Anda di halaman 1dari 11

P-ISSN : 2303-3142 E-ISSN : 2548-8570 Vol. 6, No.

1, April 2017

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI UNTUK PEMURNIAN BAHAN


BAKU DAN PRODUK BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH
1 R.B. Istiningrum, 2 Priyadi, E.A, 3Sulfiah, L.A., 4Nafisah, D
1 2 3 4 Prodi
DIII Analis Kimia Fakultas MIPA
Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta, Indonesia

Email: reni_banowati@uii.ac.id

Abstrak
Abu sekam padi (ASP) merupakan limbah pada proses pembakaran batu bata yang
berpotensi sebagai adsorben karena memiliki kandungan silika yang tinggi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui potensi abu sekam padi sebagai adosorben pada proses
pembuatan biodiesel dari minyak jelantah. Abu sekam padi diaplikasikan dalam pemurnian
minyak jelantah dan juga produk biodiesel. Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap
yaitu karakterisasi ASP, pemurnian minyak jelantah, pembuatan biodiesel melalui
transesterifikasi dengan katalis NaOH, pemurnian biodiesel dengan ASP 1, 3, 5% serta
karakterisasi biodiesel. Abu sekam padi memiliki luas area spesifik dengan metode metilen
biru sebesar 119,59 m2/g. Abu sekam padi dapat menurunkan kadar asam lemak bebas
dalam minyak jelantah sebesar 62,4%. Proses transesterifikasi minyak jelantah
menghasilkan biodiesel sebesar 96%. Masa ASP optimum untuk memurnikan biodiesel
adalah 3% dengan nilai bilangan asam, gliserol total dan bilangan ester berturut-turut
adalah 2,5 mg KOH/g, 0,37% dan 98,37%. Kualitas biodiesel yang dihasilkan belum
memenuhi persyaratan SNI.

Kata kunci: abu sekam padi, minyak jelantah, metilen biru, asam lemak bebas, biodiesel

Abstract
Rice husk ash (ASP) is the waste of brick burning process that has potential as an adsorbent
because it has a high silica content. This study aimed to determine the potential of rice husk
ash as adsorbent in the process of biodiesel production from used cooking oil. Rice husk
ash applied both on the purification of waste cooking oil and biodiesel. This research was
conducted with several stages namely ASP characterization, purification of waste cooking
oil, the manufacture of biodiesel through trans-esterification with NaOH as catalyst,
purification of biodiesel with ASP 1, 3, 5% and characterization of biodiesel. Rice husk ash
had a specific area (methylene blue method) amounted to 119.59 m2/g. Rice husk ash could
reduce levels of free fatty acids in used cooking oil by 62.4%. The trans-esterification
process from used cooking oil produce biodiesel 96%. The optimum ASP for purifying
biodiesel is 3% with value of the acid number, total glycerol and ester value respectively 2.5
mg KOH / g, 0.37% and 98.37%. The quality of biodiesel produced not meet the
requirements of SNI.

Keywords : biodiesel, ester value, free fatty acid, methylene blue, rice husk ash, total
glycerol, used cooking oil

