Anda di halaman 1dari 28

PENERAPAN TEKNIK RELAKSASI GENGGAM JARI

TERHADAP INTENSINTAS

SKALA NYERI SEDANG PADA PASIEN POST OPERASI

APPENDIKTOMI

BUAT DENGAN BENTUK SEGITIGA TERBALIK

(STUDI KASUS)

HILANGKAN

PROPOSAL

OLEH :

AULIA UR RAHMAH

1440118010

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


STIKES RAFLESIA
2021

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Appendiktomi merupakan peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau u

mbai cacing(apendiks).Usus buntu sebenarnya adalah sekum(cecum). Infeksi ini b

isa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera

untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. (Hardhi K, Amin H,N.20

15).

Penyakit usus buntu adalah peradangan yang terjadi pada usus buntu atau app

endicitis (Anggarani,et al, 2012). Usus buntu merupakan organ berbentuk kantong

kantong kecil dan tipis,berukuran 5 hingga 10 cm yang terhubung dengan usus bes

ar(Bahrudin,2017).

Appendisitis adalah peradangan apendiks vermiform yang terjadi sebagian bes

ar pada remaja dan dewasa muda,hal ini disebabkan oleh terjadinya obstruksi pada

apendiks yang menyebabkan tekanan intraluminal meningkat,menyebabkan draina

se vena menurun,trombosis edema dan invasi bakteri ke lumen(Dani,2015).

Menurut WHO(World Health Organization) angka mortalitas akibat appendiciti

s cukup tinggi didunia pada laki-laki 21.000 jiwa, dibandingkan pada perempuan

10.000 jiwa.Pada tahun 2013(WHO) menganalisa data Nasional antara 2011 samp

ai 2021 terdapat 32.782 pasien menderita appendisitis akut yang menjalani append

iktomi sebanyak 75,2%.(Sulung,N Dian Rani S,2017).

Sementara untuk Indonesia sendiri appendicitis merupakan penyakit dengan u

rutan keempat terbanyak pada tahun 2006. Data yang dirilis oleh Departemen Kes

ehatan RI pada tahun 2008 jumlah penderita apendisitis di Indonesia mencapai 59

2
1.819 orang dan meningkat pada tahun 2009 meningkat mencapai 596.132 orang

(Andika,2016).

Nyeri adalah bentuk ketidaknyamanan baik sensori maupun emosional yang

berhubungan dengan risiko atau aktualnya kerusakan jaringan tubuh, bisa juga kar

ena suatu mekanisme proteksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak dan

menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rasa nyeri (Andar

moyo, 2013).

Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangka

n akibat dari terjadinya kerusakan jaringan aktual dan potensial(Nurhayati et al,20

15). Nyeri terdiri atas dua komponen yaitu komponen fisiologis dan komponen ps

ikologis (Astuti & Kurlinawati,2017).

Diharapkan dengan tindakan asuhan keperawatan penangan nyeri yang m

enggunakan manajemen nyeri yang mempunyai beberapa tindakan atau prosedur

baik secara farmakologis maupun non farmakologis.Tindakan secara farmakologis

dilakukan dengan memberikan analgesik,ialah mengurangi atau menghilangkan ra

sa nyeri. Sedangkan tindakan secara non farmakologis dapat dilakukan dengan car

a relaksasi,teknik nafas dalam,perubahan posisi,massage, terapi panas dingin (Vir

gianti N.F,2015).

Menggenggam jari sambil mengatur nafas(relaksasi) dilakukan selama l

ebih 3-5 menit dapat mengurangi ketegangan fisik dan emosi,karena genggaman j

ari akan menghangatkan titik-titik keluar dan masuknya energi meridian(energy c

hannel) yang terletak pada jari tangan kita.Titik-titik refleksi pada tangan akan me

mberikan rangsangan secara refleks(spontan) pada saat genggaman. Rangsangan t

ersebut akan mengembalikan gelombang listrik menuju otak yang akan diterima d

3
an diproses cepat,lalu diteruskan menuju saraf pada organ tubuh yang mengalami

gangguan, sehingga sumbatan dijalur energi menjadi lancar(Puwahang,2011).

