Anda di halaman 1dari 13

KEIMANAN: IMAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

David Subhi
Mahasiswa UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
Email: davidsubhi10@gmail.com

Abstrak: Pada artikel ini penulis mengkaji dan menganalisa Keimanan: Iman dalam perspektif
islam. Kajian ini diawali dengan mendeskripsikan tentang keimanan itu sendiri. Menurutnya
Keimanan adalah kepercayaan yang kokoh kepada Allah Swt. dan pemeliharaan iman
seseorang berusaha untuk mempertahankan islam. Manfaat dan pengaruh keimanan pada diri
kita yaitu harus melakukan introspeksi pada peritiwa-peristiwa yang berada disifat manusia
dan kejadian luar biasa alam semesta. Arti dari iman yaitu adalah keyakinan dalam hati,
ucapan dengan lisan dan perbuatan dengan anggota tubuh. Bertambah keimanan dalam diri
kita karena adanya banyak melakukan amal shalih. Sedangkan berkurangnya Iman dengan
banyak melakukan amal yang buruk. Pada sosial kemanusiaan yang berhubungan dengan iman
cukup luas jangkauan dan ruang lingkupnya, namun berdasarkan literature-literature hadits
yang merekam operasional dalam aktivitas sosial Rasulullah dapat dirumuskan nilai-nilai
esensial dan universal sehingga memungkinkan untuk dimanifestasikan dalam konteks kekinian.
Perilaku penyimpangan dari iman dan islam bisa disebut juga sebagai kufur, karena manusia
lebih mempercayai bid’ah. Akhirnya ditinggalkan oleh Allah dan ditinggalkan oleh nafsu
kedalam penghinaan.
Kata kunci: keimanan, islam, sosial.

."‫ اإليم ان من منظ ور إس المي‬:‫ في هذا المقال يبحث المؤلف ويحلل "اإليمان‬:‫ملخص‬
‫ ف إن اإليم ان ه و إيم ان ق وي باهلل‬، ‫ ووفق ا ل ه‬.‫تبدأ هذه الدراسة بوصف اإليم ان نفس ه‬
‫ فوائ د وت أثيرات‬.‫ والحفاظ على إيمان المرء يسعى لل دفاع عن اإلس الم‬.‫سبحانه وتعالى‬
‫اإليمان على أنفسنا هي أننا يجب أن نتأمل األحداث البشرية واألحداث غ ير العادي ة في‬
‫ زيادة اإليم ان بن ا‬.‫ معنى اإليمان هو اإليمان بالقلب والكالم واألفعال باألطراف‬.‫الكون‬
‫ في‬.‫ ينقص اإليمان بالقيام بالكثير من الس يئات‬، ‫ وفي غضون ذلك‬.‫ألن الحسنات كثيرة‬
‫ ولكن اس تنادًا إلى آداب‬، ‫ يتس ع نطاق ه ونطاق ه‬، ‫اإلنسانية االجتماعية المتعلقة باإليمان‬
‫ يمكن ص ياغة القيم‬، ‫الح ديث ال تي تس جل العملي ات في األنش طة االجتماعي ة للن بي‬
ً ‫ يمكن‬.‫األساسية والعالمية بحيث يمكن إظهارها في السياق الحالي‬
‫أيضا تس مية الس لوك‬
ً‫ وأخ يرا‬.‫ ألن البش ر يؤمن ون أك ثر بالهرطق ة‬، ‫المنح رف عن ال دين واإلس الم ب الكفر‬
‫هجرها اهلل وهجرها شهوة الذل‬
.‫ إجتماعي‬، ‫ إسالم‬، ‫ إيمان‬:‫ الكلمات المفتاحية‬.

Abstract: In this article the author examines and analyzes Faith: Faith in an Islamic perspective.
This study begins with a description of faith itself. According to him, faith is a strong belief in
Allah SWT. and maintenance of one's faith seeks to defend Islam. The benefits and effects of
faith on ourselves are that we have to introspect on human events and extraordinary events in
the universe. The meaning of faith is belief in the heart, verbal words and actions with the
limbs. Increasing faith in us because there are many good deeds. Meanwhile, the decrease in
Faith by doing a lot of bad deeds. In social humanity related to faith, the scope and scope is
quite wide, but based on the hadith literatures that record operations in the social activities of
the Prophet, essential and universal values can be formulated so that they can be manifested in
the present context. Deviant behavior from faith and Islam can also be called kufr, because
humans believe more in heresy. Finally abandoned by Allah and abandoned by lust into
humiliation.
Keywords: faith, Islam, social.

