersebut, Tim Pelaksana dan Tim Assesor
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional melakukan
koordinasi dan konsolidasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara

20
dan Reformasi Birokrasi untuk menyusun Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Tahun 2015 – 2019.
Dalam pelaksanaan program dan kegiatan, Road Map dapat digunakan sebagai
panduan bagi pengelola reformasi birokrasi dalam melakukan langkah-langkah konkrit
memperbaiki kualitas birokrasi pemerintahan serta sebagai alat bantu dalam
pengukuran pencapaian kinerja serta monitoring dan evaluasi. Road map disusun dan
dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali dan merupakan rencana rinci pelaksanaan
reformasi birokrasi dari satu tahapan ke tahapan selanjutnya selama lima tahun
dengan sasaran per tahun yang jelas. Dalam Periode 2015- 2019 diharapkan pada
tahun 2019 dapat diwujudkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan yang baik,
bersih, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu diharapkan pula dapat
diwujudkan pelayanan publik yang sesuai dengan harapan masyarakat, harapan
bangsa Indonesia yang semakin maju, dan mampu bersaing dalam dinamika global
yang semakin ketat, kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi semakin baik, SDM
aparatur semakin profesional, mind set dan culture set yang mencerminkan integritas
dan kinerja semakin tinggi.
Secara ringkas Road map reformasi birokrasi memiliki arti penting, karena alasan:
 Perubahan yang dilakukan secara terencana akan mendorong efektifitas dan
efisiensi serta mengarah kepada tujuan yang ingin dicapai.
 Perubahan yang terencana juga memberikan arahan tentang kegiatan reformasi
birokrasi baik pada tingkat nasional, maupun pemerintah daearah dan sinergi
diantara keduanya.
 Perubahan terencana yang dilakukan secara serentak diseluruh jajaran instansi
pemerintah juga menjadi gerakan nasional mendorong terciptanya budaya
perubahan kearah perbaikan.
 Perubahan yang dilakukan dapat dimonitor dan dievaluasi secara berkelanjutan,
sehingga setiap tahapan proses manajemen dapat dipastikan telah dilakukan
secara tepat dan benar serta sesuai dengan rencana yang telah digariskan.
Bahkan proses perubahan dapat segera diperbaiki ketika proses perubahan
tidak lagi relevan dengan kondisi terkini.

21
 Perubahan yang dilakukan untuk menjaga momentum pelaksanaan reformasi
birokrasi tidak kehilangan arah, tujuan, dan target yang hendak dicapai pada
tahun 2025 sebagaimana tertuang dalam Grand Design Reformasi Birokrasi
2010-2025, yaitu terciptanya Pemerintahan Kelas Dunia.

I. KONDISI ORGANISASI

A. Target Kinerja Yang Ingin di Capai


Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya dituntut untuk menciptakan kerja yang
profesional dengan prinsip efisien, efektif dan ekonomis serta bertanggung
jawab sesuai dengan peraturan. Ini semua akan menjadi kunci berjalannya
sebuah pemerintahan dengan baik (good governance). Guna mempercepat
tercapainya tata kelola pemerintahan yang baik maka dipandang perlu
melakukan reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Dalam rangka pelaksanaan reformasi
birokrasi tersebut, telah dikeluarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun
2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional 2010–2025 yang
menjadi acuan Kementerian/Lembaga dalam mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang baik.
Sasaran reformasi birokrasi, sebagaimana dituangkan dalam Grand
Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025 mencakup tiga aspek yaitu:
1) Terwujudnya Pemerintahan Yang Bersih Dan Bebas KKN
Sasaran terwujudnya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN di
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
diukur dengan menggunakan ukuran:
a) Opini Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan. BPN
mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dengan
paragraf penjelas, atas hasil pemeriksaan keuangan
Kementerian/Lembaga tahun 2013 yang dilaksanakan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), dan

22
pada tahun 2014 meningkat menjadi Wajar Tanpa
Pengecualian, serta pada tahun 2015 predikat tersebut dapat
dipertahankan.
b) Penerimaan pegawai transparan, objektif dan akuntabel serta
bebas KKN. Pendaftaran dan pengumuman penerimaan CPNS
BPN dilaksanakan online secara terpusat di Kementerian
PAN&RB dan BKN dengan menggunakan alamat
panselnas.menpan.go.id; sscn.bkn.go.id; dan www.bpn.go.id.
Selain itu, persyaratan administrasi umum dan khusus CPNS
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional disusun secara jelas dan tidak diskriminatif.
c) Promosi jabatan dilakukan secara terbuka.
Hal ini dilaksanakan guna menjamin obyektifitas, keadilan dan
transparansi sehingga diharapkan akan diperoleh pejabat yang
profesional, berkinerja tinggi, memiliki kompetensi sesuai
dengan syarat jabatan serta integritas yang jelas.
2) Terwujudnya Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Kepada
Masyarakat
Sasaran terwujudnya peningkatan kualitas pelayanan publik kepada
masyarakat diukur melalui nilai persepsi kualitas pelayanan (survei
eksternal). Opini KPK terhadap Survei Integritas Sektor Publik (SIP) di
lingkungan BPN untuk jenis pelayanan pembuatan sertifikat serta
pengukuran dan pemetaan kadasteral pada tahun 2013 mendapat nilai
6,36, meningkat dari nilai sebelumnya yaitu 6,12 pada tahun 2012 dan
6,07 pada tahun 2011 serta 5,21 pada tahun 2010. Opini KPK tahun
2014, untuk jenis layanan penghapusan hak tanggungan (ROYA)
mendapat nilai 7,42, dan untuk jenis layanan peralihan hak atas tanah
mendapat nilai 6,14.
3) Meningkatnya Kapasitas Dan Akuntabilitas Kinerja Birokrasi Sasaran
Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi
diukur melalui Nilai akuntabilitas kinerja. Berdasarkan hasil evaluasi

23
atas Akuntabilitas Kinerja BPN oleh Kementerian PAN dan RB tahun
2014, Laporan AKIP BPN RI 2013 mendapat nilai 60,01 atau dengan
perolehan predikat adalah CC (Cukup baik/memadai, perlu banyak
perbaikan yang tidak mendasar).