Ramadina(2015) mengemukakan bahwa terapi genggam jari merupakan bagia

n dari teknik relaksasi jin shin asal jepang.bentuk seni yang menggunakan sentuha

n tangan untuk menyeimbangkan energi dalam tubuh.(Sofiyah,2015) menjelaskan

dalam penelitian teknik relaksasi genggam jari ini dapat memblok stimulus nyeri s

ehingga rasa nyeri akan berkurang. pernyataan tersebut didukung bahwa teknik re

laksasi genggam jari sangat signifikan dalam intensitas nyeri dengan nilai p=0.000

dimana p<0.05.

Menurut jurnal penelitian yang dilakukan oleh Karokaro M (2014) mengatak

an bahwa karakteristik responden berdasarkan umur dengan rata-rata 20-58 tahun.

Reaksi fisik seseorang terhadap nyeri meliputi perubahan neurologis yang spesifik.

Perbedaan perkembangan yang ditemukan antara kelompok usia ini dapat mempe

ngaruhi bagaimana anak-anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri. Dalam p

enelitiannya terdapat 12 dengan kelompok eksperimen dan rata-rata intensintas ny

eri sebelum dilakukan teknik relaksasi genggam jari adalah 6,25 dengan standar d

eviasi 1.357.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Andika & Mustafa(2016) mengataka

n bahwa faktor yang mempengaruhi ambang nyeri seseorang yaitu pengalaman m

asa lalu. Responden yang mengalami nyeri yang timbul berikutnya akan mengala

mi nyeri lebih ringan. Hal ini terjadi karena tingkat toleransi pada pasien terhadap

nyeri lebih tinggi. Selain itu untuk mengurangi rasa nyeri juga bisa dilakukan mini

mal- maksimal adalah 3-5. teknik relaksasi genggam jari membantu mengurangi n

yeri dan menghasilkan relaksasi dan melancarkan sirkulasi.

4
Menurut Penelitian yang dilakukan Yuliastuti C (2015) yang meneliti tentan

g pengaruh relaksasi genggam jari terhadap pengurangan intensitas nyeri pada pas

ien post operasi appendiktomi didapatkan bahwa pasien post appendiktomi yang

mengalami nyeri berat dan setelah menggenggam jari selama 30-50 menit,mayorit

as pasien appendiktomi mengalami nyeri sedang,dimana didapatkan (p=0,001).

Berdasarkan permasalahan kasus di atas maka peneliti bermaksud untuk men

gambil studi kasus “Penerapan Teknik Relaksasi Genggam Jari terhadap Intensitas

Skala Nyeri sedang pada Pasien Post Operasi Appendiktomi.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah Penerapan Teknik Relaksasi Genggam Jari terhadap I

ntensitas Skala Nyeri sedang pada Pasien Post Operasi Appendiktomi.

1.1 Tujuan

1.1.1 Tujuan umum

Menganalisis Teknik Relaksasi Genggam Jari terhadap Intensitas Sk

ala Nyeri sedang pada Pasien Post Operasi Appendiktomi.

1.1.2 Tujuan khusus

1) Mengetahui penerapan Teknik Relaksasi Genggam Jari terhadap I

ntensitas Nyeri sedang pada Pasien Post Operasi Appendiktomi.

2) Mengetahui keberhasilan Teknik Relaksasi Genggam Jari terhada

p Intensitas Nyeri sedang pada Pasien Post Operasi Appendiktomi

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat teoritis

5
Studi kasus dapat dijadikan sebagai bahan tambahan pengetahuan perawa

t dalam melakukan pengaruh penerapan teknik relaksasi genggam jari pada pa

sien post operasi appendiktomi dengan masalah keperawatan nyeri.

1.4.2 Manfaat praktis

1) Bagi institusi pendidikan program studi DIII keperawatan

Dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi institusi d

an sebagai bahan pustaka tambahan khususnya tentang pengaruh pe

nerapan teknik relaksasi genggam jari pada pasien post operasi app

endiktomi dengan masalah keperawatan nyeri.