A. PENDAHULUAN

Dalam Islam hal yang menyangkut kepercayaan dan keyakinan disebut iman.
Kehidupan yang serba terbuka menjadikan ruang persoalan hidup menjadi semakin
kompleks dan beragam, baik yang berasal dari diri maupun dari luar, sehingga tanpa
disadari kebutuhan spiritual merupakan keniscayaan pada diri manusia. Seseorang
dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap sesuatu, melainkan kepercayaan itu
mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai dengan keyakinan.
Berbicara iman bukan hanya dipercayai atau diucapkan, melainkan menyatu secara utuh
dalam diri seseorang yang dibuktikan dalam perbuatannya. Karunia terbesar dari Allah
SWT. kepada dalam memahami dan melaksanakan sesuai dengan keyakinannya.

Saat ini keimanan telah dianggap sebagai hal yang biasa, oleh masyarakat
umum, bahkan ada yang tidak mengetahui sama sekali arti yang sebenarnya dari
keimanan itu, hal ini dikarenakan manusia selalu menganggap remeh tentang hal itu dan
mengartikan keimanan itu hanya sebagai arti bahasa, tidak mencari makna yang
sebenarnya dari arti bahasa itu dan membiarkan hal tersebut berjalan begitu saja. Oleh
karena itu, dari persoalan dan masalah-masalah yang terpapar diataslah yang melatar
belakangi saya untuk membahas dan mendiskusikan tentang keimanan dan yang saya
bentuk menjadi sebuah jurnal.

Pada dasarnya setiap manusia mempunyai fitrah berupa kepercayaan tentang


adanya dzat yang Maha Kuasa, yang dalam istilah agama disebut Tuhan. Fitrah manusia
tersebut adalah fitrah beragama tauhid yang dijadikan oleh Allah swt pada saat manusia
itu diciptakan. Tidak bisa disangkal lagi, bahwa keimanan merupakan inti agama,
terlebih agama islam. Persoalan iman ini sangat penting, bukan hanya karena masalah
tersebut berkaitan dengan esensi dan eksistensi islam sebagai agama, tetapi juga karena
perbincangan mengenai konsep ini menandai titik awal dari semua pemikiran teologi di
antara orang-orang Islam masa awal.

Dengan memperhatikan aspek sejarah keimanan, bahwa perselisihan atas


makna kata tersebut (iman) merupakan perselisihan intern pertama yang terjadi di
antara orang-orang islam, yang mengakibatkan masyarakat muslim terpecah menjadi
beberapa sekte, dan aliran yang berbeda-beda dalam menafsirkan term iman dalam al-
Qur’an dan Sunnah, sehingga satu sama lain saling mengkafirkan. Kelompok yang
mula-mula masuk ke dalam gelanggang ini adalah khawarij.

Sebagian umat islam pada masa sekarang ini sudah banyak yang berfikiran
bahwa Dunia dengan segala isinya seperti harta, tahta dan wanita sudah sedemikian
kuatnya memperbudak sebagian umat Islam sehingga mereka menjadi budak nafsu
duniawi. Dan pada saat mereka begitu kuatnya mencintai dunia dan diperbudak oleh
dunia, maka pada saat yang sama mereka takut mati. Takut mati karena takut berpisah
dengan dunia dan takut mati karena banyak dosa.

Di sinilah iman itu mengambil perannya sebagai jalan keluar atau solusi untuk
menyelesaikan masalah kehidupan tersebut. Ketika seseorang telah bias memahami dan
menerapkan konsep dari iman tersebut kedalam kehidupannya maka ia dapat mengatsi
permasalahan hidupnya ,dan mendapat manfaat dari keimananya tersebut. Jadi iman itu
sangat penting bagi manusia khususnya bagi pemeluk agama islam agar mendekatkan
kita diri kepada Allah SWT Dan menjadi hamba yang beriman dan bertaqwa.

Sunah menjelaskan lain, iman adalah sesuatu yang fluktuatif, dapat bertambah
dan berkurang. Iman akan bertambah karena taat kepada Allah dan berkurang
disebabkan maksiat kepada-Nya. Al-Bukhari (w. 256 H./870 M.) memberikan bab
khusus di dalam kitab shahihnya tentang dasar fluktuatif keyakinan tersebut. Dalam
korelasi ini, terlihat bahwa imân bukan hanya kepercayaan semata tetapi juga mencakup
aspek amaliah (perbuatan) dari anggota tubuh. Karena itu, makna imân dalam perspektif
ini telah merambah ke lingkup pengertian semula dari islâm, yaitu amal-amal lahiriah.

