Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN

ADAPTASI ANATOMI DAN FISIOLOGIS BAYI BARU LAHIR


DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI, BALITA, DAN ANAK USIA
PRA-SEKOLAH

DOSEN PEMBIMBING :Novita Rina Antarsih, SST, M. Keb

DewiFeronica NIM :P3.73.24.1.18.015


FranaNingrum NIM : P3.73.24.1.18.021
Ardhia Regita NIM : P3.73.24.1.18.011

JURUSAN KEBIDANAN
PRODI D IV PROFESI BIDAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bayi baru lahir normal adalah bayi yang baru lahir dengan kehamilan atau
masa gestasinya dinyatakan cukup bulan (aterm) yaitu 36 – 40 minggu. Bayi baru
lahir normal harus menjalani proses adaptasi dari kehidupan di dalam rahim
(intrauterine) ke kehidupan di luar rahim (ekstrauterin).
Pemahaman terhadap adaptasi dan fisiologi bayi baru lahir sangat penting
sebagai dasar dalam memberikan asuhan. Perubahan lingkungan dari dalam
uterus ke ekstrauterin dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kimiawi, mekanik,
dan termik yang menimbulkan perubahan metabolik, pernapasan dan sirkulasi
pada bayi baru lahir normal. Penatalaksanaan dan mengenali kondisi kesehatan
bayi baru lahir resiko tinggi yang mana memerlukan pelayanan rujukan/ tindakan
lanjut.
Sebagai seorang tenaga kesehatan, bidan harus mampu memahami tentang
beberapa adaptasi atau perubahan fisiologi bayi baru lahir (BBL). Hal ini sebagai
dasar dalam memberikan asuhan kebidanan yang tepat. Setelah lahir, BBL harus
mampu beradaptasi dari keadaan yang sangat tergantung (plasenta) menjadi
mandiri secara fisiologi. Setelah lahir, bayi harus mendapatkan oksigen melalui
sistem sirkulasi pernapasannya sendiri, mendapatkan nutrisi per oral untuk
mempertahankan kadar gula darah yang cukup, mengatur suhu tubuh dan
melawan setiap penyakit /infeksi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana perubahan anatomi dan fisiologi sistem pernafasan pada bayi?
2. Bagaimana perubahan anatomi dan fisiologi sistem peredaran darah pada
bayi?
3. Bagaimana perubahan anatomi dan fisiologi sistem termeregulasi pada bayi?
4. Bagaimana perubahan anatomi dan fisiologi sistem percernaan pada bayi?
5. Bagaimana perubahan anatomi dan fisiologi sistem imun pada bayi?
6. Bagaimana perubahan anatomi dan fisiologi sistem musculuskeletal pada
bayi?
7. Bagaimana perubahan anatomi dan fisiologi sistem intergumen pada bayi?
8. Bagaimana perubahan anatomi dan fisiologi sistem perkemihan pada bayi?
9. Bagaimana perubahan anatomi dan fisiologi sistem endokrin pada bayi?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui perubahan anatomi dan fisiologi sistem pernafasan pada bayi.
2. Mengetahuiperubahan anatomi dan fisiologi sistem peredaran darah pada
bayi.
3. Mengetahuiperubahan anatomi dan fisiologi sistem termeregulasi pada bayi.
4. Mengetahuiperubahan anatomi dan fisiologi sistem percernaan pada bayi.
5. Mengetahuiperubahan anatomi dan fisiologi sistem imun pada bayi.
6. Mengetahuiperubahan anatomi dan fisiologi sistem musculuskeletal pada
bayi.
7. Mengetahuiperubahan anatomi dan fisiologi sistem intergumen pada bayi.
8. Mengetahuiperubahan anatomi dan fisiologi sistem perkemihan pada bayi.
9. Mengetahuiperubahan anatomi dan fisiologi sistem endokrin pada bayi.
BAB II
PEMBAHASAN

Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator yang penting untuk
mencerminkan keadaan derajat kesehatan di wilayah negara, karena bayi yang baru
lahir sangat sensitif terhadap keadaan lingkungan baru. Kemajuan yang digapai dalam
bidang pencegahan dan pemberantasan berbagai penyakit penyebab kematian akan
berjalan beriringan dengan menurunnya tingkat AKB. Dengan demikian angka
kematian bayi merupakan tolok ukur dari upaya intervensi yang dilakukan oleh
pemerintah khususnya di bidang kesehatSIstean dalam mencapai kemajuan. (Badan
Pusat Statistik)

Saat-saat dan jam pertama kehidupan baru diluar rahim merupakan salah satu siklus
kehidupan yang akan dialami oleh bayi setelah menghadapi proses persalinan
sebelumnya. Pada saat bayi dilahirkan, semua sistem di tubuhnya beralih dari
awalnya ketergantungan pada ibu sekarang menuju kemandirian secara fisiologi.
Proses perubahan yang sangat kompleks ini dikenal sebagai periode transisi dari intra
uterine ke ekstra uterine. Bidan harus selalu berupaya untuk peka mengetahui periode
transisi ini yag berlangsung sangat cepat, yang meliputi beberapa aspek. (Jamil dkk
2017)

1. Sistem Pernapasan
A. Perkembangan paru-paru

Paru-paru berasal dari pertumbuhan sel dari struktur yang simple menjadi struktur
yang kompleks sampai kepada percabangan bronkus. Proses ini berlanjut setelah
kelahiran sampai usia 8 tahun, sampai jumlah bronchiolus dan alveolus dan akan
sepenuhnya berkemban. Ketidakmatangan paru-paru saat lahir sebelum usia kemilan
24 minggu akan mengurangi peluang kelangsungan hidup bayi baru lahir, yang
disebabkan oleh keterbatasan permukaan alveolus, ketidak matangan sistem kapiler
paru-paru dan tidak mencukupinya jumlah surfaktan. (Jamil dkk 2017)
B. Awalnya ada nafas

Terdapat dua faktor yang berperan pada rangsangan nafas pertama bayi:

 Hipoksia (rendahnya kadar oksigen pada sel dan jaringan) pada akhir
persalinan dan rangsangan fisik lingkungan di luar rahim (suhu ruang) yang
merangsang pusat pernafasan di otak.
 Tekanan terhadap rongga dada, yang terjadi karena kompresi paaru-paru
selama persalinan yang merangsang masuknya udara kedalam paru-paru
secara mekanis dikarenakan cairan ketuban yang sudah keluar dan kemudian
di isi oleh udara.

Interaksi antara sistem pernafasan, kardiovaskuler dan susunan saraf pusat


menimbulkan pernafasan yang teratur dan berkesinambungan, Jadi sistem-sistem
harus berfungsi secara normal. (Jamil dkk 2017)

C. Fungsi Upaya Bernapas pada BBL


 Mengeluarkan cairan dalam paru dan memasukkan udara
 Mengembangkan jaringan alveolus paru untuk pertama kali.
 Memenuhi kebutuhan oksigen

Untuk mendapat fungsi alveolus, harus terdapat surfaktan yang cukup dan aliran
darah melalui paru.

