Menkes 3
Menkes 3
Disusun Oleh:
Pembimbing:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2019
Manajemen Kasus
Disetujui pada:
Mengetahui,
I. ANAMNESIS
A. Identitas penderita
Nama : Ny. S
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Dayu Kidul 14/04, Banyuurip, Sambungmacan,
Sragen
No RM : 578896
Suku : Jawa
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Tanggal Masuk : 12 November 2019
Tanggal Periksa : 15 November 2019
B. Data dasar
Autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan pada hari keempat
di Bangsal Melati Timur kamar 1 RSUD Soehadi Prijonegoro,
Sragen..
Keluhan utama:
Sesak nafas 12 jam SMRS.
Riwayat kebiasaan
Makan 2-3x sehari dengan gizi cukup
Merokok Tidak merokok
Alkohol Tidak pernah
Olahraga Jarang
Konsumsi jamu dan Tidak pernah
obat
Riwayat sosial ekonomi
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga. Pasien berobat
menggunakan fasilitas BPJS.
Anamnesis Sistemik
Keluhan utama : sesak nafas
Kulit : Kuning (-), kering (-), pucat (-), menebal
(-), gatal (-), luka (-)
Kepala : Nyeri kepala (+), nggliyeng (+), kepala
terasa berat (-) berkunang-kunang (-),
rambut mudah rontok (-), terasa berputar-
putar (-)
Mata : Mata berkunang-kunang (-), pandangan
kabur (+), gatal (-), mata kuning (-), mata
merah (-), nyeri retrookuler (-)
Hidung : Tersumbat (-), keluar darah (-), keluar
lendir atau air berlebihan (-), gatal (-)
Telinga : Pendengaran berkurang (-), keluar cairan
atau darah (-), telinga berdenging (-),
nyeri pada telinga (-).
Mulut : Bibir kering (-), gusi mudah berdarah (-),
sariawan (-), gigi mudah goyah (-), gigi
berlubang (-), sulit membuka mulut (-),
lidah kotor (-)
Leher : Leher kaku (-) tidak dapat menoleh ke
kanan dan kiri, benjolan pada leher (-)
Tenggorokan : Rasa kering dan gatal (-), sulit menelan
(-), nyeri telan (-), sakit tenggorokan (-),
suara serak (-).
Sistem respirasi : Sesak napas (+), batuk (-), nyeri dada (-),
mengi (-).
Sistem kardio : Nyeri dada (-), terasa ada yang menekan
(-), sering pingsan (-), berdebar-debar (-),
keringat dingin (-), ulu hati terasa panas
(-), denyut jantung meningkat (-),
bangun malam karena sesak nafas (-),
sesak saat aktivitas (-)
Sistem gastrointestinal : Mual (+), muntah (-), perut kaku (-), rasa
penuh di perut (-), cepat kenyang (-),
nafsu makan berkurang (+), nyeri ulu
hati (-), diare (-), BAB cair (-), sulit BAB
(-), BAB berdarah (-), perut nyeri setelah
makan (-), BAB warna seperti dempul (-),
BAB warna hitam (-).
Sistem muskuloskeletal : Lemas (+), kaku sendi (-), nyeri sendi (-),
bengkak sendi (-), nyeri (-), kaku otot (-),
kejang(-), leher cengeng (-).
Sistem genitouterina : BAK sedikit (-), nyeri saat BAK (-),
panas saat BAK (-), sering buang air kecil
(-), air kencing warna seperti teh (-), BAK
darah (-), nanah (-), berpasir (-), anyang-
anyangan (-), sering menahan kencing (-),
rasa pegal di pinggang, rasa gatal pada
saluran kencing (-), rasa gatal pada alat
kelamin (-), kencing nanah (-).