B. Kapasitas Organisasi
Sebagai tindak lanjut Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2015 tentang
Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan Peraturan Presiden Nomor 20
Tahun 2015 tentang Badan Pertanahan Nasional, telah ditetapkan Peraturan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
8 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Organisasi dan tata kerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional disusun dengan prinsip dan pendekatan dalam
penataan organisasi, sebagai berikut:
1. Mandat, pertanggungjawaban, dan akuntabilitas organisasi harus jelas
untuk mencegah ketidakjelasan, duplikasi, dan overlapping dalam
organisasi
2. Struktur organisasi sederhana dan jelas, sehingga mudah dipahami
oleh seluruh unit kerja.
3. Struktur organisasi sesuai dengan span of control pimpinan.
4. Struktur organisasi yang dibangun berorientasi kepada kebutuhan
stakeholders dan didasarkan pada pemilahan yang jelas antara tanggung
jawab perumusan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan.
5. Struktur seharusnya menghindari potensi konflik kepentingan.
6. Struktur organisasi yang terdesentralisasi terutama dalam pelaksanaan
pelayanan masyarakat (service delivery).
C. Harapan Publik Terhadap Organisasi
Organisasi tumbuh berkembang seiring dengan perkembangan dan
tuntutan jaman. Menuntut adanya perbaikan baik dari pihak internal maupun
eksternal. Kepuasan stakeholder menjadi salah satu indikator dalam menilai

24
keberhasilan suatu organisasi. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional merupakan salah satu kementerian/lembaga yang
berorientasi pada pelayanan publik. Dalam sektor publik, kinerja pelayan
publik tidak hanya terkait dengan sistem tetapi juga berkaitan erat dengan
kepuasan masyarakat. Apalagi seiring dengan perkembangan jaman
masyarakat sebagai objek akan semakin maju dan kritis terkait dengan
kebutuhan pelayanan.
Penerapan sistem manajemen pelayanan belum sepenuhnya mampu
mendorong peningkatan kualitas pelayanan, yang lebih cepat, murah,
berkekuatan hukum, nyaman, aman, jelas, dan terjangkau serta menjaga
profesionalisme para petugas pelayanan. Karena itu, perlu dilakukan
penguatan terhadap sistem manajemen pelayanan publik agar mampu
mendorong perubahan profesionalisme para penyedia pelayanan serta
peningkatkan kualitas pelayanan.
Dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada
kondisi yang belum sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai
bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal tersebut
bisa disebabkan oleh ketidaksiapan untuk menanggapi terjadinya
transformasi nilai yang berdimensi luas serta dampak berbagai masalah
pembangunan yang kompleks. Sementara itu, tatanan baru masyarakat
Indonesia dihadapkan pada harapan dan tantangan global yang dipicu oleh
kemajuan di bidang ilmu pengetahuan, informasi, komunikasi, transportasi,
investasi, dan perdagangan.
Aparatur pemerintah dalam hal ini pegawai negeri sipil adalah ujung
tombak dalam mewujudkan kewajiban negara melayani setiap warga negara
dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya melalui pelayanan
publik, sesuai dengan yang diamanatkan di dalam Undang-Undang Dasar RI
1945. Bahwa dalam rangka membangun kepercayaan masyarakat atas
pelayanan publik yang dilakukan pemerintah merupakan kegiatan yang
senantiasa dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga
negara dan penduduk tentang kualitas pelayanan publik.

25
Organisasi publik terfokus pada pelayanan publik, oleh karena itu
diperlukan pemahaman terhadap payung hukum dengan cakupan
mengenai:
a) aturan kekuasan dan wewenang organisasi pelayanan publik,
b) norma dan etika aparat pemegang kekuasan dan wewenang
organisasi pelayanan publik, dan
c) hak-hak publik dalam hubungannya dengan kekuasan dan wewenang
organisasi dan aparatur pelayanan publik.
Dalam hal ini pegawai negeri sipil dituntut memiliki dan menunjukkan
integritas diri dalam melakukan pelayanan publik berdasarkan nilai-nilai dan
norma-norma pelayanan publik berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Organisasi publik adalah organisasi yang terbesar yang mewadahi
seluruh lapisan masyarakat dengan ruang lingkup Negara dan mempunyai
kewenangan yang absah (terlegitimasi) di bidang politik, administrasi
pemerintahan, dan hukum secara terlembaga sehingga mempunyai
kewajiban melindungi warga negaranya, dan melayani keperluannya,
sebaliknya berhak pula memungut pajak untuk pendanaan, serta
menjatuhkan hukuman sebagai sanksi penegakan peraturan. Organisasi ini
bertujuan untuk melayani kebutuhan masyarakat demi kesejahteraan
sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi sebagai pijakan dalam
operasionalnya. Organisasi publik berorientasi pada pelayanan kepada
masyarakat tidak pada profit/laba/untung.
Tuntutan baru muncul agar organisasi sektor publik memperhatikan value
of money dalam menjalankan aktivitasnya, dimana value of money
merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan
pada 3 elemen utama, yaitu :
a. Ekonomi, Pemerolehan input dengan kualitas tertentu pada harga
yang terendah.

26
b. Efisiensi, Pencapaian output yang maksimum dengan input
tertentu atau penggunaan input yang terendah untuk mencapai
output tertentu.
c. Efektivitas, Tingkat pencapaian hasil program dengan target yang
ditetapkan atau perbandingan outcome dengan ouput.
d. Keadilan (equity), mengacu pada adanya kesempatan sosial yang
sama untuk mendapatkan pelayan publik yang berkualitas dan
kesejahteraan ekonomi.
e. Pemerataan (equality), penggunaan uang public tidak
terkonsentrasi pada kelompok tertentu melainkan secara merata.
Value of money memiliki beberapa manfaat, yaitu :
a. Meningkatkan pelayanan publik.
b. Meningkatkan efektifitas pelayan publik dan pelayanan tepat
sasaran.
c. Menurunkan biaya pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi
dan penghematan dalam penggunaan input.

D. Isu Strategis Yang dihadapi


Pelaksanaan reformasi birokrasi pada periode 2010 - 2014 masih
menyisakan berbagai tantangan ke depan yang secara bertahap dan terus
menerus harus diperbaiki. Beberapa permasalahan strategis yang masih harus
diperbaiki melalui pelaksanaan reformasi birokrasi diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Birokrasi belum sepenuhnya bersih dan akuntabel.
Beberapa tantangan yang dihadapi terkait dengan permasalahan ini antara
lain:
a) Rendahnya komitmen pimpinan di tingkat pusat dan daerah dalam
upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Meskipun Indeks
Persepsi Korupsi membaik, tetapi upaya pencegahan dan
pemberantasan korupsi belum memberikan hasil yang signifikan.

27
b) Penyelenggaraan pemerintahan belum mencerminkan
penyelenggaraan yang bersih dan bebas KKN.
c) Peran Aparat Pengawas Internal masih belum sepenuhnya mendorong
penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN.
d) Manajemen kinerja masih belum sepenuhnya diterapkan. Kualitas
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah masih rendah. Hal ini ditandai
dengan lemahnya keterkaitan antara input anggaran dengan kinerja
organisasi, dan orientasi kegiatan masih belum sepenuhnya berfokus
pada hasil yang diharapkan dan dampak kemanfaatan yang
ditimbulkan terhadap masyarakat/publik baik secara langsung
maupun tidak langsung.
e) Manajemen pembangunan nasional belum berjalan secara optimal.
Penetapan indikator kinerja nasional dan kementerian/lembaga (K/L) belum
didukung oleh sistem dan kelembagaan yang mantap. Antara sistem
perencanaan, penganggaran, pengadaan, pelaporan, monitoring dan evaluasi,
dan pengawasan belum sinergis dan terintegrasi. Manajemen pembangunan
nasional belum menerapkan sistem reward dan punishment yang efektif.