Jurnal Sains dan Teknologi | 61


P-ISSN : 2303-3142 E-ISSN : 2548-8570 Vol. 6, No. 1, April 2017

PENDAHULUAN sekam padi (ASP). Sekam padi merupakan


Perkembangan era globalisasi yang limbah sisa penggilingan padi yang
diikuti oleh pertumbuhan industri dan diperoleh antara 20-30% dari bobot gabah
ekonomi yang pesat, serta peningkatan awal. Indonesia sendiri pada tahun 2015
jumlah penduduk menyebabkan memproduksi 75,40 juta ton gabah kering
peningkatan jumlah konsumsi energi yang giling. Abu sekam padi merupakan hasil
signifikan. Data dari Badan Pengkajian dan pembakaran sekam padi yang mengandung
Penerapan Teknologi (BPPT) dalam Outlook 87-97% silika, bersifat ringan dan berpori
Energi Indonesia 2016 menyatakan bahwa (Kumar, Sangwan, Dhankhar, dan Bidra,
penyumbang angka konsumsi energi 2013). Abu sekam padi ini jumlahnya
tertinggi adalah industri (48%) dan melimpah dan mudah diperoleh terutama
transportasi (35%) yang masih sebagai limbah pembakaran batu bata.
mengandalkan sumber-sumber energi tak Menurut Muntohar (2011), mineral utama
terbarukan seperti batubara, gas, dan dalam abu sekam padi sisa pembakaran
minyak bumi, sedangkan penggunaan batu bata adalah tridimit yang merupakan
bahan bakar non minyak atau biofuel dari silika amorf.
tahun ke tahun semakin meningkat namun Biodiesel yang dihasilkan dari reaksi
pada tahun 2014 baru mencapai angka 9 %. transesterifikasi tidak dapat langsung
Oleh karena itu, saat ini banyak dilakukan digunakan, karena masih mengandung sisa
penelitian terkait pengembangan energi reaksi dan pengotor lain yang dapat
alternatif untuk meningkatkan produksi dan menimbulkan bahaya pada sistem
konsumsi biofuel tersebut (Sugiyono, pembakaran. Zat pengotor yang terkandung
Aninditha, Wahid, dan Adiarso, 2016). di dalam biodiesel kasar antara lain sabun,
Salah satu bahan bakar alternatif yang gliserol, asam lemak bebas, sisa alkohol,
banyak dikembangkan adalah biodiesel. katalis, air dan sisa trigliserida yang tidak
Biodiesel merupakan bioenergi yang dibuat bereaksi. Kadar gliserol yang tinggi dalam
dari minyak nabati, melalui proses biodiesel dapat menyebabkan deposit pada
transesterifikasi, esterifikasi, atau proses sistem injeksi dan memicu peningkatan
esterifikasi-transesterifikasi. Salah satu emisi aldehid. Kandungan air dalam
bahan baku yang potensial untuk biodiesel dapat menyebabkan korosi pada
dikembangkan menjadi biodiesel adalah mesin sedangkan sabun dan asam lemak
minyak jelantah yang merupakan yang bebas menyababkan kerusakan komponen
merupakan limbah sisa penggorengan. Di tertentu pada mesin (Faccini et al., 2011).
Indonesia sendiri, pada tahun 2014 Metanol dapat menyebabkan densitas dan
konsumsi minyak goreng mencapai 7,8 juta viskositas yang rendah pada biodiesel dan
ton dan meningkat menjadi 8,5 juta ton pada korosi pada logam Al dan Zn. Logam dari
tahun 2015 (indexmundi, 2016). sisa katalis dan sabun dapat menyebabkan
Minyak jelantah dapat diubah menjadi kerak pada injector dan penyumbatan filter
biodiesel dengan cara mereaksikannya (Berrios dan Skelton, 2008).
dengan alkohol membentuk senyawa ester. Oleh karena itu, biodiesel yang akan
Meski demikian, minyak jelantah tidak dapat digunakan harus dimurnikan terlebih dahulu,
langsung direaksikan karena memiliki agar memenuhi standar biodiesel. Terdapat
kandungan asam lemak bebas. Kandungan dua metode umum untuk memurnikan
asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau biodiesel yaitu metode basah (wet
FFA) bahan baku lebih dari 3% pada reaksi washing) dan metode kering (dry
transesterifikasi menggunakan katalis alkali washing). Metode basah menggunakan air
menyebabkan terbentuknya sabun (Allah adalah metode yang paling umum
dan Alexandru, 2016) dan akan digunakan karena selain dapat melarutkan
mengkonsumsi katalis (Gashaw dan kontaminan, air juga tersedia dalam
Teshita, 2014). Oleh karena itu perlu jumlah melimpah dan ekonimis. Namun,
dilakukan pemurnian terhadap minyak penggunaan air memiliki kelemahan yaitu
jelantah sebelum digunakan. menyebabkan pembentukan emulsi, asam
Salah satu metode pemurnian minyak lemak bebas dan sabun (Manique, Faccini,
jelantah adalah adsorbsi menggunakan abu Onorevoli, Benvenutti, dan Caramao, 2012).

Jurnal Sains dan Teknologi | 62


P-ISSN : 2303-3142 E-ISSN : 2548-8570 Vol. 6, No. 1, April 2017

Limbah cair yang dihasilkan dari pembuatan biodiesel, pemurnian biodiesel


pemurnian dengan metode basah juga dan karakterisasi biodiesel (Gambar 1).
menjadi permasalahan tersendiri bagi
lingkungan (Faccini et al., 2011). Karakterisasi ASP
Pemurnian biodiesel dengan metode Abu sekam padi sisa pembakaran batu
adsorbsi (dry washing) telah banyak diteliti bata diayak dengan ayakan 150 mesh.
sebagai alternatif dari metode basah karena Gugus fungsi ditentukan dengan
prosesnya cepat dan tidak menghasilkan menggunakan instrumentasi FTIR dan luas
residu cairan. Adsorben berbasis silika permukaan spesifik adsorben ASP
adalah salah satu jenis adsorben yang telah ditentukan dengan metode adsorbsi metilen
diaplikasikan dalam pemurnian biodiesel. biru dengan cara sebagai berikut: sebanyak
(Berrios & Skelton, 2008) menggunakan 0,1 g ASP ditambahkan dalam larutan
Magnesol (magnesium silikat komersial) metilen biru 50 mL100 mg/L kemudian
untuk pemurnian biodiesel yang dishaker dengan variasi waktu kontak 10,
menunjukkan penurunan kadar metanol 20, 30, 40, 50, 60, 70 dan 80 menit. Larutan
dalam biodiesel dibandingkan resin penukar kemudian disaring dengan kertas saring
ion. Silika gel juga terbukti memiliki performa Whatman 42. Filtrat diencerkan 25 kali dan
yang baik dalam pemurnian biodiesel absorbansi diukur menggunakan
dibanding metode basah menggunakan spektrofotometri UV-Visible pada panjang
asam fosfat 5% dan air (Predojevic, 2008). gelombang 664 nm.
Penelitian ini akan mengkaji
pemanfaatan ASP dari sisa pembakaran
batu bata sebagai adosorben pada Minyak
pembuatan biodiesel. Abu sekam padi yang Jelantah ASP
memiliki kadar silika yang tinggi serta
strukturnya yang bersifat amorf dengan luas
permukaan yang cukup tinggi Pemurnian dengan Karakterisasi
memungkinkan untuk digunakan sebagai ASP ASP
adsorben baik dalam pemurnian bahan baku
minyak jelantah maupun biodiesel. Proses Minyak
jelantah murni
pemurnian biodiesel menggunakan ASP ini
diharapkan mampu meningkatkan kualitas
biodiesel sehingga memenuhi standar SNI Karakterisasi Transesterifikasi
7182:2015 tentang Biodiesel (BSN, 2015). minyak
jelantah

