Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

HIPERTENSI PADA ANAK


Bernike Lusitania Sumbayak, S.Ked
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang
dr. Hendrikus B. Tokan, Sp.A.
dr. Irene K. L. A. Davidz, Sp.A., M. Kes

PENDAHULUAN
Hipertensi adalah sebuah masalah kesehatan global. Hipertensi merupakan

penyakit yang diketahui sebagai faktor risiko utama terjadinya aterosklerosis yang

mengakibatkan timbulnya penyakit kardiovaskular yang dapat menyerang pada

orang tua dan dewasa, namun akhir-akhir ini dilaporkan bahwa kejadian

hipertensi pada anak, khususnya usia sekolah, mengalami peningkatan. Kasus

hipertensi pada anak memang tidak sesering pada orang dewasa, tetapi baru dalam

2 dekade terakhir ini pengetahuan tentang hipertensi pada anak berkembang

secara bermakna. Anak yang mengalami hipertensi dapat terus berlanjut pada usia

dewasa dan memiliki risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dan

hipertensi tidak lagi dikategorikan sebagai penyakit orang dewasa(1,2).

Hipertensi adalah penyebab paling umum kedua kematian setelah diabetes

pada orang dewasa di seluruh dunia. Antara 1 dan 5 persen dari anak-anak dan

15% orang dewasa muda menderita hipertensi, sementara pada orang dewasa di

atas usia 65 tahun lebih dari 60% memiliki hipertensi. Berdasarkan laporan

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hipertensi merupakan penyebab 62% dari

kejadian serebrovaskular (CVA), 49% dari penyakit jantung iskemik dan untuk
setiap kenaikan 5 mmHg diastolik pada tekanan darah, ada peningkatan 35%

dalam risiko Cardiovascular accident dan 20% pada penyakit arteri koroner pada

orang dewasa(3).

Prevalensi hipertensi pada anak sulit ditentukan secara pasti karena

dipengaruhi oleh perbedaan definisi tekanan darah (TD) normal pada anak serta

metode pengukuran tekanan darah yang digunakan. Berbagai negara melaporkan

prevalensinya berkisar 1-22%. Skrining TD secara teratur dapat memprediksi

hipertensi dan risiko kardiovaskular pada masa dewasa. Bila hipertensi dapat

dideteksi secara dini maka pengobatan yang tepat serta evaluasi faktor penyebab

dapat dilaksanakan sebaik-baiknya, dengan demikian mencegah kerusakan pada

organ target di kemudian hari(4).

DEFINISI

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi merupakan suatu gangguan

pembuluh darah yang berlangsung lama dan menetap yang mengakibatkan suplai

oksigen dan nutrisi terhambat untuk diedarkan dalam tubuh sehingga tekanan

darah di arteri meningkat dan jantung harus bekerja lebih keras untuk memenuhi

kebutuhan tersebut(5). Tekanan darah tinggi pada anak-anak dan remaja merupakan

masalah kesehatan yang terus berkembang yang sering diabaikan. Anak-anak

harus diskrining untuk tekanan darah tinggi setiap tahun dimulai pada usia tiga

tahun atau pada setiap kunjungan jika ada faktor risiko. Pada anak-anak di bawah

13 tahun, peningkatan tekanan darah didefinisikan sebagai tekanan darah pada

persentil ke-90 atau lebih untuk usia, tinggi badan, dan jenis kelamin, dan

hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah pada persentil ke-95 atau lebih
tinggi. Pada remaja 13 tahun ke atas, peningkatan tekanan darah didefinisikan

sebagai tekanan darah sistolik 120 sampai 129 mm Hg dan diastolik kurang dari

80 mm Hg, dan hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah 130/80 mm Hg

atau lebih tinggi(7). Terdapat juga istilah ”white-coat hypertension” yang merujuk

pada suatu keadaan penderita memiliki tekanan darah > persentil 95 pada

pemeriksaan di klinik atau praktek dokter, sedangkan di luar tempat kesehatan

tersebut penderita memiliki tekanan darah yang normal(3).


Tabel 1. Tekanan Darah Anak Laki-Laki Berdasarkan Persentil Usia dan Tinggi
Badan

Sumber : The National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP)


Tabel 2. Tekanan Darah Anak Perempuan Berdasarkan Persentil Usia dan Tinggi
Badan.

Sumber : The National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP)


ETIOLOGI

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi atas primer (esensial) dan

sekunder.