2. Birokrasi belum efektif dan efisien.


Beberapa tantangan yang dihadapi terkait dengan permasalahan ini antara
lain:
a) Tata kelola pemerintahan yang baik belum sepenuhnya diterapkan.
Pemerintah belum sepenuhnya mampu membuka ruang serta
mendorong keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pengelolaan pembangunan. Pemerintah sebagai
aktor kunci, belum sepenuhnya berperan dalam menciptakan sinergi
pelaksanaan pembangunan, baik dengan masyarakat maupun dengan
dunia usaha;
b) Lemahnya penegakan hukum.
Penegakan hukum yang banyak diwarnai dengan perilaku koruptif dari
aparat penegak hukum;

28
c) Pengadaan barang dan jasa masih belum dapat diselenggarakan
secara efektif dan efisien.
Proses pengadaan barang dan jasa belum terlaksana secara efektif
dan efisien, antara lain disebabkan oleh belum seluruh pengadaan
dilakukan secara elektronik.
d) Kelembagaan birokrasi pemerintah masih belum efektif.
Kelembagaan birokrasi pemerintah masih dihinggapi permasalahan
yang mendasar, yakni 1) organisasi gemuk, secara makro maupun
mikro; 2) fragmented dan tumpang tindih fungsi; dan 3) banyaknya UU
yang mewajibkan pembentukan lembaga (di pusat dan di daerah) yang
berpotensi over institution dan tumpang tindih tugas dan fungsi.
e) Penerapan e-government belum berjalan efektif dan efisien.
Penerapan e-government belum merata pada seluruh birokrasi
pemerintah, terjadi tumpang tindih sistem aplikasi, dan belum
terintegrasi. Inefisiensi dalam pengembangan sistem informasi serta
dalam pengadaan dan pemanfaatan infrastruktur TIK, masih sering
terjadi.
f) Manajemen SDM ASN masih belum berjalan secara efektif. Masih
banyak terjadi penempatan ASN dalam jabatan yang tidak sesuai
kompetensi, dan terjadi gap kompetensi pegawai yang ada dengan
persyaratan kompetensi jabatan yang diduduki, sehingga
kinerja/produktivitas belum optimal. Integritas PNS yang dinilai masih
rendah, serta sistem remunerasi belum layak dan berbasis kinerja.
Manajemen kinerja pegawai belum berjalan sehingga berdampak pada
belum dapat dilaksanakannya identifikasi kelompok pegawai yang
potensial (talent pool) untuk kaderisasi kepemimpinan. Sistem
pembinaan karier pegawai belum dapat memberikan kejelasan karier
pegawai yang memiliki prestasi baik. Dengan belum berjalannya
manajemen kinerja juga berdampak pada perencanaan pelatihan
kepada pegawai yang berorientasi pada pengembangan kompetensi
belum dapat direalisasikan hampir di seluruh jajaran instansi

29
pemerintah. Perbaikan gaji (remunerasi) masih terkendala dengan
sistem pembayaran pensiun yang masih bergantung penuh dengan
APBN.
g) Inefisiensi penggunaan anggaran.
Penggunaan masih dihadapkan pada beberapa kendala, antara lain:
1) belum terdapat standarisasi sarana dan prasarana aparatur yang
komprehensif; sistem dan budaya yang mendorong efisiensi
belum terbangun, dan
2) besarnya biaya operasional yang tidak sebanding dengan
kualitas pelayanan atau dampak pembangunan yang
dihasilkan;
h) Pendidikan dan pelatihan kepemimpinan masih belum mampu
mendorong kinerja birokrasi.
Penyempurnaan kurikulum dan metode pelatihan kepemimpinan
pegawai ASN belum mampu mengawal dan mengakselerasi proses
perubahan melalui reformasi birokrasi serta memberikan kontribusi
secara tidak langsung bagi kinerja organisasi.
3. Pelayanan publik masih belum memiliki kualitas yang diharapkan.
Beberapa tantangan yang dihadapi terkait dengan permasalahan ini
antara lain:
a. Pelayanan perijinan masih belum berjalan efektif dan efisien.
Proses kerja birokrasi yang rumit dan kewenangan
yang terpencar di berbagai instansi, membuat pelayanan
perijinan memakan waktu yang lama dan biaya yang tinggi.
b. Praktek pungutan liar (pungli) dalam pelayanan perijinan masih
terjadi sehingga menghambat iklim usaha dan investasi.
Kejelasan biaya pelayanan belum sepenuhnya diterapkan
dengan baik, karena masih banyak biaya-biaya lain yang tidak
resmi muncul dalam praktik pelayanan perijinan. Karena itu
praktik pelayanan perijinan di Indonesia, tidak hanya
memerlukan waktu yang lama tetapi juga biaya yang tinggi;

30
c. Praktek manajemen pelayanan publik belum dijalankan dengan
baik.
Berbagai aspek manajemen pelayanan publik sebagaimana digambarkan pada
UU Pelayanan Publik, seperti standar pelayanan dan maklumat pelayanan,
belum secara konsisten diimplementasikan. Masalah lainnya: rendahnya
kompetensi petugas pelayanan, inovasi dan budaya pelayanan bermutu, serta
penggunaan e-services sebagai sarana pendukung penyelenggaraan pelayanan
yang belum merata. Disamping itu¸ masih terdapat fragmented dan tumpang
tindih fungsi kelembagaan pelayanan.

II. KONDISI YANG DI INGINKAN


A. Kondisi Organisasi yang Diinginkan
Harapan pemangku kepentingan dalam 5 (lima) tahun yang akan datang terkait
pelaksanaan reformasi birokrasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional dalam rangka mewujudkan 3 (tiga) sasaran reformasi
birokrasi, yaitu:
1. Birokrasi yang bersih dan akuntabel;
2. Birokrasi yang efektif dan efisien; dan
3. Birokrasi yang memiliki pelayanan publik berkualitas.
Kondisi organisasi yang yang diinginkan untuk mewujudkan 3 (tiga) sasaran
reformasi birokrasi, yaitu:
1. Mempertahankan Opini BPK
Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran
informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan
pada kriteria:
1) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan,
2) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures),
3) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan
4) efektivitas sistem pengendalian intern.
Capaian kinerja BPN selama tiga tahun anggaran terakhir terus meningkat
hingga berhasil mencapai opini WTP pada tahun 2013. Jenis Opini WTP artinya

31
bahwa Auditor tidak memiliki reservasi tentang laporan keuangan BPN serta
memenuhi keempat kriteria diatas. Ini juga dikenal sebagai pendapat bersih yang
berarti bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar (fair).
Dalam mengelola keuangan negara, Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional berupaya melakukannya dengan tertib,
efisien, efektif, transparan dan akuntabel, menyelenggarakan pengendalian
intern yang efektif dan menyusun laporan keuangan tepat waktu. Pimpinan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dan jajaran
bertekad untuk mempertahankan opini tersebut pada tahun-tahun yang akan
datang, dengan terus bekerja keras, penuh komitmen dalam melayani
masyarakat sebagai perwujudan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional yang baru, cepat, murah, sederhana, pasti dan anti KKN.