Biodiesel
METODE
Alat
Alat yang dipakai dalam penelitian ini Pemurnian dengan
meliputi seperangkan alat gelas, magnetic ASP
stirrer, alat Gas Chromatography – Mass
Spectrofotometer (GC-MS) QP-2010-SE, Biodiesel
neraca analitik (Ohaus), alat Fourier murni
Transform Infra Red (FTIR) Thermo Nicolet
Avatar 360 dan alat Spektrofotometer UV Karakterisasi
Vis Thermo Genesys 20. biodiesel
Prosedur Penelitian Gambar 1. Skema prosedur penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan (Manique et al., 2012)
memodifikasi metode yang telah dilakukan
oleh Manique et al. (2012) yang terdiri dari Pemurnian Minyak Jelantah
beberapa tahap yaitu preparasi dan Minyak Jelantah ditimbang sebanyak
karakterisasi ASP, pemurnian minyak 100 g dan ditambah 10 g ASP dari sisa
jelantah, karakterisasi minyak jelantah, pembakaran batu bata. Campuran diaduk
dengan magnetic stirrer selama 80 menit.

Jurnal Sains dan Teknologi | 63


P-ISSN : 2303-3142 E-ISSN : 2548-8570 Vol. 6, No. 1, April 2017

Campuran kemudian disaring dan diperoleh selama 30 menit. Campuran disaring


filtrat. dengan kertas saring Wathman 42. Hasil
adsorbsi dianalisis dengan GC-MS dan
Penentuan Asam Lemak Bebas (Free ditentukan angka asam, gliserol total dan
Fatty Acid) Minyak jelantah angka penyabunan.
Kadar asam lemak bebas (FFA)
minyak jelantah sebelum dan sesudah Penentuan angka asam
pemurnian ditentukan dengan metode SNI Penentuan angka asam dilakukan
3741:2013 tentang Minyak Goreng (BSN, berdasarkan metode FBI-A01-03 (FBI,
2013). Sebanyak 10-50 g minyak jelantah 2006). Sebanyak 19-21 g biodiesel
dimasukkan dalam erlenmeyer dan dimasukkan dalam erlenmeyer dan
ditambah 50 mL etanol netral hangat dan ditambahkan 100 mL campuran pelarut yaitu
beberapa tetes indikator feloftalein. Larutan dietil eter : etanol 95% (1:1). Larutan
kemudian dititrasi dengan KOH 0,1 N ditambah beberapa tetes indikator
sampai terbentuk warna merah muda. fenolftalein dan dititrasi dengan KOH
Bilangan asam dan FFA ditentukan dengan alkoholis 0,1 N sampai berwarna merah
rumus berikut: muda. Angka asam biodiesel dihitung
𝑚𝑔𝐾𝑂𝐻 56,1 𝑥 𝑉 𝑥 𝑁 dengan menggunakan rumus (1).
𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑎𝑠𝑎𝑚 ( )= (1)
𝑔 𝑊