Disebabkan telah terjadi ekspansi makna di dalam penggunaan term iman dari
makna asalnya yang diistilahkan Toshihiko Izutsu dalam kajian semantiknya dengan
kompetisi dan persaingan makna kata, maka penyebutan iman tidak lagi an sich pada
makna dasarnya, yaitu batin. Disebabkan persaingan makna itu, maka tidak
terhindarkan adanya kesan paradoks antara ajaran batin dan ajaran lahir dan dua kata
tersebut. Tatkala ajaran-ajaran lahiriah dijadikan sebagai bagian iman maka penilian
keberimanan seseorang tidak lagi terpusat pada batin tetapi telah merambah pada ranah
amal-amal lahir. Konsekuensi logis dari elaborasi dan ekspansi makna tersebut,
terjadilah keberhimpitan cakupan pengertian dua term, imân dan islâm; yaitu antara
ajaran lahir (islam) dan ajaran batin (iman). Kenyataan ini menjadikan term iman
sebagai sesuatu yang problematik di kalangan ulama.

Paradoks dalam memahami kedua makna iman dan islam terkadang


mengakibatkan kerancuan dalam menilai amal-amal lahir. Lebih dari itu, perambahan
makna iman pada aspek-aspek lahir secara ekstrim telah menempatkan Khawarij
menjadi kelompok takfiri. Menurut mereka, pelaku dosa besar, seperti tidak berhukum
dengan hukum Allah, tidak salat, dan tidak mengeluarkan zakat, adalah kafir, sebab
mereka telah mencederai imân. Demikian juga dengan Muktazilah, mereka
menempatkan amal sebagai bagian dari iman, namun mereka juga berada dalam
problema serius untuk mengafirkan seluruh pelaku dosa besar yang mencederai imân
lahirnya. Oleh sebab itu, mereka mengemukakan konsep al-manzilah bain al-
manzilatain (posisi tidak mukmin dan tidak kafir) yang tidak dikenal pada generasi awal
kaum Muslim.1

B. PENGERTIAN KEIMANAN

Iman berasal dari kata “ ‫”ايمان‬, dan merupakan bentuk masdhar (kata jadian)
dari fi’il madhi “‫ ”امن‬yang menurut bahasa berarti membenarkan dan mempercayakan.
Sedangkan menurut istilah, iman adalah membenarkan dalam hati, mengikrarkan
dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan.

Keimanan adalah kepercayaan yang kokoh kepada Allah Swt, syekh Husain bin
Audah al-awaisyah menyebutkan bahwa “iman adalah keyakinan dalam hati, ucapan
dengan lisan dan perbuatan dengan anggota tubuh. Amal perbuatan dengan segala
1
Husnel Anwar Matondang, “Konsep Al-Iman Dan Al-Islam: Analisis Terhadap Pemikiran
Al-‘Izzin Ibn ‘Abd As-Salam”, Analytica Islamica Vol. 4 No. 1, 2015, h. 55-56.
macamnya, baik amalan hati maupun amalan anggota tubuh termasuk hakikat
keimanan”. Firman Allah Swt.,

َّ ‫الص ٰ و َة َو م‬
‫ِما َر َز ْقنٰھُ ْم يُ ْن ِف ُق ْو َن‬ ‫الَّ ِذ ْي َن يُ ْؤ ِمنُ ْو َن ِب ْال َغ ْي ِب َو يُـ ِق ْي ُم ْو َن َّل‬
“(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan sholat, dan
menafkahkan sebagian rezeki yang kami anugrahkan kepada mereka.” (QS. Al-
baqarah: 3).2

Bahwasanya iman yang membenarkan dalam hati yaitu iman yang


mempercayai akan adanya alam semesta dan isinya, sedangkan mengikrarkan dalam
lisan seperti mengucapkan dua kalimat syahadat (tidak ada sesembahan yang hak
kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah), dan mengamalkan dengan
anggota tubuh seperti melakukan ibadah-ibadah sesuai dengan fungsinya.