2. Peningkatan kualitas penyelenggaraan sistem akuntabilitas kinerja Hasil


penilaian LAKIP 2013 memperoleh nilai CC sehingga diharapkan dalam kurun
waktu 2015 – 2019 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional mampu memperoleh nilai A.
Namun hasil penilaian saat ini bukan semata-mata menunjukkan rendahnya
kualitas LAKIP, tetapi lebih menunjukkan perlunya perbaikan kualitas
penyelenggaraan system akuntabilitas kinerja Kementerian Agraria danTata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Oleh karena itu, peningkatan kualitas
penyusunan LAKIP diharapkan dapat dilakukan secara menyeluruh pada sistem
melalui upaya:
1) Perbaikan dokumen perencanaan yang komprehensif (rencana
stratejik, rencana kinerja, serta penetapan kinerja );
2) Perumusan kembali indikator kinerja utama yang berorientasi hasil
(outcome);
3) 3) Pemanfatan informasi kinerjaLAKIP dalam pelaksanaan
manajemen kinerja pada periode berikutnya.

32
3. Perolehan Indeks Integritas Pelayanan Publik dengan nilai 8 melalui
Pengendalian Gratifikasi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelenggarakan Survei
Integritas Sektor Publik untuk mengukur persepsi masyarakat tentang pelayanan
publik. Skala penilaian dimulai dari 1 sampai dengan 10. Interpretasi dari nilai
tersebut adalah semakin mendekati nilai 10 semakin baik integritas sektor publik.
Dalam rapat koordinasi antara KPK dan BPN, KPK menyampaikan tantangan
bagi seluruh jajaran BPN untuk meraih Indeks Integritas Pelayanan Publik
dengan nilai 8. Variabel yang digunakan dalam penilaian antara lain:
1. Pengalaman Integritas (Experienced Integrity)
2. Potensi Integritas (Potential Integrity)
Indikator yang digunakan untuk menilai BPN dalam Survei Integritas Pelayanan:
a. Pengalaman Korupsi,
b. Cara Pandang terhadap Korupsi,
c. Lingkungan Kerja,
d. Sistem Administrasi,
e. Perilaku Individu, dan
f. Pencegahan Korupsi
Untuk mengoperasionalkan keenam indikator diatas KPK menggunakan 18
(delapan belas) sub indikator:
1) Frekuensi pemberian gratifikasi
2) Jumlah/besaran gratifikasi
3) Waktu pemberian gratifikasi
4) Arti pemberian gratifikasi
5) Tujuan pemberian gratifikasi
6) Kebiasaan pemberian gratifikasi
7) Kebutuhan pertemuan di luar prosedur
8) Keterlibatan calo
9) Fasilitas di sekitar lingkungan pelayanan
10) Suasana/kondisi di sekitar pelayanan
11) Kepraktisan SOP

33
12) Keterbukaan informasi
13) Pemanfaatan teknologi informasi
14) Keadilan dalam layanan
15) Ekspektasi petugas terhadap gratifikasi
16) Perilaku pengguna layanan
17) Tingkat/upaya anti korupsi korupsi dan
18) Mekanisme pengaduan masyarakat.
Sub indikator yang digunakan dalam penilaian lebih menitik beratkan pada
gratifikasi. BPN telah menerbitkan kebijakan terkait gratifikasi yaitu Peraturan
Kepala BPN Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pengendalian Gratifikasi di
lingkungan BPN RI serta menyusun Gentle of Agreement dengan pihak KPK.
Diharapkan di masa yang akan datang perlu diimplementasikan dan evaluasi
serta tindak lanjut hasil evaluasi penanganan gratifikasi di lingkungan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

4. Penambahan Jenis Layanan Unggulan Pertanahan.


Pada sasaran ini diharapkan adanya penambahan jenis layanan unggulan
pertanahan. BPN memiliki jenis layanan pertanahan yang sangat banyak
jumlahnya serta telah dilakukan berbagai inovasi pelayanan. Dari banyaknya
jenis layanan tersebut diharapkan dapat ditingkatkan jenis layanan unggulan. Hal
ini sangat perlu dilakukan agar dapat menunjang pelayanan BPN Baru yang
sederhana, cepat, murah, pasti dan anti korupsi, kolusi dan nepotisme.

B. Penguatan Reformasi Birokrasi


Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 –
2019 telah disusun strategi pembangunan melalui tiga dimensi
pembangunan, yaitu:
1. Dimensi Pembangunan Manusia, yang meliputi: pendidikan, kesehatan,
perumahan, dan mental/karakter;

34
2. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan, yang meliputi: kedaulatan
pangan, kedaulatan energi dan ketenagalistrikan, kemaritiman dan kelautan,
serta pariwisata dan industri;
3. Dimensi Pemerataan dan Kewilayahan, yang meliputi: antar kelompok
pendapatan, antar wilayah desa, pinggiran, luar Jawa, dan Kawasan Timur
Dimensi-dimensi pembangunan dimaksud hanya dapat diwujudkan
pelaksanaannya jika didukung dengan kepastian dan penegakan hukum,
keamanan dan ketertiban, politik dan demokrasi serta tata kelola dan reformasi
birokrasi yang berjalan dengan baik. Dengan demikian, pelaksanaan reformasi
birokrasi memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pelaksanaan
pembangunan nasional. Tanpa adanya dukungan tata kelola yang baik, target-
target pembangunan tidak mungkin dapat dicapai dengan baik pula.
Keberlanjutan pelaksanaan reformasi birokrasi memiliki peran penting dalam
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.