𝑉 𝑥 𝑁 𝑥 256,42
Penentuan gliserol total
𝐹𝐹𝐴 (%) = 𝑥 100% (2) Penentuan gliserol total dilakukan
𝑤 𝑥 1000
berdasarkan metode FBI-A02-03 (FBI,
dengan 2006a). Sebanyak 10 g biodiesel
V : volume titrasi (mL) dimasukkan dalam labu alas bulat dan
N : normalitas KOH (N) ditambah 100 mL KOH alkoholis (dibuat
w : masa minyak (g) dengan melarutkan 4 g KOH dalam 100mL
56,1 : Mr KOH (g/mol) etanol 95%). Larutan direfluks perlahan
256,42 : Mr asam palmitat (g/mol) selama 30 menit. Hasil refluks didinginkan
sampai suhu kamar.
Pembuatan Biodiesel Sebanyak 91 mL kloroform
Pembuatan biodiesel dilakukan dimasukkan dalam labu ukur 1 L kemudian
menggunakan rasio molar minyak : metanol ditambah 25 mL asam asetat glasial dan
(1:6) (Manique et al., 2012) dengan asumsi hasil refluks biodiesel secara kuantitatif
berat molekul minyak jelantah adalah 541,7 dengan menggunakan 500 mL akuades
g/mol. Sebanyak 50 gram minyak jelantah sebagai pembilas. Kocok labu ukur kuat-
direaksikan dengan larutan katalis-metanol, kuat selama 30-60 detik. Akuades
(0,5 gram NaOH dilarutkan dalam 17,72 ditambahkan sampai tanda batas dan
gram metanol). Minyak direfluks sampai dihomogenkan. Larutan didiamkan sampai
suhu 50-55°C, kemudian larutan NaOH- lapisan kloroform dan air terpisah sempurna.
metanol dimasukkan, dan dilanjutkan Sebanyak 6 mL larutan asam periodat
pemanasan sampai 1 jam. Hasil refluks dimasukkan dalam erlenmeyer kemudian
dimasukkan kedalam corong pisah dan ditambahkan 100 mL lapisan air (lapisan
diamkan semalam sampai memisah. atas) yang telah diperoleh sebelumnya.
Lapisan gliserol di bawah dibuang dan Larutan dikocok dan didiamkan selama 30
lapisan metil ester dibagian atas diambil dan menit dalam keadaan tertutup. Larutan
dianalisis hasil dengan Kromatografi Gas- kemudian ditambah 3 mL larutan KI dan
Spektrometri Massa (GC-MS). dikocok serta disimpan dalam ruang gelap
selama 1 menit dan dititrasi dengan larutan
Pemurnian Biodisel natrium tiosulfat 0,1 N sampai mendekati titik
Sebanyak 50 gram biodisel akhir titrasi. Larutan ditambahn indikator
ditambahkan ASP sebanyak 1%, 3% dan amilum dan titrasi dilanjutkan sampai warna
5% (dari berat biodiesel). Campuran biru hilang. Titrasi dilakukan juga terhadap
dipanaskan pada suhu 65°C dan aduk balngko dengan mengganti asam periodat

Jurnal Sains dan Teknologi | 64


P-ISSN : 2303-3142 E-ISSN : 2548-8570 Vol. 6, No. 1, April 2017

dengan akuades 50 mL. Kadar gliserol total akuades. Angka penyabunan ditentukan
ditentukan dengan rumus: dengan menggunakan rumus:

2,302 𝑥 (𝐵−𝐶)𝑥 𝑁 𝐾𝑂𝐻 56,1 𝑥 (𝐵−𝐶)𝑥 𝑁


𝐺𝑡𝑡𝑙 (%) = (3) 𝑏𝑖𝑙. 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛 (𝑚𝑔 𝑔
)= 𝑚
(5)
𝑤

dengan:
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 56,1 : Mr KOH
𝑤= (4)
900 B : volume titrasi blanko (mL)
C : volume titrasi sampel (mL)
B : volume titrasi blangko (mL)
C : volume titrasi contoh (mL) N : normalitas HCl
N : normalitas natrium tiosulfat (N) m : masa sampel biodiesel (g)
berat sampel : masa sampel biodiesel (g)
volume sampel : volume lapisan air yang
dititrasi (mL) HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Abu Sekam Padi
Penentuan angka penyabunan Karakteristik dari ASP dilakukan
Penentuan angka penyabunan dengan menggunakan FTIR untuk
dilakukan berdasarkan metode FBI-A03-03 mengetahui gugus fungsi sedangkan luas
(FBI, 2006b). Sebanyak 4-5 g biodiesel permukaan spesifik diuji dengan
dimasukkan dalam labu alas bulat kemudian menggunakan metode metilen biru. Gambar
ditambah 50 mL KOH alkoholis. Larutan 2.menunjukkan spectra FTIR dari ASP. Pita
KOH alkoholis dibuat dengan cara merefluks serapan pada 1096 cm -1 merupakan vibrasi
10 g KOH dengan 1,2 L etanol 95% dan stretchingdari Si-O, serapan pada 791 cm-1
destilat ditampung sebanyak 1 L. Destilat menunjukkan struktur cincin dari SiO 4
ditambah 40 g KOH dan didiamkan selama tetrahedral, sedangkan serapan pada 470
5 hari kemudian larutan KOH alkoholis cm-1terkait dengan deformasi Si-O-Si.
didekantasi untuk memisahkan pengotor. Serapan pada 3443 cm -1 merupakan vibrasi
Campuran biodiesel dan KOH stretching dari O-H silanol (Manique et al.,
alkoholis kemudian direfluks sampai 2012)
mendidih kurang lebih 1 jam atau sampai Pita serapan pada 1637 merujuk pada
warna larutan jernih dan homogen. Larutan vibrasi bending H-O-H dari air yang terserap
kemudian didinginkan dan dipindahkan (Saikia & Parthasarathy, 2010), sedangkan
secara kuantitatif ke dalam erlenmeyer. serapan pada 2361 cm-1 menunjukkan
Larutan kemudian dititrasi dengan HCl 0,5 N adanya gugus karbonat yang terbentuk
menggunakan indikator fenolftalein sampai akibat reaksi dengan CO2 udara selama
warna merah muda hilang. Prosedur ini pembakaran ASP.
dilakukan pula untuk blangko dengan
mengganti sampel biodiesel dengan