A. Hipertensi primer

Hipertensi primer atau esensial merupakan hipertensi yang tidak

dapat dijelaskan penyebabnya. Meskipun demikian, beberapa faktor dapat

diperkirakan berperan menimbulkan seperti faktor keturunan, berat badan,

respons terhadap stres fisik dan psikologis, abnormalitas transpor kation

pada membran sel, hipereaktivitas sistem saraf simpatis, resistensi insulin,

dan respons terhadap masukan garam dan kalsium(3).

Hipertensi primer pada masa kanak-kanak biasanya ditandai

dengan hipertensi ringan atau Stadium 1 dan sering dikaitkan dengan

riwayat keluarga hipertensi atau penyakit kardiovaskular (CVD) yang

positif. Anak-anak dan remaja dengan hipertensi primer seringkali

mengalami kelebihan berat badan. Data remaja sehat yang diperoleh dalam

program pemeriksaan kesehatan sekolah menunjukkan bahwa prevalensi

hipertensi meningkat secara progresif dengan meningkatnya indeks massa

tubuh (BMI), dan hipertensi terdeteksi pada sekitar 30 persen anak yang

kelebihan berat badan (BMI> persentil ke-95).

Hipertensi primer sering berkelompok dengan faktor risiko lain.

Oleh karena itu, riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan evaluasi

laboratorium pada anak dan remaja hipertensi harus mencakup penilaian


yang komprehensif untuk risiko kardiovaskular tambahan. Faktor risiko

ini, selain tekanan darah tinggi dan kelebihan berat badan, termasuk HDL-

C plasma rendah, trigliserida plasma tinggi, dan toleransi glukosa

abnormal. Pada anak dengan hipertensi primer, adanya komorbiditas yang

terkait dengan hipertensi berpotensi meningkatkan risiko CVD dan dapat

memiliki efek buruk pada hasil kesehatan. Evaluasi anak dengan hipertensi

primer harus disertai dengan evaluasi beberapa faktor risiko yang

berkaitan dengan risiko berkembangnya suatu penyakit kardiovaskular(6).

B. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder lebih sering terjadi pada anak-anak dibanding

pada orang dewasa. Evaluasi yang lebih teliti diperlukan pada setiap anak

untuk mencari penyebab hipertensi. Namun, sejauh mana evaluasi untuk

mendeteksi kemungkinan penyebab yang mendasari harus bersifat

individual untuk setiap anak. Anak dengan hipertensi berat, anak dengan

usia yang masih muda, serta anak remaja dengan gejala klinis sistemik

disertai hipertensi harus dievaluasi lebih lanjut(3).

Anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan langkah pertama

evaluasi anak dengan kenaikan tekanan darah yang menetap sehingga

dapat mengarahkan pada suatu kelainan sistemik yang mendasari

terjadinya hipertensi. Jadi, sangat penting untuk mencari gejala dan tanda

klinis yang mengarah pada penyakit ginjal (hematuria nyata, edema,

kelelahan), penyakit jantung (nyeri dada, dispneu, palpitasi), atau penyakit

dari sistem organ lain (seperti kelainan endokrinologis, reumatologis).


Riwayat penyakit dahulu diperlukan untuk mengungkap penyebab

hipertensi. Pertanyaan berupa riwayat opname sebelumnya, trauma, infeksi

saluran kemih, diabetes, atau masalah gangguan tidur. Riwayat penyakit

keluarga berupa riwayat hipertensi, diabetes, obesitas, apnea pada waktu

tidur, penyakit ginjal, hiperlipidemia, stroke, dan kelainan endokrinologis

pada keluarga(7).

Adapun penyebab hipertensi menurut kelompok umur(3):

Tabel 3. Etiologi Berdasarkan Umur

Kelompok umur Penyebab


Neonatus Trombosis arteri renalis, stenosis arteri renalis, koarktasio
aorta, displasia bronkopulmoner
Bayi – 6 tahun Penyakit parenkim ginjal, stenosis arteri renalis, koarktasio
aorta
Anak 6 – 10 tahun Hipertensi essensial, penyakit parenkim ginjal, stenosis arteri
renalis
Adolesens Hipertensi essensial, penyakit parenkim ginjal

PATOFISIOLOGI

Tekanan darah pada prinsipnya ditentukan oleh curah jantung (cardiac

output/CO) dan tahanan pembuluh darah sistemik (systemic vascular

resistance/SVR). Curah jantung ditentukan oleh volume sekuncup (stroke

volume/SV) dan denyut danjung (heart rate/HR). Tahanan pembuluh darah

sistemik ditentukan oleh elastisitas pembuluh darah, kontraksi otot jantung, dan

beban tahanan (afterload). Volume sekuncup ditentukan oleh kontraksi otot

jantung dan beban volume (preload). Denyut jantung ditentukan oleh system saraf

simpatik. System saraf simpatik menerima sinyal dari baroreseptor atau

kemoreseptor untuk ikut mengatur curah jantung(4).


Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin

II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE

memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah

mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon

renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang

terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II

inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua

aksi utama.

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH)

dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja

pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya

ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga

menjadi pekat 14 dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume

cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian

intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan

meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron

dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki

peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstrase.luler,

aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya

dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan

cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan

meningkatkan volume dan tekanan darah(3).

KLASIFIKASI
1. Normotensi

Sistolik dan diastolik kurang dari presentil ke-90

2. Pre-hipertensi

Sistolik atau diastolik lebih besar atau sama dengan persentil ke-90 tetapi

lebih kecil dari presentil ke 95

3. Hipertensi

Sistolik atau diastolik lebih besar atau sama dengan persentil ke-95

4. Hipertensi derajat 1

Sistolik atau diastolik antara persentil ke-95 dan 99 ditambah 5 mmHg

5. Hipertensi derajat 2

Sistolik atau diastolik di atas persentil ke-99 ditambah 5 mmHg

6. Krisis hipertensi

Tekanan darah melebihi batas hipertensi derajat II atau naik 50%/ satu

setengah kali batas atas tekanan darah normal berdasarkan umur dan jenis

kelamin

7. White-coat hypertension

Keadaan dimana tekanan darah > persentil 95 pada pemeriksaan di klinik

atau praktek dokter, sedangkan di luar tempat kesehatan tersebut tekanan

darah normal.

MANIFESTASI KLINIS

Hipertensi ringan atau sedang pada umumnya tidak menunjukkan gejala

nyata. Namun, dari penelitian terbaru menyatakan kebanyakan anak yang

menderita hipertensi tidak sepenuhnya bebas dari gejala. Gejala non spesifik
berupa nyeri kepala, insomnia, rasa lelah, nyeri perut atau nyeri dada dapat

dikeluhkan. Pada keadaan hipertensi berat yang bersifat mengancam jiwa atau

menggangu fungsi organ vital dapat timbul gejala yang nyata. Keadaan ini disebut

krisis hipertensi. Krisis hipertensi ini dibagi menjadi dua kondisi yaitu hipertensi

urgensi dan hipertensi emergensi. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi namun

komplikasi utama pada anak melibatkan sistem saraf pusat, mata, jantung, dan

ginjal. Anak dapat mengalami gejala berupa sakit kepala, pusing, nyeri perut,

muntah, atau gangguan penglihatan. Krisis hipertensi dapat pula bermanifestasi

sebagai keadaan hipertensi berat yang diikuti komplikasi yang mengancam jiwa

atau fungsi organ seperti ensefalopati, gagal jantung akut, infark miokardial,

edema paru, atau gagal ginjal akut. Ensefalopati hipertensif ditandai oleh kejang

fokal maupun umum diikuti penurunan kesadaran dari somnolen sampai koma.

Gejala yang tampak pada anak dengan ensefalopati hipertensif umumnya akan

segera menghilang bila pengobatan segera diberikan dan tekanan darah

diturunkan. Gejala dan tanda kardiomegali, retinopati hipertensif, atau gambaran

neurologis yang berat sangat penting karena menunjukkan hipertensi yang telah

berlangsung lama(3).

PENEGAKAN DIAGNOSIS

The National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP)

merekomendasikan agar anak di atas usia tiga tahun diperiksa tekanan darahnya

kapanpun mereka melakukan kunjungan atau pemeriksaan rutin. Ada beberapa

kondisi anak usia dibawah 3 tahun harus dilakukan pemeriksaan tekanan darah,

yaitu(3):
– Riwayat prematuritas, berat lahir sangat rendah, atau komplikasi neonatal

lainnya yang membutuhkan perawatan intensif

– Penyakit jantung congenital

– Infeksi saluran kemih rekuren, hematuria, atau proteinuria

– Penyakit ginjal yang diketahui atau malformasi urologis

– Riwayat keluarga penyakit ginjal congenital

– Transplantasi organ padat Keganasan atau transplantasi sumsum tulang

– Pengobatan dengan obat yang diketahui menaikkan kadar tekanan darah

– Penyakit sistemik lainnya yang terkait dengan Hipertensi

(neurofibromatosis, tuberous sclerosis, dan lain-lain)