 Produksi surfaktan mulai 20 minggu kehamilan dan jumlahnya meningkat


sampai paru matang sekitar 30-34 minggu.
 Surfaktan mengurangi tekanan permukaan dan membantu menstabilkan
dinding alveol sehingga tidak kolaps pada akhir persalinan.
 Tanpa surfaktan alveolus akan kolaps setelah tiap kali pernapasan, yang
menyebabkan sulit bernapas. Untuk itu diperlukan banyak energi pada kerja
tambahan pernapasan. Peningkatan energi memerlukan dan menggunakan
lebih banyak oksigen dan glukosa.Peningkatan ini menimbulkan stress bayi.
(Setiyani dkk 2016)
D. Fungsi pernapasan dalam kaitan dengan fungsi kardiovaskuler

Oksigenasi merupakan faktor yang sangat penting dalam mempertahankan


kecukupan pertukaran udara. Jika terjadi hipoksia, pembuluh darah paru akan
mengalami vasokonstriksi. Pengerutan pembuluh darah ini berarti tidak ada
pembuluh darah yang berguna menerima oksigen yang berada dalam alveol,
sehingga terjadi penurunan oksigenasi ke jaringan,yang memperburuk
hipoksia. Peningkatan aliran darah paru akan memperlancar pertukaran gas
dalam alveoli dan menyingkirkan cairan paru, dan merangsang perubahan
sirkulasi janin menjadi sirkulasi luar rahim. (Setiyani dkk 2016)

E. Dari berisi cairan sampai berisi udara

Bayi cukup bulan, mempunyai cairan di dalam paru-parunya. Pada saat bayi melalui
jalan lahir selama persalinan, sekitar 1/3 cairan ini akan diperas keluar paru-paru.
Dengan beberapa kali tarikan nafas pertama, udara memenuhi ruangan trakea dan
bronkus bayi baru lahir. Dengan sisa cairan di dalam paru-paru dikeluarkan dari paru-
paru dan diserap oleh pembuluh limfe dan darah. Semua alveoli akan berkembang
terisi udara sesuai dengan perjalanan waktu. (Setiyani dkk 2016)

2. Sistem Peredaran Darah

Setelah lahir darah bayi baru lahir harus melewati paru-paru untuk mengambil
oksigen dan mengadakan sirkulasi ke seluruh tubuh guna mengantarkan oksigen ke
jaringan demi mempertahankan hidup. Untuk membuat sirkulasi yang baik, pada bayi
baru lahir terjadi dua perubahan besar:
 Penutupan Foramen ovale pada atrium jantung
 Penutupan duktus arteriosus antara arteri paru-paru dan aorta
Perubahan siklus ini terjadi akibat perubahan tekanan pada seluruh sistem pembuluh
tubuh. Oksigenasi menyebabkan sistem pembuluh mengubah tekanan dengan cara
mengurangi atau meningkatkan resistensinya sehingga mengubah aliran darah.
Dua peristiwa yang mengubah tekanan dalam sistem pembuluh darah, adalah:
 Pada saat tali pusat dipotong, resistensi (hambatan) pembuluh sistemik
meningkat dan tekanan atrium kanan menurun. Tekanan atrium kanan
menurun karena berkurangnya aliran darah ke atrium kanan. Hal ini
menyebabkan penurunan volume dan tekanan atrium tersebut. Kedua kejadian
ini membantu darah dengan kandungan oksigen sedikit mengalir ke poaru-
paru untuk menjalani proses oksigenasi ulang.
 Pernafasan pertama menurunkan resistensi pembuluh darah paru-paru dan
meningkatkan tekanan atrium kanan. Oksigen pada pernafasan pertama ini
menimbulkan relaksasi dan sedikit terbukanya sistem pembuluh darah paru-
paru. Peningkatana sirkulasi ke paru-paru mengakibatkan peningkatan volume
darah dan tekanan pada atrium kanan. Dengan peningkatan tekanan atrium
kanan dan penurunan tekanan pada atrium kiri, foramen ovale secara
fungsional akan menutup. (Setiyani dkk 2016)

3. Sistem Thermoregulasi

Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu , sehingga akan mengalami stress dengan
adanya perubahan lingkungan. Saat bayi masuk ruang bersalin yaitu lingkungan lebih
dingin daripada di dalam rahim. (Setiyani dkk 2016)

Ada dua tipe termogenesis dalam mekanisme homeoterm yaitu, obligatori dan
fakultatif. Termogenesis obligatori adalah proses produksi panas melalui
metabolisme tubuh meliputi pengolahan, pencernaan dan memproses makanan, atau
produksi panas yang dihasilkan melalui BMR (Himms-Hagen, 1989). Termogenesis
fakultatif merupakan proses produksi panas tambahan dalam merespon paparan suhu
dingin atau diet, yang dapat dengan cepat diaktifkan dan ditekan oleh sistem saraf
selama terpapar dingin. Salah satu mekanisme penting. (Arifah & Kartinah)
Pada termogenesis fakultatif adalah jaringan lemak coklat atau lemak coklat. Jaringan
lemak coklat termasuk dalam homeoterm nonshivering thermogenesis, dimana
metabolisme panas dihasilkan tanpa tanpa adanya kontraksi cepat otot-otot yang
disebut shivering (menggigil). (Arifah & Kartinah)

Pada lingkungan yang dingin, terjadi pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil
merupakan jalan utama bayi yang kedinginan untuk mendapatkan panas tubuh.
Pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil merujuk pada penggunaan lemak
coklat untuk produksi panas.

 Timbunan lemak coklat terdapat pada seluruh tubuh, mampu meningkatkan


panas sebesar 100%.
 Untuk membakar lemak coklat bayi membutuhkan glukosa guna mendapatkan
energi yang mengubah lemak menjadi panas.
 Lemak coklat tidak dapat diproduksi ulang oleh bayi baru lahir. (Setiyani dkk
2016)

Cadangan lemak coklat akan habis dalam waktu singkat karena stress dingin.
Semakin lama usia kehamilan, semakin banyak persediaan lemak coklat pada bayi.
Bayi yang kedinginan akan mengalami hipoglikemi, hipoksia dan asidosis.
Pencegahan kehilangan panas menjadi prioritas utama dan bidan wajib
meminimalkan kehilangan panas pada bayi baru lahir karena fungsi kerja otak juga
memerlukan jumlah glukosa tertentu. Pada bayi baru lahir, glukosa darah akan turun
dalam waktu cepat terkait dengan pertahanan tubuhnya menghasilkan panas.
(Setiyani dkk 2016)

Untuk membantu penambahan gula darah dapat melalui 3 cara :