Gambar 2. Spektra FTIR ASP

Jurnal Sains dan Teknologi | 65


P-ISSN : 2303-3142 E-ISSN : 2548-8570 Vol. 6, No. 1, April 2017

Penentuan luas area spesifik (mg/g)


dilakukan dengan metode adsorbsi metilen C0 : konsentrasi metilen biru awal (mg/L)
biru dengan perlakuan variasi waktu kontak. Ct : konsentrasi metilen biru akhir (mg/L)
Metilen biru dipilih sebagai adsorbat karena V : volume larutan metilen biru (L)
W : masa adsorben (g)
telah diketahui bahwa metilen biru dapat
S : luas area spesifik (m2/g)
teradsorbsi kuat pada berbagai material N : bilangan Avogadro 6.022x1023/mol
padatan (Itodo, Itodo, & Gafar, 2010). Sisa a : luas penutupan oleh 1 molekul
metilen biru yang tidak teradsorbsi metilen biru (197x10-20m2)
ditentukan dengan spektrofotometer UV Vis
pada panjang gelombang 664 nm. Jumlah Tabel 1 dan Gambar 3 menunjukkan
metilen biru yang terserap dan luas area bahwa semakin lama waktu kontak, jumlah
spesifik ASP ditentukan dengan persamaan metilen biru yang teradsorbsi juga semakin
(6) dan persamaan (7) (Dwitama, Nazib, dan meningkat dan mencapai optimum pada
Sitepu, 2016). waktu kontak 60 menit. Waktu optimum ini
digunakan untuk menentukan luas
(𝐶0 −𝐶𝑡 )𝑉
𝑋𝑚 = (6) permukaan spesifik dari ASP yaitu 119,593
𝑊
m2/g. Adanya gugus silanol dalam ASP
𝑋𝑚 𝑁 𝑎 diprediksi berperan dalam kemampuan
𝑆= (7) adsorpsi yang tinggi terhadap metilen biru
𝑀𝑟1000
(Alzaydien, 2009).
Dengan
Xm : jumlah metilen biru yang terserap

Tabel 1. Hasil adsorbsi metilen biru dengan perlakuan waktu


Waktu (menit) Ct Ct-C0 Xm (mg/g) S (m2/g)
10 59.065 40.935 20.468 75.761
20 58.041 41.959 20.980 77.656
30 49.976 50.024 25.012 92.583
40 48.823 51.177 25.588 94.715
50 42.039 57.961 28.981 107.272
60 35.382 64.618 32.309 119.593
70 42.423 57.577 28.789 106.562
80 45.623 54.377 27.188 100.638

35
30
Xm (mg/g)

25
20
15
10
5
0
0 20 40 60 80 100
waktu kontak (menit)