– Tekanan intrakranial tinggi

Untuk mendapatkan hasil pengukuran TD yang tepat perlu diperhatikan hal-

hal sebagai berikut(4):

a. Manset yang digunakan harus cocok untuk ukuran anak. Lebar kantong

karet harus menutupi 2/3 panjang lengan atas dan memberikan ruangan

yang cukup untuk meletakkan bel stetoskop di daerah fosa kubiti. Panjang

kantong karet sedapat-dapatnya menutupi 80-100% lingkaran lengan atas

diantara olekranon dan akromion. Perbandingan anatar lebar dan panjang

kantung manset yang disarankan adalah 1:2. Kantong manset biasanya

dilabel berdasar atas kisaran usia (manset bayi, maset anak, dan

seterusnya). Bila manset yang digunakan terlalu sempit akan

menghasilkan angka pengukuran yang lebih tinggi, sebaliknya bila manset


yang digunakan terlalu lebar akan memberikan hasil angka pengukuran

lebih rendah.

Tabel 4. Ukuran manset pengukur tekanan darah


Lebar Manset Panjang Manset Lingkar Lengan Atas
Usia
(cm) (cm) Maksimal (cm)
Neonatus 4 8 10
Bayi 6 12 15
Anak 9 18 22
Dewasa Muda 10 24 26
Dewasa Tua 13 30 34
Lengan Besar 16 38 44
Paha 20 42 52
Gambar 1. Lingkaran Lengan Atas Harus Diukur Tengah-tengah Antara
Olekranon dan Akromion

Gambar 2. Cuff Pengukur Tekanan Darah

b. Alat standar untuk pengukuran TD adalah sfigmomanometer air raksa.

Alat sfigmomanometer aneroid juga akurat jika terkalibrasi dengan baik.

Sebelum pengukuran TD, harus pastikan alat dalam kondisi baik.

c. Pengukuran TD sebaiknya dilakukan dalam suasana tenang, setidaknya

telah istirahat 5 menit. Upayakan agar anak tidak menangis karena dapat

memengaruhi hasil pengukuran. Sebelum mengatakan seorang anak


menderita hipertensi perlu dilakukan pengukuran TD tiga kalo berturut-

turut dalam waktu yang berbeda.

d. Pada anak yang lebih besar pengukuran dilakukan dalam posisi duduk,

sedangkan pada anak yang lebih kecil pengukuran pada posisi anak

berbaring. Prinsip pengukuran TD pada lengan atas dapat pula diterapkan

untuk mengukur TD pada ekstremitas bawah (paha). Bila TD pada

ekstremitas bawah diukur, penderita dalam posisi terlungkup sehingga

arteri poplitea dengan mudah dapat diauskultasi. TD siukur pada kedua

lengan atas dan paha untuk mendeteksi ada atau tidak koartasio aorta.

e. Untuk mengukur TD, cara yang lazim digunakan adalah cara indirek

dengan auskultasi. Tentukan posisi arteri brakialis dengan cara palpasi

pada fos kubiti, bel stetoskop kemudian ditaruh diatas daerah tersebut.

Manset dipompa kira-kira 20 mmHg diatas tekanan yang diperlukan untuk

menimbulkan sumbatan pada arteri brakialis. Tekanan dalam manset

kemudian diturunkan perlahan dengan kecepatan 2-3 mmHg/detik sampai

terdengar bunyi suara lembut. Bunyi suara lembut yang terdengar ini

disebut fase 1 Korotkoff dan merupakan petunjuk TD systole. Fase 1

kemudian disusul fase 2 yang ditandai dengan suara bising (murmur), lalu

disusul dengan fase 3 berupa suara yang keras. Setelah itu suara mulai

menjadi lemah (fase 4) dan akhirnya menghilang (fase 5). Pada anak jika

fase 5 sulit didengar maka fase 4 digunakan sebagai petunjuk TD diastole.

Fase 4 (K4) ditetapkan sebagai petunjuk TD diastole untuk anak kurang


dari 13 tahun, sedangkan fase 5 (K5) digunakan sebagai petunjuk TD

diastole untuk anak usia 13 tahun ke atas.

f. Penetuan derajat hipertensi pada anak menggunakan tabel TD berdasarkan

usia, jenis kelamin, dan tinggi badan mengikuti langkah-langkah berikut.