َ ‫ش َع ْن أَِبي‬ ‫أْل‬
‫ِح‬
ٍ ‫صال‬ ِ ‫او َي َة َو َوكِي ٌع َع ْن ا َ ْع َم‬ ِ ‫َح َّد َثنَا أَبُو َب ْك ِر ْب ُن أَِبي َش ْي َب َة َح َّد َثنَا أَبُو ُم َع‬
‫ون ْال َجنَّ َة َحتَّى‬ َ ُ‫ْخل‬ ُ ‫ص لَّى اهَّللُ َعلَ ْي ِه َو َس لَّ َم اَل َت د‬ ُ ‫ال َر ُس‬
َ ِ‫ول اهَّلل‬ َ ‫ال َق‬ َ ‫َع ْن أَِبي ه‬
َ ‫ُر ْي َر َة َق‬
‫تُ ْؤ ِمنُوا َواَل تُ ْؤ ِمنُوا َحتَّى َت َحابُّوا أَ َواَل أَدُلُّ ُك ْم َعلَى َش ْي ٍء إِ َذا َف َع ْلتُ ُم و ُه َت َح ا َب ْبتُ ْم أَ ْف ُش وا‬
‫أْل‬
َ ‫ش ِب َه َذا اإْل ِ ْسنَا ِد َق‬
‫ال‬ ِ ‫ير َع ْن ا َ ْع َم‬ ٌ ‫الساَل َم َب ْي َن ُك ْم و َح َّد َثنِي ُز َه ْي ُر ْب ُن َح ْر ٍب أَ ْن َبأَنَا َج ِر‬
َّ
‫ون ْال َجنَّ َة َحتَّى‬ َ ُ‫ْخل‬ ُ ‫ص لَّى اهَّللُ َعلَ ْي ِه َو َس لَّ َم َوالَّذِي َن ْف ِس ي ِب َي ِد ِه اَل َت د‬ َ ِ‫ول اهَّلل‬ ُ ‫ال َر ُس‬ َ ‫َق‬

ِ ‫ِيث أَِبي ُم َع‬


ٍ ‫او َي َة َو َوك‬
‫ِيع‬ ِ ‫تُ ْؤ ِمنُوا ِبم ِْث ِل َحد‬

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dan Waki' dari al-A'masy dari Abu
Shalih dari Abu Hurairah dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman, dan tidaklah kalian
beriman hingga kalian saling menyayangi. Maukan kalian aku tunjukkan atas sesuatu
yang mana apabila kalian mengerjakannya niscaya kalian akan saling menyayangi.
Sebarkanlah salam di antara kalian." Dan telah menceritakan kepadaku Zuhair bin
Harb telah memberitakan kepada kami Jarir dari al-A'masy dengan sanad ini. Dia
berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Demi Dzat yang jiwaku
berada di tangan-Nya, kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman, "
sebagaimana hadits Abu Mu'awiyah dan Waki'."

Hadits di atas menjelaskan tentang perintah beriman kepada Allah SWT sebagai
dasar untuk mencapai kehidupan didunia dan akhirat dengan bahagia dan saling

2
Yusron Masduki dan Idi Warsah, Psikologi Agama, (Palembang: Tunas Gemilang Press, 2020),
h.267.
mencintai dan mengasihi antar sesama. Karna manusia hidup didunia tidak dapat hidup
sendiri melainkan saling membutuhkan satu sama lain.

Para ulama dan ahli agama berbeda pendapat mengenai pengertian islam dan
iman. Berkitan dengan masalah ini, ada tiga perkara yang perlu dibahas lebih dalam,
yaitu: pembahasan dari segi pengertian bahasa, pembahasan dari segi tafsir
(interpretasi), dan pembahasan dari ilmu fiqh dan hukum syariat.

Dari segi bahasa dan menurut pengertiannya, iman berarti meyakini suatu
kebenaran. Sebagaimana digambarkan oleh Allah Swt dalam firmannya:

ٓ
َ َ‫ف ِعن َد َم ٰ َت ِع َن ا َفأَ َكلَ ُه ٱل ِّذ ْئ ُبۖ َو َم ٓا أ‬
‫نت‬ ْ ‫َقالُوا۟ ٰيَ أَ َبانَٓا إِنَّا َذ َه ْبنَا ن‬
ُ ‫َس َت ِب ُق َو َت َر ْكنَا ُي‬
َ ‫وس‬
َ ‫ص ِدق‬
‫ِين‬ َٰ ‫ِن لَّنَا َولَ ْو ُكنَّا‬ ٍ ‫ِب ُم ْؤم‬
Mereka berkata: "Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba
dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala;
dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-
orang yang benar". (Q.S Yusuf: [17])

Dengan kata lain, meyakini artinya atau membenarkan.

Sedangkan makna islam menurut bahasa berarti berserah diri secara utuh.
Yaitu, menyerahkan diri dengan tunduk serta patuh, tidak bersikap ingkar, tidak
menyeleweng, tidak melawan, dan tidak menentang.

Adapun makna islam, yang berarti tunduk serta patuh dalam bentuk penyerahan
diri secara utuh, harus diucapkan dengan lisan. Berserah diri meliputi seluruh jiwa dan
raga, yaitu qalbu, lidah berikut seluruh anggota tubuh. Pembenaran qalbu artinya
menyerah, tanpa diiringi sikap ingkaran dan tidak menentang. Sedangkan penyerahan
jiwa harus diikuti dengan pengakuan lisan, dan diikuti kepatuhan anggota tubuh untuk
berbuat.

Jadi, menurut bahasa, Islam bersifat lebih umum. Sedangkan makna Iman
bersifat lebih khusus. Iman adalah bagian dari islam yang termulia. Dengan bahasa
yang lebih urai dapat dikatakan, setiap orang yang benar-benar beriman adalah
seseorang yang berislam atau muslim. Akan tetapi, setiap orang yang berislam (muslim)
belum tentu benar-benar beriman.

Sedangkan dari segi penafsiran, menurut tafsir ada tiga pengertian Iman dan
Islam. Pertama, penafsiran dalam satu pengertian. Kedua, penafsiran dalam pengertian
yang berbeda. Ketiga, penafsiran dalam pengertian yang satu masuk ke dalam
pengertian lainnya.

Tentang Iman dan Islam dalam satu pengertian (al-taradif), perhatikanlah


firman Allah Swt.,

.‫ِين‬ ْ ‫ َف َما َو َج ْدنَا فِي َها َغ ْي َر َب ْي ٍت ِّم َن‬. ‫ِين‬


َ ‫ٱل ُم ْسلِم‬ ْ ‫ِن‬
َ ‫ٱل ُم ْؤ ِمن‬ َ ‫َفأَ ْخ َر ْجنَا َمن َك‬
َ ‫ان فِي َها م‬

“Lalu Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di negeri kaum
Luth itu. Dan Kami tidak mendapati negeri itu, kecuali sebuah rumah dari orang yang
berserah diri.” (Q. S Az-Zariyat: [35-36])

Nabi Saw. juga pernah bersabda, “Islam itu didirikan atas lima rukun.” Pada
suatu kali, seseorang bertanya kepada Nabi Saw. tentang Iman? dan Nabi Saw.
menjawab dengan menyebutkan kelima rukunnya. Tentang Iman dan Islam dalam
pengertian yang lain. Allah Swt. berfirman,

ُ ‫س ۡمنَا َولَ َّما َي ۡد ُخ ِل الۡاِيۡ َم‬


‫ان‬ َ‫ن ُق ۡولُ ۡۤوا اَ ۡل‬ۡ ‫اب ٰا َمنَّا‌ ؕ ُق ْل لَّ ۡم تُ ۡؤ ِمنُ ۡوا َو ٰل ـ ِك‬ ُ ‫َق الَ ِت الۡاَ عۡ َر‬
َّ ‫ن اَ عۡ َمالِ ُك ۡم َش ۡيـ ًٔــا‌ ؕ ا‬
‫ِن الل ّٰ َه‬ ۡ ‫منعمي َه َو َر ُس ۡو لَـ اَل َيلِ ۡت ُك ۡم ِّم‬
‫هِطتـ ۡي ُعوا ال‬
ٗ ُ‫نوت‬ ّٰ ۡ ‫م َواِنيـل‬
‌ۚ ‫م‬ ‌‫ىو‬
ۡ ‫ى ُقلُ ۡو ِب ُك‬
ۡ ‫ِف‬
‫َغ ُف ۡو ٌر َّر ِح ۡي ٌم‬

Orang-orang Arab Badui berkata, "Kami telah beriman." Katakanlah (kepada


mereka), "Kamu belum beriman, tetapi katakanlah ‘Kami telah tunduk (Islam),’ karena
iman belum masuk ke dalam hatimu. Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala) amal perbuatanmu. Sungguh, Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Q. S Al-Hujurat: [14])

Maksud ayat ini adalah, bahwa mereka baru berserah diri atau tunduk serta
patuh pada lahiriahnya saja. Di sini, Iman berarti membenarkan dengan qalbu, dan
Islam berarti berserah diri secara lahiriah melalui ucapan lisan dan pengalaman anggota
tubuh. Dalam sebuah hadis dikabarkan tentang malaikat Jibril as. yang mengajukan
pertanyaan kepada Nabi Saw. mengenai Iman? dan Nabi Saw. menjawab, “Bahwa
engkau percaya kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya,
Hari kebangkitan setelah mati dan danya hisab atas amalan manusia, juga percaya
kepada takdir yang baik maupun buruk.” Kemudian Jibril as. bertanya lagi, “Lalu
apakah Islam itu?” dan Nabi Saw. menjawab dengan menyebutkan rukun yang lima,
yaitu: mengucap dua kalimat syahadat (tidak ada Ilah selain Allah, dan Muhammad
adalah Rasul-Nya), mendirikan shalat, menunaikan kewajiban zakat, berpuasa di bulan
Ramadhan, dan menunaikan perintah haji ke Baitullah. Di sini terlihat bahwa Nabi Saw.
menjawab dengan dua pengertian yang berbeda.

Tentang Iman dan Islam dalam pengertian yang satu, masuk ke dalam
pengertian yang lain (al-tadakhil), sebagaimana diriwayatkan bahwa pada suatu
kesempatan bahwa Nabi Saw. pernah ditanya oleh seseorang, “amalan apakah yang
paling utama?” Nabi Saw menjawab, “islam.” Kemudian beliau ditanya kembali, “islam
manakah yang paling utama?” Nabi Saw menjawab, “iman.” Hadits ini menunjukan
tentang adanya perbedaan pengertian antara iman dan islam, serta adanya pengertian
yang satu masuk kedalam lainnya. Dan, itu menegaskan bahwa secara bahasa makna
kata islam berarti menyerahkan diri dengan qalbu, lisan yang diiringi perbuatan anggota
tubuh. Penyerahan diri yang paling utama adalah penyerahan diri dengan qalbu dan
pembenarannya, yang itu dinamakan iman.

Dari segi ilmu fiqh dan hukum syariat, makna kata islam dan iman itu Saling
berkaitan, baik secara hukum akhirat maupun hukum dunia. Yang dimaksud dengan
iman dan islam pada hukum akhirat adalah, melepaskan diri manusia dari panasnya api
neraka, sekaligus mencegah azab yang kekal didalamnya. Sebagaimana Nabi Saw
pernah bersabda, “Siapa saja yang didalam qalbunya terdapat iman meski hanya
seberat biji sawi, maka ia akan dikeluarkan dari siksa api neraka.” Para ulama berbeda
pendapat mengenai makna kata iman. Ada pendapat yang mengatakan, bahwa iman
adalah semata-mata ikatan pada qalbu. Ada pendapat lain yang mengatakan, bahwa
iman adalah ikatan pada qalbu dan pengakuan melalu lisan. Dan ada pendapat lainnya
yang mengatakan, bahwa iman adalah iman ikatan pada qalbu , pengakuan melalui
lisan, dan diamalkan dalam perbuatan anggota tubuh. 3

C. MANFAAT DAN PENGARUH KEIMANAN DALAM KEHIDUPAN


SEORANG MUSLIM
1. Keimanan melenyapkan kepercayaan kepada kekuasaan benda.
2. Keimanan menanamkan semangat berani menghadapi maut.
3. Keimanan menanamkan sikap self help dalam kehidupan.
4. Keimanan memberikan ketentraman jiwa.
5. Keimanan mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan thayibah).
6. Keimanan melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen.
7. Keimanan memberikan keberuntungan dalam kehidupan.

3
Ihya Ulumiddin, Ilmu dan Keyakinan, (Jakarta: Republika, 2002), h. 259-262.
Demikianlah manfaat dan pengaruh keimanan dalam kehidupan manusia, bukan
hanya sekedar kepercayaan yang berada dalam hati manusia, tetapi dapat menjadi
kekuatan yang mendorong dan membentuk sikap dan prilaku hidup islami. 4

Jadi, manfaat dan pengaruh keimanan dalam kehidupan seorang muslim yaitu
sangat berguna dan terlihat dari segi spiritual keagamaan. Seorang muslim-pun
mempercayai adanya keimanan yang terdapat di dalam hatinya, sehingga keimanan
yang ia punya mampu menentramkan dan menyejukan hati tatkala ia mampu
mempercayai akan arti dari kekuatan iman tersebut. Sebagaimana firman Allah Swt.
dalam Q.S Ar-Ra’d ayat (28):

ُ ُ‫ٱل ُقل‬
‫وب‬ ْ ‫ِن‬ ُّ ‫ِين َءا َمنُ ۟وا َو َت ْط َمئ‬
ُّ ‫ِن ُقلُوبُ ُهم ِب ِذ ْك ِر ٱهَّللِ ۗ أَاَل ِب ِذ ْك ِر ٱهَّللِ َت ْط َمئ‬ َ ‫ٱلَّذ‬

“Hai orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.

D. PENYEBAB KEIMANAN BERTAMBAH DAN BERKURANG

Wasilahnya kuat atau lemahnya dalil (bukti) dari diri pribadi seseorang,
kemampuan menyerap dalil pengamalan terhadap ajaran Agama. Agar keimanan kita
selalu menanjak maka kita harus memelihara dari hal-hal yang merusak Iman dengan
cara mengerjakan semua perintah dan menjauhi semua larangan Allah.

Para ulama salaf telah sepakat, bahwa Iman itu dapat bertambah dan berkurang.
Bertambahnya Iman dengan banyak melakukan amal shalih. Sedangkan berkurangnya
Iman dengan banyak melakukan amal yang buruk. Ada sesuatu yang bisa menambah
dan mengurangi Iman, disebabkan Iman tidak bertambah atau berkurang dengan
sendirinya. Dengan demikian, Iman bertambah karena adanya sesuatu yang
menambahkannya, yaitu amal shalih. Adapun berkurangnya Iman pun disebabkan
adanya sesuatu yang mengurangi, yaitu amal buruk. Oleh karena itu, sangat keliru jika
dikatakan bahwa manusia bertambah ukuran pada kepalanya. Akan tetapi, kita dapat
mengatakan bahwa manusia bertambah ukuran jenggotnya, atau ukuran pada tubuhnya.
berkaitan dengan perkara ini, Allah Swt. telah berfirman:

‫ن يَّ ُق ۡو ُل اَيُّ ُك ۡم َزا َدتۡ ُه هٰ ِذ ٖ ۤه اِيۡ َما ًنا‌ ۚ َفاَ َّما الَّ ِذيۡ َن ٰا َمنُ ۡوا‬
ۡ ‫ت ُس ۡو َر ٌة َف ِم ۡن ُه ۡم َّم‬ۡ َ‫َواِ َذا َما ۤ اُنۡ ِزل‬
‫َف َزا َدتۡ ُه ۡم اِيۡ َما ًنا َّو ُه ۡم َي ۡ َت‬
‫س ۡب ِش ُر ۡو َن‬

4
Wahyuddin, Dkk, Pendidikan Agama Untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Grasindo, 2009),
h.38-39.
“Dan apabila diturunkan suatu surah, maka di antara mereka (orang-orang
munafik) ada yang berkata, "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan
(turunnya) surah ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah
imannya, dan mereka merasa gembira.” (Q.S At-taubah: [124])

Juga firman Allah Swt.,

ِ ‫ِين لَِي ْزدَا ُد ٓوا۟ إِي ٰ َمًن ا َّم َع إِي ٰ َمن‬


ِ‫ِه ْم ۗ َوهَّلِل‬ ْ ‫وب‬
َ ‫ٱل ُم ْؤ ِمن‬ ِ ُ‫ٱلسكِي َن َة فِى ُقل‬
َّ ‫نز َل‬ َ َ‫ى أ‬ َّ َ ‫ه‬
ٓ ‫ُو ٱل ِذ‬
‫ان ٱهَّللُ َعلِي ًما َحكِي ًما‬ ۚ ِ ‫ٱلس ٰ َم ٰ َو ِت َوٱأْل َ ْر‬
َ ‫ض َو َك‬ َّ ‫ُجنُو ُد‬
“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin
supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).
Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana.” (Q. S Al-Fath: [4])

Nabi Saw. juga pernah bersabda, “Iman itu bertambah atau berkurang.”
Bertambah atau berkurangnya keimanan seseorang merupakan ciri pada jiwa manusia.
Sebab, jiwa manusia termasuk dalam alam al-malakut yang tersembunyi (rahasia), dan
anggota tubuh serta segala perbuatannya termasuk dalam alam al-mulk yang kasat mata.
Kehalusan dan kemurnian ikatan antara kedua alam dimaksud membuat sebagian orang
menganggap keduanya sama dan identik. Sebagian pendapat lainnya menganggap,
bahwa tidak ada alam lain selain alam yang dapat disaksikan (alam al-syahadah).5

E. IMAN DAN KEHIDUPAN SOSIAL

Iman dalam konteks kehidupan sosial sebagaimana yang terekam dalam


literature hadits memiliki jangkauan yang luas dan ruang lingkup yang tak terbatas. Ini
tersirat dari informasi hadits bahwa iman memiliki 63 atau 73 lebih bagian (cabang).
Dapat dikatakan bahwa iman meliputi seluruh dimensi kehidupan manusia. Karena
sejatinya semua amal perbuatan seorang muslim didahului oleh niat untuk berbuat.
Sedangkan niat adalah komunikasi manusia dengan Tuhan di dalam hati berkenaan
dengan motivasi dan tujuan perbuatannya. Artinya walaupun segi-segi sosial
kemanusiaan yang berhubungan dengan iman cukup luas jangkauan dan ruang
lingkupnya, namun berdasarkan literature-literatur hadits yang merekam operasional
dalam aktivitas sosial Rasulullah dapat dirumuskan nilai-nilai esensial dan universal
sehingga memungkinkan untuk dimanifestasikan dalam konteks kekinian.

5
Ihya Ulumiddin, Ilmu dan Keyakinan, (Jakarta: Republika, 2002), h. 263.
Dengan kata lain, apapun bentuk aktivitas sosial kemanusiaannya haruslah
berlandaskan nilai-nilai esensial (makna dalam) dan universal itu. Di antaranya adalah
prinsip kejujuran, prinsip persaudaraan, prinsip tolong-menolong, dan prinsip berbagi
kepada orang lain. Karena perbuatan seorang muslim tidak hanya menyangkut
perbuatan hati, tetapi juga menyangkut perbuatan lisan dan aksi fisik yang menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam batas-batas rasional tertentu.

Rasulullah mengajarkan keimanan secara totalitas; dengan hati, lisan, dan


perbuatan. Artinya kepercayaan dan keyakinan kepada Allah Swt. harus dibarengi
dengan perbuatan-perbuatan yang baik (amal shalih) dalam setiap kesempatan dan di
manapun berada. Karena orang hidup di dunia hakikatnya hanya etape (tempat singgah
sementara) untuk menjalankan pengabdian diri sebagai bekal yang baik. Bekal tersebut
menuju kampung akhirat, sehingga tidak ada alasan untuk tidak melakukan hal-hal yang
baik (Islam), baik itu kepada diri sendiri maupun kepada orang lain secara ikhlas dan
kepatuhan.

Apabila seseorang mampu mengintegrasikan (menyeleraskan) seluruh gerak


kerja (amal), baik disaat melakukan relasi ketuhanan (hablun minallah) dan relasi
kemanusiaan (hablun minannas) secara istiqamah sehingga tercipta jalinan relasional
yang harmonis, maka implikasinya seorang hamba akan dapat mengenyam kebahagiaan
di dunia dan akhirat.6

6
Shofaussamawati, “Iman dan Kehidupan Sosial”, Studi Hadis Vol. 2 No. 2, 2016, h. 223-224.
KESIMPULAN

Keimanan dan keislaman saling mempengaruhi prilaku manusia, semakin kuat


landasan keimanan, dari unsur efistemologi dan ontologi sangat mempengaruhi
keislaman seseorang. Keimanan dan keislaman satu rangka yang tidak dapat di
pisahkan, keduanya saling menguatkan. Jika keduanya lemah maka semangat
pengabdian akan berbalik menjadi pengingkaran kepada Allah disitu kekufuran akan
terjadi. Allah telah banyak memberikan sarana, berupakan pikiran, hati, hikmah untuk
meneguhkan keimanan seseorang, sarana akal manusia yang kritis bersifat analisis
dapat menjelaskan keyakinan dan memperlihatkan pertentangan, dengan jalan bertanya,
berdialog membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak, akhirnya ditemukan
hakikat.

keimanan yang selanjutnya dapat meningkatkan keislaman seseorang. Perilaku


menyimpang dari keimanan dan keislaman disebut kekufuran, diantara penyebab
kesesatan dan kembali pada kekufuran adalah kecenderungan manusia untuk menyukai
kesesatan. . Karena sejatinya semua amal perbuatan seorang muslim didahului oleh niat
untuk berbuat. Sedangkan niat adalah komunikasi manusia dengan Tuhan di dalam hati
berkenaan dengan motivasi dan tujuan perbuatannya.
DAFTAR PUSTAKA

Husnel Anwar Matondang. 2015. “Konsep Al-Iman Dan Al-Islam: Analisis Terhadap
Pemikiran
Al-‘Izzin Ibn ‘Abd As-Salam”. Jurnal Analytica Islamica, Vol 4 No 1, 2015, 55-56.

Yusron Masduki dan Idi Warsah. 2020. Psikologi Agama. Palembang: Tunas Gemilang Press.

Ihya Ulumiddin. 2002. Ilmu dan Keyakinan. Jakarta: Republika.

Wahyuddin, Dkk. 2009. Pendidikan Agama Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo.

Shofaussamawati. “Iman dan Kehidupan Sosial”. Jurnal Studi Hadis Vol 2 No 2, 223-224.

Anda mungkin juga menyukai