Gambar 3. Pengaruh waktu kontak terhadap adsorbsi metilen biru pada ASP

Jurnal Sains dan Teknologi | 66


P-ISSN : 2303-3142 E-ISSN : 2548-8570 Vol. 6, No. 1, April 2017

Pemurnian Minyak Jelantah Pembuatan Biodiesel


Pemurnian minyak jelantah sebagai Pembuatan biodiesel dilakukan
bahan baku biodiesel dilakukan khususnya melalui reaksi transesterifikasi minyak
untuk mengurangi asam lemak bebas yang jelantah hasil adsorbsi dengan katalis NaOH
akan menyebabkan produk samping berupa 1% dan rasio molar minyak:metanol (1:6).
sabun dalam reaksi transesterifikasi. Kadar Reaksi dilakukan dengan cara refluks pada
FFA dalam minyak jelantah ditentukan suhu 50-55 oC selama 1 jam. Hasil refluks
sebagai asam palmitat dalam minyak didiamkan semalam sehingga
jelantah Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan terbentuk dua lapisan. Lapisan atas
bahwa ASP mampu menurunkan kadar FFA diambil sebagai biodiesel dan komposisinya
dalam minyak jelantah sebesar 62,4 % diuji dengan GC-MS. Hasil GC-MS biodiesel
sehingga kadar FFA dalam minyak jelantah sebelum pemurnian ditunjukkan pada
menjadi < 3%. Kadar FFA dalam bahan baku Gambar 4.
pembuatan biodiesel yang lebih dari 3% Gambar 4. menunjukkan adanya dua
akan menyebabkan terbentuknya sabun puncak dominan yaitu pada waktu retensi
(Allah dan Alexandru, 2016) dan 17,416 dan 19,240 yang berturut-turut
meningkatkan konsumsi katalis (Gashaw merupakan senyawa pentadecanoic acid,
dan Teshita, 2014). 14-methyl-, methyl ester dan methyl oleate
dengan luas area masing-masing adalah
Tabel 2. Karakterisasi minyak jelantah 43,57% dan 52,43%. Kedua senyawa
Sampel Bilangan Asam FFA (%) tersebut merupakan senyawa metil ester
(mg KOH/g) atau biodiesel. Kromatogram tersebut juga
Sebelum 8,52 3,94 menunjukkan beberapa senyawa lain
pemurnian dengan kadar yang sangat kecil dibanding
Setelah 3,25 1,48 senyawa metil ester.
pemurnian

Gambar 4. Kromatogram GC sebelum pemurnian

Pemurnian Biodiesel memiliki multi fungsi yang akan


Biodiesel yang dihasilkan belum meningkatkan nilai ekonomis dari ASP.
dilakukan pemurnian sehingga Adsorbsi biodiesel dilakukan dengan
dimungkinkan masih banyak pengotor variasi masa ASP yaitu 1, 3 dan 5% dari
seperti FFA, gliserol dan sabun. Oleh karena masa biodiesel dengan menggunakan stirrer
itu biodiesel harus dimurnikan yaitu dengan selama 30 menit pada suhu 60 oC. Biodiesel
metode dry washing atau adsorbsi. yang telah dimurnikan kemudian
Adsorben yang digunakan adalah ASP yang dikarakterisasi dengan parameter bilangan
juga digunakan dalam pemurnian minyak asam, bilangan penyabunan, gliserol total
jelantah sehingga diharapkan adsorben ASP dan bilangan ester. Nilai bilangan ester
dihitung berdasarkan nilai dari bilangan

Jurnal Sains dan Teknologi | 67


P-ISSN : 2303-3142 E-ISSN : 2548-8570 Vol. 6, No. 1, April 2017

asam, bilangan penyabunan dan gliserol


total dengan persamaan 8. Nilai dari masing- dengan
masing parameter tersebut ditunjukkan pada As : angka penyabunan
Tabel 3. Aa : angka asam
Gttl ; kadar gliserol total
100 (𝐴𝑠 −𝐴𝑎−4,57𝐺𝑡𝑡𝑙
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑒𝑠𝑡𝑒𝑟 (%) = (8)
𝐴𝑠

Tabel 3. Karakterisasi biodiesel hasil pemurnian dengan ASP


Bilangan Bilangan Gliserol Bilangan
Sampel Asam Penyabunan Total Ester
(mg KOH/g) (mg KOH/g) (%) (%)
Biodiesel sebelum adsorbsi 3.27 * 0.42 *
Biodiesel setelah adsorbsi ASP 1% 2.60 96.87 0.37 95.58
Biodiesel setelah adsorbsi ASP 3% 2.50 256.61 0.37 98.37
Biodiesel setelah adsorbsi ASP 5% 2.40 182.34 0.40 97.69
*tidak dilakukan

2.65
2.6
Angka Asam (mg KOH/g)

2.6
2.55
2.5
2.5
2.45
2.4
2.4
2.35
2.3
ASP1% ASP3% ASP5%

Gambar 5. Pengaruh masa adsorben terhadap angka asam biodiesel


Tabel 3 dan Gambar 5 menunjukkan asam lemak bebas menjadi sabun. Angka
bahwa proses adsorbsi dengan ASP mampu asam yang tinggi dalam biodiesel
menurunkan nilai angka asam mencapai menunjukkan bahwa katalis NaOH 1%
26,6%. Semakin banyak masa adsorben belum mampu menetralkan asam lemak
yang digunakan, nilai bilangan asamnya bebas yang terkandung dalam minyak
juga semakin turun yaitu mencapai 2,4 mg jelantah (Nurdiansyah dan Redha, 2011).
KOH/g pada pemakaian ASP 5%. Namun Tabel 3 juga menunjukkan bahwa
nilai ini masih jauh dari yang dipersyaratkan proses pemurnian dengan ASP dapat
oleh SNI 7182:2015 (BSN, 2015) yaitu nilai menurunkan kadar gliserol total yang
bilangan asam maksimal adalah 0,5 mg merupakan produk samping dari reaksi
KOH/g. Hal ini dapat disebabkan karena transesterifikasi. Gliserol total ditentukan
bilangan asam minyak jelantah yang dengan prinsip asam periodat berlebih
digunakan masih tinggi yaitu 3,25 mg bereaksi dengan gliserol dan sisa IO4-
KOH/g. Angka asam yang tinggi direaksikan dengan KI. Iodium yang
menunjukkan bahwa biodiesel masih dibebaskan kemudian dititrasi dengan
mengandung asam lemak bebas (FFA) natrium tiosulfat dengan indikator amilum
sehingga biodiesel bersifat korosif dan dapat hingga terjadi perubahan warna dari biru
menimbulkan jelaga atau kerak di injektor menjadi tidak berwarna (Pisarello, Costa,
mesin diesel (Prihandana, 2006). Menurut Veizaga, dan Querini, 2010).
He dan Gerpen (2012) biodiesel yang baru
saja dihasilkan dari reaksi transesterifikasi C3H8O3 + 2IO4- 2HCHO + HCOOH + 2IO3- + H2O
memiliki angka asam yang rendah karena
IO4- + 2I- + H2O  IO3- + I2 + 2OH-
katalis alkali biasanya akan mengkonversi