 Melalui penggunaan ASI (setelah lahir bayi didorong untuk secepat mungkin
menyusu pada ibunya)
 Melalui penggunaan cadangan glikogen (glikogenolisis)
 Melalui pembuatan glukosa dari sumber lain terutama lemak
(glukoneogenesis)
Bayi baru lahir yang tidak dapat menerima makanan dalam jumlah yang cukup akan
mengubah glikogen menjadi glukosa. Hal ini dapat terjadi jika bayi mempunyai
persediaan glikogen yang cukup. Bayi yang sehat akan menyimpan glukosa dalam
bentuk glikogen, terutama dalam hati selama bulan-bulan terakhir kehidupan di
rahim. Bayi baru lahir yang mengalami hipotermia akan menggunakan persediaan
glikogen dalam jam pertama kehidupannya. Namun jika persediaan glukosa
digunakan pada jam pertama kehidupannya maka otak dalam keadaan berisiko,
karena otak juga memerlukan glukosa. Bayi baru lahir yang kurang bulan, lewat
bulan, hambatan pertumbuhan dalam rahim/IUGR dan stress janin memiliki resiko
yang lebih besar, karena simpanan energi berkurang atau digunakan sebelum lahir
karena penyulit gejala hipoglikemi tidak khas dan tidak jelas. Gejala hipoglikemia
tersebut antara lain : kejang-kejang halus, sianosis, apne, tangis lemah, letargi,
lunglai, menolak makanan. Akibat jangka panjang hipoglikemia adalah kerusakan
yang tersebar seluruh sel-sel otak. (Setiyani dkk 2016)
4. Adaptasi Fisiologis Pencernaan
a. Pengertian Sistem Pencernaan Neonatus

Saluran pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan
mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan
(pengunyahan, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim dan zat cairyang
terbentang mulai dari mulut (oris) sampai anus. Dari saluran pencernaan akan
terbentuk sistem pencernaan yang terdiri dari organ-organ pencernaan yang
tergabung membentuk saluran pencernaan. saluran pencernaan tersebut terdiri
dari Oris(mulut), Faring(tekak), Esofagus(kerongkongan) Ventrikulus(lambung),
usus halus,usus besar, rektum, anus. Selain itu alat penghasil getah cerna terdiri
dari Kelenjar ludah, kelenjar getah lambung, kelenjar hati, kelenjar pankreas,
kelenjar getah usus (Mahardini, Mega Safira 2012).
Periode neonatus meliputi waktu dari sejak lahir sampai usia 28 hari,
merupakan waktu penyesuaian dari kehidupan intrauteri ke ekstra-uteri. Setelah
lahir neonatus (BBL) harus bisa melakukan perubahan fisiologis yang sangat
besar untuk beradaptasi dengan kehidupan baru. Bayi harus berupaya agar
fungsifungsi tubuhnya menjadi efektif sebagai individu yang unik. Respirasi,
pencernaan dan kebutuhan untuk regulasi harus bisa dilakukan sendiri (Ibrahim,
Ellyta 2006).

Bayi Baru Lahir (BBL, newborns) harus memulai untuk memasukkan,


mencerna dan mengabsrobsi makanan setelah lahir, sebagaimana plasenta telah
melakukan fungsi ini. Saat lahir kapasitas lambung BBL sekitar 6 ml/kg BB, atau
rata-rata sekitar 50-60 cc, tetapi segera bertambah sampai sekitar 90 ml selama
beberapa hari pertama kehidupan. Lambung akan kosong dalam 3 jam untuk
pemasukan makanan dan kosong sempurna dalam 2 sampai 4 jam(Ibrahim Ellyta
2006).

Spingter cardiac antara esophagus dan lambung pada neonatus masih


immatur, mengalami relaksasi sehingga dapat menyebabkan regurgitasi makanan
segera setelah diberikan. Regurgitasi juga dapat terjadi karena kontrol persarafan
pada lambung belum sempurna(Ibrahim, Ellyta 2006).

BBL mempunyai usus yanglebih panjang dalam ukurannya terhadap besar


bayi dan jika dibandingkan dengan orang dewasa. Keadaan ini menyebabkan area
permukaan untuk absorbsi lebih luas. Bising usus pada keadaan normal dapat
didengar pada 4 kuadran abdomen dalam jam pertama setelah lahir akibat bayi
menelan udara saat menangis dan sistem saraf simpatis merangsang
peristaltik(Ibrahim, Ellyta 2006).

Saat lahir saluran cerna steril. Sekali bayi terpapar dengan lingkungan luar
dan cairan mulai masuk, bakteri masuk ke saluran cerna. Flora normal usus akan
terbentuk dalam beberapa hari pertama kehidupan sehingga meskipun saluran
cerna steril saat lahir, pada kebanyakan bayi bakteri dapat dikultur dalam 5 jam
setelah lahir. Bakteri ini penting untuk pencernaan dan untuk sintesa vitamin
K(Ibrahim, Ellyta 2006).

b. Faktor yang Berperan dalam Sistem Pencernaan Neonatus


1. Organ Pencernaan
Saluran-saluran pencernaan terdiri dari :
 Oris (mulut)
 Faring
 Esofagus (kerongkongan)
 Usus halus
 Usus besar
 Rectum
 Anus
Gambar Sistem Pencernaan Bayi

2. Pembentukan Enzim Sistem Pencernaan pada Neonatus

Enzim-enzim penting untuk mencerna karbohidrat, protein, dan


lemak sederhana ada pada minggu ke-36-38 usia gestasi. Bayi baru lahir
cukup bila mampu menelan, mencerna, memetabolisme dan mengabsorbsi
protein dan karbohidrat sederhana serta mengemulsi lemak. Amilase
pankreas mengalami defisiensi selama 3-6 bulan pertama setelah lahir.
Sebagai akibat, BBL tidak bisa mencerna jenis karbohidrat yang kompleks
seperti yang terdapat pada sereal(Mahardini, Mega Safira 2012)
Selain itu BBL juga mengalami defisiensi lipase pankreas. Lemak
yang ada di dalam ASI lebih bisa dicerna dan lebih sesuai untuk bayi dari
pada lemak yang terdapat pada susu formula. Feses pertama yang
dieksresi oleh bayi disebut mekonium, berwarna gelap, hitam kehijauan,
kental, konsistensinya seperti aspal, lembut, tidak berbau, dan lengket.
Mekonium terkumpul dalam usus fetus sepanjang usia gestasi,
mengandung partikel-partikel dari cairan amnion seperti sel kulit dan
rambut, sel-sel yang terlepas dari saluran cerna, empedu dan sekresi usus
yang lain. Feses mekonium pertama biasanya keluar dalam 24 jam
pertama setelah lahir. Jika tidak keluar dalam 36-48 jam, bayi harus
diperiksa patensi anus, bising usus dan distensi abdomen dan dicurigai
kemungkinan obstruksi. Tipe kedua feses yang dikeluarkan oleh bayi
disebut feses transisional, bewarna coklat kehijauan dan konsistensinya
lebih lepas dari pada feses mekonium. Feses ini merupakan kombinasi
dari mekonium dan feses susu. Keadaan feses selanjutnya sesuai tipe
makanan yang didapat oleh bayi(Mahardini, Mega Safira 2012).