1) Gunakan grafik tinggi badan untuk menentukan persentil tinggi

badan. Ukur serta catat TDS dan TDD anak. Gunakan tabel yang

tepat menurut jenis kelamin anak. Temukan usia anak pada sisi

kiri table, ikuti baris secara horizontal sehingga berpotongan

dengan kolom persentil tinggi badan.

2) Tentukan persentil 50, 90, 95, dan 99 untuk TDS dan TDD.

Tidak jarang anak dengan prehipertensi atau normal-tinggi (antara

90-95 persentil) pada waktu pertama kali dilakukan, namun jika

pada pengukuran ulangan TD berada dalam batas normal, anak

tidak perlu dilakukan pemeriksaan diagnostic, tetapi TD perlu

dievaluasi diagnosis dan pengobatan.

3) Jika tekanan darah >persentil 95, harus ditentukan derajat

hipertensi.

ANAMNESIS

Riwayat medis pasien, termasuk kelahiran, pertumbuhan, dan sejarah

perkembangan, harus diperoleh, dan skrining untuk urologi sebelumnya, ginjal,

jantung, endokrin, dan penyakit neurologis harus diselesaikan. Banyak obat dapat

meningkatkan tekanan darah. Pasien harus diskrining untuk riwayat keluarga

hipertensi, faktor risiko CVD lainnya, ginjal atau sindrom endokrin. Faktor risiko
seperti kurangnya aktivitas fisik, diet yang tidak sehat, merokok, dan konsumsi

alkohol harus dieksplorasi(3). Hipertensi derajat ringan atau sedang umumnya tidak

menimbulkan gejala. Gejala hipertensi baru muncul bila hipertensi menjadi berat

atau pada keadaan hipertensi emergensi(4). Sebuah tinjauan lengkap harus

dilakukan untuk mengetahui gangguan medis yang mendasari atau gejala

hipertensi urgensi (sakit kepala, muntah) atau darurat hipertensi (kejang,

perubahan status mental), yang membutuhkan evaluasi dan pengobatan(3).

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisis perlu dilakukan secara teliti dan sistematis karena

terdapat beberapa keluhan yang dapat ditemukan serta merupakan tanda-tanda

penyebab hipertensi atau lama hipertensi berlangsung. Temuan pemeriksaan fisik

pada kebanyakan anak dengan hipertensi adalah normal. Indeks massa tubuh

harus dihitung karena obesitas berhubungan dengan hipertensi primer, dan

pertumbuhan yang buruk mungkin menunjukkan penyakit kronis. Tekanan darah

harus diukur di kedua lengan saat anak duduk dan satu kaki saat anak berada

dalam posisi yang rata. Tekanan darah harus kurang lebih sama di kedua lengan

dan biasanya 10 sampai 20 mmHg lebih tinggi di kaki. Jika ada perbedaan yang

signifikan pada tekanan darah antara lengan kanan dan kiri, jika tekanan darah

kaki lebih rendah dari tekanan darah pada lengan, atau jika pulsasi arteri femoralis

berkurang, anak mungkin memiliki koarktasio aorta. Sebuah bruit perut (suara

bising dibagian atas abdomen yang menjalar ke punggung) dapat mengindikasikan

penyakit renovaskular. Sisa dari pemeriksaan harus fokus pada mendeteksi


temuan fisik yang terkait dengan kondisi yang mendasari lain yang menyebabkan

hipertensi(3).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Anamnesis terhadap pasien dan keluarganya, serta pemeriksaan fisis, harus

diikuti dengan pemeriksaan urin rutin dan klinis dasar. Pemeriksaan USG

abdomen merupakan alat diagnosis yang tidak invasif tetapi sangat bermanfaat

dalam mengevaluasi ukuran ginjal, mendeteksi tumor adrenal dan ginjal, penyakit

ginjal kistik, batu ginjal, dilatasi sistem saluran kemih, ureterokel, dan penebalan

dinding vesika urinaria.

Tidak jarang diperlukan evaluasi tambahan untuk membedakan hipertensi

primer dan sekunder. Anak dengan riwayat infeksi saluran kemih harus dilakukan

pemeriksaan dimercapto succinic acid (DMSA). Teknik ini lebih sensitif

dibandingkan pielografi intravena (PIV), kurang radiatif dan merupakan baku

emas untuk mendiagnosis adanya parut ginjal. Teknik lain adalah sidik diethylene

triamine pentacetic acid (DTPA) dan mictio-cysto ureterography (MCU). Jika

diagnosis penyebab hipertensi mengarah ke penyakit renovaskular maka

dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan angiografi. Teknik yang lain adalah

magnetic resonance angiography yang sifatnya kurang invasif.