Jurnal Sains dan Teknologi | 68


P-ISSN : 2303-3142 E-ISSN : 2548-8570 Vol. 6, No. 1, April 2017

0.405 0.4
0.4
Kadar Gliserol Total (%)

0.395
0.39
0.385
0.38
0.375 0.37 0.37
0.37
0.365
0.36
0.355
ASP1% ASP3% ASP5%

Gambar 6. Pengaruh masa ASP terhadap kadar gliserol total biodiesel

Nilai gliserol total terendah dalam permukaan ASP didominasi oleh pori
biodiesel hasil adsorbsi dengan ASP adalah berukuran mesopori bahkan makropori
0,37% yang masih di atas batas maksimal sehingga memungkinkan penyerapan
yang dipersyaratkan oleh SNI yaitu 0,24%. senyawa metil ester. Keberadaan gliserol
Gambar 6. menunjukkan bahwa semakin dalam biodiesel dapat membahayakan
banyak masa adsorben tidak berpengaruh mesin diesel terutama akibat adanya gugus
secara signifikan terhadap penurunan kadar OH yang bersifat reaktif terhadap logam
gliserol total biodiesel bahkan justru semakin bukan besi dan campuran krom
meningkat. Hal ini dapat disebabkan (Prihandana, Hendroko, dan Nuramin,
senyawa metil ester ikut terserap dalam pori 2006).
biodiesel. Menurut Manique et al. (2012)

99
98.37
98.5
98 97.69
97.5
Kadar Ester (%)

97
96.5
96 95.58
95.5
95
94.5
94
ASP1% ASP3% ASP5%

Gambar 7. Pengaruh masa ASP terhadap kadar ester biodiesel

Parameter bilangan penyabunan tidak menghasilkan nilai bilangan ester tertinggi


dipersyaratkan dalam SNI namun parameter yaitu 98,37% (Gambar 7). Nilai bilangan
ini akan mempengaruhi nilai bilangan ester. ester ini telah memenuhi persyaraan
Nilai bilangan penyabunan tertinggi minimal kadar metil ester yaitu 96,5%. Nilai
diperoleh pada pemurnian dengan bilangan ester yang menurun pada
menggunakan ASP 3% yang juga pemakaian ASP 5% kemungkinan