c. Adaptasi Fisiologis Sistem Pencernaan Neonatal


Kapasitas lambung bayi baru lahir ketika pada saat lahir berkisar
antara 30- 35 ml dan kemudian meningkat sampai sekitar 75 ml. Pada
kehidupan minggu kedua, dan kemudian meningkat pada bulan pertama
sekitar 10 ml. Bayi yang menyusu selain mengisap susu, juga akan mengisap
udara melalui puting. Di lambung sekresi asam rendah pada 5 jam setelah
lahir, kemudian meningkat dengan cepat pada 24 jam setelah lahir, sekresi
asam dan pepsin mencapai puncaknya dalam 10 hari pertama dan menurun
mulai 10-30 hari setelah lahir. Sekresi faktor intrinsik meningkat perlahan-
lahan selama 2 minggu pertama, tetapi pada saat lahir kadar gastrin dalam
sirkulasi 2-3 kali lebih tinggi dari pada kadar pada orang dewasa. Bayi baru
lahir mempunyai usus yang lebih panjang dalam ukurannya terhadap besar
bayi dan jika dibandingkan dengan orang dewasa. Pertumbuhan usus
meningkat antara 1-3 tahun, pencernaan dan penyerapan permukaan
sepenuhnya dikembangkan pada saat lahir(Halim, Johan 2018).
Regurgitasi adalah gerakan isi lambung yang tanpa usaha ke dalam
esofagus dan mulut. Regurgitasi merupakan keadaan lambung yang sudah
dalam keadaan penuh sehingga gumoh bercampur air liur yang mengalir
kembali ke atas dan keluar melalui mulut. Hal ini tidak berhubungan dengan
keadaan stres, dan bayi yang mengalami regurgitasi seringkali merasa lapar.
Sfingter esofagus bagian bawah Lower Esophageal Spincter (LES) mencegah
terjadinya refluks isi lambung ke dalam esofagus. Regurgitasi terjadi akibat
refluks gastroesofagus melalui LESyang inkompeten atau pada bayi yang
LES-nya belum matur. Seringkali hal ini merupakan proses perkembangan
dan regurgitasi atau gumoh akan berhenti seiring dengan berjalannya proses
pematangan (Halim, Johan 2018).
Regurgitasi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena asi atau susu
formula yang diberikan melebihi kapasitas lambung. Lambung yang penuh
juga bisa bikin bayi regurgitasi. Ini terjadi karena makanan yang terdahulu
belum sampai ke usus, sudah diisi makanan lagi. Akibatnya bayi akan
mengalami muntah. Dalam hal ini posisi menyusui juga dapat menyebabkan
terjadinya regurgitasi, hal ini disebabkan karena seiring ibu bisa menyusui
sambil tiduran dengan posisi miring sementara bayi tidur telentang.
Akibatnya, cairan tersebut tidak masuk ke saluran pencernaan, tetapi
kesaluran napas, sehingga akan terjadi regurgitasi. Bayi yang terlalu aktif
akan menyebabkan terjadinya regurgitasi hal ini disebabkan karna pada saat
bayi menggeliat atau pada saat bayi terus menerus menangis. Ini akan
membuat tekanan didalam perutnya tinggi, sehingga keluar dalam bentuk
muntah atau dalam bentuk regurgitasi. Ketika bayi menangis berlebihan hal
ini yang akan membuat udara yang tertelan juga berlebihan, sehingga
sebagian isi perut bayi akan keluar. Tetapi ketika bayi anda menangis
biasanya disebabkan karena tidak bisa menelan susu dengan sempurna. Jika
sudah begini, jangan teruskan pemberian ASI, takutya susu justru masuk
kedalam saluran napas dan menyumbatnya(Halim, Johan 2018).
Gambar Lambung Bayi

Gambar Mekonium Bayi Baru Lahir


Tabel Karakteristik Sistem Pencernaan Sebelum dan Setelah Kelahiran

5. Adaptasi Fisiologis Imun

Sistem imun membentuk sistem pertahanan badan terhadap bahan


asing seperti mikroorganisme, molekul-molekul berpotensi toksik, atau sel-sel
tidak normal (sel terinf eksi virus atau malignan). Sistem ini menyerang bahan
asing atau antigen dan juga mewujudkan peringatan tentang kejadian tersebut
supaya pendedahan yang berkali-kali terhadap bahan yang sama akan
mencetuskan gerak balas yang lebih cepat dan bertingkat (Isni et al, 2013).

Pada kehamilan dimana antibodi yang dihasilkan janin jauh sangat


kurang untuk merespon invasi antigen ibu/invasi bakteri. Dari minggu ke 20
kehamilan, respon imun janin terhadap antigen mulai meningkat. Respon
janin dibantu oleh pemindahan molekul antibodi dari ibu (asalkan ukurannya
tidak terlalu besar) ke janin sehingga memberikan perlindungan pasif yang
menetap sampai beberapa minggu. Proses kelahiran sendiri, mulai dari
pecahnya kantong amnion yang tersegel dan seterusnya akan membuat janin
terpajan dengan mikroorganisme baru(Isni et al, 2013).

Air susu ibu (ASI) sangat diperlukan selama masa pertumbuhan dan
perkembangan bayi.Selain mengandung zat nutrisi yang dibutuhkan, ASI juga
meningkatkan daya tahan dan mengandung anti bakteri dan anti virus yang
melindungi bayi terhadap infeksi. Dalam laporan WHO disebutkan bahwa
hampir 90% kematian balita terjadi di negara berkembang dan lebih dari 40%
kematian disebabkan diare dan infeksi saluran pernapasan akut, yang dapat
dicegah dengan ASI eksklusif. Tahapan sekresi ASI diawali dengan
pengeluaran kolostrum pada saat lahir, ASI transisi pada sepuluh hari pertama
sampai dua minggu setelah lahir danberikutnya adalah ASI matang.
Kandungan dari setiap tahapan berguna untuk bayi baru lahir, terutama upaya
adaptasi fisiologis terhadap kehidupan di luar kandungan. Semakin matang
ASI, konsentrasi imunoglobulin, total protein dan vitamin yang larut di dalam
lemak menurun, sedangkan laktosa, lemak, kalori, dan vitamin yang larut
dalam air meningkat (Aldy et al, 2009)

Pembentukan sistem imun pada manusia dimulai sejak embrio


dilanjutkan selama masa fetus dan sempurna dalam beberapa tahun setelah
lahir. Fetus tumbuh dalam suatu lingkungan sangat terlindung, bebas kuman,
dan kurang berpengalaman terhadap zat antigenic (Aldy et al, 2009).

Air susu ibu merupakan suatu cairan kompleks dengan sejumlah besar
protein, sel, dan komponen lainnya. Pengetahuan tentang dampak menyusui
pada bayi terus meningkat, termasuk dampak langsung dan tidak langsung
pada sistem imun. Pengaruh imunologis berhubungan dengan kenyataan
bahwa ASI kaya dengan berbagai faktor aktif khususnya antibodi. Sekretori
IgA (sIgA) melindungi membran mukosasaluran pencernaan dan pernafasan,
antibodi IgG dan IgM, hormon, antioksidan, vitamin, sitokin, faktor
pertumbuhan, komponen, prostaglandin, granulosit, makrofag, serta limfosit B
dan T. Beberapa penelitian membuktikan bahwa ASI dapat mengurangi
kejadian infeksi selama masa bayi dan balita terhadap gastroenteritis, infeksi
saluran pernafasan, otitis media, sepsis neonatorum, dan infeksi saluran
kemih. Bayi yang tidak mendapat ASI, dua kali lebih sering masuk rumah
sakit dibandingkan bayi mendapat ASI. Suatu meta-analisis di negara maju
dari bayi dengan penyakit saluran pernafasan berat yang diberi susu formula
membutuhkan rawat inap lebih dari tiga kali lipat dibandingkan bayi yang
diberi ASI eksklusif 4 bulan atau lebih(Aldy et al, 2009).