Hasil-hasil yang telah diperoleh dari pelaksanaan reformasi birokrasi pada


periode 2010 – 2014 menjadi dasar bagi pelaksanaan reformasi birokrasi pada
tahapan selanjutnya (2015 – 2019). Karena itu, pelaksanaan reformasi birokrasi
2015 – 2019 merupakan penguatan dari pelaksanaan reformasi birokrasi
tahapan sebelumnya.
Penguatan dilakukan melalui langkah-langkah umum sebagai berikut:
1. Memelihara dan atau meningkatkan/memperkuat.
Reformasi birokrasi dilakukan melalui upaya memelihara dan atau
meningkatkan/memperkuat area perubahan yang sudah mencapai kemajuan,
sehingga terjadi perbaikan berkelanjutan.
2. Melanjutkan upaya-upaya perubahan.
Reformasi birokasi dilakukan melalui upaya untuk melanjutkan langkah-langkah
perubahan positif yang sedang berlangsung terhadap seluruh aspek-aspek
dalam area perubahan. Langkah- langkah perubahan dilakukan dengan melihat
berbagai pengalaman masa lalu, keterkaitannya dengan langkah-langkah

35
perubahan lainnya, serta hasil pembelajaran dari instansi lain, secara konsisten
sebagai upaya untuk mempercepat keberhasilannya.
3. Mengidentifikasi masalah lain dan mencari solusi pemecahannya.
Reformasi birokrasi dilakukan untuk menjawab secara cepat
berbagai permasalahan baru yang muncul dalam penyelenggaraan
pemerintahan.
4. Memperluas cakupan pelaksanaan reformasi birokrasi
Reformasi birokrasi dilakukan dengan memperluas cakupan pada berbagai
aspek yang belum tersentuh dan muncul sesuai dengan perkembangan terkini.
Tujuan akhir dalam lima tahun ke depan diharapkan melalui reformasi birokrasi
pemerintah sudah beranjak ke tahapan pemerintahan yang berbasis kinerja dan
pada tahun 2025 diharapkan pemerintahan sudah beranjak pada tatanan
pemerintahan yang dinamis.
Pemerintahan berbasis kinerja ditandai dengan beberapa hal, antara lain:
a. Penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan dengan berorientasi
pada prinsip efektif, efisien, dan ekonomis;
b. Kinerja pemerintah difokuskan pada upaya untuk mewujudkan
outcomes (hasil).
c. Seluruh instansi pemerintah menerapkan manajemen kinerja yang
didukung dengan penerapan sistem berbasis elektronik untuk
memudahkan pengelolaan data kinerja;
d. Setiap individu pegawai memiliki kontribusi yang jelas terhadap
kinerja unit kerja terkecil, satuan unit kerja di atasnya, hingga
pada organisasi secara keseluruhan. Setiap instansi pemerintah,
sesuai dengan tugas dan fungsinya, secara terukur juga memiliki
kontribusi terhadap kinerja pemerintah secara keseluruhan.

III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

A. Permasalahan Dalam Area Perubahan

36
Permasalahan yang dihadapi terkait dengan 8 (delapan) area perubahan dan
program Percepatan (Quick Wins) reformasi birokrasi yang diimplementasikan di
lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional,
sebagaimana disebutkan di atas, dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Manajemen Perubahan.
Manajemen perubahan bertujuan untuk mengubah secara sistematis dan
konsisten dari sistem dan mekanisme kerja organisasi serta pola pikir dan
budaya kerja individu atau unit kerja di dalamnya menjadi lebih baik sesuai
dengan tujuan dan sasaran reformasi birokrasi. Permasalahan yang dihadapi
adalah belum optimalnya kinerja tim manajemen perubahan serta kurangnya
komitmen beberapa pihak dalam melakukan perubahan.
2. Penguatan pengawasan.
Belum dibentuk unit kerja yang ditetapkan menjadi Zona Integritas menuju
Wilayah Bebas Korupsi serta pembentukan benturan kepentingan di lingkungan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
3. Penguatan akuntabilitas kinerja.
Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional belum terintegrasi dengan dokumen Renstra sehingga
perlu dilakukan review Renstra dan penyusunan IKU berorientasi outcomes.
Selain itu, berdasarkan hasil evaluasi atas Akuntabilitas Kinerja Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional oleh Kementerian PAN dan
RB tahun 2014, Laporan AKIP BPN 2013 mendapat nilai 60,01 atau dengan
perolehan predikat adalah CC (Cukup baik/memadai, perlu banyak perbaikan
yang tidak mendasar).
4. Penguatan Organisasi (kelembagaan).
Belum tersusun profil unit kerja yang menangani organisasi, tatalaksana,
pelayanan publik, kepegawaian dan diklat.
5. Penguatan Tatalaksana.
Belum tersusun Standar Operating Procedures (SOP) sesuai Struktur Organisasi
dan Tata Kerja yang baru (Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata

37
Kerja Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional), serta
perlunya pengembangan berkelanjutan atas E- Government BPN yang meliputi
LPSE, SKMPP, UKP4, SIMAK BMN, SAI, Geo KKP, Larasita dan Peta Online.

6. Penguatan sistem manajemen SDM aparatur.


Masih belum terpenuhinya kebutuhan pegawai yang memberikan pelayanan
langsung kepada masyarakat khususnya pada Kantor Wilayah dan Kantor
Pertanahan yang berada di daerah-daerah terpencil. Serta masih kurangnya
sosialisasi terkait dengan pengadaan CPNS yang dilakukan secara terbuka.
7. Penguatan Peraturan Perundang-undangan.
Masih terdapatnya peraturan-peraturan lama yang multitafsir dan masih belum
diperbaharui sehingga dapat menghambat proses implementasi aturan tersebut.
8. Peningkatan kualitas pelayanan publik.
Survey Integritas Pelayanan tahun 2013 menunjukkan indeks 6,36 sehingga
perlu peningkatan signifikan untuk menuju angka 8 (optimal di angka 10).
9. Program percepatan (Quick Wins).
Program percepatan belum sepenuhnya diimplementasikan di seluruh Kantah
serta masih kurang terpenuhinya SDM yang berkualifikasi dan profesional di
dalam menyediakan dan memberi layanan pertanahan.

B. Langkah-Langkah Pembenahan
Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi sebagaimana disebutkan di atas,
maka Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional akan
menempuh langkah- langkah pembenahan sebagai berikut:
1. Manajemen Perubahan.
Membentuk Tim Manajemen Perubahan dengan manajemen reformasi birokrasi
yang jelas serta pengelolaan perubahan secara berkala.
2. Penataan peraturan Perundang-undangan
Sinkronisasi, harmonisasi, pengembangan dan unifikasi peraturan serta
mempertahankan harmonisasi peraturan yang ada.
3. Penataan dan Penguatan Organisasi

38
Evaluasi dan penataan Jabatan Struktural dan Fungsional serta penguatan unit
kerja dengan menyusun profil unit kerja yang menangani organisasi, tatalaksana,
pelayanan publik, kepegawaian dan diklat.
4. Penataan Tata Laksana
Penyempurnaan SOP unit kerja sesuai SOTK baru dan pengembangan E-
Government yang meliputi: LPSE, SKMPP, UKP4, SIMAK BMN, SAI, Geo KKP,
Larasita dan Peta Online.
5. Penataan sistem manajemen SDM aparatur
Untuk menunjang kebutuhan pegawai maka perlu dilakukan reviu dan menyusun
Analisis Beban Kerja di seluruh Unit Kerja untuk rencana kebutuhan pegawai
serta melakukan sosialisasi pengadaan CPNS secara terbuka melalui berbagai
media.

6. Penguatan pengawasan
Penguatan pengawasan di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional dilakukan dengan penguatan penerapan
Satuan Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) serta secara paralel melakukan
pencanganan dan pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas
Korupsi, penanganan benturan kepentingan, penguatan pengendalian gratifikasi
serta peningkatan kapasitas APIP.
7. Peningkatan akuntabilitas kinerja.
Dalam rangka peningkatan akuntabilitas kinerja, penyusunan LAKIP diharapkan
dapat dilakukan secara menyeluruh pada sistem melalui upaya:
1) Perbaikan dokumen perencanaan yang komprehensif (rencana stratejik,
rencana kinerja, serta penetapan kinerja);
2) Perumusan kembali indikator kinerja utama yang berorientasi hasil
(outcome);
3) Pemanfatan informasi kinerjaLAKIP dalam pelaksanaan manajemen
kinerja pada periode berikutnya.
8. Peningkatan kualitas pelayanan publik

39
Peningkatan kualitas pelayanan publik di lingkungan Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional dilakukan melalui penambahan jenis
layanan unggulan, penerapan standar pelayanan, penguatan pengendalian
gratifikasi serta penerapan tindak lanjut hasil survey kepuasan masyarakat atas
layanan pertanahan.
9. Monitoring, evaluasi dan pelaporan.
Dalam rangka menjamin tercapainya dan terlaksananya rencana reformasi
birokrasi, seluruh hasil evaluasi yang dilakukan perlu dibuat rencana tindak
(action plan) agar dapat ditempuh langkah perbaikan secara tepat sasaran.
10. Program percepatan (Quick Wins)
Program Percepatan di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional dilakukan melalui implementasi layanan-layanan yang
bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat dan menjadi fungsi utama
unit kerja.

C. Keterkaitan Antar Permasalahan


Rencana aksi program dan kegiatan reformasi birokrasi Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, yang kemudian dikonsolidasikan untuk
dilihat keterkaitan dan kesinkronan, dituangkan ke dalam rencana kerja rinci
masing-masing program dan kegiatan, mulai dari Manajemen Perubahan,
Penguatan Sistem Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, Penguatan
Kelembagaan, Penguatan Tatalaksana, Penguatan Sistem Manajemen SDM
ASN, Penguatan Peraturan Perundang-undangan, Peningkatan Kualitas
Pelayanan Publik, dan serta Program Percepatan (Quick

Wins). Pada akhir periode 2019 akan dilakukan evaluasi menyeluruh untuk
mengukur keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional untuk kemudian diperoleh
masukan-masukan sebagai feedback/ umpan balik dalam rangka melakukan
perbaikan-perbaikan road map periode berikutnya.

40
D. Prioritas Permasalahan
1. Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di lingkungan Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional belum berjalan secara optimal
disebabkan adanya restrukturisasi organisasi menuju efektifitas dan efisiensi
organisasi.
2. Pencapaian program dan kegiatan Reformasi Birokrasi belum berjalan
secara optimal disebabkan sosialisasi dan internalisasi kepada pegawai di
lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
belum dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan.

V. RENCANA AKSI PERUBAHAN

A. Penetapan target dan prioritas


Dalam rangka pencapaian terhadap sasaran reformasi birokrasi disusun
program-program reformasi birokrasi, sekaligus dengan upaya percepatannya
yang meliputi program Manajemen Perubahan, Penguatan Sistem Pengawasan,
Penguatan Akuntabilitas Kinerja, Penguatan Kelembagaan, Penguatan
Tatalaksana, Penguatan Sistem Manajemen SDM ASN, Penguatan Peraturan
Perundang-undangan, Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, dan serta
Program Percepatan (Quick Wins), sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut:
NO PROGRAM KEGIATAN
a. Manajemen Perubahan 1) Pengembangan nilai-nilai untuk
menegakkan integritas;
2) Pembentukan agen perubahan yang dapat mendorong terjadinya
perubahan pola pikir.
b. Penguatan Pengawasan 1) Pembangunan unit kerja untuk
memperoleh predikat menuju WBK/WBBM;
2) Pelaksanaan pengendalian Gratifikasi;
3) Pelaksanaan whistleblowing system;
4) Pelaksanaan pemantauan benturan kepentingan;
5) Pembangunan SPIP di lingkungan unit kerja;

41
6) Penanganan pengaduan masyarakat.
c. Penguatan Akuntabilitas Kinerja Pembangunan/pengembangan
teknologi informasi dalam manajemen kinerja.
d. Penguatan Kelembagaan Evaluasi dan restrukturisasi kelembagaan
ASN.
e. Penguatan Tatalaksana 1) Perluasan penerapan egovernment
yang terintegrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan;
2) Penerapan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan;
3) Implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik;
4) Penerapan sistem kearsipan yang
handal.

f. Penguatan Sistem Manajemen SDM Aparatur 1) Perbaikan


berkelanjutan sistem perencanaan kebutuhan pegawai ASN.
2) Perumusan dan penetapan kebijakan sistem rekruitmen dan seleksi
secara transparan dan berbasis kompetensi;
3) Perumusan dan penetapan kebijakan sistem promosi secara terbuka;
4) Perumusan dan penetapan kebijakan pemanfaatan assessment center;
5) Perumusan dan penetapan kebijakan penilaian kinerja pegawai;
6) Perumusan dan penetapan kebijakan reward and punishment berbasis
kinerja;
7) Pembangunan/pengembangan sistem informasi ASN;
8) Perumusan dan penetapan kebijakan sistem pengkaderan pegawai ASN;
9) Perumusan dan penetapan kebijakan pemanfaatan/ pengembangan data
base profil kompetensi calon dan pejabat tinggi ASN;
10) Perumusan dan penetapan kebijakan pengendalian kualitas diklat.
11) Penerapan sistem promosi secara terbuka, kompetitif, dan berbasis
kompetensi didukung oleh makin efektifnya pengawasan oleh Komisi Aparatur
Sipil Negara (KASN);
12) Menyusun dan menetapkan pola karier pegawai ASN;

42
13) Pengukuran gap competency antara pemangku jabatan dan syarat
kompetensi jabatan;
14) Penguatan sistem dan kualitas pendidikan dan pelatihan untuk
mendukung kinerja.
g. Penguatan Peraturan Perundang- undangan 1) Evaluasi secara
berkala berbagai peraturan perundang-undangan yang sedang diberlakukan;
2) Menyempurnakan/mengubah berbagai peraturan perundang- undangan
yang dipandang tidak relevan lagi, tumpang tindih, atau disharmonis dengan
peraturan perundang-undangan lain;

3) Melakukan deregulasi untuk memangkas peraturan perundang-


undangan yang dipandang menghambat pelayanan.
h. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik 1) Penerapan pelayanan satu
atap;
2) Percepatan pelayanan menjadi maksimal 15 hari;
3) Deregulasi dalam rangka mempercepat proses pelayanan;
4) Pembangunan/pengembangan penggunaan teknologi informasi dalam
pelayanan.
i. Quick Wins Percepatan pelayanan

Rencana Waktu Pelaksanaan


Road map program dan kegiatan reformasi birokrasi Kementerian ATR/BPN
disusun dengan memperhatikan indikator- indikator kegiatan, yang mencakup:
rencana, kriteria keberhasilan, agenda prioritas, waktu/jadwal pelaksanaan dan
tahapan kerja, penanggung jawab, serta anggaran. Di samping itu ditambahkan
indikator capaian, yang menjelaskan tentang kegiatan yang telah dilakukan dan
hasilnya sudah diperoleh. Sementara itu dalam kaitan dengan jadwal
pelaksanaan diberikan warna merah menunjukkan kegiatan yang belum/akan
dilakukan.
Khusus berkaitan dengan tahapan kerja, dirinci ke dalam tiga tahapan, yaitu: (1)
Tahap Pembangunan Sistem, yang mencakup persiapan, perancangan sistem,

43
dan pengembangan sistem; (2) Tahap Implementasi, yang terdiri dari persiapan
dan pelaksanaan sistem; (3) Tahap Monitoring dan Evaluasi, yang meliputi
pelaksanaan monitoring dan evaluasi, serta pelaporan hasil monitoring dan
evaluasi. Rincian kerja ini dimaksudkan agar pelaksanaan program dan kegiatan
reformasi birokrasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional menjadi terukur dan terarah.

B. Pemeliharaan/peningkatan terhadap hal yang sudah baik


Penguatan reformasi birokrasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional dilakukan melalui upaya pemeliharaan/peningkatan pada
area perubahan, sebagai berikut:
1. Organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (rightsizing). Upaya
percepatan yang dilakukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional melalui evaluasi dan penataan Jabatan Struktural dan
Fungsional serta penguatan unit kerja dengan menyusun profil unit kerja yang
menangani organisasi, tatalaksana, pelayanan publik, kepegawaian dan diklat.

2. Sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan
sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. Upaya percepatan yang
dilakukan guna mencapai keberhasilan ini dilakukan dengan upaya
penyempurnaan SOP unit kerja sesuai SOTK baru dan pengembangan E-
Government yang meliputi: LPSE, SKMPP, UKP4, SIMAK BMN, SAI, Geo KKP,
Larasita dan Peta Online.
3. Regulasi yang, tidak tumpang tindih dan harmonis, serta mendorong
pencapaian kinerja pemerintahan. Upaya yang dilakukan melalui sinkronisasi,
harmonisasi, pengembangan dan unifikasi peraturan serta
mempertahankan harmonisasi peraturan yang ada.

4. Tersedianya SDM apatur yang berintegritas, netral, kompeten, capable,


profesional, berkinerja tinggi dan sejahtera. Rangkaian kegiatan penataan
manajemen SDM di lingkungan Kementerian ATR/BPN 2010 – 2014 telah

44
mencapai target yang ditetapkan. Pada tahap selanjutnya lebih diprioritaskan
pada pengembangan diklat berbasis kompetensi.
5. Meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas
KKN. Untuk mendukung kriteria tersebut, BPN telah mencapai WTP untuk Opini
BPK atas laporan keuangan BPN tahun 2013. Tahap selanjutnya dalam rangka
pemerintah bersih dan bebas KKN, Kementerian ATR/BPN akan melakukan
pencanganan dan pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi
sebagai tindak lanjut pedoman Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi.
6. Meningkatnya akuntabilitas dan kinerja birokrasi. Dukungan diarahkan
untuk mencapai target keberhasilan reformasi birokrasi nasional tahun 2019
tentang akuntabilitas instansi pemerintah (AKIP). Nilai LAKIP Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional direncanakan pada kurun
waktu 2015 - 2019 meningkat peringkatnya melalui peningkatan kualitas
penyelenggaraan sistem akuntabilitas kinerja Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
7. Meningkatnya pelayanan prima sesuai kebutuhan dan harapan
masyarakat dan dunia usaha. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional saat ini telah menyusun standar pelayanan guna
peningkatan kualitas pelayanan. Tahap selanjutnya diprioritaskan untuk
menambah jenis layanan unggulan, survey kepuasan masyarakat pengguna
layanan pertanahan serta penguatan pengendalian gratifikasi di lingkungan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional guna
mencapai Indeks Integritas Pelayanan lebih optimal.
8. Birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi. Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional membentuk Tim Manajemen
Perubahan dengan manajemen reformasi birokrasi yang jelas, menjalankan
strategi manajemen perubahan dan

komunikasi, serta melakukan sosialisasi dan internalisasi dalam rangka


mengubah pola pikir dan budaya kerja di lingkungan Kementerian Agraria dan

45
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Rangkaian kegiatan ini akan dilakukan
secara terus menerus disertai dengan pengelolaan dan penguatan perubahan.

C. Rencana Aksi Untuk Pemecahan Masalah

Untuk dapat mewujudkan tujuan Reformasi Birokrasi dilingkungan Kementerian


Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional diperlukan strategi dan
keteraturan dalam menjalankan setiap program kegiatan Reformasi Birokrasi
yang telah direncanakan. Komitmen bersama dari setiap Aparatur Sipil Negara
sebagai pemangku kepentingan mutlak ada untuk menjamin kelancaran setiap
tahapan yang harus dilalui. Kolaborasi antara Tim Pelaksana dan Assesor
Reformasi Birokrasi yang didukung oleh segenap pegawai dilingkungan
Kementerian Agraria dan Tata Ruang, akan melahirkan kesadaran dan tanggung
jawab bersama dalam menjaga serta menjalankan masing-masing peran
sebagai agen perubahan dalam mensukseskan kegiatan Reformasi Birokrasi
sebagai solusi dalam menjawab semua permasalahan yang ada.
Arah kebijakan penyusunan rencana aksi reformasi birokrasi sebagaimana
gambar berikut:
Rencana aksi Reformasi Birokrasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional sebagaimana ditunjukkan pada Tabel Rencana Aksi
terlampir.

46
PENUTUP
1. Kesimpulan
Fenomena birokrasi selalu ada bersama kita dalam kehidupan kita sehari-hari dan
setiap orang seringkali mengeluhkan cara berfungsinya birokrasi sehingga pada
akhirnya orang akan beranggapan bahwa birokrasi tidak ada manfaatnya karena
banyak disalahgunakan oleh pejabat pemerintah (birokratisme) yang merugikan
masyarakat. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi birokrasi.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan demokratis mensyaratkan kinerja dan
akuntabilitas aparatur yang makin meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa reformasi
birokrasi merupakan kebutuhan dan harus sejalan dengan perubahan tatanan
kehidupan politik, kemasyarakatan, dan dunia usaha. Dalam peta tantangan nasional,
regional, dan internasional, aparatur negara dituntut untuk dapat mewujudkan
profesionalisme, kompetensi dan akuntabilitas. Pada era globalisasi, aparatur negara
harus siap dan mampu menghadapi perubahan yang sangat dinamis dan tantangan
persaingan dalam berbagai bidang. Saat ini masyarakat Indonesia sedang memasuki
era yang penuh tuntutan perubahan serta antusiasme akan pengubahan. Ini merupakan
sesuatu yang di Indonesia tidak dapat dibendung lagi. Oleh karena itu, reformasi di
tubuh birokrasi indonesia harus terus dijalankan demi tidak terciptanya lagi patologi
birokrasi di Indonesia.
Usaha untuk mendorong peningkatan kompetensi aparat birokrasi pemerintah, baik di
pusat maupun di daerah, sebagai wujud profesionalisme dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya, harus memerhatikan tiga hal pokok di bawah ini :
a) Peningkatan kesejahteraan aparat birokrasi pemerintah.
b) Peningkatan etika dan moral birokrasi pemerintah.
c) Peningkatan profesionalisme birokrasi pemerintah.
Tujuan reformasi birokrasi: Memperbaiki kinerja birokrasi, Terciptanya good
governance, yaitu tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa, Pemerintah
yang bersih (clean government), bebas KKN, meningkatkan kualitas pelayanan
terhadap masyarakat.

2. SARAN

47
a) Diharapkan kepada Pemerintah untuk memperhatinkan pelayanan yang optimal
kepada masyarakat.
b) Untuk Peningkatan pelayanan, pemerintah harus memberikan pelayanan yang
merata di berbagai aspek
c) Masyarakat bukan hanya sebagai pihak yang dilayani tetapi juga pengawas
pelayanan maka pemerintah haruslah memperbaiki system pelayanan hal ini di
karenakan takutnya ketidak percayaan masyarakat kepada pemerintah yang
menjalankan pelayanan.
d) Diharapkan juga kepada masyarakat agar lebih berpartisipatif dalam
pelaksanaan reformasi birokrasi, prinsip-prinsip good governance, pelayanan
publik, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang baik, bersih, dan
berwibawa, serta pencegahan dan percepatan pemberantasan korupsi.
e) Mengupayakan penataan perundang-undangan, dengan menyelesaikan
rancangan undang-undang yang telah ada, Agar reformasi birokrasi guna
mencegah buruknya birokrasi dapat berjalan dengan baik dengan adanya
legalitas secara hukum dalam pelaksanaannya.

48
DAFTAR PUSTAKA
1. Tjakra Negara, R. Soegiatno. 1992. Hukum tata usaha dan birokrasi Negara.Rineka
Cipta: Jakarta
2. Benveniste, Guy. 1997. Birokrasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
3. Osborn david dan plastrik peter, 2000.memangkas birokrasi: lima strategi menuju
pemerintahan wirausaha, PPM: Jakarta
4. Martin Albrow, 2004  Birokrasi, Cet.3, wacana : Yogyakarta.
5. Yunus Yasril dkk ,2006. pengantar ilmu administrasi Negara , unp press:Padang
6. Poltak sinambela ,lijan, dkk. 2006. reformasi pelayanan public: teori,kebijakan dan
implementasi, bumi aksara : Jakarta
7. Dwiyanto, Agus, dkk. 2006. reformasi birokrasi public di Indonesia. Yogyakarta:
UGM press.
8. Pasolong harbani,2007. Teori Administrasi Publik, alfabeta :bandung
9. Qodri azizy, abdul. 2007. Change management dalam reformasi birokrasi. jakarta:
gramedia,
10. Thoha, Miftah. 2007. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
11. Setiyono, Budi. 2004. Birokrasi Dalam Perspektif Politik dan Administrasi.
Semarang: Puskodak Undip
12. Indonesia, Undang-Undang, 1945, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Jakarta
13. Indonesia, Peraturan Pemerintah, 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2008 tentang Sistem Pengendalian Instansi Pemerintah. Jakarta
14. Indonesia, Peraturan Presiden, 2015, Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015
Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019,
Jakarta
15. Indonesia, Peraturan Presiden, 2015, Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2015
Tentang Kementerian Hukum dan HAM RI, Jakarta
16. Septian Raha, 2013, Makalah Birokrasi. https://www.academia.
edu/5160506/makalah_birokrasi

49
17. Aninda YD dan Meirinawati, analisis reformasi birokrasi (studi deskriptif pelayanan
publik di kantor pelayanan perbendaharaan negara (KPPN) surabaya I). http://
ejournal.unesa.ac.id/article/1859/42/article.pdf.
18. Saleh, Nur amin, 2012. Reformasi Birokrasi Upaya mewujudkan implementasi good
governance. www.nuraminsaleh. com/2012/10/reformasi-birokrasi-Upaya-
mewujudkan/ html?m=1
19. Taslim Moeis, 2014. Reformasi Birokrasi Kementerian Hukum dan HAM
20. Indonesia, Peraturan Menteri, 2014. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 27 Tahun 2014 tentang tentang pedoman
pembangunan pembangunan Agen Perubahan di Instansi Pemerintah. Jakarta
21. Indonesia, Peraturan Menteri, 2014. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 14 Tahun 2014 tentang evaluasi
pelaksanaan reformasi birokrasi instansi pemerintah. Jakarta
22. Indonesia, Peraturan Menteri, 2015. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi Kinerja
Penyelenggara Publik. Jakarta
23. Sedarmayanti, 2009. reformasi administrasi publik, reformasi birokrasi, dan
kepemimpinan masa depan (Mewujudkan Pelayanan Prima dan Kepemerintahan
yang Baik). bandung: PT Refika Aditama
24. Prasojo, Eko. 2008. Makalah Reformasi Birokrasi dan Good Governance: Kasus
Best Practices dari Sejumlah Daerah di Indonesia,. Jakarta: Kementerian PAN dan
RB
25. Hadari, Nawawi. 2005. Metode Penelitian Bidang Sosial.
26. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
27. Husein Umar. 1997. Riset Sumber Daya Manusia, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
28. Supramono dan Sugiarto, 1993. Statistika. Yogyakarta: Andi Offset.
29. Kurniawan, H. L., Paranoan, D. B.,& Fitriyah, N. 2014. Pembinaan Sumber Daya
Aparatur dalam Upaya Meningkatkan Kinerja Pegawai pada bagian Ekonomi
secretariat daerah Kabupaten Kutai Barat.

50
30. Miles, Matthew B. dan A. Michel Huberman. 2004. Analisis Data Kualitatif. Cetakan
I. UI-Press. Jakarta.

51

Anda mungkin juga menyukai