Jurnal Sains dan Teknologi | 69


P-ISSN : 2303-3142 E-ISSN : 2548-8570 Vol. 6, No. 1, April 2017

disebabkan senyawa metil ester ikut Solution onto a Low-Cost Natural


terserap dalam pori-pori ASP. Jordanian Tripoli, 6(6), 1047–1058.
Dari keempat parameter tersebut Berrios, M., dan Skelton, R. L. (2008).
dapat disimpulkan bahwa adsorben ASP Comparison of purification methods
yang optimum untuk pemurnian biodiesel for biodiesel, 144, 459–465.
adalah ASP 3%. Namun kualitas biodiesel BSN. (2013). SNI 3741 : 2013 tentang
ini masih belum memenuhi persyaratan Minyak Goreng. Badan Standarisasi
standar biodiesel. Menurut Felizardo et al., Nasional.
(2006) kemurnian biodiesel dipengaruhi oleh BSN. (2015). SNI 7182: 2015 tentang
kualitas minyak jelantah yang digunakan, Biodiesel. Badan Standarisasi
yang menunjukkan bahwa semakin rendah Nasional.
bilangan asam minyak jelantah maka Faccini, C. S., Cunha, M. E., Moraes, M. S.
semakin tinggi kemurnian biodiesel yang A., Krause, L. C., Manique, M. C.,
dihasilkan. Rodrigues, M. R. A., … Caramão, E.
B. (2011). Dry Washing in Biodiesel
SIMPULAN Purification: a Comparative Study of
Kesimpulan Adsorbents, 22(3), 558–563.
Dari hasil penelitian ini dapat FBI. (2006a). FBI-A02-03 tentang Metode
disimpulkan bahwa abu sekam padi sisa Analisis Standar untuk Kadar
pembakaran batu bata dapat digunakan Gliserol Total, Bebas dan Terikat di
untuk memurnikan minyak jelantah melalui Dalam Biodiesel Ester Alkil : Metode
penurunan kadar asam lemak bebas Iodometri-Periodat. Forum Biodiesel
sebesar 62,4% yang kemudian digunakan Indonesia.
sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. FBI. (2006b). FBI-A03-03 tentang Metode
Biodiesel yang dihasilkan menunjukkan dua Analisis Standar untuk Angka
senyawa utama yaitupentadecanoic acid, Penyabunan dan Kadar Ester
14-methyl-, methyl ester dan methyl Biodiesel Ester Alkil. Forum
oleatedengan total luas area adalah 96%. Biodiesel Indonesia.
Pemurnian biodiesel dengan ASP Felizardo, P., Correia, M. J. N., Raposo, I.,
dapat menurunkan nilai bilangan asam dan Mendes, J. F., Berkemeier, R., dan
gliserol total serta meningkatkan nilai Bordado, J. M. (2006). Production of
bilangan ester dengan masa ASP optimum biodiesel from waste frying oils, 26,
adalah 3% dari masa biodiesel. Namun, 487–494.
kualitas biodiesel yang dihasilkan masih Gashaw, A., dan Teshita, A. (2014).
belum memenuhi persyaratan SNI- Production of biodiesel from waste
7182:2015. cooking oil and factors affecting its
Saran formation: A review, 3(5), 92–98.
Kualitas biodiesel dapat ditingkatkan indexmundi. (2016). Indonesia Palm Oil
melalui penurunan kadar asam lemak bebas Domestic Comsumption per Year.
dalam minyak jelantah dengan proses Retrieved from
esterifiksi. Sedangkan proses pemurnian http://www.indexmundi.com/agricult
biodiesel dapat ditingkatkan dengan ure/?country=id&commodity=palm-
melakukan aktivasi terhadap abu sekam oil&graph=domestic-consumption
padi. Itodo, A. U., Itodo, H. U., dan Gafar, M. K.
(2010). Estimation of Specific
Surface Area using Langmuir
Isotherm Method, 14(4), 141–145.
Kumar, S., Sangwan, P., Dhankhar, R. M. V.,
DAFTAR PUSTKA dan Bidra, S. (2013). Utilisation of
Allah, F. U. M., dan Alexandru, G. (2016). Rice Husk and Their Ash, 1(5), 126–
Waste cooking oil as source for 129.
renewable fuel in Romania. Iasi. Manique, M. C., Faccini, C. S., Onorevoli, B.,
Alzaydien, S. A. (2009). Adsorption of Benvenutti, E. V., dan Caramao, E.
Methylene Blue from Aqueous B. (2012). Rice husk ash as an

Jurnal Sains dan Teknologi | 70


P-ISSN : 2303-3142 E-ISSN : 2548-8570 Vol. 6, No. 1, April 2017

adsorbent for purifying biodiesel from


waste frying oil, 92(2012), 56–61.
Muntohar, A. S. (2011). Karaketeristik Kuat
Geser Tanah Pasir dengan
Campuran Kapur dan Abu Sekam
Padi. Presented at the Pertemuan
Ilmiah Tahunan XIV HATTI,
Yogyakarta.
Nurdiansyah, dan Redha, A. (2011). Efek
Lama Maserasi Bubuk Kopra
Terhadap Rendemen, Densitas, dan
Bilangan Asam Biodiesel yang
Dihasilkan dengan Metode
Transesterifikasi In Situ, 10(2), 218–
224.
Pisarello, M. L., Costa, B. O. D., Veizaga, N.
S., dan Querini, C. A. (2010).
Volumetric Method for Free and Total
Glycerin Determination in Biodiesel,
49, 8935–8941.
Predojevic, Z. J. (2008). The production of
biodiesel from waste frying oils: A
comparison of different purification
steps, 87, 3522–3528.
Prihandana, R., Hendroko, R., dan Nuramin,
M. (2006). Menghasilkan Biodiesel
Murah. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Saikia, B. J., dan Parthasarathy, G. (2010).
Fourier Transform Infrared
Spectroscopic Characterization of
Kaolinite from Assam and
Meghalaya, Northeastern India, 1,
206–210.
Sugiyono, A., Aninditha, Wahid, L. M. A., dan
Adiarso. (2016). Outlook Energi
Indonesia 2016: Pengembangan
Energi untuk Mendukung Industri
Hijau. Jakarta: Pusat Teknologi
Sumber Daya Energi dan Industri
Kimia BPPT.

Jurnal Sains dan Teknologi | 71

Anda mungkin juga menyukai