Air susu ibu mengandung imunoglobulin M, A, D, G, dan E, namun


yang paling banyak adalah sIgA. Sekretori IgA pada ASI merupakan sumber
utama imunitas didapat secara pasif selama beberapa minggu sebelum
produksi endogen sIgA, konsentrasi paling tinggi pada beberapa hari pertama
post partum. Selama masa pasca lahir, bayi rentan terhadap infeksi patogen
yang masuk, oleh sebab itu sIgA adalah faktor protektif penting terhadap
infeksi. Studi dari Swedia menyatakan bahwa kadar antibodi IgA dan IgM
secara bermakna lebih tinggi pada bayi mendapat ASI dibandingkan yang
tidak mendapat ASI. Imunoglobulin A (Ig A) yang terdapat di dalam antibodi
maternal didapat dari sistem imun saluran cerna dan pernafasan yang dibawa
melalui sirkulasi darah dan limfatik ke kelenjar payudara, akhirnya
dikeluarkan melalui ASI sebagai sIgA(Aldy et al, 2009).

Menurut Aldy et al 2009, Air susu ibu mempunyai sejumlah faktor


yang mempengaruhi mikroflora usus bayi, sehingga menambah kolonisasi
dari jumlah bakteri sementara menghambat kolonisasi yang lainnya.
Komponen-komponen imunologi ini termasuk :

 Laktoferin, merupakan protein yang terikat dengan zat besi, diproduksi


oleh makrofag, neutrofil, dan epitel kelenjar payudara bersifat
bakteriostatik dan bakterisid. Menghambat pertumbuhan bakteri dengan
cara berikatan dengan zat besi sehinggatidak tersedia untuk bakteri
patogen. Kadar dalam ASI 1–6 mg/ml dan tertinggi pada kolostrum (600
mg/dL). Laktoferin juga terbukti menghambat pertumbuhan kandida.
 Lisozim, suatu enzim yang diproduksi oleh makrofag, neutrofil, dan epitel
kelenjar payudara, dapat memecah dinding sel bakteri Gram positif yang
ada pada mukosa usus dan menambah aktifitas bakterisid sIgA terhadap E.
coli dan beberapa Salmonella. Kadar dalam ASI 0,1 mg/ml yang bertahan
sampai tahun kedua laktasi, bahkan sampai penyapihan. Dibandingkan
susu sapi, ASI mengandung 300 kali lebih banyak lisozim per satuan
volume.
 Komplemen, berupa komplemen C3 yang dapat diaktifkan oleh bakteri
melalui jalur alternatif sehingga terjadi lisis bakteri. Juga mempunyai sifat
opsonisasi sehingga memudahkan fagosit mengeliminasi mikroorganisme
pada mukosa usus yang terikat dengan C3 aktif. Kadar C3 dan C4 dalam
kolostrum sekitar 50%–70% kadar serum dewasa. Pada masa laktasi dua
minggu, kadar komplemen menurun dan kemudian menetap, yaitu kadar
C3 dan C4 masingmasing 15 mg/dL dan 10 mg/dL.
 Granulocyte colony – stimulating factor (G-CSF) merupakan sitokin
spesifik yang dapat menambah pertahanan anti bakteri melalui efek
proliferasi, diferensiasi dan ketahanan neutrofil. Mengeluarkan
reseptornya dalam vili usus bayi dan kadar meningkat pada dua hari post
partum.
 Oligosakarida, menghadang bakteri dengan cara bekerja sebagai reseptor
dan mengalihkan bakteri patogen atau toksin mendekat ke faring dan usus
bayi.
 Musin, melapisi membran lemak susu dan mempunyai sifat antimikroba,
dengan cara mengikat bakteri dan virus serta segera mengeliminasi dari
tubuh. Musin dapat menghambat adhesi E.coli dan rotavirus
 Lipase, membentuk asam lemak dan monogliserida yang menginaktivasi
organisme, sangat efektif terhadap Giardia lamblia dan Entamoeba
histolytica.
 Interferon dan fibronektin mempunyai aktifitas antiviral dan menambah
sifat lisis dari leukosit susu.
 Protein pengikat vitamin B12 dan asam folat, dapat menjadi antibakteri
dengan menghalangi bakteri seperti E.coli dan bacteroides untuk mengikat
vitamin bebas sebagai faktor pertumbuhan.
 Probiotik, bayi yang mendapat ASI mempunyai kandungan Lactobacilli
yang tinggi, terutama Lactobacillus bifidus (Bifidobacterium bifidum).
Glikan merupakan komponen ASI yang menstimulasi pertumbuhan dan
kolonisasi L. bifidus. Kuman ini akan mengubah laktosa menjadi asam
laktat dan asam asetat, situasi asam dalam cairan usus akan menghambat
pertumbuhan E. Coli.

Sel yang terdapat pada ASI adalah Leukosit (90% dari jumlah sel) di
dalam ASI terutama terdiri dari makrofag (90%). Sel makrofag ASI
merupakan sel fagosit aktif sehingga dapat menghambat multiplikasi bakteri
pada infeksi mukosa usus. Selain sifat fagositik, sel makrofag juga
memproduksi lisozim, C3 dan C4, laktoferin, monokin seperti IL-1 serta
enzim lainnya. Makrofag ASI dapat mencegah enterokolitis nekrotikans pada
bayi. Limfosit (10% dari jumlah sel) 50% terdiri atas limfosit T dan 34%
limfosit B. Fungsi limfosit untuk mensintesis antibodi IgA, memberikan
respons terhadap mitogen dengan cara berproliferasi, meningkatkan interaksi
makrofag – limfosit dan pelepasan mediator. Leukosit ASI dapat bertahan
terhadap perubahan pH, suhu dan osmolaritas, sama dengan yang terjadi pada
binatang bertahan selama seminggu pada orang utan dan domba(Aldy et al,
2009).
TabelFaktor anti bakteri yang terdapat di dalam ASI
6. Adaptasi Fisiologis Musculuskeletal

Sistem muskuloskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan


bertanggung jawab terhadap pergerakan. Sebagai kerangka tubuh sistem
muskuloskeletal memberi bentuk bagi tubuh. Sebagai proteksi sistem
muskuloskeletal melindungi organ-organ penting, misalnya otak dilindungi
oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada rongga
dada (cavum thorax) yang dibentuk oleh tulang-tulang (Pratiwi, Rahayu
2015).