Hipertrofi ventrikel kiri juga sering didapatkan pada anak yang mengalami

hipertensi dengan prevalens 41%.2 Ekokardiografi merupakan teknik yang non

invasif, mudah dilakukan, dan lebih sensitif dibandingkan elektrokardiografi,

sehingga teknik ini dapat dikerjakan sebagai pemeriksaan awal pada semua anak

yang mengalami hipertensi. Informasi yang didapat secara akurat melalui


anamnesis dan pemeriksaan fisis dapat menghindarkan pemeriksaan laboratorium

dan radiologis yang tidak perlu dan mahal(8).

Dibawah ini merangkum pemeriksaan tambahan yang direkomendasikan

oleh NHBPEP untuk anak-anak dan remaja dengan prehipertensi atau hipertensi.

Tabel 5. Pemeriksaan penunjang dengan hipertensi

TATALAKSANA

Tujuan pengobatan hipertensi pada anak adalah mengurangi risiko jangka

pendek maupun panjang terhadap penyakit kardiovaskular dan kerusakan organ

target. Selain menurunkan tekanan darah dan meredakan gejala klinis, juga harus

diperhatikan faktor lain seperti kerusakan organ target, faktor komorbid, obesitas,

hiperlipidemia, kebiasaan merokok, dan intoleransi glukosa(3).

Tujuan akhir pengobatan hipertensi adalah menurunkan tekanan darah

sampai di bawah persentil 95 berdasarkan usia dan tinggi badan anak, namun bila

terdapat keadaan komorbiditas seperti penyakit ginjal kronik, diabetes melitus


atau sudah didapatkan kerusakan organ target, maka target penurunan tekanan

darah adalah dibawa persentil 90(6).

Gambar 3. Algoritma tata laksana hipertensi pada anak.


Pengobatan yang dilakukan secara tepat sejak awal pada anak yang

menderita hipertensi ringan-sedang akan menurunkan risiko terjadinya stroke dan

penyakit jantung koroner di kemudian hari(3).

1. Terapi Non-Farmakologis

Terapi ini biasanya digunakan pada anak atau remaja dengan TD

yang normal tinggi atau prehipertensi (TD diantara 90 dan 95 persentil)

menurut usia dan jenis kelamin, atau hipertensi derajat 1 yang tanpa

ditemukan gejala organ target, nefritis, atau diabetes mellitus (4). Pada anak

dengan kondisi pre-hipertensi atau hipertensi tingkat 1 terapi berupa

perubahan gaya hidup direkomendasikan. Terapi ini berupa pengontrolan

berat badan, olahraga yang teratur, diet rendah lemak dan garam,

pengurangan kebiasaan merokok pada anak remaja yang merokok, dan tidak

mengkonsumsi alkohol. Korelasi yang kuat terdapat pada anak yang

memiliki berat badan lebih dengan peningkatan tekanan darah. Pengurangan

berat badan telah terbukti efektif pada anak obese disertai hipertensi.

Pengontrolan berat badan tidak hanya menurunkan tekanan darah juga

menurunkan sensitivitas tekanan darah terhadap garam, menurunkan risiko

kardiovaskular lain seperti dislipidemia dan tahanan insulin. Pada penelitian

tersebut disebutkan bahwa penurunan indeks massa tubuh 10% menurunkan

tekanan darah dalam jangka waktu pendek sebesar 8 sampai 10 mmHg(7).

Aktivitas fisik yang teratur membantu menurunkan berat badan dan

sekaligus menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik. Aktivitas fisik

tersebut minimal dilakukan selama 30-60 menit per hari. Intervensi diet
pada anak dapat berupa ditingkatkannya diet berupa sayuran segar, buah

segar, serat, dan makanan rendah lemak, serta konsumsi garam yang adekuat

hanya 1,2 g/hari (anak 4-8 tahun) dan 1,5 g/ hari untuk anak yang lebih

besar membantu dalam manajemen hipertensi. Pengurangan garam pada

anak dan remaja disebutkan dapat mengurangi tekanan darah sebesar 1

sampai 3 mmHg. Peningkatan masukan kalium, magnesium, asam folat juga

dikaitkan dengan tekanan darah yang rendah(3).

2. Terapi Farmakologis

Pada saat memilih jenis obat yang akan diberikan kepada anak yang

menderita hipertensi, harus dimengerti tentang mekanisme yang mendasari

terjadinya penyakit hipertensi tersebut. Perlu ditekankan bahwa tidak ada

satupun obat antihipertensi yang lebih superior dibandingkan dengan jenis

yang lain dalam hal efektivitasnya untuk mengobati hipertensi pada anak.

Menurut the National High Blood Pressure Education Program

(NHBEP) Working Group on High Blood Pressure in Children and

Adolescents obat yang diberikan sebagai antihipertensi harus mengikuti

aturan berjenjang (step-up), dimulai dengan satu macam obat pada dosis

terendah, kemudian ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai efek

terapoitik, atau munculnya efek samping, atau bila dosis maksimal telah

tercapai. Kemudian obat kedua boleh diberikan, tetapi dianjurkan

menggunakan obat yang memiliki mekanisme kerja yang berbed(1).

Di bawah ini dicantumkan beberapa keadaan hipertensi pada anak

yang merupakan indikasi dimulainya pemberian obat antihipertensi:


1. Hipertensi simtomatik

2. Kerusakan organ target, seperti retinopati, hipertrofi ventrikel

kiri, dan proteinuria

3. Hipertensi sekunder

4. Diabetes melitus

5. Hipertensi tingkat 1 yang tidak menunjukkan respons dengan

perubahan gaya hidup

6. Hipertensi tingkat 2.

Hipertensi pada anak yang merupakan indikasi pemberian anti

hipertensi yaitu hipertensi simtomatik, adanya kerusakan organ target

(retinopati, hipertrofi ventrikel kiri dan proteinuria), hipertensi sekunder,

diabetes melitus, hipertensi tingkat 1 yang tidak menunjukkan respons

dengan perubahan gaya hidup, dan hipertensi tingkat 2.

Pemberian antihipertensi harus mengikuti aturan berjenjang, dimulai

dengan satu macam obat pada dosis terendah, kemudian ditingkatkan secara

bertahap hingga mencapai efek terapetik atau munculnya efek samping atau

bila dosis maksimal telah tercapai. Obat kedua boleh diberikan dengan

menggunakan obat yang memiliki mekanisme kerja yang berbeda.

Golongan diuretik dan β-blocker merupakan obat yang dianggap

aman dan efektif untuk diberikan kepada anak. Golongan obat lain yang

perlu dipertimbangkan untuk diberikan kepada anak hipertensi bila ada

penyakit penyerta adalah penghambat ACE (angiotensin converting

enzyme) pada anak yang menderita diabetes melitus atau terdapat


proteinuria, serta β-adrenergic atau penghambat calcium-channel pada anak-

anak yang mengalami migrain. Selain itu pemilihan obat antihipertensi juga

tergantung dari penyebabnya, misalnya pada glomerulonefritis akut

pascastreptokokus pemberian diuretik merupakan pilihan utama, karena

hipertensi pada penyakit ini disebabkan oleh retensi natrium dan air.

Golongan penghambat ACE dan reseptor angiotensin semakin banyak

digunakan karena memiliki keuntungan mengurangi proteinuria.

Penggunaan obat penghambat ACE harus hati-hati pada anak yang

mengalami penurunan fungsi ginjal. Meskipun kaptopril saat ini telah

digunakan secara luas pada anak yang menderita hipertensi, tetapi saat ini

banyak pula dokter yang menggunakan obat penghambat ACE yang baru,

yaitu enalapril. Obat ini memiliki masa kerja yang panjang, sehingga dapat

diberikan dengan interval yang lebih panjang dibandingkan dengan

kaptopril. Obat yang memiliki mekanisme kerja hampir serupa dengan

penghambat ACE adalah penghambat reseptor angiotensin II (AII receptor

blockers). Obat ini lebih selektif dalam mekanisme kerjanya dan memiliki

efek samping yang lebih sedikit (misalnya terhadap timbulnya batuk)

dibandingkan dengan golongan penghambat ACE(3).


Tabel 6. Obat anti hipertensi pada anak 1-17 tahun rawat jalan

The Fourth Report on the diagnosis, evaluation, and treatment of

high blood pressure in children and adolescents mendefinisikan hipertensi

berat bila tekanan darah melebihi 5 mmHg di atas persentil 99 menurut usia.

Krisis hipertensi yaitu rerata TDS atau TDD >5 mmHg di atas persentil 99

disertai gejala dan tanda klinis. Pendapat lain menyebutkan bahwa

hipertensi krisis dapat bersifat emergensi yaitu peningkatan TDS atau TDD

yang telah atau dalam proses menimbulkan kerusakan organ dalam beberapa
menit-jam atau urgensi yang perlu diturunkan dalam 12-24 jam karena

sewaktu-waktu dapat progresif menjadi hipertensi emergensi (TDS >180

mmHg dan TDD >120 mmHg). Krisis hipertensi yang disertai gejala

ensefalopati hipertensif memerlukan pengobatan dengan antihipertensi

intravena untuk 23 mengendalikan penurunan tekanan darah dengan tujuan

terapi menurunkan tekanan darah >25% selama 8 jam pertama setelah krisis

dan secara perlahan-lahan menormalkan tekanan darah dalam 26 sampai 48

jam. Krisis hipertensi dengan gejala lain yang lebih ringan seperti sakit

kepala berat atau muntah dapat diobati dengan antihipertensi oral atau

intravena. Sodium nitroprusid, nikardipin, dan labetalol dianjurkan sebagai

obat intravena yang aman dan efektif karena mudah dititrasi dan dengan

toksisitas yang rendah. Obat lain yang dianjurkan adalah hidralazin,

klonidin, esmolol, enalaprilat. Nipedipin yang diberikan sublingual juga

dianjurkan. Keamanan dan efikasi nipedipin kerja cepat telah terbukti aman

dan hanya menimbulkan sedikit efek samping saat digunakan pada anak

dengan hipertensi yang dirawat inap. Obat oral perlu mendapat perhatian

khusus karena efek penurunan tekanan darah tabg tidak terkendali sehingga

respons penurunan tekanan darah tidak dapat diprediksi(3).


Tabel 7. Antihipertensi untuk menajemen hipertensi berat pada anak 1-17
tahun

PENCEGAHAN

Upaya pencegahan terhadap penyakit hipertensi pada anak harus

mencakup pencegahan primer, sekunder, maupun tersier. Pencegahan primer

hipertensi harus dilihat sebagai bagian dari pencegahan terhadap penyakit lain

seperti penyakit kardiovaskular dan stroke yang merupakan penyebab utama

kematian pada orang dewasa. Penting pula diperhatikan faktor-faktor risiko untuk

terjadinya penyakit kardiovaskular seperti obesitas, kadar kolesterol darah yang


meningkat, diet tinggi garam, gaya hidup yang salah, serta penggunaan rokok dan

alkohol.

Pencegahan sekunder dilakukan bila anak sudah menderita hipertensi

untuk mencegah terjadinya komplikasi seperti infark miokard, stroke, gagal ginjal

atau kelainan organ target. Pencegahan ini meliputi modifikasi gaya hidup

menjadi lebih benar, seperti menurunkan berat badan, olahraga secara teratur, diet

rendah lemak dan garam, menghentikan kebiasaan merokok atau minum alkohol.

Apabila komplikasi sudah terjadi, misalnya stroke dan retinopati, maka

upaya rehabilitatif dan promotif yang merupakan bagian dari pencegahan tersier

dapat dilakukan untuk mencegah kematian dan mempertahankan fungsi organ

yang terkena seefektif mungkin(1).


DAFTAR PUSTAKA

1. Sekarwan N, Rachmadi D, Hilmanto D. Konsensus Tatalaksana Hipertensi

pada Anak. Ikat Dr Anak Indones. 2011;1–14.

2. Haris S, Dimiati H, Anwar MS. Profil Hipertensi pada Anak di RSUD Dr.

Zainoel Abidin Banda Aceh. Sari Pediatr. 2016;15(2):105–9.

3. Ruswanti R. Referat Hipertensi Pada Anak. 2017;(April).

4. Lestari HI, Bahrun D. Hipertensi Pada Anak. In: Rachmadi D, Sekarwana

N, Hilmanto D, Garna H, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Ketiga.

Jakarta Pusat: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2017. p. 557–

82.

5. Oliver J. Definisi Tekanan Darah. J Chem Inf Model. 2015;53(9):10.

6. Universitas Kristen Indonesia. Fakultas Kedokteran. SO. Majalah

kedokteran F.K.-UKI. Maj Kedokt [Internet]. 2018;32(1):30–40. Available

from: http://ejournal.uki.ac.id/index.php/mk/article/view/681

7. Falkner B. Hypertension in children. Pediatr Ann. 2006;35(11):1–21.

8. Dharmawan BS. Hipertensi Pada Anak. In: Pudjiastuti TP, Djer MM, A.

SH, Wisnu HT, Prawitasari T, editors. Best Practices: Pediatrics. Ikatan

Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta; 2013. p. 60–70.

Anda mungkin juga menyukai