Ekstremitas Atas : Luka (-/-), kesemutan (-/-), tremor (-/-),
ujung jari terasa dingin (-/-), bengkak (+/
+), lemah (-/-), nyeri (-/-), lebam kulit
(-/-), kaku (-/-)
Bawah : Luka (-/-), kesemutan (-/-), tremor (-/-),
ujung jari terasa dingin (-/-), bengkak (+/
+), lemah (-/-), nyeri (-/-), lebam kulit
(-/-), kaku (-/-).
13. Pulmo
a. Depan
Inspeksi
- Statis : Simetris, sela iga melebar (-), iga tidak
mendatar
- Dinamis : Pengembangan dada simetris kanan =
kiri, sela iga tidak melebar, retraksi
intercostal (-)
Palpasi
- Statis : Simetris
- Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan = kiri,
fremitus raba kanan = kiri, nyeri tekan
(-)
Perkusi
- Kanan : Sonor, redup pada batas relatif paru-
hepar pada SIC VI linea
medioclavicularis dextra
- Kiri : Sonor, sesuai batas paru jantung pada
SIC V linea medioclavicularis sinistra
Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-) pada hemisfer thoraks
sinistra, ronkhi (+), krepitasi (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi (+), krepitasi (-)
b. Belakang
Inspeksi
- Statis : Simetris, iga tidak mendatar
- Dinamis : Pengembangan dada simetris
kanan=kiri, sela iga tidak melebar,
retraksi intercostal (-)
Palpasi
- Statis : Simetris
- Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan = kiri,
fremitus raba kanan = kiri, nyeri tekan
(-)
Perkusi
- Kanan : Sonor
- Kiri : Sonor
- Peranjakan diafragma 5 cm
Auskultasi
- Kanan : Suara dasar vesikuler,suara tambahan:
wheezing (+), ronkhi basah kasar (-),
ronkhi basah halus (-), krepitasi (-)
- Kiri : Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),
ronkhi basah halus (-), krepitasi (-)
13. Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi (-), sikatrik (-), striae (-), caput
medusae (-), spider nevi (-), ikterik (-), perut
seperti papan (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 12 x / menit
Perkusi : Timpani pada, pekak alih (-), undulasi (-)
Palpasi : Teraba keras seperti papan (-) , Nyeri tekan (-)
14. Ekstremitas
+ +
+ - ++
+ + Akral hangat Oedem
B. Elektrokardiografi
Keterangan
Irama : Normal
Axis : Lead I (+1) ; aVf (+3) Normoaxis
IV. RESUME
1. Keluhan utama
Sesak nafas 12 jam SMRS
2. Anamnesis
Sesak nafas 12 jam SMRS.
Bertambah apabila beraktifitas dan membaik apabila duduk atau tidur dengan
posisi duduk.
Belum mengonsumsi apapun untuk meredakan sesak nafas.
Bengkak seluruh badan.
Pusing.
Mata agak kabur.
Perut nyeri.
Mual
BAB dan BAK normal.
3. Pemeriksaan fisik:
Kesan status gizi : underweight
Kepala : nyeri kepala, nggliyeng
Pulmo: ronkhi (+/+)
Ekstremitas: superior oedema (-/+), inferior (+/+)
4. Pemeriksaan tambahan:
a. Laboratorium Darah: Hb menurun, MCV MCH MCHC sedikit menurun,
peningkatan ureum dan kreatinin
b. EKG
Irama normal
Axis 72 derajat normoaxis
13 November 2019
Nadi 95 kali/menit
Respirasi 26 kali/menit
Suhu 36,5o C
JVP Normal
Cor S1 S2 reguler
Nyeri tekan -
Ascites -
Inferior (+/+)
14 November 2019
Subjective Sesak nafas, perut sebah, kepala pusing. Mual (-), muntah (-).
Respirasi 28 kali/menit
Suhu 36,5o C
JVP Normal
Thorax Pulmo Sonor, SDV (+/+), ronkhi
(+/+)
Cor S1 S2 reguler
Nyeri tekan -
Ascites -
Inferior (+/+)
15 November 2019
Suhu 36,5o C
JVP Normal
Cor S1 S2 reguler
Nyeri tekan -
Ascites -
Inferior (+/+)
16 November 2019
Respirasi 26 kali/menit
Suhu 36,5o C
JVP Normal
Cor S1 S2 reguler
Nyeri tekan -
Ascites -
Inferior (+/+)
18 November 2019
Nadi 60 kali/menit
Respirasi 20 kali/menit
Suhu 36,5o C
JVP Normal
Cor S1 S2 reguler
Nyeri tekan -
Ascites -
Inferior (+/+)
Assessment CKD grade V
19 November 2019
Nadi 88 kali/menit
Respirasi 24 kali/menit
Suhu 36,5o C
JVP Normal
Cor S1 S2 reguler
Nyeri tekan -
Ascites -
Inferior (+/+)
20 November 2019
Respirasi 30 kali/menit
Suhu 36,5o C
JVP Normal
Cor S1 S2 reguler
Nyeri tekan -
Ascites -
Inferior (+/+)
21 November 2019
Nadi 88 kali/menit
Respirasi 32 kali/menit
Suhu 36,5o C
JVP Normal
Cor S1 S2 reguler
Nyeri tekan -
Ascites -
Inferior (+/+)
22 November 2019
Respirasi 30 kali/menit
Suhu 36,5o C
JVP Normal
Cor S1 S2 reguler
Nyeri tekan -
Ascites -
Inferior (+/+)
B. Etiologi
Terjadinya CKD menurut Chaudry (2018) disebabkan karena kematian
sel-sel nefron di ginjal. Adapun dua penyebab kematian sel nefron yang paling
besar prevalensinya dari kejadian CKD ialah hipertensi dan diabetes melitus.
Adapun penyebab lainnya meliputi GNAPS, penyakit ginjal polikistik, dan
SLE.
Kazancioglu (2013) mengemukakan sejumlah faktor risiko yang berkaitan
dengan munculnya CKD. Faktor-faktor risiko tersebut meliputi:
1. Keluarga dengan CKD. Keluarga dengan CKD ini diketahui akan
memberikan faktor risiko kepada turunannya untuk mengalami CKD.
Hal ini dihipotesiskan dengan dasar penelitian bahwa sesorang dengan
CKD diketahui memiliki anggota keluarga dengan CKD.
2. Jenis kelamin. Penelitian di Jepang menyatakan bahwa laki-laki
memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami CKD.
3. Usia. Sesuai dengan bertambahnya usia, fungsi semua organ, termasuk
ginjal akan mengalami penurunan fungsi. Pertambahan usia 10 tahun
setelah usia 30 tahun meningkatkan risiko sebesar 1,25 kali mengalami
CKD.
4. Nefrotoksin. Segala zat yang bersifat nefrotoksin (obat nefrotoksin
yang dipakai rekreasional dan alkohol) meningkatkan risiko CKD
5. Penyakit kronis, yaitu diabetes mellitus dan hipertensi. DM dan
hipertensi sudah lama menjadi penyakit utama yang menjadi faktor
risiko utama CKD. DM berkaitan dengan cedera hiperfiltrasi, produk
akhir glikosilasi lanjut (piralin, pentosidin, karboksimetisilin, dan
sebagainya), dan spesies oksigen reaktif (ROS). Sedangkan hipertensi
menyebabkan glumerulosklerosis dan hilangnya fungsi ginjal
dikarenakan hipertensi kapiler intraglomerular.
C. Patogenesis
CKD diketahui memiliki banyak patofisiologi. Banyaknya patofisiologi
didasari dengan banyaknya etiologi pada CKD, tetapi memiliki satu
mekanisme yang sama, yaitu matinya sel-sel nefron. Pada bahasan ini,
patofisiologi CKD dibatasi pada kasus dengan penyakit yang paling sering
ditemukan, yaitu hipertensi, DM, dan SLE.
Pada individu dengan hipertensi, akan muncul hipertrofi dinding
pembuluh darah ginjal. Namun, apabila dibiarkan terus-menerus, akan
menyebabkan kerusakan nefron (skleronefrotik). Rusaknya nefron ini akan
menyebabkan atrofi tubular ginjal dan radang kronik ginjal. Apabila hal ini
terus menerus dibiarkan, radang kronik ini akan mematikan sel-sel nefron
karena proses imunologis pada radang itu sendiri. Dengan matinya sel nefron
satu demi satu, maka akan berkurang pula sel nefron yang mempertahankan
GFR.
Sedangkan pada individu dengan DM, hiperglikemi akan menyebabkan
hiperfiltrasi yang disebabkan dilatasi arteriol. Hiperfiltrasi ini akan
menyebabkan transpor natrium-glukosa yang teraugmentasi di tubulus
kontortus proksimal. Transpor ini akan menaikkan volume darah. Volume
darah akan menaikkan GFR juga. Hiperglikemi, bersama dengan proses yang
disebut sebagai glikosilasi lanjut secara langsung memicu produksi matriks
mesangial, ekspansi selular, dan apoptosis. Dua proses ini meningkatkan
permeabilitas protein sehingga protein akan mudah melewati glomerolus.
Pada kasus-kasus seperti SLE dan GNAPS, kejadian cedera glomerular
disebabkan karena proses peradangan. Proses peradangan dipicu sistem
komplemen seperti C5a, yang akan merekrut sel-sel PMN seperti leukosit,
platelet, dan sel T. Prosesi ini akan merusak sel nefron dan dinding endotel
pembuluh darah dengan produksi oksidan dan fibrin.
D. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis pada CKD bergantung pada tahapan-tahapannya (stage).
Berikut adalah tahapan CKD dalam Levey dan Inker (2019).
E. Diagnosis
Sesuai dengan definisi CKD itu sendiri, maka diagnosis CKD dapat
ditegakkan dengan munculnya tanda-tanda kerusakan atau penurunan fungsi
ginjal dalam waktu sekurang-kurangnya tiga bulan (Rosenberg, 2019).
Adapun kerusakan dan penurunan fungsi ginjal dapat diketahui dengan
sejumlah pertanda laboratorik, yang meliputi gangguan biokimia darah
misalnya Hb dan eritrosit menurun. Penurunan fungsi ginjal juga dapat
ditunjukkan dengan tingginya kadar ureum dan kreatinin serum serta
penurunan eGFR. Pemeriksaan urinalisis juga dapat menegakkan diagnosis
CKD dengan temuan albuminuria, hematuria dan leukosuria.
Gejala-gejala seperti yang disebutkan sebelumnya juga dapat menjadi
pertimbangan. Hal yang juga tidak kalah penting ialah menanyakan faktor
risiko CKD. Bagi pasien yang sudah mengalami komplikasi, biasanya sudah
ada sindrom uremia yang ditandai dengan lemah, letargis, mual, muntah,
retensi cairan, pruritus, kejang, sampai koma).
Makronutrien Mikronutrien
Karbohidrat: 50-60% dari kebutuhan Garam (NaCl): 2-3 g/ hari
kalori
Lemak 30-40% dari kebutuhan kalori Kalsium: 1400-1600 mg/ hari
(baik jenuh maupun tidak jenuh)
Protein: Besi: 10-18 mg/ hari
Magnesium: 200-300 mg/ hari
1. Untuk individu dengan CKD tanpa
Asam folat: 5 mg
HD: 0,6-0,75 g/ kgBB/ hari
2. Untuk individu dengan CKD dan HD:
1-1,2 g/ kgBB ideal/ hari
3. Untuk individu dengan CKD dan PD:
1,3 g/ kgBB/ hari
Asupan air: Urin 24 jam ditambah 500
mL (IWL).
Dialisis merupakan pilihan terapi yang merupakan pengganti ginjal bagi yang
telah menderita CKD tahap 4 atau 5. Dialisis dapat dilakukan pada pasien CKD
dengan indikasi sebagai berikut:
a) Ureum > 200 mg%
ANALISIS KASUS