Sistem ini terdiri dari :

 Muskuler/ otot : otot, tendon, dan ligament


 Skeletal/ rangka : tulang dan sendi

Tulang-tulang pada neonatus masih lunak, karena tulang tersebut


sebagian besar terdiri dari kartilago, yang hanya mengandung sedikit kalsium.
Skeletonnya fleksibel dan persendiannya elastis untuk menjamin keamanan
dalam melewati jalan lahir. Kepala neonatus yang cukup bulan berukuran ¼
dari panjang tubuhnya. Wajah neonatus relatif lebih kecil bila dibandingkan
dengan tengkoraknya yang lebih besar dan lebih berat. Ukuran dan bentuk
dari kranium mengalami distorsi akibat dari molase (pembentukan kepala
janin akibat tumpang tindih tulang-tulang kepala). Tungkai sedikit lebih
pendek dari pada lengan. Punggung bayi normal datar dan tegak. Ada 2
kurvatura pada tulang belakang yaitu toraks dan sakrum. Ketika bayi sudah
bisa mengendalikan kepalanya, kurvatura lain terbentuk didaerah servikal.
Kurva tulang belakang berkembang selanjutnya bersamaan dengan neonatus
mulai duduk dan berdiri (Utari, Anggun 2017).

Tungkai neonatus kecil, pendek, dan gemuk. Pada neonatus, lutut


saling berjauhan saat kaki diluruskan dan tumit disatukan, sehingga tungkai
bawah terlihat agak melengkung. Tidak terlihat lengkungan pada telapak kaki.
Tangan neonatus terlihat montok dan relatif pendek, terdapat kuku jari kaki
dan tangan. Lengan neonatus akan membuka sempurna saat relaksasi, tetapi
akan menutup secara refleks bila telapak tangan disentuh/reflek
menggenggam(Utari, Anggun 2017).

Sistem skeletal pada neonatus mengandung lebih banyak kartilago dari


pada tulang, walaupun proses osifikasi lebih cepat selama tahun pertama.
Misalnya hidung pada saat lahir kartilago yang menonjol seringkali mendatar
karena proses persalinan. Enam tulang tengkorak kepala relatif lunak dan
belum bergabung. Sinus belum terbentuk sempurna. Pada sistem muskuler
hampir terbentuk lengkap pada saat lahir(Utari, Anggun 2017).

7. Sistem Integumen
1. Anatomi Kulit Bayi

Menurut Ross dan Pawlina (2011) dalam Jurnal Histofisiologi Kulit Sonny J. R.
Kalangi (2013), kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis dan dermis.
Epidermis merupakan jaringan epitel yang berasal dari ektoderm, sedangkan dermis
berupa jaringan ikat agak padat yang berasal dari mesoderm. Di bawah dermis
terdapat selapis jaringan ikat longgar yaitu hipodermis, yang pada beberapa tempat
terutama terdiri dari jaringan lemak. Seiring meningkatnya usia kehamilan, sawar
(peningkatan) kulit pada janin mengalami peningkatan dan terjadinya pematangan
epidermis lengkap pada usia kehamilan 34 minggu. Pada bayi, pematangan sel dan
jaringan pembentuk kulit dimulai saat proses embriogenesis, melalui sinyal
interseluler dan intraseluler antara lapisan jaringan yang berbeda. Pada saat lahir
banyak struktur dan fungsi kulit seperti dermis, epidermis, dan jaringan subkutan
yang belum matang.

1. Epidermis Menurut Noodiati (2018), Epidermis terdiri dari 4 lapisan utama yaitu :
Stratum basal (lapis benih)
 Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel yang tersusun
berderet-deret di atas membran basal dan melekat pada dermis di bawahnya.
Sel-selnya kuboid atau silindris. Intinya besar, jika dibanding ukuran selnya,
dan sitoplasmanya basofilik. Pada lapisan ini biasanya terlihat gambaran
mitotik sel, proliferasi selnya berfungsi untuk regenerasi epitel. Sel-sel pada
lapisan ini akan bermigrasi ke arah permukaan untuk memasok sel-sel pada
lapisan yang lebih superfisial. (Noodiati, 2018) Stratum spinosum (lapis taju)
 Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar berbentuk
poligonal dengan inti lonjong dan sitoplasmanya kebiruan. Bila dilakukan
pengamatan dengan pembesaran obyektif 45x maka pada dinding sel yang
berbatasan dengan sel di sebelahnya akan terlihat taju-taju (bagian tulang
rawan yang menonjol) yang seolah-olah menghubungkan sel yang satu
dengan yang lainnya. Pada taju inilah terletak desmosom (sambungan) yang
melekatkan sel-sel satu sama lain pada lapisan ini. Semakin ke atas bentuk sel
semakin gepeng. (Noodiati, 2018) Stratum granulosum (lapis berbutir)
 Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung banyak granula
basofilik yang disebut granula keratohialin. Jika dilihat dengan mikroskop
elektron ternyata terlihat partikel amorf tanpa membran tetapi dikelilingi
ribosom. (Noodiati, 2018) Stratum korneum (lapis tanduk)
 Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak berinti
serta sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Sel-sel yang ada di permukaan
merupakan sisik zat tanduk yang terdehidrasi yang selalu terkelupas.
(Noodiati, 2018) 2. Dermis Menurut Mescher (2010) dalam Jurnal
Histofisiologi Kulit Sonny J. R. Kalangi (2013), dermis merupakan lapisan
kulit yang terdiri dari: Stratum papilaris
 Lapisan ini tersusun lebih longgar, ditandai oleh adanya papila dermis yang
jumlahnya bervariasi antara 50 – 250/mm2 . Jumlahnya terbanyak dan lebih
dalam pada daerah yang memiliki tekanan paling besar, seperti pada telapak
kaki. Sebagian besar papila mengandung pembuluh-pembuluh kapiler yang
memberi nutrisi pada epitel di atasnya. Papila lainnya mengandung badan
akhir saraf sensoris yaitu badan Meissner. Tepat di bawah epidermis serat-
serat kolagen tersusun rapat. (Mescher, 2010) Stratum retikularis
 Lapisan ini lebih tebal dan dalam. Berkas-berkas kolagen kasar dan sejumlah
kecil serat elastin membentuk jalinan yang padat ireguler. Pada bagian lebih
dalam, jalinan lebih terbuka, rongga-rongga di antaranya terisi jaringan lemak,
kelenjar keringat dan sebasea, serta folikel rambut. Serat otot polos juga
ditemukan pada tempat-tempat tertentu, seperti folikel rambut, skrotum,
preputium, dan puting payudara. Pada kulit wajah dan leher, serat otot skelet
menyusupi jaringan ikat pada dermis. Otot-otot ini berperan untuk ekspresi
wajah. Lapisan retikular menyatu dengan hipodermis/fasia superfisialis di
bawahnya yaitu jaringan ikat longgar yang banyak mengandung sel lemak.
(Mescher, 2010)

Pembuluh darah mikro pada kulit neonatus menunjukkan pleksus horizontal


dengan jaringan kapiler yang belum terorganisir, loop kapiler hanya dapat
diamati pada nail beds, telapak tangan, dan telapak kaki serta jelas terlihat di
semua lokasi anatomikal pada usia 14-17 minggu. (Priliawati, 2017)

