Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

PERJALANAN HIDUP MANUSIA DALAM


PANDANGAN ISLAM

DISUSUN OLEH :
NAMA ANGGOTA KELOMPOK :
1. RISMA CAHYANTI (22020170004)
2. VIONY FEBRINA ABU BAKAR (22020170005)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KUDUS
2020

i
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Perjalanan Hidup Manusia Dalam Pandangan Islam ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Dosen Toni F. Rafaanjani, M.Pd.I pada bidang studi Kemanusiaan Dan
Keimanan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Perjalanan Hidup Manusia Dalam Pandangan Islam  bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Toni F. Rafaanjani


selaku dosen mata kuliah Kemanusiaan Dan Keimanan yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Kudus, 14 desember 2020 

Penulis

(Risma Cahyanti)

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................i

Daftar Isi......................................................................................................ii

BAB 1 Pendahuluan1.1

Latar belakang.................................................................................11.2

Rumusan masalah............................................................................11.3

Tujuan penulisan dan manfaat penulisan.........................................21.4

Metode penulisan.............................................................................21.5

Sistematika penulisan.......................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN 2.1

Pengertian manusia.........................................................................32.2

Penciptaan manusia dalam agama islam.........................................42.3

Hakikat manusia...............................................................................72.4

Kelebihan manusia dari makhluk lain..............................................82.5

Peran dan tanggung jawab manusia menurut islam.........................9

BAB 3 PENUTUP3.1

Kesimpulan.....................................................................................113.2

Saran................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar belakang

Manusia merupakan makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu, manusia dan
berbagai hal dalam dirinya sering menjadi perbincangan diberbagai kalangan.
Hampir semua lemabaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak
karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan tempat tinggalnya.
Para ahli telah mencetuskan pengertian manusia sejak dahulu kala, namun sampai
saat ini belum ada kata sepakat tentang pengertian manusia yang sebenarnya. Hal
ini terbukti dari banyaknya sebutan untuk manusia, misalnya homo sapien
(manusia berakal), homo economices (manusia ekonomi) yang kadangkala disebut
Economical Animal (Binatang ekonomi), dan sebagainya.

Agama islam sebagai agama yang paling baik tidak pernah menggolongkan
manusia kedalam kelompok binatang. Hal ini berlaku selama manusia itu
mempergunakan akal pikiran dan semua karunia Allah SWT dalam hal-hal yang
diridhoi-Nya. Namun, jika manusia tidak mempergunakan semua karunia itu
dengan benar, maka derajat manusia akan turun, bahkan jauh lebih rendah dari
seekor binatang. Hal ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 179.

Sangat menariknya pembahasan tentang manusia inilah yang membuat penulis


tertarik untuk mengulas sedikit tentang Manusia Menurut Pandangan Islam.

1.2    Rumusan masalah

Untuk mengkaji dan mengulas tentang manusia dalam pandangan islam, maka
diperlukan subpokok bahasan yang saling berhubungan, sehingga penulis
membuat rumusan masalah sebagai berikut:

1.      Apa pengertian manusia menurut islam?

2.      Bagaimana penciptaan manusia dalam islam?

3.      Apa hakikat manusia menurut islam?

iv
4.      Apa kelebihan manusia dari makhluk lain?

5.      Apa fungsi dan tanggung jawab manusia dalam islam?

1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas UTS agama Islam
dan menjawab pertanyaan yang ada pada rumusan masalah.

1.4   Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan


penulis dan pembaca tentang manusia dalam pandangan islam dan untuk membuat
kita lebih memahami islam

v
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hakikat Manusia

Hakekat Manusia: Perspektif IslamDari sudut pandang psikologi,


pandangan tentang hakikat manusia mengarah pada sifat-sifat manusia
(human nature), yaitu sifat-sifat khas (karakteristik) segenap umat manusia
(Chaplin, 1997: 231). Hakekat manusia yang dimaksud dalam kajian ini
ialah sesuatu yang esensial dan merupakan ciri khas manusia sebagai
makhluk yang dapat menjadikan manusia berbeda dengan makhluk-
makhluk lainnya.Para pemikir Islam seperti Al-Farabi, Al-Ghazali, dan Ibnu
Rusyd (Muhaimin & Mujib, 1993) menyatakan bahwa manusia merupakan
rangkaian utuh antara dua unsur, yaitu unsur yang bersifat materi (jasmani)
dan unsur yang bersifat immateri (rohani). Pernyataan bahwa manusia
merupakan rangkaian utuh antara dua unsur mengan-dung makna bahwa
unsur-unsur tersebut merupakan satu totalitas yang tidak bisa dipisah-
pisahkan, atau dengan kata lain tidak bisa dikatakan sebagai manusia jika
salah satu diantara dua unsur tersebut tidak ada. Namun pembahasan ini
hanya difokuskan pada unsur immateri (rohani) saja.Istilah yang sering
disebut dalam Alquran untuk menggambarkan unsur manu-sia yang bersifat
rohani adalah ruh dan nafs.1. RuhDalam surah al-Hijr ayat 28-29 Allah
berfirman :

‫ فاذا سويـتـه ونفخت فيه من روحي‬.‫وإذ قال ربك للملـئكة اني خالق بشرا من صلصال من حمإ مسنون‬
‫فقعواله ساجدين‬ 

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:


“Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat
kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila
Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan telah meniupkan kedalamnya
ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan
bersujud”Sebagaimana yang digambarkan dalam ayat di atas, ruh adalah
unsur terakhir yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia, dengan demikian
dapat diambil pemaha-man bahwa ruh adalah unsur yang sangat penting
karena merupakan unsur terakhir yang menyempurnakan proses
penciptaan manusia. Ruh juga dikatakan sebagai bagian unsur yang mulia,
hal ini tersirat dari perintah Allah kepada para malaikat (termasuk pula
iblis) untuk sujud kepada manusia sebagai tanda penghormatan setelah
dimasuk-kannya unsur ruh.Apakah ruh itu?. Pertanyaan ini pernah

vi
diajukan kepada Rasulullah saw sebagaimana yang tergambar dalam surah
al-Isra’ ayat 85 sebagai berikut

‫ قل الروح من امر ربي وما اوتـيـتم من العلم اال قليال‬.‫ويسئلونك عن الروح‬

Artinya: Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh


itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit”.Ayat di atas menyiratkan bahwa pengetahuan manusia
tentang ruh sangat terbatas sehingga tidak mungkin dapat mengetahui
hakikat ruh secara detail. Sekalipun ayat di atas menyatakan bahwa
pengetahuan manusia tidak akan mencapai pemahaman yang rinci tentang
hakikat ruh, tetapi tidak satupun terdapat ayat Alquran yang menghalangi
atau melarang para ulama atau cendikiawan muslim untuk berusaha
memahami hakikatnya (Syaltout, 1972). Pintu untuk menyelidiki tentang
hakikat ruh masih terbuka dengan selebar-lebarnya (Surin,
1978).Mempelajari proses penciptaan manusia sebagaimana yang
digambarkan da-lam Alquran, paling tidak akan memberikan sedikit
pemahaman tentang sifat-sifat ruh sebagaimana yang dinyatakan oleh
Ansari (1992: 3) sebagai berikut:Thus obvious that a direct and detail
understanding of the nature of the ruh is not available. However, if we look
at other relevant sections of the Qur’an which describe the process of
creation, we might be able to obtain at least some understanding of its
nature.Dalam memahami sifat-sifat ruh, ada beberapa ulama dan para
sarjana muslim yang mencoba memahaminya dengan berpijak pada disiplin
ilmunya masing-masing, mereka di antaranya sebagai berikut:Al-Qayyim
(1991), dan Al-Razy (Ash-Shiddieqy, 1969 dan Hadi, 1981), ber-pendapat
bahwa ruh adalah suatu jisim (benda) yang sifatnya sangat halus dan tidak
dapat diraba. Ruh merupakan jisim nurani yang tinggi dan ringan, hidup
dan selalu bergerak menembus dan menjalar ke dalam setiap anggota tubuh
bagaikan menjalarnya air dalam bunga mawar. Jisim tersebut berjalan dan
memberi bekas-bekas seperti gerak, merasa, dan berkehendak. Jika anggota
tubuh tersebut sakit dan rusak, serta tidak mampu lagi menerima bekas-
bekas itu, maka ruh akan bercerai dengan tubuh dan pergi ke alam
arwah.Al-Ghazali (1989) membagi ruh dalam dua pengertian. Pertama, ruh
yang bersifat jasmani yang merupakan bagian dari tubuh manusia, yaitu zat
yang amat halus yang bersumber dari relung hati (jantung), yang menjadi
pusat semua urat (pembuluh darah), yang mampu menjadikan manusia
hidup dan bergerak, serta merasakan ber-bagai rasa. Ruh ini dapat
diibaratkan sebuah lampu yang mampu menerangi setiap sudut ruangan
(organ tubuh). Ruh sering pula diistilahkan dengan nafs (nyawa). Kedua,
ruh yang bersifat rohani yang merupakan bagian dari rohani manusia yang
sifatnya halus dan gaib. Ruh ini memberikan kemampuan kepada manusia
untuk mengenal diri-nya sendiri, mengenal Tuhannya, dan memperoleh
serta menguasai ilmu yang bermacam-macam. Ruh pula yang menyebabkan
manusia berperikemanusiaan dan berakhlak sehingga memjadikannya

vii
berbeda dengan binatang.Syaltout (1972) berpendapat bahwa ruh adalah
suatu kekuatan yang dapat menyebabkan adanya kehidupan pada makhluk
seperti tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Ruh pada diri manusia
disamping dapat memberikan kehidupan juga mem-berikan kemampuan
kepada manusia untuk merasa dan berpikir. Hakekat ruh sulit ditangkap
tetapi keberadaannya dapat dirasakan.Ansari (1992) menyatakan, salah satu
kapasitas khusus yang hanya dimiliki oleh manusia -- tidak dimiliki oleh
makhluk lain -- disebabkan karena adanya ruh adalah kemampuannya
untuk memperoleh pengetahuan yang luas. Pernyataan Ansari tersebut
didasarkan pada Alquran surah al-Baqarah ayat 31 sebagai berikut

‫ وعلم ادم االسماء كلها‬...