2) Bagi lahan praktik

Sebagai bahan informasi untuk meningkatkan kualitas pela

yanan khususnya penanganan dan dapat diaplikasikan pengaruh p

enerapan teknik relaksasi genggam jari pada pasien post operasi a

ppendiktomi dengan masalah keperawatan nyeri.

3) Bagi tenaga kesehatan

Diharapkan dengan dilakukannya studi kasus ini dapat dijad

ikan sebagai sumber informasi yang dapat dijadikan sebagai sumbe

r informasi yang dapat diterapkan dalam implementasi Asuhan Kep

erawatan.

4) Bagi pasien

6
Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi pasien dalam

pengaruh penerapan teknik relaksasi genggam jari pada pasien post

operasi appendiktomi dengan masalah keperawatan nyeri.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 APPENDIKTOMI

2.1.1. Anatomi Fisiologi

( Sumber : Anatomi dan Fisiologi Paramedis 2017 : 175)

Umbai cacing atau appendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeks

i pada organ ini disebut appendisitis atau radang umbai cacing. Appendisitis yang

parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah didalam rongga

abdomen atau peritonitis(infeksi rongga abdomen).

8
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa inggris, vermiform

appendiks(atau hanya appendiks) adalah ujujung buntu tabung yang menyambung

dengan cecum.

Umbai cacing terbentuk dari caceum pada tahap embrio.Pada orang dewasa,umb

ai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Wala

upun lokasi appendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing berbeda,bisa di retr

ocaecal atau dipinggang(Pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.

Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestiglal (sisi

han), sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem

limfatik. Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendiktomi. Umbai

cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.Infeksi pada organ i

ni disebut apendisitis. Appendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks peca

h dan nanah masuk didalam rongga abdomen menyebabkan peritonitis(infeksi ron

gga abdomen). (Sarpini,Rusbandi 2017: 175).

2.1.2. Definisi

Apendiktomi adalah pembedahan atau operasi pengangkatan apendiks, merupa

kan pengobatan melalui prosedur tindakan operasi hanya untuk penyakit apendisit

is atau penyingkirkan/ pengangkatan usus buntu yang terinfeksi. Apendiktomi dila

kukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforai lebih lanjut peritonitis

atau abses (Marijata dan Pritahayuningtyas,2015).

2.1.3. Etiologi

Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai berperan sebagai fa

ktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan seb

agai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit,tumor apendiks

9
dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga

dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seper

ti E. histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan ma

kanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.Konsti

pasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungs

ional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuan

ya ini mempermudah timbulnya apendisitis akut.(Sjamsuhidayat,2015).

2.1.4. Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis menurut Nurafif & Kusuma (2013) terbagi

menjadi 3 yaitu :

a. Apendisitis akut, radang mendadak di umbai cacing yang memberi

kan tanda, disertai maupun tidak disertai rangsangan peritoneum lo

kal.

b. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang di perut

bagian kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendiktomi.

Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut pertama sembuh

spontan.

c. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri berulang di

perut kanan bawah lebih dari dua minggu(sumbatan di lumen aape

ndiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa), dan keluh

an hilang setelah apendiktomi.

2.1.5. Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hip

erplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, strikur karena fibrosis akibat peradan

10
gan sebelumnya,atau neoplasma.Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang dip

roduksi mukosa mengalami bendungan.Semakin lama mukus tersebut semakin ba

nyak,namun elatisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menye

babkan peningkatan tekanan intralumen.Tekanan yang meningkat tersebut akan m

enghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema,diapedesis bakteri,dan ulseras

i mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri e

pigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut,tekanan akan terus meningkat. Hal t

ersebut akan menyebabkan obstruksi vena,edema bertambah, dan bakteri akan me

nembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dang mengenai peritoneum sete

mpat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah(Price,2012).

Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut.Bila kemudian aliran arteri terga

nggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium i

ni disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah,

akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat,omentu

m dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu

massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks terse

but dapat menjadi abses atau menghilang.Pada anak-anak, karena omentum lebih

pendek dan apendiks lebih panjang,maka dinding apendiks lebih tipis.Keadaan ter

sebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahk

an terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua,perforasi mudah terjadi karena t

elah ada gangguan pembulu darah (Mansjoer,2014).

11
12
2.1.6 Pathway (Mansjoer,2007)

13
2.1.7. Manifestasi Klinis

Menurut Sjamsuhidayat (2015) tanda dan gejala Apendisitis akut

adalah sebagai berikut :

a. Nyeri kuadran bawah

b. Demam ringan

c. Mual dan muntah

d. Hilangnya nafsu makan

Apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat dirasakan pada kuadran kana

n bawah titik Mc. burney yang berada antara umbilikus dan spinalis iliaka superio

r anterior. Derajat nyeri tekan,spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau dia

re tidak tergantung pada beratnya pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila

apendiks melingkar dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan terasa didaerah lumb

al. Bila ujungnya ada pada pelvis,tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada peme

riksaan rektal. nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat rekt

um ( Sjamsuhidayat,2015).

2.1.8. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada apendisitis menurut Smeltzer dan Bare(2011)

yaitu :

a. Perforasi

Perforasi berupa massa yang terdiri dari kumpulan apendiks, sekum,dan usus h

alus. Perforasi terjadi 70% pada kasus dengan peningkatan suhu 39,5C tampak tok

sik,nyeri tekan seluruh perut leukositosis meningkat akibat perforasi dan pembent

ukan abses.

b. Peritonitis

14
Peritonitis yaitu infeksi pada sistem vena porta ditandai dengan panas 39 C-40 C

menggigil dan ikterus merupakan penyakit yang jarang.

2.1.9. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang post operasi apendiktomi menurut Wijaya dan Putri(2

013),yaitu :

a. Laboratorium

Pada pemeriksaan ini leukosit meningkat rentang 10.000-hingga 18.000/ m

m.kemudian neutrofil meningkat 75%, dan WBC meningkat sampai 20.00

0 mungkin indikasi terjadinya perforasi(jumlah sel darah merah).

b. Data Pemeriksaan Diagnostik

Radiologi yaitu pada pemeriksaan ini foto colon menunjukkan adanya batu

feses pada katup. Kemudian pada pemeriksaan barium enema menunjukka

n appendiks terisi barium hanya sebagian.

2.2. Penatalaksanaan

Menurut Smeltzer(2012) Penatalaksanaan appendisitis adalah sebagai

berikut :

a. Pembedahan diidikasikan jika terdiagnosa appendisitis

b. Berikan antibiotik dan cairan intravena sampai pembedahan dilakukan

c. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.

3.3. Konsep Nyeri

3.3.1. Definisi Nyeri

Nyeri merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh stimulus tertentu.

Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik atau mental,

sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual setiap individu.

15
Nyeri bersifat subjektif dan bersifat individu (Potter & Perry 2010).

Nyeri adalah sensori yang muncul akibat stimulus nyeri yang berupa biologi

s, zat kimia,panas,listrik serta mekanik(Prasetyo,2010)

3.2.2 Definisi Nyeri Sedang

Nyeri Sedang adalah Nyeri secara objektif nilai skala sedang

4-6 pasien menyeringai(PPNI,2016).

3.3.3 Klasifikasi nyeri berdasarkan beberapa hal adalah sebagai berikut :

1. Nyeri berdasarkan tempatnya Menurut Irman Handayani (2015) dibagi

menjadi :

a. Pheriperal pain

Merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh. Nyeri ini termasuk nyeri p

ada kulit dan permukaan kulit. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri di

kulit dapat berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila hanya

kulit yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai menyengat, tajam, meringis, ata

u seperti terbakar.

b. Deep pain

Merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam (nyeri so

matik) atau pada organ tubuh visceral. Nyeri somatis mengacu pada nyeri yang be

rasal dari otot, tendon,ligament, tulang, sendi dan arteri. Struktur-struktur ini mem

iliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi sering tidak jelas.

c. Reffered pain

Merupakan nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/ struktur dalam

tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh didaerah yang berbeda bukan dari daer

16
ah asalnya misalnya, nyeri pada lengan kiri atau rahang berkaitan dengan iskemia

jantung atau serangan jantung.

d. Central pain

Merupakan nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi prime

r pada sistem saraf pusat seperti spinal cord,batang otak, thalamus, dan lain-lain.

2. Nyeri berdasarkan sifatnya

Handayani (2015) menyebutkan bahwa nyeri ini digolongkan menjadi tiga, yaitu

a. Incidental pain

Merupakan nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang. Nyeri ini biasany

a sering terjadi pada pasien yang mengalami kanker tulang.

b. Steady pain

Merupakan nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam jangka waktu

yang lama. Pada distensi renal kapsul dan iskemik ginjal akut merupakan salah sat

u jenis.

c. Proximal pain

Merupakan nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali. Nyeri terse

but biasanya menetap selama kurang lebih 10-15 menit, lalu menghilang kemudia

n timbul lagi.

3. Nyeri berdasarkan ringan beratnya

Menurut Handayani 2015) sebagai berikut :

a. Nyeri ringan

Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas ringan. Nyeri ringan biasanya

pasien secara obyektif dapat berkomunikasi dengan baik.

17
b. Nyeri sedang

Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas yang sedang. Nyeri sedang seca

ra obyektif pasien mendesis,menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri dan me

ndeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

c. Nyeri berat

Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas berat. Nyeri berat secara obyek

tif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tin

dakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendiskripsikannya, tidak da

pat diatasi dengan alih posisi nafas panjang.

4. Nyeri berdasarkan waktu serangan

a. Nyeri akut

Merupakan nyeri yang mereda setelah dilakukan intervensi dan penyembuhan.

nyeri akut biasanya mendadak dan berkaitan dengan masalah spesifik yang memic

u individu untuk segera bertindak menghilangkan nyeri. Nyeri berlangsung singka

t (kurang dari 6 bulan) dan menghilang apabila faktor internal dan eksternal yang

merangsang reseptor nyeri dihilangkan. Durasi nyeri akut berkaitan dengan

faktor penyebabnya dan umumnya dapat diperkirakan.

b. Nyeri kronis

Merupakan nyeri yang berlangsung terus menerus selama 6 bulan atau lebih. N

yeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tida

k dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis ini berbeda

dengan nyeri akut dan menunjukkan masalah baru, nyeri ini sering

mempengaruhi semua aspek kehidupan penderitanya dan menimbulkan stress, keg

alauan emosi dan mengganggu fungsi fisik dan sosial (Handayani, 2015).

18
3.2.4 Konsep Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh

individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemung

kinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang y

ang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan o

bjektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhada

p nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat membe

rikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2015).

Setiap nyeri hebat jika tidak dikelola dengan baik akan mengubah fungsi otak

kita, sehingga jika lebih dari 3 hari berturut-turut nyeri dibiarkan tanpa terapi, perl

ahan lahan proses ini akan menyebabkan gangguan tidur, tidak dapat berkonsentra

si, depresi, cemas, dan nafsu makan menurun, bahkan jika berlanjut akan menyeba

bkan penurunan fungsi imunitas. Ada satu sindrom yang menyertai nyeri yang heb

at yakni sindrom yang terdiri dari insomnia, anxietas, depresi, anoreksia, dan imob

ilitas (Suwondo, et al, 2017).

Susunan saraf pusat bersifat seperti plastik (plastisitas) yang dapat berubah sif

atnya sesuai jenis dan intensitas input kerusakan jaringan atau inflamasi. Rangsan

g dengan frekuensi rendah menghasilkan reaksi dari Wide-dynamic range neuron

(WDR) berupa transmisi sensoris tidak nyeri, tetapi rangsang dengan frekuensi ya

ng lebih tinggi akan menghasilkan transmisi sensoris nyeri (Suwondo, et al, 2017).

Neuron WDR ini dihambat oleh sel inhibisi lokal di substansia gelatinosa dan

dari sinaptik desendens. Rangsang noksious dari nosiseptor perifer akan diteruska

n sampai ke neuron presinaptik. Di neuron presinaptik rangsang ini akan mengaki

batkan Ca+ akan masuk ke dalam sel melalui Ca+ channel. Masuknya Ca+ ke dala

19
m sel ini menyebabkan dari ujung neuron presinaptik dilepaskan beberapa neurotr

ansmitter seperti glutamat dan substansi P (neurokinin). Dari ujung presinaptik ser

abut saraf A-delta dilepaskan neurotransmitter golongan asam amino seperti gluta

mat dan aspartat, sedangkan dari ujung presinaptik serabut saraf C dilepaskan sela

in neurotransmitter golongan asam amino, juga neurotransmitter golongan peptida

seperti substansi- P (neurokinin), calcitonin gene related protein (CGRP), dan chol

ecystokinin (CCK). Selama pembedahan rangsang noksious dihantar melalui kedu

a serabut saraf tersebut. Sedangkan pada periode pascabedah dan pada proses infl

masi rangsang noksious didominasi penghantarannya melalui serabut saraf C (Su

wondo, et al, 2017).

3.2.5. Pengkajian Nyeri

Menurut Suwondo, et al (2017) ada hal-hal yang selalu harus diingat dalam

melakukan penilaian nyeri diantaranya:

1) Faktor pencetus (provocate)

Faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri. Provokatif yaitu apa yang

membuat terjadinya timbulnya keluhan. Hal-hal apa yang memperingan dan mem

perberat keadaan atau keluhan klien tersebut yang dikembangkan dari keluhan uta

ma.

2) Kualitas (Quality)

Kualitas nyeri merupakan suatu yang subjektif yang diungkapkan oleh klien,

mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat: tajam, tumpul, berpindah-pindah s

eperti tertindih, perih, tertusuk.

3) Lokasi (Region)

20
Daerah perjalanan nyeri, lokasi keluhan tersebut dirasakan atau ditemukan, apa

kah juga penyebaran ke area lain daerah atau area penyebarannya.

1) Keparahan (Severe)

Pengkajian untuk menggambarkan nyeri yang dirasakan sebagai nyeri ringan,

sedang, atau nyeri berat.

2) Durasi (Time)

Kapan keluhan mulai ditemukan atau dirasakan, berapa sering dirasakan atau

terjadi, apakah secara bertahap, apakah keluhan berulang-ulang,bila berulang dala

m selang waktu berawal lama hal itu untuk menentukan waktu dan durasi. Lama

waktu serangan atau frekuensi nyeri.

Intensitas dan penentuan tipe nyeri sangat penting karena menyangkut jenis pe

ngobatan yang sesuai yang sebaiknya diberikan terutama terapi farmakologis. Beb

erapa alat ukur yang sudah umum dipakai untuk mengukur intensitas nyeri adalah

Visual analogue scale (VAS) atau Numeric Pain Scale (NPS) (Yudiyanta & Melia

la, 2008 dalam Suwondo, et al 2017).

Sedangkan menurut Suwondo et al (2017) cara pengukuran skala nyeri dapat b

erupa Numeric Pain Scale, Visual Analogue Scale, dan Wong Baker Pain Scale, V

erbal Rating Scale.

1) Visual Analogue Scale

Gambar 2.4. Visual Analogue Scale

Sumber Suwondo et al (2017)

21
Skala analog visual (VAS) adalah cara yang banyak digunakan untuk menila

i nyeri. Manfaat utama VAS adalah penggunaannya yang sangat mudah dan seder

hana, namun pada kondisi pasien kurang kooperatif misalnya nyeri yang sangat be

rat atau periode pasca bedah, VAS seringkali sulit dinilai karena koordinasi visual

dan motorik dan kemampuan konsentrasi pasien terganggu.

2) Numeric Pain Scale

Gambar 2.5 Numeric Pain Scale

Sumber: Suwondo et al (2017)

Dianggap sederhana dan mudah dimengerti. kekurangannya adalah tidak memu

ngkinkan untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti. Jika VAS lebih coc

ok untuk mengukur intensitas nyeri dan efek terapi pada penelitian karena mampu

membedakan efek terapi secara sensitif maka NPS lebih cocok dipakai dalam prak

tek sehari-hari.

3) Wong Baker Pain Scale

22
Gambar 2.6 wong baker pain scale

Sumber: Suwondo et al (2017)

Wong Baker Pain Scale cocok digunakan pada pasien dewasa dan anak > 3
tahun yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka.
4) Verbal Rating Scale

Gambar 2.7 Verbal rating scale

Sumber: Suwondo et al (2017)

Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan tingka

t nyeri tetapi tidak diperlukan gambar atau dapat pula menggunakan skala tingkata

n secara verbal. Verbal rating scale dapat berupa skala tingkatan nyeri maupun ska

la pengurangan nyeri. Skala numerik verbal ini lebih bermanfaat pada periode pas

cabedah, karena tidak terlalu mengandalkan koordinasi visual dan motorik.

3.3. Terapi Relaksasi Genggam Jari

3.3.1. Definisi Teknik Relaksasi Genggam Jari

23
Relaksasi adalah tindakan relaksasi otot rangka yang dipercaya dapat men

urunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri (T

amsuri,2017).

Teknik relaksasi genggam jari (finger hold) merupakan teknik relaksasi deng

an jari tangan serta aliran energi didalam tubuh. Relaksasi genggam jari menghasil

kan impuls yang dikirim melalui serabut saraf aferen non-nosiseptor. Serabut saraf

non nosiseptif mengakibatkan “gerbang” tertutup sehingga stimulus pada kortek s

erebri dihambat atau dikurangi akibat counter stimulasi relaksasi dan menggengga

m jari. Sehingga intensitas nyeri akan berubah atau mengalami modulasi akibat sti

mulasi relaksasi genggam jari yang lebih dahulu dan lebih banyak mencapai otak

(Pinandita,2014).

Mekanisme Relaksasi Genggam Jari Dalam Menurunkan Nyeri

Relaksasi genggam jari dapat mengendalikan dan mengembalikan emosi yang

akan membuat tubuh menjadi rileks. Adanya stimulasi pada luka bedah menyebab

kan keluarnya mediator nyeri yang akan menstimulasi transmisi impuls sepanjang

serabut aferen nosiseptor ke substansia gelatinosa (pintu gerbang) di medula spina

lis untuk selanjutnya melewati thalamus kemudian disampaikan ke kortek serebri

dan diinterpretasikan sebagai nyeri (Pinandita, 2014).

Relaksasi genggam jari merupakan cara yang lembut untuk menginduksi respo

n relaksasi melalui sistem (istirahat dan bekerja) saraf simpatis dan parasimpatis.

Efek mekanik, atau fisik membantu untuk memindahkan darah dan getah bening l

ebih efisien. Nyeri sering diproduksi oleh penumpukan edema atau cairan, yang m

enghasilkan tekanan dalam jaringan dan menyebabkan stimulasi reseptor nyeri (no

ciceptors). Pengurangan atau bahkan penghapusan rasa sakit, juga berasal dari fak

24
ta bahwa relaksasi genggam jari merangsang pelepasan obat penghilang rasa sakit

alami (endorphin) dan membantu impuls nyeri blok (Candra, 2014).

Efek relaksasi genggam jari dapat mempengaruhi pelepasan bahan kimia dan

hormon ke dalam sistem yang menginduksi relaksasi, seperti neurotransmiter

vasopresin, dan oksitosin. Hal ini juga dapat membantu menurunkan tekanan dara

h,mengurangi stres secara keseluruhan atau bahkan menghilangkan depresi. Kita r

ileks maka kita menempatkan tubuh kita pada posisi yang sebaliknya. Otot tidak t

egang dan tidak memerlukan sedemikian banyak oksigen dan gula, jantung berden

yut lebih lambat, tekanan darah menurun, napas lebih mudah, hati akan menguran

gi pelepasan gula, natrium dan kalium dalam tubuh kembali seimbang, dan kering

at berhenti bercucuran (Susanti, 2013).