Tingkat sebum tinggi pada minggu pertama kehidupan karena adanya


rangsangan androgenik yang kuat dari sekresi sebum sebelum lahir.kulit bayi
berisikan lipid yang lebih sedikit dibandingkan orang dewasa. deskuamasi
epidermis (proses pengelupasan atau terkelupasnya kulit dari tubuh) juga
menunjukkan turnover epidermis dan berkolersi terbalik terhadap tingkat
sebum permukaan kulit.selama 3 bulan pertama, peningkatan deskuamasi
diarea wajah meningkat. Namun, tidak terjaid pada daerah popok karena efek
oklusif (bahan aktif kosmetik yang dapat menghambat terjadinya penguapan
air dari permukaan kulit) dari popok. Deskuamasi lebih rendha pada pipi
dibandingkan pada dahi, hal ini diseabbkan oleh kelenjar sebasea yang lebih
tinggi pada pipi. (Priliawati, 2017)
2. Fisiologi Kulit Neonatus dan Bayi
 Perspirasi
 Perspirasi merupakan hal yang mempelajari proses berkeringat, dari keringat
kita bisa mengukur tingkat laktat dan urea yang menjadi unsur utama pada
keringat. Kapasitas untuk berkeringat berhubungan dengan umur kehamilan
dan terdapat kecenderungan mengalami anhidrosis (ketidakmampuan untuk
berkeringat secara normal) total pada neonatus preterm pada hari-hari awal
setelah kelahiran. Keringat dapat dirangsang dengan meningkatkan suhu
kamar yang dapat menyebabkan aktivasi keringat thermal yang difaktori oleh
emosi seperti rasa takut, nyeri, dan kecemasan. Pada kondisi ini biasanya
terjadi pada dahi, telapak tangan dan telapak kaki. Bayi yang berumur kurang
dari 36 minggu mulai berkeringat setelah rangsangan thermal selama minggu
ke-2 kehidupan. (Priliawati, 2017)
 Hidrasi Kulit Saat lahir, permukaan kulit lebih kasar dan lebih kering. Selama
30 hari pertama kehidupan, kehalusan kulit berhubungan dengan hidrasi kulit.
Maturasi fungsional kelenjar keringat merupakan mekanisme utama terkait
peningkatan hidrasi kulit setelah kelahiran. Stratum korneum bayi berumur 3-
12 bulan lebih terhidrasi secara signifikan bila dibandingkan dengan kulit
orang dewasa. Defisiensi fungsi stratum korneum berakibat pada
berkurangnya kapasitas kulit neonatus untuk mempertahankan air. Kulit bayi
memiliki tingkat absorpsi dan desorpsi air yang lebih tinggi dibandingkan
orang dewasa. (Priliawati, 2017)
 pH kulit Tingkat pH kulit pada bayi lebih tinggi daripada kulit orang dewasa
dengan nilai pH berkisar antara 5-5,5. Sedangkan, neonaatus memiliki pH
yang berkisar 6,34- 7,5 basa kulit saat lahir, yang paling relevan adanya
paparan terhadap cairan amniotik selama dalam kandungan. Lapisan asam
merupakan bentuk proteksi kulit dalam melawan infeksi yang dapat
mempengaruhi komposisi flora bakteri kulit. pH basa meningkatkan aktifitas
serine protease (kallikerin 5 dan 7) yang menyebabkan degradasi
korneodesmosom dan enzim pemecah lipid sehingga terjadi pengelupasan
kulit. Mekanisme eksogen seperti produksi laktat pada kelenjar keringat dan
hidrolisis microbial trigliserida sebasea dapat mempengaruhi asidfikasi
permukaan kulit. (Priliawati, 2017)

Vernix caseosa merupakan pelindung kulit yang berkembang selama trimester


akhir kehamilan mengalami penurunan suhu epidermis dan pembentukan
startum koeneum. Vernix caseosa terdiri dari air (80,5%), protein, lipid
sebum, dan properti yang berikatan dengan air. Retensi vernix pada
permukaan kulit dapat menyebabkan hidrasi kulit yang lebih tinggi, pH yang
lebih rendah dan berhubungan dengan kehilangan panas saat kelahiran.
(Priliawati, 2017)

Kulit neonatus memiliki karakteristik absorpsi yang khas dengan


permeabilitas yang tinggi pada agen topikal. pada periode neonatus awal,
terdapat absorpsi obat topikal yang tinggi dan kehilangan air dari kulit yang
tinggi karena perkembangan stratum korneum yang belum
sempurna.(Priliawati, 2017)

Bayi baru lahir memiliki area permukaan yang luas dalam hubungannya
dengan volume dan konduktansi panas yang tinggi dengan peningkatan resiko
kehilangan panas. Bayi baru lahir yang dimandikan dalam satu jam pertama
setelah lahir dapat meningkatkan resiko hipotermia meskipun menggunakan
air hangat. menggosok kulit bayi dengan spons selama mandi juga
meningkatkan pelepasan panas dan harus dihindari.(Priliawati, 2017)

8. Sistem Ginjal dan Keseimbangan Cairan


A. Sistem Ginjal Pada Bayi Baru Lahir
Pada tubuh manusia, pembentukan metanefrik (jaringan yang membentuk
nefronnefron) mulai terbentuk dari usia 5 minggu hingga sempurnannya pada
usia 34 minggu kehamilan. Pertumbuhan ginjal di dalam tubuh dimulai dari
kemunculan pada innermost renal (bagian dalam ginjal), yakni
juxtamedullary, sebagian cortex, dan yang terakhir bagian nerfon pada
superficial cortex. Pada akhir kehamilan, ginjal akan terpenuhi oleh nefron
yang berkisar 850.000 hingga 1.000.000 nefron per ginjal. Fungsi ginjal
secara sempurna akan terjadi sesuai dari keberadaan nefron yang sudah
terbentuk di dalam ginjal. Saat kelahiran bayi, superficial nefron akan lebih
dulu terbentuk namun masih belum berfungsi secara sempurna, karena pada
bagian juxtamedullary nefron masih dalam tahap penyempurnaan
pembentukan, secara morfologi dan fungsionalnya (Rodriguez-soriano,
1987).

Pematangan anatomi ginjal dinilai oleh ukuran dan penampilan histologis glomeruli
dan oleh ukuran dan disposisi tubulus. Glomeruli imatur (yang belum sempurna
pembenukan serta fungsinya) biasanya akan terjadi selama beberapa bulan setelah
kelahiran (Rodriguez-soriano, 1987). Sistem ginjal berpengaruh terhadap sistem
urogenital dalam tubuh manusia, pada bayi baru lahir, fungsi ginjal sebanding dengan
30-50% dari kapasitas dewasa yang dari fungsinya ini masih belum matur (bekerja
sempurna) untuk memekatkan urine. Namun, urine sudah dapat terkumpul di dalam
kandung kemih. Bayi baru lahir (neonatus) akan berkemih sekitar 6-10x dengan
warna urine pucat yang emnunjukkan masukan cairan yang cukup dalam tubuh sang
bayi. Umumnya, bayi baru lahir akan berkemih sebanyak 15-60 ml/Kg/hari. Namun,
menurut Fraser dan Diane dalam Buku Myles For Midwifery Fifteenth Edition, bayi
harus buang air kecil dalam 24 jam setelah kelahiran yang pada awalnya, output urin
adalah sekitar 20-30 mL per hari, naik menjadi 100-200 mL setiap hari pada akhir
minggu pertama seiring dengan meningkatnya asupan cairan. Sedangkan, kapasitas
kandung kemih pada bayi baru lahir sebesar 45 cc dan produksi rata-rata sebanyak
0,05-0,10 cc/menit (Utari A., 2017).