Artinya: Dan Dia (Allah) mengajarkan Adam nama-nama (benda-benda)


seluruhnyaAdam diajarkan oleh Allah swt berbagai nama-nama benda
setelah unsur ruh ditiupkan kedalam tubuhnya, hal ini menyiratkan bahwa
keberadaan unsur ruh menyebabkan manusia mempunyai kemampuan
untuk menerima dan memperoleh pengetahuan yang luas.Pulungan (1984)
menyatakan bahwa ruh adalah sumber kemanusiaan. Manusia merasa
senang, cinta, benci, marah, bahagia, gembira, bermoral, berakhlak, mem-
punyai rasa malu dan beradab, semuanya adalah akibat dari adanya ruh
yang ditiupkan Allah pada tubuh manusia.Menurut Arifin (1994),
keberadaan ruh pada diri manusia dapat menyebabkan tumbuh dan
berkembangnya daging, tulang, darah, kulit, dan bulu, ruh pula yang
menyebabkan tubuh manusia dapat bergerak, berketurunan, dan
berkembangbiak. Di sampimg itu ruh pula yang membuat manusia dapat
melihat, mendengar, merasa, berpikir, berkesadaran, dan berpengertian.Di
samping ruh, istilah lain yang dijumpai dalam Alquran untuk menamakan
unsur rohani manusia ialah nafs. Ruh dan nafs adalah dua buah istilah yang
pada hakikatnya sama.2. NafsRuh dan nafs hakikatnya sama, diberi istilah
yang berbeda adalah untuk membedakan sifat dan fungsinya masing-
masing. Menurut Amjad (1992), istilah ruh hanya digunakan untuk
menunjukkan unsur rohani manusia pada tingkatan yang lebih tinggi dari
nafs, ruh dipandang sebagai dimensi khas insani yang merupakan sarana
gaib untuk menerima petunjuk dan bimbingan Tuhan, serta mempunyai
kesadaran tentang adanya Tuhan, sedangkan istilah nafs digunakan untuk
menggambarkan unsur rohani manusia yang mengandung kualitas-kualitas
insaniyah atau kemanusiaan.Dalam Alquran ditemukan tiga buah istilah
yang dikaitkan dengan kata nafs, yaitu al-nafs al-mutma’innah seperti yang
terdapat dalam surah al-Fajr ayat 27, al-nafs al-lawwamah seperti yang
terdapat dalam surah al-Qiyaamah ayat 2, dan al-nafs laammaratun bi al-su’
seperti yang terdapat dalam surah Yusuf ayat 53. Ketiga buah istilah yang
dikaitkan dengan kata nafs tersebut menyiratkan adanya tiga buah
pembagian kualitas unsur rohani yang terdapat pada manusia.Al-nafs al-
mutma’innah secara etimologi berarti jiwa yang tenang, dinamakan jiwa

viii
yang tenang karena dimensi jiwa ini selalu berusaha untuk meninggalkan
sifat-sifat tercela dan menumbuhkan sifat-sifat yang baik sehingga
memperoleh ketenangan. Dimensi jiwa ini secara umum dinamakan qalb
atau hati (Ahmad, 1992; Mujib, 1999).Al-nafs al-lawwamah secara literlik
berarti jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri, maksudnya bila ia telah
berbuat kejahatan maka ia menyesal telah melakukan perbuatan tersebut,
dan bila ia berbuat kebaikan maka ia juga menyesal kenapa tidak berbuat
lebih banyak (Departemen Agama RI, 1978; Surin, 1978). Dimensi jiwa ini
dinamakan oleh para filosof Islam sebagai ‘aql atau akal (Ahmad, 1992;
Mujib, 1999).Al-nafs laammaratun bi al-su’ secara harfiah berarti jiwa yang
memerintah kepada kejahatan, yaitu aspek jiwa yang menggerakkan
manusia untuk berbuat jahat dan selalu mengejar kenikmatan. Menurut
para kaum sufi, dimensi jiwa ini dinamakan sebagai hawa atau nafsu
(Sudewo, 1968; Ahmad, 1992; dan Mujib, 1999).Ahmad (1992) menyebutkan,
meskipun unsur rohani manusia yang diistilah-kan dengan nafs disebut
dengan tiga buah istilah yang berbeda-berbeda sehingga seolah-olah
ketiganya berdiri sendiri-sendiri, namun hakikat ketiganya merupakan satu
kesatuan. Ketiga buah istilah tersebut menggambarkan bahwa secara garis
besar terdapat tiga buah fungsi dan sifat yang dimainkan oleh unsur rohani
manusia.Senada dengan pendapat Ahmad yang menyimpulkan bahwa unsur
rohani manusia hakikatnya satu, Arifin menyatakan:Dinamai ruh (jiwa),
atau nafs (nyawa) dalam fungsinya menghidupkan, me-numbuhkan dan
memperkembangbiakkan. Dinamai akal dalam fungsinya memikir
(menyelidiki), mencari sebab akibat, mengingat dan menghayal. Dinamai
hati atau kalbu dalam fungsinya merasa .… dinamai nafsu dalam fungsinya
berkeinginan, berkehendak, berkemauan. (Arifin, 1994: 37)Pendapat Ahmad
dan Arifin yang menyimpulkan bahwa unsur rohani manusia hakikatnya
satu, diperkuat pula oleh pendapat Amjad sebagai berikut: “..… can be
concluded that ruh is seen as a unity in all experience which is manifested in
different ways in the human self” (Amjad, 1992: 44).Dari pendapat beberapa
ulama dan sarjana muslim di atas, dapat diambil simpulan bahwa meskipun
Alquran menggunakan istilah yang berbeda-beda dalam menggambarkan
unsur rohani manusia, yaitu ruh dan nafs, namun unsur-unsur rohani
tersebut hakikatnya satu, disebut dengan istilah yang berbeda adalah untuk
membe-dakan sifat-sifat rohani manusia. Keberadaan unsur rohani tersebut
menyebabkan ma-nusia dapat hidup dan bergerak, berpikir, merasa dan
menyadari keberadaan dirinya, bahkan menyadari akan keberadaan sesuatu
yang menciptakan dirinya, yaitu Tuhan. 

3. QalbMenurut Ahmad (1992) dan Mujib (1999), qalb adalah istilah dari al-
nafs al-mutma’innah yang digunakan di dalam Alquran untuk
menggambarkan salah satu unsur potensi rohani yang dimiliki oleh manusia.
Istilah qalb dapat dijumpai antara lain di dalam Alquran surah al-Hajj ayat
46 sebagai berikut

ix
‫افلم يسيروا فى االرض فـ َكون لهم قلوب يعقلون بها او اذان يسمعون بـها فانـها ال تعمى االبصار ولكن‬
‫تعمى القلوب التي فى الصدور‬

Artinya: Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka
mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai
telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya
bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang ada di dalam
dada.Di samping Alquran surah al-Hajj ayat 46 di atas dapat pula dijumpai
pada Hadis Rasulullah saw sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari (1979: 19) sebagai berikut:

‫ان فى الجسد مضغة اذا صلحت صلح الجسد كله واذا فسدت فسد الجسد كله اال وهي القلب‬

Artinya: Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging,


jika ia baik maka baik pula semua tubuhnya, dan jika ia rusak maka rusak
pula semua tubuhnya, ingatlah! itulah yang dinamakan
hati/qalb.Berdasarkan keterangan Alquran surah al-Hajj ayat 46 dan Hadis
Rasu-lullah saw tersebut di atas, dapat diambil pemahaman bahwa qalb
mempunyai arti fisik dan arti metafisik. Al-Ghazali (1984) dan Noersyam
(1984) menyatakan, pengertian qalb menurut arti fisik adalah segumpal
daging berbentuk lonjong yang terletak di dalam rongga dada sebelah kiri
yang terus menerus berdetak selama manusia masih hidup. Qalb dalam
pengertian fisik ini berfungsi untuk mengatur jalannya peredaran darah ke
dalam seluruh tubuh. Qalb seperti ini terdapat pada manusia dan juga pada
binatang. Pernyataan ini didasarkan atas firman Allah swt dalam surah an-
Najm ayat 11 sebagai berikut:

‫ما كذب الفؤاد ما رأَى‬

Artinya: Hati nurani tidak mendustakan apa yang dilihatnya

Menurut Zamakhsyariy (Mujib, 1999), hati nurani diciptakan oleh Allah


sesuai dengan fitrah manusia yaitu baik dan suci, dan berkecenderungan
menerima kebenaran dari Tuhannya. Jika hati nurani berfungsi secara
normal, maka kehidupan manusia menjadi sesuai dengan fitrah aslinya,
yaitu baik dan suci, dan dengan demikian manu-sia akan beriman kepada
Allah swt.Iman adalah masalah gaib yang tidak dapat dijangkau oleh dunia
nyata atau pengalaman empiris semata, iman hanya dapat dijangkau dengan
dunia rasa. Dunia rasa hanya dapat dijangkau melalui hati nurani yang
terdapat dalam dada manusia, bukan dengan rasio atau otak yang terdapat
di kepala manusia karena rasio atau otak manusia tidak mampu

x
menjangkau hal-hal yang gaib, keterangan ini dapat dilihat di dalam
Alquran surah al-Hujurat ayat 14:

‫ قل لم تؤمنوا ولكن قولوا اسلمنا ولـما يدخل االيمان في قلوبكم وإن تطيعوا هللا ورسوله‬.‫قالت االعرب آمنا‬
‫الَ يلـتكم من أعمالكم شيئا ان هللا غفور رحيم‬

Artinya: Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”.


Katakanlah (kepada mereka): “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah
‘kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu, dan
jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi
sedikitpun (pahala) amalanmu”. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.Hati nurani merupakan unsur rohani manusia yang sangat
penting dan dipandang sebagai inti kemanusiaan yang dapat menjadikan
manusia berbeda dengan binatang. Jika manusia tidak dapat menggunakan
hati nuraninya maka dia tidak ada bedanya dengan binatang, bahkan bisa
lebih sesat dari binatang sebagaimana yang dinyatakan dalam Alquran
surah al-A’raf ayat 179.