Kondisi rileks tubuh juga menghentikan produksi hormon adrenalin dan semu

a hormon yang diperlukan saat kita stress. Karena hormon seks esterogen dan pro

gesteron serta hormon stres adrenalin diproduksi dari blok bangunan kimiawi yan

g sama, ketika kita mengurangi stres kita juga telah mengurangi produksi kedua h

ormon seks tersebut. Rileksasi untuk memberikan kesempatan bagi tubuh untuk m

emproduksi hormon yang penting untuk mendapatkan yang bebas dari nyeri(Kozi

er, 2013).

Menurut Susanti (2013) manfaat teknik relaksasi genggam jari adalah sebagai

berikut:

a. Membuat otot tidak tegang atau rileks

b. Mengurangi stress

c. Meningkatkan aliran vena dan limfatik.

d. Kecepatan pembuangan limbah dan pasokan nutrisi

25
e. Mengurangi nyeri

4. Teknik Relaksasi Genggam Jari

Menurut Pinandita (2014) prosedur penatalaksanaan tehnik relaksasi genggam

jari dilakukan selama 15 menit dengan tahapan antara lain sebagai berikut:

a. Duduk atau baring dengan tenang.

b. Genggam ibu jari tangan dengan telapak tangan sebelahnya apabila merasa kha

watir yang berlebihan, genggam jari telunjuk dengan telapak tangan sebelahnya ap

abila merasa takut yang berlebihan, dan genggam jari kelingking dengan telapak t

angan sebelahnya.

c. Tutup mata, fokus, dan tarik nafas perlahan dari hidung, hembuskan perlahan d

engan mulut. Lakukan secara berkali-kali.

d. Lepas genggaman jari dan usahakan rileks.

Tabel 2.1 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

TEKNIK RELAKSASI GENGGAM JARI UNTUK MEN


GURANGI NYERI

Pengertian Teknik relaksasi genggam jari (finger hold) merupakan te

26
knik relaksasi dengan jari tangan serta aliran energi didala
m tubuh. Relaksasi genggam jari menghasilkan impuls ya
ng dikirim melalui serabut saraf aferen non-nosiseptor. Se
rabut saraf non nosiseptif mengakibatkan “gerbang” tertut
up sehingga stimulus pada korteks serebri dihambat atau
dikurangi akibat counter stimulasi relaksasi dan menggen
ggam jari. Sehingga intensitas nyeri akan berubah atau m
engalami modulasi akibat stimulasi relaksasi genggam jar
i yang lebih dahulu dan lebih banyak mencapai otak (Pina
ndita,2014).

Tujuan Untuk mencegah dan mengurangi rasa nyeri pada pasien


post operasi appendiktomi

Alat dan Bahan 1) Lembar informed consent


2) Lembar observasi
3) Papan bergambar skala nyeri
4) Alat tulis
5) Jam tangan

Prosedur (tindaka 1. Persiapan pasien


n) - Atur posisi pasien dengan nyaman
- Pasien dalam kondisi yang sadar
2. Langkah-langkah
- Peganglah jari dimulai dari ibu jari selama 2-3 me
nit bisa menggunakan tangan mana saja
- Tarik nafas yang dalam dengan lembut
- Hembuskan nafas secara perlahan dan teratur
- ketika menarik nafas,hiruplah bersama dengan te
nang dan damai
- Ketika menghembuskan nafas hembuskanlah seca
ra perlahan,keluarkan nafas secara rileks

Tabel 2.2. Lembar Observasi

Hari Tekanan Dara Nadi Pernafasan Suhu Skala


ke- h (mmhg) (x/mnt) (x/mnt) (C) Nyeri

27
1. Sebelum

Sesudah

2. Sebelum

Sesudah

3. Sebelum

Sesudah

dst..

28

Anda mungkin juga menyukai