Jika bayi mengalami dehidrasi, ekskresi padatan seperti urea dan natrium klorida
terganggu. Dehidrasi dapat dikenali dari fontanelle yang cekung, mulut kering dan
kulit tidak elastis, dan yang terpenting, lebih dari 10% kehilangan berat lahir. Penting
untuk dicatat bahwa bayi yang mengalami dehidrasi akan terus mengeluarkan jumlah
urin yang normal, sehingga popok basah tidak memvalidasi normalitas (Fraser dan
Diane, 2011)

Sistem ginjal pada bayi baru lahir menunjukkan adanya penurunan aliran darah
dalam ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi dari proses kerja glomerulus. Ginjal
yang belum berfungsi sempurna dikarenakan beberapa faktor antara lain : 1. Jumlah
nefron belum sebanyak orang dewasa 2. Luas permukaan glomerulus dengan volume
tubulus proksimal yang tidak seimbang 3. Aliran darah ke ginjal relatif masih kurang
dibandingkan dengan sistem orang dewasa, belum dipengaruhi urin pada hari ketiga
(Utari A., 2017).

9. Sistem Endokrin

Sistem endokrin pada neonatus sudah pasti berbeda dengan saat ia berada dalam
kandungan. Saat masih di dalam kandungan janin masih mendapatkan segala
kebutuhannya dari ibu melalui plasenta meskipun terjadi perkembangan dengan
terbentuknya organ-organ bagi aktivitas hidup. Namun organ-organ tersebut belum
dapat bekerja dengan mandiri. Setelah janin lahir barulah organ-organ tersebut
bekerja dengan mandiri (Maryunani, 2008). Menurut Maryuni tahun 2008 setelah
bayi lahir terdapat beberapa kelenjar yang mengalami adaptasi agar mampu bekerja
dengan mandiri, diantaranya :

 Kelenjar tiroid Terjadi perubahan fungsi dan metabolisme pada kelenjar


tiroid, yaitu meningkatnya kadar tiroksin serum pada 24-26 minggu setelah
kelahiran dan kadar tryiyodotironin serum yang terjadi hampir bersamaan.
 Kelenjar timus Pada neonatus ukuran kelenjar timus masih sangat kecil
beratnya kira-kira hanya 10 gram atau sedikit bertambah, pada saat remaja
kelenjar ini beratnya meningkat 30-40 gram kemudian mengecil lagi. System
endokrin pada bayi baru lahir memang sudah cukup berkembang, namun
fungsinya belum sempurna, misalnya lobus posterior kelenjar hipofise
menghasilkan hormone antidiuretic (ADH) atau vasopressin daam jumlah
terbatas, yang menghambat diuresis. Hal ini yang menyebabkan bayi sangat
rentan terhadap dehidrasi (Wong Donna, et al. 2008).

Efek hormone seks maternal terlihat jelas pada bayi baru lahir. Labia mengalami
hipertrofi, payudara membengkak dan menyekresi susu dari sejak beberapa hari
kelahiran hingga usia 2 bulan. Pada bayi perempuan bisa mengalami
pseudomenstruasi, biasanya lebih sering tampang sebagai sekresi seperti susu
daripada darah. Hal tersebut disebabkan karena penurunan mendadak kadar
progesterone dan estrogen (Wong Donna, et al. 2008).
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Adaptasi bayi baru lahir (BBL) adalah bentuk penyesuaian diri individu (BBL) dari
keadaan yang sangat tergantung menjadi mandiri secara fisiologis. Banyak perubahan
yang terjadi pada tubuh bayi setelah dilahirkan. Seiring dengan tumbuh dan
berkembangnya bayi maka satu per satu organ pada bayi baru lahir akan menjadi
matang. Perubahan tersebut mampu membentuk sistem pada tubuh bayi dimana ada
sistem kardiovaskular, sistem pernafasan, sistem pencernaan, sistem urogenital,
sistem muskuloskletal, sistem intergumen, sistem endokrin dan sistem saraf yang
belum matang ketika bayi baru dilahirkan. Periode adaptasi ini disebut sebagai
periode transisi yaitu dari kehidupan di dalam uterus ke kehidupan di luar uterus.
Periode ini berlangsung sampai satu bulan atau lebih.

Saran

Sebagai tenaga kesehatan khususnya bidan diharapkan dapat megerti mengenai


adaptasi bayi baru lahir serta apa saja yang dapat mempengaruhi adaptasi bayi baru
lahir sehingga dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi klien serta mampu
memberikan asuhan secara komprehensif kepada klien.
DAFTAR PUSTAKA

Aldy, Omar Sazaly; Bugis M Lubis; Pertin Sianturi; Emil Azlin; Gislihan. 2009.
Dampak Proteksi Air Susu Ibu Terhadap Infeksi.

Halim, Johan. 2018. Bab 2 Tinjauan Pustaka Adaptasi Fisiologi Sistem Saluran
Pencernaan Bayi Baru Lahir

Ibrahim, Ellyta Aizar. 2006. Adaptasi Sistem Gastrointestinal Bayi Baru Lahir dan
Feeding Setelah Kelahiran.

Mahardini, Mega Safira. 2012. Adaptasi Fisiologis Sistem Pencernaan Neonatal.

Pratiwi, Rahayu. 2015. Perubahan Anatomi Fisiologis Sistem Muscoloskeletal.

Utari, Anggun. 2017. Makalah Askeb Neonatus Asaptasi Fisiologi Neonatus.

Jamil, Siti Nurhasiyah,. Sukma, Febi,. Hamidah . 2017. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan pada Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra- Sekolah

Setiyani, Astuti,.Sukesi,.Esyuananik. 2016. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi,


Balita, dan Anak Pra Sekolah

Data Badan Pusat Statistik,.Angka Kematian Bayi

Arifah, Siti,. Kartinah. Peran Lemak Coklat dalam Mekanisme Produksi Panas Pada
Bayi

Fraser, Diane M; Cooper, Margaret A. 2011. Myles Textbook for Midwive Fifteenth
Edition. Jakarta : EGC.

Maryunani, Anik. 2008. Asuhan Bayi Baru Lahir(Asuhan Neonatal). Jakarta: Trans
Info Media
Mescher AL. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. New York: McGraw Hill
Medical; 2010.

Noodiati. 2018. Asuhan Kebidanan, Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah.
Malang:

Wineka Media Priliawati Ni Nyoman T. (2017), Fisiologi Kulit Neonatus dan Bayi
dalam Hubungannya dengan Terapi Topikal pada Dermatologi Anak,1–33

Rodriguez-soriano, J. (1987). Adaptation of Renal Function From Birth to One Year,


63–75.

Ross MH, Pawlina W. Histology a Text and Atlas (Sixth Edition). Philadelphia:
Wolters Kluwer Lippincott Williams & Wilkins; 2011.

Utari A. (2017). Adaptasi Fisiologi Neonatus. Wong Donna L et al. 2008. Buku ajar
keperawatan pediatric Wong. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai