Anda di halaman 1dari 6

BAB II

KORBAN NAPZA

Kompetensi Dasar:

3.2. Menganalisis Korban NAPZA

4.2. Mengelompokan korban NAPZA

Kompetensi Dasar:

3.11. Menganalisis dampak NAPZA

4.11. Memecahkan masalah korban NAPZA

A. Penyalahgunaan dan ketergantungan korban NAPZA


Pembahasan Penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan narkoba yang bukan untuk tujuan
pengobatan, tetapi agar dapat menikmati pengaruhnya, dalam jumlah berlebih, secara kurang lebih
teratur, berlangsung cukup lama, sehingga menyebabkan ganggunan kesehatan fisik, gangguan
kesehatan jiwa, dan kehidupan sosialnya. Penyalahgunaan narkoba oleh remaja merupakan masalah
yang serius, karena penyalahgunaan narkoba dapat merusak masa depan remaja. Menurut laporan
Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) di Jakarta, dari penderita yang umumnya berusia 15-24 tahun,
banyak yang masih aktif di SMP dan SMA, bahkan perguruan tinggi. Generasi muda merupakan sasaran
strategis mafia perdagangan narkoba. Oleh karena itu, generasi muda sangat rawan terhadap masalah
tersebut

Penyalahgunaan narkoba atau NAPZA adalah suatu pola perilaku di mana seseorang menggunakan obat-
obatan golongan narkotika, psikotoprika, dan zat aditif yang tidak sesuai fungsinya. Penyalahgunaan
NAPZA umumnya terjadi karena adanya rasa ingin tahu yang tinggi, yang kemudian menjadi kebiasaan.
Selain itu, penyalahgunaan NAPZA pada diri seseorang juga bisa dipicu oleh masalah dalam hidupnya
atau berteman dengan pecandu NAPZA.

Menurut Willis (2005), maksud dari penyalahgunaan adalah suatu pemakaian non medical atau ilegal
barang haram yang dinamakan Napza (narkotika dan obat-obat adiktif) yang dapat merusak kesehatan
dan kehidupan produktif manusia pemakainya. Manusia pemakai Napza bisa dari berbagai kalangan,
mulai dari level ekonomi tinggi hingga rendah, para penjahat, pekerja, ibu-ibu rumah tangga, bahkan
sekarang sudah sampai ke sekolah-sekolah yang jelas-jelas terdiri dari para generasi muda, bahkan lebih
khusus lagi anak-anak dan remaja.

Terdapat 4 kelas obat yang paling sering disalahgunakan, yakni:


1. Halusinogen, seperti lysergic acid diethylamide (LSD), phencyclidine dan ecstasy (inex). Efek
yang dapat timbul dari penyalahgunaan obat halusinogen beragam, di antaranya adalah
halusinasi, tremor, dan mudah berganti emosi.
2. Depresan, seperti diazepam, alprazolam, clonazepam, dan ganja. Efek yang ditimbulkan dari
penyalahgunaan obat depresan adalah sensasi rileks dan mengalihkan stres akibat suatu pikiran.
3. Stimulan, seperti dextroamphetamin, kokain, methamphetamine (sabu), dan amphetamin.
Efek yang dicari atas penyalahgunaan obat stimulan adalah bertambahnya energi, membuat
penggunanya menjadi fokus.
4. Opioid, seperti morfin dan heroin yang sebenarnya adalah obat penahan rasa sakit, namun
digunakan untuk menciptakan rasa kesenangan.

Jika tidak dihentikan, penyalahgunaan NAPZA dapat menyebabkan kecanduan. Ketika kecanduan yang
dialami juga tidak mendapat penanganan, hal itu berpotensi menyebabkan kematian akibat overdosis.

Penanganan penyalahgunaan NAPZA, terutama yang sudah mencapai fase kecanduan, akan lebih baik
dilakukan segera. Dengan mengajukan rehabilitasi atas kemauan dan kehendak sendiri, pasien yang
telah mengalami kecanduan NAPZA tidak akan terjerat tindak pidana.

B. Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA


Harboenangin (dikutip dari Yatim, 1986) mengemukakan ada beberapa faktor yang menyebabkan
seseorang menjadi pecandu narkoba yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
1. Faktor Internal

a. Faktor Kepribadian

Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih cenderung terjadi pada usia
remaja. Remaja yang menjadi pecandu biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang
rendah. Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh ketidakmampuan
mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi, juga
turut mempengaruhi. Selain itu, kemampuan untuk memecahkan masalah secara adekuat berpengaruh
terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan cara melarikan diri. Jehani &
Antoro (2006) menyatakan bahwa ada beberapa kepribadian yang potensial terjerumus dalam
penyalahgunaan narkoba, antara lain yaitu (1) kepribadian yang mudah stress, (2) kepribadian yang
terlalu nekat, (3) kepribadian yang tidak tahan perubahan, (4) kepribadian yang tidak tahu atau tidak
mampu mengurus diri, dan (5) kepribadian yang demam obat.

b. Inteligensia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang untuk melakukan konseling di
klinik rehabilitasi pada umumnya berada pada taraf di bawah rata-rata dari kelompok usianya.
c. Usia

Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja menggunakan narkoba karena kondisi sosial,
psikologis yang membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan emosi; sementara pada usia yang
lebih tua, narkoba digunakan sebagai obat penenang.

d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu

Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri. Mulanya merasa enak yang diperoleh
dari coba-coba dan ingin tahu atau ingin merasakan seperti yang diceritakan oleh teman-teman
sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang utama.

e. Pemecahan Masalah

Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk menyelesaikan persoalan. Hal ini
disebabkan karena pengaruh narkoba dapat menurunkan tingkat kesadaran dan membuatnya lupa pada
permasalahan yang ada.

2. Faktor Eksternal
a. Keluarga

Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab seseorang menjadi pengguna narkoba.
Berdasarkan hasil penelitian tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada tahun
2013, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan
narkoba, yaitu:

1) Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami ketergantungan narkoba.
2) Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang tidak
konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu bilang tidak).
3) Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian yang memuaskan
semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan
anak, maupun antar saudara.
4) Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran orang tua sangat dominan,
dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan
santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri – tanpa diberi
kesempatan untuk berdialog dan menyatakan ketidaksetujuannya.
5) Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai kesempurnaan
dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.
6) Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan yang kurang kuat,
mudah cemas dan curiga, sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu.

b. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)

Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara teman-teman atau orang-
orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu. Peer group
terlibat lebih banyak dalam delinquent dan penggunaan obat-obatan. Dapat dikatakan bahwa faktor-
faktor sosial tersebut memiliki dampak yang berarti kepada keasyikan seseorang dalam menggunakan
obat-obatan, yang kemudian mengakibatkan timbulnya ketergantungan fisik dan psikologis. Sinaga
(2013) melaporkan bahwa faktor penyebab penyalahgunaan NAPZA pada remaja adalah teman sebaya
(78,1%). Hal ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh teman kelompoknya sehingga remaja
menggunakan narkoba. Hasil penelitian ini relevan dengan studi yang dilakukan oleh Hawari (2013) yang
memperlihatkan bahwa teman kelompok yang menyebabkan remaja memakai NAPZA mulai dari tahap
coba-coba sampai ketagihan.

c. Faktor Kesempatan

Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut sebagai pemicu seseorang
menjadi pecandu. Indonesia yang sudah menjadi tujuan pasar narkoba internasional, menyebabkan
obat-obatan ini mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa melaporkan bahwa para penjual
narkotika menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah, termasuk di Sekolah Dasar. Pengalaman feel
good saat mencoba drugs akan semakin memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan
akhirnya menjadi pecandu. Seseorang dapat menjadi pecandu karena disebabkan oleh beberapa faktor
sekaligus atau secara bersamaan. Karena ada juga faktor yang muncul secara beruntun akibat dari satu
faktor tertentu.

C. Tingkat Pemakaian NAPZA


Pemakaian coba-coba (experimental use), yaitu pemakaian NAPZA yang tujuannya inginmencoba,untuk
memenuhi rasa ingin tahu. Sebagian pemakai berhenti pada tahap ini, dan sebagian lain berlanjut pada
tahap lebih berat.

A. Pemakaian sosial/rekreasi (social/recreational use) : yaitu pemakaian NAPZA dengantujuan


bersenang-senang,pada saat rekreasi atau santai. Sebagian pemakai tetap bertahanpada tahap
ini,namun sebagian lagi meningkat pada tahap yang lebih berat.
B. Pemakaian Situasional (situasional use) : yaitu pemakaian pada saat mengalami
keadaantertentu seperti ketegangan, kesedihan, kekecewaan, dan sebagainnya, dengan
maksudmenghilangkan perasaan-perasaan tersebut.
C. Penyalahgunaan (abuse): yaitu pemakaian sebagai suatu pola penggunaan yang bersifat
patologik/klinis (menyimpang) yang ditandai oleh intoksikasi sepanjang hari, tak mampu
mengurangi atau menghentikan, berusaha berulang kali mengendalikan, terus menggunakan
walaupun sakit fisiknya kambuh. Keadaan ini akan menimbulkan gangguan fungsional atau
okupasional yang ditandai oleh : tugas dan relasi dalam keluarga tak terpenuhi dengan
baik,perilaku agresif dan tak wajar, hubungan dengan kawan terganggu, sering bolos sekolah
atau kerja, melanggar hukum atau kriminal dan tak mampu berfungsi secara efektif.
D. Ketergantungan (dependence use) : yaitu telah terjadi toleransi dan gejala putus zat,
bilapemakaian NAPZA dihentikan atau dikurangi dosisnya. Agar tidak berlanjut pada tingkatyang
lebih berat (ketergantungan), maka sebaiknya tingkat-tingkat pemakaian tersebutmemerlukan
perhatian dan kewaspadaan keluarga dan masyarakat. Untuk itu perludilakukan penyuluhan
pada keluarga dan masyarakat.
Fase dan Gejala Penyalahgunaan NAPZA

Ketika penyalahgunaan NAPZA tidak dihentikan dan terjadi terus-menerus, hal itu dapat menyebabkan
kecanduan. Pada fase ini, gejala yang dirasakan dapat berupa:

Keinginan untuk menggunakan obat terus-menerus, setiap hari atau bahkan beberapa kali dalam sehari.

Muncul dorongan kuat untuk menggunakan NAPZA, yang bahkan mampu mengaburkan pikiran lain.

Seiringnya berjalannya waktu, dosis yang digunakan akan dirasa kurang dan muncul keinginan untuk
meningkatkannya.

Muncul kebiasaan untuk selalu memastikan bahwa NAPZA masih tersedia.

Melakukan apa pun untuk mendapatkan atau membeli NAPZA, bahkan hingga menjual barang pribadi.

Tanggung jawab dalam bekerja tidak terpenuhi, dan cenderung mengurangi aktivitas sosial.

Tetap menggunakan NAPZA meski sadar bahwa penggunaan NAPZA tersebut memberikan dampak
buruk pada kehidupan sosial maupun psikologis.

Ketika sudah tidak memiliki uang atau barang yang dapat dijual, pecandu NAPZA mulai berani
melakukan sesuatu yang tidak biasa demi mendapatkan zat yang diinginkan, misalnya mencuri.

Melakukan aktivitas berbahaya atau merugikan orang lain ketika di bawah pengaruh NAPZA yang
digunakan.

Banyak waktu tersita untuk membeli, menggunakan, hingga memulihkan diri dari efek NAPZA.

Selalu gagal saat mencoba untuk berhenti menggunakan NAPZA.

Ketika penderita telah mencapai fase kecanduan dan mencoba untuk menghentikan penggunaan, dia
akan mengalami gejala putus obat atau sakau. Gejala putus obat itu sendiri dapat berbeda-beda pada
tiap orang, tergantung keparahaan dan jenis NAPZA atau narkoba yang digunakan. Apabila NAPZA yang
digunakan adalah heroin dan morfin (opioid), maka gejalanya dapat berupa:

Hidung tersumbat.

Gelisah.

Keringat berlebih.

Sulit tidur.

Sering menguap.

Nyeri otot.
Setelah satu hari atau lebih, gejala putus obat dapat memburuk. Beberapa gejala yang dapat dialami
adalah:

Diare.

Kram perut.

Mual dan muntah.

Tekanan darah tinggi.

Sering merinding.

Jantung berdebar.

Penglihatan kabur/buram.

Sedangkan apabila NAPZA yang disalahgunakan adalah kokain, maka gejala putus obat yang dirasakan
dapat berbeda. Beberapa di antaranya adalah:

Depresi.

Gelisah.

Tubuh terasa lelah.

Terasa tidak enak badan.

Nafsu makan meningkat.

Mengalami mimpi buruk dan terasa sangat nyata.

Lambat dalam beraktivitas.

Fase kecanduan terhadap penyalahgunaan NAPZA yang terus dibiarkan, bahkan dosisnya yang terus
meningkat, berpotensi menyebabkan kematian akibat overdosis. Overdosis ditandai dengan munculnya
gejala berupa:

Mual dan muntah.

Kesulitan bernapas.

Mengantuk.

Kulit dapat terasa dingin, berkeringat, atau panas.

Nyeri dada.

Penurunan kesadaran.

Anda mungkin juga menyukai