... ‫لهم قلوب ال يفقهون بها ولهم اعين ال يببصرون بها ولهم اذان ال يسمعون بها اولئك كاالنعام بل هم‬
‫اضل اولئك هم‬ 

‫الغافلون‬

Artinya: ... mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannnya untuk


memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-
ayat Allah). Mereka itu bagaikan binatang, bahkan mereka lebih sesat lagi.
Mereka itulah orang-orang yang lalai.Hati nurani dapat dikategorikan
sebagai intuisi atau pandangan yang dalam yang mampu membawa manusia
kepada kebenaran, dan sebagai sarana untuk mengenal kebenaran ketika
penginderaan manusia tidak mampu memainkan perannya (Iqbal, 1981).
Senada dengan Iqbal, Al-Ghazali (1984), Noersyam (1984), dan Raharjo
(1987yang telah diperoleh seseorang dari kedua orangtuanya. Tetapi
berbeda dengan conscience dan superego, qalb di samping mengandung
sistem nilai moral seseorang juga mengandung sistem nilai spiritual sehingga
seseorang mampu merasakan keberadaan Tuhan, beriman dan dapat
menerima kebenaran dari-Nya.

4. ‘AqlSecara etimologi ‘aql berarti mengikat/al-ribath, menahan/al-imsak,


mela-rang/al-nahy, dan mencegah/man’u (Rasyidi & Cawidu, 1984).
Berdasarkan mak-na bahasa ini, Mujib (1999) berpendapat bahwa yang
disebut orang yang berakal (al-‘aqil) adalah orang yang mampu menahan
dan mengikat dorongan-dorongan nafsunya, jika nafsunya terikat maka jiwa

xi
rasionalitasnya mampu bereksistensi sehingga manu-sia dapat menghindari
perbuatan buruk atau jahat.‘Aql, ditransfer kedalam bahasa Indonesia
menjadi akal dengan arti yang umum yaitu pikiran. Akal adalah subtansi
yang bisa berpikir, dengan kata lain, ber-pikir adalah cara kerja dari akal,
sehingga dapat dikatakan bahwa akal identik dengan pikiran, atau ratio
dalam bahasa Latin, atau budi dalam bahasa Sansekerta, atau reason dalam
bahasa Inggris.Mengutip pendapat al-Husain, Mujib (1999) menyatakan
bahwa akal mem-punyai dua makna, yaitu: (1) akal jasmani, yaitu salah satu
organ tubuh yang terletak di kepala. Akal ini yang biasanya disebut dengan
otak (al-dimagh), (2) akal ruhani, yaitu suatu kemampuan jiwa yang
dipersiapkan dan diberi kemampuan untuk mem-peroleh pengetahuan (al-
ma’rifah) dan kognisi (al-mudrikat).Al-Ghazali (sebagaimana yang dikutip
Basil, tanpa tahun) menyebutkan beberapa aktivitas akal, yaitu al-nazhar
(melihat), al-tadabbur (memperhatikan), al-ta’ammul (merenungkan), al-
i’tibar (menginterpretasikan), al-tafkir (memikirkan) dan al-tadakkur
(mengingat). Apa yang dinyatakan oleh al-Ghazali mengenai aktivitas akal
tersebut, dalam psikologi dikenal dengan istilah cognition (kognisi), yaitu
sebuah konsep umum yang mencakup semua pengenalan, termasuk di
dalamnya ialah menga-mati, melihat, memperhatikan, menyangka,
membayangkan, memperkirakan, mem-pertimbangkan, berpikir, menduga
dan menilai (Chaplin, 1997).

5. HawaSecara literlik hawa berarti menuruti kehendak. Hawa sering pula


diistilahkan dengan syahwat yang berarti nafsu, selera, atau keinginan
(Munawwir, 1984: 801). Dalam bahasa Indonesia, hawa/syahwat diistilahkan
dengan nafsu atau hawa nafsu.Nafsu merupakan karunia Tuhan yang
diberikan kepada manusia, dengan nafsu manusia bisa menikmati segala
keindahan dan kenikmatan yang terdapat di alam ini, nafsu mendorong akal
manusia untuk memikirkan cara-cara hidup yang lebih baik, dan nafsu pula
yang mendorong manusia untuk hidup berkeluarga dan berketurunan.
Dalam surah Ali Imran ayat 14 Allah swt berfirman:

‫زين للناس حب الشهوات من النسآء ِوالبنين والقناطير المقنـطرة مـن الذهب والفضة والخيل المسومة‬
‫ ذلك متاع الحياة الدنيا وهللا عنده حسن الـمـاب‬.‫واالنعام والحرث‬

Artinya: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-


apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah lah tempat yang
baik.Berdasarkan surah Ali Imran ayat 14 di atas, Al-Falimbani (1995) dan
Muhammad (t.t.) membagi nafsu menjadi dua macam, yaitu nafsu seksual
(syahwatul faraj) dan nafsu perut (syahwatul bathni). Nafsu seksual
mendorong dan menyebabkan umat manusia berkembang dan
berketurunan, sedang nafsu perut mendorong akal manusia untuk
memikirkan cara-cara hidupnya yang lebih layak.Disamping nafsu seksual

xii
dan nafsu perut, Al-Ghazali (Sholeh, 1993) menye-butkan bahwa terdapat
pula nafsu marah/angkara murka (ghadlab). Nafsu marah mendorong
manusia untuk melakukan apa saja atau menentang apa saja yang dianggap
mengancam dan merugikan dirinya.

Manusia diperingatkan untuk selalu waspada terhadap sifat dan kekuatan


nafsu yang selalu cenderung pada keburukan, jika tidak dikendalikan maka
akan membuat manusia sesat. Dalam surah al-Jaatsiyah ayat 23 Allah swt
berfirman:

‫… افرأيت من اتخذ الـهه هوـه واضله هللا على علم وخـتم على سمعـه وقلبه وجعل على بصره غشوة ؟‬

Artinya: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa


nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan
ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati hatinya dan meletakkan tutupan
atas penglihatannya ?…Keterangan lain yang menyatakan bahwa nafsu
cenderung membawa dan mendorong manusia kedalam kesesatan dapat
dilihat antara lain pada surah Maryam ayat 59, surah Thaha ayat 16, surah
al-Qashash ayat 50, dan surah Shaad ayat 26.Surah al-Jaatsiyah ayat 23 di
atas menjelaskan bahwa jika seseorang selalu memperturutkan hawa
nafsunya, maka mata hatinya (qalb) serta penglihatannya (‘aql) akan
tertutup, orang tersebut akan tersesat karena tidak mampu lagi
membedakan antara yang baik dan yang buruk, atau antara yang benar dan
yang salah.Secara psikologis, jika seorang manusia sekali melakukan
kebaikan atau keja-hatan, maka kesempatannya untuk mengulangi
perbuatan yang serupa semakin ber-tambah, sebaliknya, untuk melakukan
perbuatan yang berlawanan semakin berkurang, dengan terus menerus
melakukan kebaikan atau kejahatan, maka seorang manusia hampir tidak
dapat melakukan perbuatan yang berlawanan, bahkan untuk sekedar
memikirkannya (Fazlurrahman, 1996), dengan demikian, jika manusia selalu
menuruti hawa nafsunya yang selalu mendorong kepada perbuatan jahat,
maka hati nurani (qalb) serta penglihatannya (‘aql) akan “tertutup”Uraian
tentang nafsu di atas menyiratkan bahwa apabila nafsu bekerja di bawah
kontrol dan kendali hati dan akal, maka nafsu akan memberikan manfaat
dan kebahagiaan kepada manusia, sebaliknya jika dorongan-dorongan nafsu
terlalu kuat menguasai manusia sehingga hati dan akal tidak mampu
mengontrol dan mengen-dalikannya, maka manusia akan tersesat dan
celaka, nafsu seksual dan nafsu perut yang tidak terkendali akan
menimbulkan “kerakusan”, sedang nafsu marah yang tidak terkendali akan
menimbulkan “kebuasan”.Asal-usul kejadian manusia.

2.2 Asal Usul Manusia

Asal-usul kejadian manusia.

xiii
Generasi manusia yang ada sampai sekarang, dalah berasal dari manusia
pertama yang bernama Adam dengan istrinya yang populer bernama
Hawa[3]. Diantara ayat yang secara jelas menyatakan bahwa Adam dan
Hawa adalah ayah dan ibu generasi manusia setelahnya, adalah:

‫ش ْيطَانُ َك َما أَ ْخ َر َج أَبَ َو ْي ُك ْم ِمنَ ا ْل َجنَّة‬


َّ ‫يَا بَنِي آ َد َم اَل يَ ْفتِنَنَّ ُك ُم ال‬

“Hai anak-anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syetan,
sebagaimana ia telah mengeluarkan ibu-bapakmu dari surga” (QS. Al-
A’raf : 27)

Adam sendiri diciptakan dari tanah sebagaimana diceritakan oleh Allah


SWT dalam beberapa firman-Nya yang salah satunya pada firman berikut:

ُ‫ب ثُ َّم قَا َل لَهُ ُكنْ فَيَ ُكون‬


ٍ ‫سى ِع ْن َد هَّللا ِ َك َمثَ ِل آ َد َم َخلَقَهُ ِمنْ تُ َرا‬
َ ‫إِنَّ َمثَ َل ِعي‬

“Sesungguhnya perumpamaan Isa di sisi Allah adalah semisal Adam. Allah


menciptakan-Nya dari tanah, kemudian berfirman kepadanya, ‘Jadilah’
maka jadilah dia” (QS. Ali Imran : 59)

Ayat ini secara explisit merupakan bantahan terhadap para pengagum Isa as
yang menilainya sebagai anak Tuhan, karena beliau tidak lahir melalui
seorang ayah, melainkan melalui kalimat Allah. Tetapi secara implisit
menjelaskan  kejadian Isa as yang semisal dengan kejadian Adam as yaitu
diciptakan dari tanah melalui proses yang mudah dan cepat sesuai dengan
kehendak Allah SWT. Kata ‘kun’ pada ayat di atas tidaklah benar bila
dijadikan dasar bahwa Adam as diciptakan dalam sekejap tanpa proses
sebagaimana yang difahami kebanyakan orang. Karena disamping dalam
hal mencipta  Allah SWT, tidak memerlukan sesuatu apapun untuk
mewujudkan apa yang dikehendaki-Nya, termasuk tidak perlu
mengucapkan ‘kun’. Juga karena pada ayat yang lain Allah SWT
melukiskan, bahwa Dia menciptakan Adam as dari tanah, dan setelah Dia
sempurnakan kejadiannya, Dia tiupkan ruh ciptaan-Nya.

َ ‫فَإ ِ َذا‬
َ ُ‫س َّو ْيتُهُ َونَفَ ْختُ فِي ِه ِمنْ ُرو ِحي فَقَ ُعوا لَه‬
‫سا ِج ِدين‬

“Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya (Adam), dan telah


meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu
kepadanya dengan bersujud”

(QS. al-Hijr :29)

xiv
Maka kata ‘kun’ pada ayat di atas, disebutkan hanyalah sekedar untuk
menggambarkan kemudahan dan kecepatan wujud apa yang dikehendaki
Allah SWT. Dan ayat tersebut, sama sekali tidak menjelaskan apa yang
terjadi dan proses apa yang dilalui antara penciptaan dari tanah dengan
penghembusan ruh ciptaan-Nya. Jika diibaratkan penciptaan dari tanah
sama dengan A, dan penghembusan ruh ciptaan-Nya sama dengan Z, maka
antara A dan Z tidak dijelaskan baik materi maupun waktunya.

Melalui ayat QS. Ali Imran : 59 pula, Allah SWT membantah keyakinan
umat Nasrani yang bersikeras mengatakan bahwa tidak mungkin Isa as lahir
tanpa memiliki seorang ayah. Karena Dzat yang mampu menciptakan Adam
as tanpa seorang ayah dan seorang ibu, tentu saja lebih mampu untuk
menciptakan Isa as dengan hanya dari seorang ibu. Dr. G.C. Goeringer,
Direktur Kursus dan Profesor Kepala Embriologi Kedokteran di
Departemen Biologi Sel Sekolah  Kedokteran Universitas Georgetown
Washington D.C mengatakan bahwa sains modern saat ini membuktikan
bahwa banyak binatang dan makhluk hidup di dunia ini yang terlahir dan
berkembang biak tanpa proses pembuahan pihak laki-laki (pejantan) dari
spesiesnya. Sebagai contoh, seekor lebah jantan tidak lebih dari sekedar telur
yang belum dibuahi, sedangkan telur yang telah dibuahi (oleh pejantannya)
berkembang menjadi lebah betina (ratu). Selain itu, lebah-lebah jantan
tercipta dari telur-telur ratu lebah yang tidak dibuahi oleh pejantannya. Ada
banyak sekali contoh yang demikian di dunia hewan. Selain itu, manusia saat
ini memiliki sarana sains untuk merangsang telur dari beberapa organisme
sehingga telur-telur ini berkembang tanpa pembuahan dari pejantannya.
Lebih lanjut  Goeringer menyatakan: Dalam beberapa contoh pendekatan,
telur-telur yang tidak dibuahi dari beberapa spesies amfibi dan mamalia
tingkat rendah dapat diaktifkan secara mekanik (seperti penusukan dengan
sebuah jarum), secara fisik (seperti kejutan panas), atau secara kimia dengan
pencampuran dari beberapa substansi kimia yang berbeda, dan berlanjut ke
tahap perkembangan. Dalam beberapa spesies, tipe perkembangan secara
parthenogenetic seperti ini adalah alami.[4] 

Selanjutnya kejadian generasi manusia setelah Adam as, penciptaannya


diisyaratkan dalam ayat :

َ ِ‫ث ِم ْن ُه َما ِر َجااًل َكثِي ًرا َون‬


‫ساء‬ ْ ‫ق ِم ْن َها‬
َّ َ‫زَو َج َها َوب‬ َ َ‫س َوا ِح َد ٍة َو َخل‬ ُ َّ‫يَا أَيُّ َها الن‬
ٍ ‫اس اتَّقُوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذي َخلَقَ ُك ْم ِمنْ نَ ْف‬

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan kamu yang telah


menciptakan kamu dari diri yang satu, dan menciptakan darinya
pasangannya. Allah mengembang biakkan dari keduanya laki-laki yang
banyak dan perempuan” (QS. an-Nisa : 1)

xv
Para Mufassir terdahulu memahami kata ‘nafsin wahidah’ (diri yang satu)
pada ayat ini dalam arti Adam as. Akan tetapi para Mufassir kontemporer
seperti al-Qasimi, Syekh Muhammad Abduh memaknainya dalam arti jenis
manusia lelaki dan wanita. Sehingga ayat ini kandungannya sama dengan
firman Allah SWT :

ُ ‫اس إِنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِمنْ َذ َك ٍر َوأُ ْنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم‬


‫ش ُعوبًا َوقَبَائِ َل لِتَ َعا َرفُوا‬ ُ َّ‫يَا أَيُّ َها الن‬

“Hai sekalian manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari


seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal” (QS. al-Hujurat :
13)

Maka kedua  ayat di atas pada prinsipnya  berbicara sama yaitu tentang asal
kejadian manusia  dari seorang ayah dan ibu, yakni sperma ayah dan ovum
ibu. Hanya tekanannya saja yang berbeda. Jika ayat pertama dalam konteks
menjelaskan banyak dan berkembang biaknya manusia dari seorang ayah
dan ibu, maka ayat kedua konteksnya adalah persamaan hakikat
kemanusian orang perorang, dimana setiap orang walau berbeda-beda ayah
dan ibunya, tetapi unsur dan proses kejadian mereka sama. Sehingga tidak
dibenarkan seseorang menghina atau merendahkan orang lain.

Dengan memaknai kata ‘nafsin wahidah’ dalam arti diri (jenis) yang satu,
Thabathaba’i dalam tafsirnya menyatakan bahwa ayat tersebut juga
memberi penegasan bahwa pasangan (isteri Adam) yang ditunjuk kata
‘zaujaha’ diciptakan dari jenis yang sama dengan Adam yakni dari tanah
dan hembusan ruh Ilahi. Menurutnya sedikitpun ayat itu tidak mendukung
faham yang beranggapan bahwa Hawa  diciptakan dari tulang rusuk Adam
sebagaimana yang difahami para Mufassir terdahulu.[5]

Akan halnya hadis riwayat Abi Hazm dari Abi Hurairah ra yang kerap
digunakan untuk memperkuat faham itu, selain tertolak kesahihannya
sehingga tidak dapat digunakan hujjah (argumentasi), juga – sebagaimana
mayoritas ulama kontemporer mengatakan - hadis tersebut tidaklah tepat
jika difahami dalam pengertian harfiah, melainkan harus difahami dalam
pengertian metafora. Maka konteksnya dalam rangka mengingatkan kepada
kaum laki-laki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana, mengingat
ada sifat dan kodrat bawaan mereka yang berbeda. Tidak ada seorangpun
yang mampu mengubah kodrat bawaan itu. Kalaupun ada yang berusaha,
maka akibatnya akan fatal seperti upaya meluruskan tulang rusuk yang
bengkok.[6]

Walhasil makhluk yang bernama manusia, dari mulai manusia pertama


Adam as dan istrinya Hawa, juga Isa as, serta generasi manusia setelahnya

xvi
berasal dari bahan baku yang sama yaitu dari unsur tanah dan hembusan
ruh Ilahi. Hanya model penciptaannya saja yang berbeda. Penciptaan
manusia – sebagaimana disimpulkan Quraish Shihab – terdiri dari empat
model penciptaan. Model pertama menciptakan dengan tanpa ayah dan ibu,
yaitu Adam as. Kedua menciptakan setelah disampingnya ada lelaki, yaitu
isteri Adam as. Model ketiga menciptakan hanya dengan  ibu tanpa ada
ayah, yaitu Isa as. Dan yang terakhir menciptakan melalui pertemuan lelaki
dan perempuan yaitu generasi manusia setelah Adam as.[7]

Ali Syari’ati[8] menafsirkan tanah - sebagai salah satu unsur kejadian


manusia - merupakan simbol kerendahan dan kenistaan, sedang unsur yang
lain yaitu ruh Allah adalah simbol kemuliaan dan kesucian tertinggi.  Yusuf
Qardawi - sebagaimana dikutip Jalaluddin Rahmat[9] – membahasakan
manusia adalah gabungan kekuatan tanah dan hembusan ruh Ilahi (baina
qabdhat al-thin wa nafkhat al-ruh). Manusia adalah zat bidimensional
(bersifat ganda) terdiri atas sifat material (jasmani) dan sifat spiritual
(ruhani). Sifat materialnya cenderung dan menarik manusia ke arah
kerendahan, dan sifat spiritualnya mengarahkan dirinya menaiki puncak
setinggi-tingginya. Satu hal yang menarik adalah kedua anasir yang
bertentangan itu harus selalu berada dalam keseimbangan. Tidak boleh
seseorang mengurangi hak-hak tubuh untuk memenuhi hak ruh. Begitu pula
tidak boleh ia mengurangi hak-hak ruh untuk memenuhi hak tubuh.

Fase penciptaan manusia.

Proses penciptaan manusia dijelaskan Allah SWT dalam beberapa firman-


Nya melalui berbagai fase atau tahapan. Salah satunya pada QS. Al-
Mu’minun : 12-14 :

ً‫ثُ َّم َخلَ ْقنَا النُّ ْطفَةَ َعلَقَة‬    * ‫ثُ َّم َج َع ْلنَاهُ نُ ْطفَةً فِي قَ َرا ٍر َم ِكي ٍن‬    * ‫ساَل لَ ٍة ِمنْ ِطي ٍن‬ ُ ْ‫سانَ ِمن‬ َ ‫َولَقَ ْد َخلَ ْقنَا اإْل ِ ْن‬
ُ‫سن‬ َ
َ ‫آخ َر فَتَبَا َر َك هَّللا ُ أ ْح‬ ْ َ
َ ‫س ْونَا ا ْل ِعظَا َم لَ ْح ًما ثُ َّم أ ْنشَأنَاهُ َخ ْلقًا‬
َ ‫ض َغةَ ِعظَا ًما فَ َك‬
ْ ‫ض َغةً فَ َخلَ ْقنَا ا ْل ُم‬ْ ‫فَ َخلَ ْقنَا ا ْل َعلَقَةَ ُم‬
َ
‫الخالِقِين‬ ْ

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari  saripati (berasal)


dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan)
dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan
segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging,
dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang
itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk
yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling
Baik.”

 (QS. al-Mu’minun : 12-14)

xvii
Terdapat munasabah (keserasian) dalam penempatan rangkaian ayat ini
yang  mengemukakan tujuh fase proses penciptaan manusia, setelah
rangkaian ayat sebelumnya yang menguraikan tujuh macam sifat orang-
orang mukmin. Seakan-akan kedua rangkaian ayat ini menyatakan kepada
kita : “Wahai manusia, engkau berhasil keluar dan berada di pentas bumi
ini setelah melalui tujuh fase, maka engkaupun perlu menghiasi diri dengan
tujuh hal agar berhasil pula dalam kehidupan sesudah kehidupan dunia ini”.

Sungguh menakjubkan fase-fase penciptaan manusia yang dijelaskan secara


detail oleh rangkaian ayat di atas, karena ternyata fase-fase yang
dijelaskannya terbukti sejalan dengan penemuan ilmiah embriologi modern
dewasa ini. Fase-fase itu adalah :

‘Sulalah min thin’ (saripati tanah).

Saripati tanah yang dimaksud – sebagaimana pendapat Thahir Ibn ‘Asyur –


adalah zat yang diproduksi oleh alat pencernaan yang berasal dari bahan
makanan (baik tumbuhan maupun hewan) yang bersumber dari tanah, yang
selanjutnya menjadi darah, kemudian berproses hingga akhirnya menjadi
sperma ketika terjadi hubungan sex.[10]

Pada ayat lain (QS. Al-Hajj : 5) fase ini disebutnya fase ‘turab’ (tanah)[11].
Pada ayat inipun yang dimaksud tanah adalah asal-usul sperma yaitu zat
makanan yang berasal dari bahan makanan yang bersumber dari tanah.
Karena itu Sayyid Quthub mengomentari kata ‘turab’ dengan mengatakan :

“Manusia adalah putri bumi ini. Dari tanahnya dia tumbuh berkembang,
dari tanahnya dia berbentuk, dan dari tanahnya pula dia hidup. Tidak
terdapat satu unsurpun dalam jasmani manusia yang tidak memiliki
persamaan dengan unsur-unsur yang terdapat dalam bumi, kecuali rahasia
yang sangat halus itu yang ditiupkan Allah padanya dari ruh-Nya dan
dengan ruh itu itulah manusia berbeda dari unsur-unsur tanah itu, tetapi
pada dasarnya manusia berasal dari tanah. Makanan dan semua unsur
jasmaninya berasal dari tanah”[12]  

‘Nuthfah’ (air mani).

Makna asal kata ‘nuthfah’ dalam bahasa Arab berarti setetes yang dapat
membasahi. Penggunaan kata ini sejalan dengan penemuan ilmiah yang
menginformasikan bahwa pancaran mani yang menyembur dari alat
kelamin pria yang mengandung sekitar dua ratus juta benih manusia, tetapi
yang berhasil bertemu dengan ovum wanita hanya satu. Itulah yang
dimaksud dengan nuthfah.[13]‘Alaqah’ (segumpal darah).

xviii
Segumpal darah adalah salah satu arti kata ‘alaqah dari dua arti lainnya
yaitu ‘sesuatu yang melayang’ dan ‘lintah’.  Seorang ilmuwan terkenal
dalam bidang anatomi dan embriologi Prof. Keith Moore menyatakan bahwa
‘alaqah sebagai ‘sesuatu yang melayang’ sesuai dengan apa yang bisa dilihat
pada pengikatan embrio - selama fase ini - pada rahim ibu. Dan ‘alaqah
diartikan ‘segumpal darah’ atau ‘gumpalan darah yang membeku’ karena
embrio selama fase ini berkembang melalui saat-saat internal yang diketahui
seperti pembentukan darah di pembuluh tertutup sampai dengan putaran
metabolis lengkap melalui plasenta (ari-ari). Selama fase ini darah
ditangkap di dalam pembuluh tertutup sehingga embrio memperoleh
penampakan sebagai gumpalan darah beku. Sedang ‘alaqah diartikan
‘lintah’ oleh karena embrio selama fase ‘alaqah memperoleh penampakan
yang sangat mirip dengan lintah. Prof. Keith Moore menguji dengan
membandingkan lintah air yang masih segar dengan embrio pada fase ini
dan beliau menemukan kesamaan diantara keduanya. Ketiga deskripsi
tersebut secara ajaib diberikan hanya oleh sebuah kata dalam ayat al-Quran
yaitu kata ‘alaqah.[14]

‘Mudghah’ (segumpal daging).

Mudhghah berasal dari kata madhagha yang berarti mengunyah. Pada fase
ini embrio disebut mudhghah karena bentuknya masih dalam kadar yang
kecil seukuran dengan sesuatu yang dikunyah.

‘Idzam (tulang atau kerangka).

Pada fase ini embrio mengalami perkembangan dari bentuk sebelumnya


yang hanya berupa segumpal daging hingga berbalut kerangka atau tulang.

Kisa al-‘idzam bil-lahm (penutupan tulang dengan daging atau otot).

Pengungkapan fase ini dengan kisa yang berarti membungkus, dan lahm
(daging) diibaratkan pakaian yang membungkus tulang, selaras dengan
kemajuan yang dicapai embriologi yang menyatakan bahwa sel-sel tulang
tercipta sebelum sel-sel daging, dan bahwa tidak terdeteksi adanya satu sel
daging sebelum terlihat sel tulang[15].

Insya  (mewujudkan makhluk lain).

xix
Fase ini mengisyaratkan bahwa ada sesuatu yang dianugerahkan kepada
manusia yang menjadikannya berbeda dengan makhluk-makhluk lain.
Sesuatu itu adalah ruh ciptaannya yang menjadikan manusia memiliki
potensi yang sangat besar sehingga dapat melanjutkan evolusinya hingga
mencapai kesempurnaan makhluk.

Terminologi Manusia

Di dalam al-Quran terdapat tiga istilah kunci (key term) yang meskipun
mengacu pada makna pokok manusia, tetapi memiliki makna signifikan
yang berbeda-beda. Ketiga istilah kunci itu adalah Basyar, Insan, dan al-Nas.
Agar terhindak dari kerancuan semantik, perlu difahami dalam konteks apa
manusia disebut basyar, dan dalam konteks apa manusia disebut insan, serta
dalam konteks apa pula manusia disebut al-nas.

Basyar.

Kata basyar disebut dalam al-Quran 35 kali dikaitkan dengan manusia dan
25 kali dihubungkan dengan nabi-rasul. Kata basyar pada keseluruhan ayat
tersebut memberikan referensi kepada manusia sebagai makhluk biologis.
Salah satunya pada surah Yusuf : 31

‫ش ًرا إِنْ َه َذا إِاَّل َملَ ٌك َك ِريم‬ َ ‫فَلَ َّما َرأَ ْينَهُ أَ ْكبَ ْرنَهُ َوقَطَّعْنَ أَ ْي ِديَ ُهنَّ َوقُ ْلنَ َح‬
َ َ‫اش هَّلِل ِ َما َه َذا ب‬

 “Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepadanya


(keelokan rupanya) dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata:
Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia (basyar). Sesungguhnya ini
tidak lain hanyalah malaikat yang mulia  ”

 (QS.Yusuf : 31)

Ayat ini menceritakan wanita-wanita pembesar Mesir yang diundang


Zulaikha dalam suatu pertemuan yang takjub ketika melihat ketampanan
Yusuf as. Konteks ayat ini tidak memandang Yusuf as dari segi moralitas
atau intelektualitasnya, melainkan pada perawakannya yang tampan dan
penampilannya yang mempesona yang tidak lain adalah masalah biologis.

Pada ayat lain juga manusia disebut dengan kata basyar dalam konteks
sebagai makhluk biologis yaitu pada ayat yang menceritakan jawaban
Maryam (perawan) kepada malaikat yang datang padanya membawa pesan
Tuhan bahwa ia akan dikaruniai seorang anak :

‫سنِي بَشَر‬ َ ‫قَالَتْ َر ِّب أَنَّى يَ ُكونُ لِي َولَ ٌد َولَ ْم يَ ْم‬
ْ ‫س‬

xx
 “Maryam berkata: Tuhanku, bagaimana mungkin aku mempunyai anak
padahal aku tidak pernah disentuh manusia (basyar) ” (QS.Ali Imran : 47)

Maryam berkata demikian sebab dia tahu bahwa yang dapat menyentuh
(hubungan seksual) itu hanya manusia dalam arti makhluk biologis, dan
anak adalah buah dari hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan .
Nalar Maryam tidak menerima, bagaimana mungkin dia akan punya anak
padahal dia tidak pernah berhubungan dengan laki-laki.

Penolakan orang-orang kafir untuk beriman, juga karena pandangan


mereka terhadap seorang rasul yang hanya pada sisi biologisnya saja. Yakni
sebagai manusia yang sama seperti mereka yang makan, minum, jalan-jalan
di pasar, dan melakukan aktifitas lainnya[16]. Mereka tidak
mempertimbangkan aspek lain dari seorang rasul seperti kapasitas,
moralitas, kredibilitas kepribadiannya, dan akseptabilitas di mata umatnya.
Karena itu Allah SWT menyuruh Rasulullah saw untuk menegaskan bahwa
secara biologis ia memang seperti manusia biasa, tetapi memiliki perbedaan
dari yang lain yaitu penunjukan langsung dari Tuhan untuk menyampaikan
risalah-Nya. Dan dari sisi inilah Rasulullah menjadi manusia luar biasa.

َ َ‫قُ ْل إِنَّ َما أَنَا ب‬


َ ُ‫ش ٌر ِم ْثلُ ُك ْم ي‬
‫وحى إِلَي‬

 “Katakanlah (Muhammad kepada mereka bahwa) aku ini manusia biasa


(basyar) seperti kamu. Hanya saja aku diberi wahyu” (QS.Al-Kahfi : 110)
[17]

Beberapa ayat di atas dengan jelas menegaskan bahwa konsep basyar selalu
dihubungkan dengan sifat-sifat ketubuhan (biologis) manusia yang
mempunyai bentuk/ postur tubuh, mengalami pertumbuhan dan
perkembangan jasmani, makan, minum, melakukan hubungan seksual,
bercinta, berjalan-jalan di pasar, dan lain-lain. Dengan kata lain, basyar
dipakai untuk menunjuk dimensi alamiah yang menjadi ciri pokok manusia
pada umumnya.

Al-Insan.

Kata al-insan disebut sebanyak 65 kali dalam al-Quran. Hampir semua ayat
yang menyebut manusia dengan kata insan, konteksnya selalu menampilkan
manusia sebagai makhluk istimewa, secara moral maupun spiritual.
Keistimewaan  itu tidak dimiliki oleh makhluk lain. Jalaludin Rahmat
memberi penjabaran al-insan secara luas pada tiga kategori. Pertama, al-
insan dihubungkan dengan keistimewaan manusia sebagai khalifah dan
pemikul amanah. Kedua, al-insan dikaitkan dengan predisposisi negatif yang
inheren dan laten pada diri manusia. Ketiga, al-insan disebut dalam

xxi
hubungannya dengan proses penciptaan manusia. Kecuali kategori ketiga,
semua konteks al-insan menunjuk pada sifat-sifat psikologis atau spiritual.

Kategori pertama dapat difahami melalui empat penjelasan sebagai berikut

1.      Manusia dipandang sebagai makhluk unggulan atau puncak penciptaan


Tuhan. Keunggulannya terletak pada wujud kejadiannya sebagai makhluk
yang diciptakan dengan sebaik-baik penciptaan[18]. Manusia juga disebut
sebagai makhluk yang dipilih Tuhan[19] untuk mengemban tugas
kekhalifahan di muka bumi.[20]

2.      Manusia adalah satu-satunya makhluk yang dipercaya Tuhan untuk


mengemban amanah[21], suatu beban sekaligus tanggung jawabnya sebagai
makhluk yang dipercaya dan diberi mandat untuk mengelola bumi. Menurut
Fazlurrahman amanah yang dimaksud terkait dengan fungsi kreatif manusia
untuk menemukan hukum alam, menguasainya (dalam bahasa al-Quran
mengetahui nama-nama semua benda), dan kemudian menggunakannya
dengan insiatif moral untuk menciptakan tatanan dunia yang lebih baik[22].
Sedangkan menurut Thabathaba’i amanah dimaknai sebagai predisposisi
positif (isti’dad) untuk beriman dan mentaati Allah. Dengan kata lain
manusia didisposisikan sebagai pemikul al-wilayah al-Ilahiyah[23]. Amanah
inilah yang dalam ayat-ayat lain disebut sebagai perjanjian primordial atau
perenial. Secara metaforis perjanjian itu digambarkan dalam QS. Al-A’raf :
172 :

َ ‫س ِه ْم أَلَسْتُ بِ َربِّ ُك ْم قَالُوا بَلَى‬


‫ش ِه ْدنَا‬ ْ َ‫َوإِ ْذ أَ َخ َذ َربُّ َك ِمنْ بَنِي آ َد َم ِمنْ ظُ ُهو ِر ِه ْم ُذ ِّريَّتَ ُه ْم َوأ‬
ِ ُ‫ش َه َد ُه ْم َعلَى أَ ْنف‬

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belulang)


anak cucu Adam keturunan mereka, dan Allah mengambil kesaksian
terhadap ruh mereka (seraya berfirman) : Bukankah Aku ini Tuhanmu?.
Kami bersaksi”

 (QS.al-A’raf : 172)

3.      Merupakan konsekuensi dari tugas berat sebagai khalifah dan pemikul


amanah, manusia dibekali dengan akal kreatif yang melahirkan nalar kreatif
sehingga manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan[24]. Karena itu berkali-kali kata al-insan dihubungkan dengan
perintah melakukan nadzar (pengamatan, perenungan, pemikiran, analisa)
dalam rangka menunjukkan  kualitas pemikiran rasional dan kesadaran
khusus yang dimilikinya[25].

xxii
Tugas kekhalifahan dan amanah juga membawa konsekuensi bahwa al-insan
dibebani atau dihubungkan dengan konsep tanggung jawab[26] untuk
melakukan yang terbaik. Manusia diwasiatkan agar berbuat baik[27] karena
setiap amal perbuatannya dicatat dengan cermat dan mendapat balasan
setimpal[28]. Dan dalam rangka ini, manusia diingatkan dengan sejumlah
tantangan karena insanlah yang dimusuhi syetan[29] dan ditentukan
nasibnya di hari kiamat[30].

4.      Dalam mengabdi kepada Allah manusia (al-insan) sangat dipengaruhi


oleh lingkungan dan kondisi psikologisnya. Jika ditimpa musibah ia selalu
menyebut nama Allah. Sebaliknya jika mendapat keberuntungan dan
kesuksesan hidup cenderung sombong, takabbur, dan musyrik.[31]

Kategori kedua al-insan dikaitkan dengan predisposisi negatif pada dirinya,


dijelaskan dalam al-Quran bahwa manusia itu cenderung berbuat zalim dan
kufur, tergesa-gesa, bakhil, bodoh, banyak membantah dan suka berdebat
tentang hal-hal yang sepele sekalipun, resah gelisah dan enggan membantu
orang lain, ditakdirkan untuk bersusah payah dan menderita, ingkar dan
enggan berterima kasih kepada Tuhan, suka berbuat dosa dan meragukan
hari akhirat[32].

Sifat-sifat manusia pada pada kategori kedua ini bila dihubungkan dengan
sifat-sifat manusia pada kategori pertama, memberi kesimpulan bahwa
manusia adalah makhluk yang paradoksal, yang berjuang mengatasi konflik
dan kekuatan yang saling bertentangan ; tarik menarik antara mengikuti
fitrah (memikul amanah dan menjadi khalifah) dan mengikuti nafsu negatif
dan merusak. Kedua kekuatan itu digambarkan dalam asal usul kejadian
manusia yang dalam bahasa Yusuf Qardawi baina qabdhat al-tin wa nafkhat
al-ruh.

Al-Nas

Konsep al-Nas mengacu pada manusia sebagi makhluk sosial. Manusia


dalam arti al-nas paling banyak disebut al-Quran yaitu sebanyak 240 kali.
Salah satunya    adalah :

ُ ‫اس إِنَّا َخلَ ْقنَا ُكم ِّمن َذ َك ٍر َوأُنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم‬


‫ش ُعوبا ً َوقَبَائِ َل لِتَ َعا َرفُوا‬ ُ َّ‫َيا أَيُّ َها الن‬

“Wahai manusia sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari seorang laki-laki


dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal”

(QS.al-Hujurat : 13)

xxiii
Menariknya dalam mengungkapkan manusia sebagai makhluk sosial, al-
Quran tidak pernah melakukan generalisasi, melainkan ditunjukkan dengan
dua model pengungkapan :

Dengan menunjukkan kelompok-kelompok sosial dengan disertai


karakteristik masing-masing yang berbeda satu sama lain. Ayat-ayatnya
biasanya menggunakan ungkapan wa min al-nas (dan diantara manusia).
Jika diperhatikan ayat-ayat yang menggunakan ungkapan ini ditemukan
petunjuk bahwa ada kelompok manusia (tidak seluruhnya) yang mengaku
beriman padahal sesungguhnya tidak beriman[33], ada sebagian manusia
mengambil sesembahan selain Allah[34]. Juga didapat informasi bahwa
manusia secara sosial cenderung memikirkan kehidupan dunia[35], berdebat
dengan Allah tanpa ilmu, petunjuk dan kitab Allah[36], yang menyembah
Allah dengan iman yang lemah[37].

Dengan mengelompokkan manusia berdasarkan mayoritas yang umumnya


menggunakan ungkapan aktsaran-nas (sebagian besar manusia).
Memperhatikan ungkapan ini ditemukan petunjuk dari al-Quran bahwa
sebagian besar (mayoritas) manusia mempunyai kualitas rendah, dari sisi
ilmu maupun iman. Hal ini dapat dilihat dari ayat-ayatnya yang menyatakan
bahwa kebanyakan manusia tidak berilmu, tidak bersyukur, tidak beriman,
fasiq, melalaikan ayat-ayat Allah, kufur, dan harus menanggung azab.
Kesimpulan itu dipertegas dengan ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa
sangat sedikit kelompok manusia yang beriman, yang berilmu dan dapat
mengambil pelajaran, yang mau bersyukur atas nikmat Allah.

Demikian banyaknya penyebutan kata al-nas dalam al-Quran – jika


dikaitkan dengan al-Quran sebagai petunjuk – menunjukkan bahwa
sebagian besar bimbingan Tuhan  diperuntukkan bagi manusia sebagai
makhluk sosial. Sebagai contoh adalah masalah perkawinan. Dalam al-
Quran Tuhan tidak mengatur tata cara hubungan seksual, karena sebagai
makhluk biologis semua manusia betapapun primitifnya bisa melakukannya.
Justru yang dipandang perlu untuk diatur Tuhan adalah hubungan sosial
pasca perkawinan meliputi hak, kewajiban, tanggung jawab suami istri
dalam rumah tangga dan hubungan yang terjadi setelah berkeluarga
mencakup pendidikan anak, kekerabatan, warisan dan masalah yang
berkaitan dengan kekayaan. Perlunya pengaturan karena pada aspek-aspek
sosial manusia sering kelewat batas dan tak terkendali.

2.2 Pengertian Manusia

Pengertian Manusia

xxiv
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh
Allah swt. Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu
konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai khalifah di muka dumi ini. Al-
Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah.

Membicarakan tentang manusia dalam pandangan ilmu pengetahuan sangat


bergantung metodologi yang digunakan dan terhadap filosofis yang
mendasari.

Para penganut teori psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo volens


(makhluk berkeinginan). Menurut aliran ini, manusia adalah makhluk yang
memiliki perilaku interaksi antara komponen biologis (id), psikologis (ego),
dan social (superego). Di dalam diri manusia tedapat unsur animal (hewani),
rasional (akali), dan moral (nilai).

Para penganut teori behaviorisme menyebut manusia sebagai homo


mehanibcus (manusia mesin). Behavior lahir sebagai reaksi terhadap
introspeksionisme (aliran yang menganalisa jiwa manusia berdasarkan
laporan subjektif dan psikoanalisis (aliran yang berbicara tentang alam
bawa sadar yang tidak nampak). Behavior yang menganalisis prilaku yang
Nampak saja. Menurut aliran ini segala tingkah laku manusia terbentuk
sebagai hasil proses pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak
disebabkan aspek.

Para penganut teori kognitif menyebut manusia sebagai homo sapiens


(manusia berpikir). Menurut aliran ini manusia tidak di pandang lagi
sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungannya, makhluk
yang selalu berfikir. Penganut teori kognitif mengecam pendapat yang
cenderung menganggap pikiran itu tidak nyata karena tampak tidak
mempengaruhi peristiwa. Padahal berpikir , memutuskan, menyatakan,
memahami, dan sebagainya adalah fakta kehidupan manusia.

Dalam al-quran istilah manusia ditemukan 3 kosa kata yang berbeda dengan
makna manusia, akan tetapi memilki substansi yang berbeda yaitu kata
basyar, insan dan al-nas.

Kata basyar dalam al-quran disebutkan 37 kali salah satunya al-kahfi :


innama anaa basyarun mitlukum (sesungguhnya aku ini hanya seorang
manusia seperti kamu). Kata basyar selalu dihubungkan pada sifat-sifat
biologis, seperti asalnya dari tanah liat, atau lempung kering (al-hijr : 33 ; al-
ruum : 20), manusia makan dan minum (al-mu’minuum : 33).

Kata insan disebutkan dalam al-quran sebanyak 65 kali, diantaranya (al-


alaq : 5), yaitu allamal insaana maa lam ya’ (dia mengajarkan manusia apa

xxv
yang tidak diketahuinya). Konsep islam selalu dihubungkan pada sifat
psikologis atau spiritual manusia sebagai makhluk yang berpikir, diberi
ilmu, dfan memikul amanah (al-ahzar : 72). Insan adalah makhluk yang
menjadi (becoming) dan terus bergerak maju ke arah kesempurnaan.

Kata al-nas disebut sebanyak 240 kali, seperti al-zumar : 27 walakad


dlarabna linnaasi fii haadzal quraani min kulli matsal (sesungguhnya telah
kami buatkan bagi manusia dalam al-quran ini setiap macam
perumpamaan). Konsep al-nas menunjuk pada semua manusia sebagai
makhluk social atau secara kolektif.

Dengan demikian Al-Quran memandang manusia sebagai makhluk biologis,


psikologis, dan social. Manusia sebagai basyar, diartikan sebagai makhluk
social yang tidak biasa hidup tanpa bantuan orang lain dan atau makhluk
lain.

Sebenarnya manusia itu terdiri dari 3 unsur yaitu :

1. Jasmani. Terdiri dari air, kapur, angin, api dan tanah.

2. Ruh. Terbuat dari cahaya (nur). Fungsinya hanya untuk menghidupkan


jasmani saja.

3. Jiwa. Manusia memiliki fitrah dalam arti potensi yaitu kelengkapan yang
diberikan pada saat dilahirkan ke dunia. Potensi yang dimiliki manusia
dapat di kelompokkan pada dua hal yaitu potensi fisik dan potensi rohania.
Ibnu sina yang terkenal dengan filsafat jiwanya menjelaskan bahwa manusia
adalah makhluk social dan sekaligus makhluk ekonomi. Manusia adalah
makhluk social untuk menyempurnakan jiwa manusia demi kebaikan
hidupnya, karena manusia tidak hidup dengan baik tanpa ada orang lain.
Dengan kata lain manusia baru bisa mencapai kepuasan dan memenuhi
segala kepuasannya bila hidup berkumpul bersama manusia.

2.3.1 Pengertian Manusia Menurut Para Ahli

Berikut ini adalah pengertian dan definisi manusia menurut beberapa ahli:

NICOLAUS D. & A. SUDIARJA

xxvi
Manusia adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani
dan rohani akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu
barang

ABINENO J. I

Manusia adalah "tubuh yang berjiwa" dan bukan "jiwa abadi yang berada
atau yang terbungkus dalam tubuh yang fana"

UPANISAD

Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh (atman), jiwa, pikiran, dan
prana atau badan fisik

SOKRATES

Manusia adalah mahluk hidup berkaki dua yang tidak berbulu dengan kuku
datar dan lebar

KEES BERTENS

Manusia adalah suatu mahluk yang terdiri dari 2 unsur yang kesatuannya
tidak dinyatakan

I WAYAN WATRA

Manusia adalah mahluk yang dinamis dengan trias dinamikanya, yaitu cipta,
rasa dan karsa

OMAR MOHAMMAD AL-TOUMY AL-SYAIBANY

Manusia adalah mahluk yang paling mulia, manusia adalah mahluk yang
berfikir, dan manusia adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal,
dan ruh), manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan
dan lingkungan

ERBE SENTANU

Manusia adalah mahluk sebaik-baiknya ciptaan-Nya. Bahkan bisa dibilang


manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan
mahluk yang lain

xxvii
PAULA J. C & JANET W. K

manusia adalah mahluk terbuka, bebas memilih makna dalam situasi,


mengemban tanggung jawab atas keputusan yang hidup secara kontinu serta
turut menyusun pola berhubungan dan unggul multidimensi dengan
berbagai kemungkinan

2.3.2 Pengertian Manusia Menurut Agama Islam

Pengertian Manusia Menurut Ajaran Islam

Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda menurut biologis, rohani, dan
istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia
diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk manusia), sebuah
spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan
tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang
bervariasi di mana, dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan
kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali
dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan
berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat
majemuk serta perkembangan teknologinya, dan terutama berdasarkan
kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk dukungan satu
sama lain serta pertolongan.

Penggolongan manusia yang paling utama adalah berdasarkan jenis kelaminnya.


Secara alamiah, jenis kelamin seorang anak yang baru lahir entah laki-laki atau
perempuan. Anak muda laki-laki dikenal sebagai putra dan laki-laki dewasa
sebagai pria. Anak muda perempuan dikenal sebagai putri dan perempuan dewasa
sebagai wanita.

Penggolongan lainnya adalah berdasarkan usia, mulai dari janin, bayi, balita,
anak-anak, remaja, akil balik, pemuda/i, dewasa, dan (orang) tua. Selain itu masih
banyak penggolongan-penggolongan yang lainnya, berdasarkan ciri-ciri fisik
(warna kulit, rambut, mata; bentuk hidung; tinggi badan), afiliasi sosio-politik-
agama (penganut agama/kepercayaan XYZ, warga negara XYZ, anggota partai
XYZ), hubungan kekerabatan (keluarga: keluarga dekat, keluarga jauh, keluarga
tiri, keluarga angkat, keluarga asuh; teman; musuh) dan lain sebagainya.

xxviii
Manusia adalah makhluk Allah SWT yang memiliki unsur dan daya materi,
tumbuh-tumbuhan, hewan, yang memiliki jiwa dengan ciri-ciri berfikir, berakal,
dan bertanggung jawab pada Allah SWT yang diciptakan dengan memiliki
akhlak, yang meneladani akhlak Allah SWT dalam kadar yang amat rendah
( yatakhallaqu bi akhlaqillah ). Manusia diciptakan Allah SWT dalam arti Majazi
bukan hakekat.

Manusia merupakan makhluk yang sempurna dan mulia. Manusia merupakan


makhluk yang unik, sebagai makhluk yang paling sempurna, baik kejadian
fisiknya maupun rohaniahnya. Selain sebagai makhluk yang paling sempurna
manusia juga dijadikan Allah SWT sebgai makhluk yang memiliki kemuliaan dan
keluhuran. Sebagai makhluk yang paling sempurna, manusia dimintai
pertanggunjawaban terhadap amanah yang diberikan padanya untuk mengelola
alam semesta bagikesejahteraan semua makhluk.

Setiap manusia menurut pandangan Islam adalah pemimpin, sesuai dengan


tingkatannya masing-masing. Setiap pemimpin bertanggungjawab terhadap apa
yang dipimpinnya, baik lahir maupun batin, di dunia maupun diakhirat.
Disebabkan manusia memiliki akal dan kalbu, maka ia dijadikan sebagaikhalifah
dan sekaligus hamba Allah. Khalifah mengandung makna bahwa Allah  
menjadikan manusia sebagai pemegang kekuasaan untuk melaksanakan syariat-
Nya dibumi. Sebagai hamba Allah, manusia dijadikan makhluk beribadah pada-
Nya. Akhlak merupakan salah satu ciri yang membedakan manusia dengan
makhluk  lain. Kedudukan dan kemuliaan manusia ditentukan oleh akhlaknya.
Tegak runtuhnya suatu bangsa juga ditentukan oleh akhlaknya.

 Salah satu kunci sukses dari perjuangan Nabi Muhammad SAW adalah terletak
pada kemuliaan dan keluhuran akhlaknya. Demikian tingginya akhlak SAW
sehingga SWT  memujinya dalam al-Quran. Sesungguhnya kamu benar-benar
berbudi pekerti yang agung.´ (QS. al-Qalam, 68:4).

2.4 Proses Penciptaan Manusia Dalam Agama Islam 

Penciptaan Manusia Dalam Agama Islam

Sejarah Proses Penciptaan Manusia Dalam Al-Qur'an- Para ahli dari barat baru
menemukan masalah pertumbuhan embrio secara bertahap pada tahun 1940 dan
baru dibuktikan pada tahun 1955, tetapi dalam Al Qur’an dan Hadits yang
diturunkan 15 abad lalu hal ini sudah tercantum. Ini sangat mengagumkan bagi

xxix
salah seorang embriolog terkemuka dari Amerika yaitu Prof. Dr. Keith Moore,
beliau mengatakan : “Saya takjub pada keakuratan ilmiah pernyataan Al Qur’an
yang diturunkan pada abad ke-7 M itu”. Dokter ahli kandungan nomor satu di
dunia menyebutkan, bahwa semua yang disebutkan di dalam Al-Qur'an dan
hadits-hadits Rasulullah SAW tentang proses penciptaan manusia adalah sesuai
dengan yang ditemukan pada ilmu pengetahuan modern. 

Tahapan Pertama

NUTFAH : Yaitu tahapan pertama bermula selepas persenyawaan atau minggu


pertama. Dimulai setelah berlakunya percampuran air mani

Maksud firman Allah dalam surah al-Insan : 2

” Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia daripada setitis air mani yang
bercampur yang Kami (hendak mengujinya dengan perintah dan larangan), kerana
itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat “

Menurut Ibn Jurair al-Tabari, asal perkataan nutfah ialah nutf artinya air yang
sedikit yang terdapat di dalam sesuatu bekas samada telaga, tabung dan
sebagainya. Sementara perkataan amsyaj berasal daripada perkataan masyj yang
bererti percampuran

Berasaskan kepada makna perkataan tersebut maksud ayat di atas ialah


sesungguhnya Kami (Allah) menciptakan manusia daripada air mani lelaki dan air
mani perempuan.

Daripada nutfah inilah Allah menciptakan anggota-anggota yang berlainan,


tingkah laku yang berbeda serta menjadikan lelaki dan perempuan. Daripada
nutfah lelaki akan terbentunya saraf, tulang dan fakulti , manakala dari nutfah
perempuan akan terbentuknya darah dan daging.

Tahapan Kedua

ALAQAH : Peringkat pembentukan alaqah ialah pada hujung minggu pertama /


hari ketujuh . Pada hari yang ketujuh telor yang sudah disenyawakan itu akan
tertanam di dinding rahim (qarar makin). Selepas itu Kami mengubah nutfah
menjadi alaqah.

Firman Allah :

” Kemudian Kami mengubah nutfah menjadi alaqah” (al-Mukminun : 14)

xxx
Kebanyakan ahli tafsir menafsirkan alaqah dengan makna segumpal darah. Ini
mungkin dibuat berasaskan pandangan mata kasar. Alaqah sebenarnya suatu
benda yang amat seni yang diliputi oleh darah. Selain itu alaqah mempunyai
beberapa maksud :

• sesuatu yang bergantung atau melekat

• pacat atau lintah

• suatu buku atau ketulan darah

Peringkat alaqah adalah peringkat pada minggu pertama hingga minggu ketiga di
dalam rahim.

Tahapan  Ketiga

MUDGHAH : Pembentukan mudghah dikatakan berlaku pada minggu keempat.


Perkataan mudghah disebut sebanyak dua kali di dalam al-Quran iaitu surah al-
Hajj ayat 5 dan surah al-Mukminun ayat 14

Firman Allah :

“lalu Kami ciptakan darah beku itu menjadi seketul daging” (al-Mukminun : 14)

Diperingkat ini sudah berlaku pembentukan otak, saraf tunjang, telinga dan
anggota-anggota yang lain. Selain itu sistem pernafasan bayi sudah
terbentuk.Vilus yang tertanam di dalam otot-otot ibu kini mempunyai saluran
darahnya sendiri. Jantung bayi pula mula berdengup. Untuk perkembangan
seterusnya, darah mula mengalir dengan lebih banyak lagi kesitu bagi
membekalkan oksigen dan pemakanan yang secukupnya. Menjelang tujuh minggu
sistem pernafasan bayi mula berfungsi sendiri.

Tahapan  Keempat

IZAM DAN LAHM : Pada tahapan ini iaitu minggu kelima, keenam dan ketujuh
ialah tahapan pembentukan tulang yang mendahului pembentukan oto-otot.
Apabila tulang belulang telah dibentuk, otot-otot akan membungkus rangka
tersebut.

xxxi
Firman Allah:

“Lalu Kami mengubahkan pula mudghah itu menjadi izam da kemudiannya Kami
membalutkan Izam dengan daging” (al-Mukminun : 14)

Kemudian pada minggu ketujuh terbentuk pula satu sistem yang kompleks. Pada
tahap ini perut dan usus , seluruh saraf, otak dan tulang belakang mula terbentuk.
Serentak dengan itu sistem pernafasan dan saluran pernafasan dari mulut ke
hidung dan juga ke pau-paru mula kelihatan. Begitu juga dengan organ
pembiakan, kalenjar, hati, buah penggang, pundi air kencing dan lain-lain
terbentuk dengan lebih sempurna lagi. Kaki dan tangan juga mula tumbuh. Begitu
juga mata, telinga dan mulut semakin sempurna. Pada minggu kelapan semuanya
telah sempurna dan lengkap.

Tahapan Kelima

NASY’AH KHALQAN AKHAR : Pada tahapan ini yaitu menjelang minggu


kedelapan, beberapa perubahan lagi berlaku. Perubahan pada tahap ini bukan lagi
embrio tetapi sudah masuk ke peringkat janin. Pada bulan ketiga, semua tulang
janin telah terbentuk dengan sempurnanya Kuku-kukunya pun mula tumbuh. Pada
bulan keempat, pembentukan uri menjadi cukup lengkap menyebabkan baki
pranatel bayi dalam kandungan hanya untuk menyempurnakan semua anggota
yang sudah wujud. Walaupun perubahan tetap berlaku tetapi perubahannya hanya
pada ukuran bayi sahaja.

Tahapan Ke Enam

NAFKHUR-RUH : Yaitu tahap peniupan roh. Para ulamak Islam menyatakan


bilakah roh ditiupkan ke dalam jasad yang sedang berkembang? Nilai kehidupan
mereka telah pun bermula sejak di alam rahim lagi. Ketika di alam rahim
perkembangan mereka bukanlah proses perkembangan fizikal semata-mata tetapi
telahpun mempunyai hubungan dengan Allah s.w.t melalui ikatan kesaksian
sebagaimana yang disebutkan oleh Allah di dalam al-Quran surah al-A’raf : 172.
Dengan ini entiti roh dan jasad saling bantu membantu untuk meningkatkan
martabat dan kejadian insan disisi Allah s.w.t. (Dari berbagai sumber)

2.4.1 Penciptaan Manusia Menurut Al-Qur’an

Menurut qur'an manusia diciptakan untuk membuat kerusakan di muka bumi.


Malaikat sudah tahu hal ini, dan Allah pun juga sudah tahu. Kagak heran muslim
sering jadi biang kerok pengrusakan dan pembakaran milik orang lain/umat lain.

Kutip

xxxii
Al Baqarah 30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka
berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan
berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

2.4.2 Penciptaan Manusia Menurut Bibel

Menurut bibel, manusia diciptakan baik dan sempurna, sebagai penguasa


(khalifah) bumi mewakili Allah, menyelenggarakan kehidupan di bumi dalam
berkat damai sejahtera Allah atas bumi dan segala ciptaanNya.

Kutip

Gen 1:26  Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut


gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-
burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang
melata yang merayap di bumi." 

Gen 1:27  Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut
gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya
mereka. 

Gen 1:31  Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.
Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari keenam.

2.5 Kelebihan Manusia Dari Makhluk Lain

Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak adam (manusia) dan Kami
angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami melebihkan mereka atas makhluk-
makhluk yang Kami ciptakan, dengan kelebihan yang menonjol ( QS. Al Isra 70).

Pada prinsipnya, malaikat adalah makhluk yang mulia. Namun jika manusia
beriman dan taat kepada Allah SWT ia bisa melebihi kemuliaan para malaikat.
Ada beberapa alasan  yang mendukung pernyataan tsb.

Pertama, Allah SWT memerintahkan kepada malaikat untuk bersyujud (hormat)


kepada Adam as. Allah berfirman saat awal penciptaan manusia ;

xxxiii
BAB 3

PENUTUP

KESIMPULAN 

Manusia dalam agama islam diartikan sebagai makhluk Allah SWT yang
memiliki unsur dan jiwa yang arif, bijaksana, berakal, bernafsu, dan
bertanggung jawab pada Allah SWT. Manusia memiliki jiwa yang bersifat
rohaniah, gaib, tidak dapat ditangkap dengan panca indera yang berbeda
dengan makhluk lain karena pada manusia terdapat daya berfikir, akal,
nafsu, kalbu, dan sebagainya.

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati


(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia
makhluk yang berbentuk (lain). Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang
Paling Baik.” (Al Mukminun : 12-14)

manusia memiliki kelebihan dari makhluk lain, salah satu buktinya adalah
kepatuhan manusia pada Allah SWT melalui perjuangan yang berat
melawan hawa nafsu dan godaan syetan sedangkan kepatuhan malaikat
kepada Allah SWT karena sudah tabiatnya, sebab malaikat tidak memiliki
hawa nafsu . Oleh karena itu sebagai manusia (makhluk ciptaan Allah)
seharusnyalah kita senantiasa bersyukur atas karunia dan kasih sayang-Nya,
karna salah satu kunci kesuksesan adalah bersyukur.

Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak adam (manusia) dan Kami
angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami melebihkan mereka atas
makhluk-makhluk yang Kami ciptakan, dengan kelebihan yang menonjol
( QS. Al Isra 70).

Fungsi utama manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi ini dan
perannya sebgai khalifah sebagaimana yang ditetapkan Allah SWT

xxxiv
mencakup tiga poin yaitu belajar, mengajarkan ilmu, dan membudayakan
ilmu. Tenggung jawab manusia sebagai khalifah yang berarti wakil Allah
adalah mewujudkan kemakmuran di muka bumi, mengelola dan
memelihara bumi. 

SARAN

Sebenarnya Al Quran sudah membahas semua hal mengenai fungsi, peran


dan tanggung jawab manusia. Oleh karena itu manusia wajib membaca dan
memahami Al Quran agar dapat memahami apa fungsi, peran dan tanggung
jawabnya sebagai manusia, sehingga dapat menjalani kehidupan dengan
penuh makna.

xxxv
DAFTAR PUSTAKA

http://hidayah-ilayya.blogspot.com/2012/01/manusia-dalam-perspektif-islam-
dan.html

http://bunyaminblekok.blogspot.com/2013/02/makalah-manusia-dalam-
perspektif-islam.html

http://jafarmusaddad.blogspot.com/2013/02/makalah-manusia-dalam-perspektif-
al.html

http://carapedia.com/pengertian_definisi_manusia_menurut_para_ahli_info508.ht
ml

http://gilardwitama.blogspot.com/2012/01/pengertian-manusia-menurut-ajaran-
islam.html

xxxvi

Anda mungkin juga menyukai