Penyaji :
PRILLY TRI TANIA
160100071
Pembimbing :
dr. SYAHRIL LUBIS, Sp.KK(K)
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.2 Tujuan........................................................................................................5
1.3 Manfaat......................................................................................................5
2.2 Dermatofitosis...........................................................................................6
2.2.3 Klasifikasi..................................................................................7
2.2.7 Pengobatan..............................................................................14
2.3 Nondermatofitosis...................................................................................16
2.3.7 Pengobatan..............................................................................21
2.3.8 Piedra.......................................................................................22
2.3.9.4 Pengobatan..........................................................................24
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Pitiriasis Rosea”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Kulit dan Kelamin, Rumah Sakit Putri Hijau, Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada dokter selaku pembimbing yang telah memberikan arahan
dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat
memberikan kontribusi positif dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan
dalam penulisan makalah selanjutnya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tinjauan kepustakaan ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai Pitiriasis
Rosea.
1.3 Manfaat
Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada
mahasiswa kedokteran dan praktisi kedokteran agar dapat mengenali dan
menegakkan diagnosis pada kasus Pitiriasis Rosea.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Dermatofitosis
2.2.1 Definisi Dermatofitosis
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat
tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku yang
disebabkan oleh golongan jamur dermatofita. Jamur ini dapat meninvasi seluruh
lapisan stratum korneum dan menghasilkan gejala melalui aktivasi respons imun
pejamu.
2.2.2 Etiologi Dermatofitosis
Dermatofita (berasal dari kata Yunani yang memiliki arti “tanaman
kulit”termasuk kedalam famili arthrodermataceae dan diperkirakan terdiri dari 40
spesies yang dibagi menjadi tiga genera : Epidermophyton, Microsporum, dan
Trichophyton. Di Amerika Serikat, spesies Trychophyton, seperti Trychophyton
rubrum dan Trychophyton interdigitale, merupakan spesies terisolasi yang paling
umum. Dermatofita dibagi lebih dalam berdasarkan habitat alaminya yaitu
manusia, binatang, atau tanah. Kemampuan dermatofita untuk terikat dan
menginvasi jaringan keratin pada binatang dan manusia serta memanfaatkan
produk degradasi untuk menjadi sumber nutrisi pada infeksi fungi superfisial di
kulit, rambut, dan kuku, dinamakan dermatofitosis.[ CITATION Aly94 \l 1057 ]
2.2.3 Klasifikasi
Klasifikasi yang paling sering dipakai oleh para spesialis kulit adalah
berdasarkan lokasi:
a. Tinea kapitis, tinea pada kulit dan rambut kepala
b. Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jengggot.
c. Tinea kruris, dermatofita pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan
kadang-kadang sampai perut bagian bawah.
d. Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.
e. Tinea unguium, tinea pada kuku kaki dan tangan.
f. Tinea facialis, tinea yang meliputi bagian wajah
g. Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk 5 bentuk
tinea diatas.
Selain 6 bentuk tinea di atas masih dikenal istilah yang mempunyai arti
khusus, yaitu:
a. Tinea imbrikata: dermatofitosis dengan susunan skuama yang kosentris dan
disebabkan oleh tricophyton concentricum.
b. Tinea favosa atau favus: dermatofitosis yang terutama disebabkan oleh
tricophyton schoenleini: secara klinis antara lain berbentuk skutula dan berbau
seperti tikus (mousy odor).
c. Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif dari
morfologinya.
d. Tinea incognito: dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena
telah diobati dengan steroid topical kuat.
2.3 Nondermatofitosis
2.3.1 Pitiriasis Versikolor
2.3.1.1 Definisi
Pitiriasis versicolor adalah infeksi jamur yang umum pada kulit, di mana
bercak-bercak muncul di dada dan punggung.
Istilah pitiriasis digunakan untuk menggambarkan kondisi kulit di mana
gambarannya tampak mirip dengan dedak. Pitiriasis versicolor kadang-kadang
disebut tinea versikolor, meskipun istilah tinea biasanya hanya digunakan untuk
infeksi jamur dermatofita.
2.3.1.2 Epidemiologi
Pitiriasis versicolor paling sering menyerang orang dewasa muda dan
sedikit lebih umum pada pria daripada wanita. Ini juga dapat mempengaruhi anak-
anak, remaja dan orang dewasa yang lebih tua.
Pitiriasis versicolor lebih sering terjadi di daerah beriklim panas dan
lembab daripada di daerah beriklim sejuk dan kering. Ini sering mempengaruhi
orang-orang yang banyak berkeringat. Ini bisa hilang di musim dingin dan
berulang setiap musim panas. Meskipun tidak dianggap menular dalam pengertian
konvensional, pitiriasis versikolor kadang mempengaruhi lebih dari satu anggota
keluarga.
2.3.1.3 Gejala Klinis
Pitiriasis versicolor mempengaruhi batang tubuh, leher, dan / atau lengan,
dan jarang terjadi pada bagian tubuh lainnya. Bercak mungkin berwarna cokelat
tembaga, lebih pucat dari kulit di sekitarnya, atau merah muda. Bercak pucat
mungkin lebih sering terjadi pada kulit yang lebih gelap; penampilan ini dikenal
sebagai pitiriasis versicolor alba. Kadang-kadang bercaknya bersisik dan berwarna
coklat, dan kemudian beralih ke tahap non-bersisik dan putih.
Pitiriasis versikolor biasanya tidak menunjukkan gejala, tetapi pada
beberapa orang agak gatal. Secara umum, bercak pucat atau gelap akibat pityriasis
versicolor cenderung lebih atau kurang rentan terhadap sengatan matahari
daripada kulit di sekitarnya.
2.3.1.4 Etiologi
Pitiriasis versicolor disebabkan oleh pertumbuhan miselium dari genus
Malassezia.
Malassezia adalah bagian dari mikrobiota (mikroorganisme yang ditemukan pada
kulit normal). Mereka tergantung pada lipid untuk bertahan hidup. Empat belas
spesies malassezia yang berbeda telah diidentifikasi. Spesies yang paling umum
dibudidayakan dari pityriasis versicolor adalah M globosa, M resta dan M
sympodialis.
Biasanya malassezia tumbuh jarang di daerah seboroik (kulit kepala, wajah
dan dada) tanpa menyebabkan ruam. Tidak diketahui mengapa mereka tumbuh
lebih aktif pada permukaan kulit pasien yang rentan terhadap pityriasis versicolor.
Satu teori mengimplikasikan jalur metabolisme yang bergantung pada triptofan.
Hifa menginduksi melanosom yang membesar (butiran pigmen) di dalam
melanosit basal dalam jenis pitiriasis versicolor coklat. Lebih mudah untuk
menunjukkan hifa dalam kerokan yang diambil dari jenis pitiriasis versicolor
dibandingkan dengan yang diambil dari jenis putih.
Jenis pitiriasis versicolor putih atau hipopigmentasi diduga disebabkan
oleh bahan kimia yang diproduksi oleh malassezia yang berdifusi ke dalam
epidermis dan merusak fungsi melanosit. Jenis pityriasis versicolor berwarna
merah muda agak meradang, karena dermatiits yang disebabkan oleh malassezia
atau metabolitnya. Pink pityriasis versikolor dan dermatitis seboroik dapat hidup
berdampingan, karena keduanya terkait dengan malassezia.
Pitiriasis versicolor yang hiperpigmentasi, hipopigmentasi, dan meradang
biasanya dipandang sebagai varian yang berbeda, tetapi kadang-kadang juga ada.
2.3.1.5 Diagnosis
Pityriasis versikolor biasanya didiagnosis secara klinis. Namun, tes berikut
mungkin bermanfaat.
a. Pemeriksaan lampu wood, fluoresensi kuning-hijau dapat diamati di
daerah yang terkena.
b. Mikroskopi menggunakan kalium hidroksida (KOH) untuk mengangkat
sel-sel kulit — hifa dan sel ragi yang menyerupai spageti dan bakso
diamati
c. Kultur jamur, ini biasanya dilaporkan negatif, karena cukup sulit untuk
membujuk ragi untuk tumbuh di laboratorium
d. Biopsi kulit, elemen jamur dapat dilihat di dalam sel luar kulit (stratum
corneum) pada histopatologi. Mungkin diperlukan pewarnaan khusus.
2.3.1.6 Pengobatan
Pityriasis versikolor ringan diobati dengan agen antijamur topikal.
a. Krim / sampo azole topikal (econazole, ketoconazole)
b. Selenium sulfida
c. Gel terbinafine
d. Krim / larutan ciclopirox
e. Solusi propilen glikol
f. Larutan natrium tiosulfat
Obat harus diterapkan secara luas ke semua daerah yang terkena sebelum tidur
selama kurang lebih antara 3 hari dan sekitar dua minggu, tergantung pada tingkat
ruam.
Agen antijamur oral, itrakonazol dan flukonazol, digunakan untuk
mengobati pityriasis versikolor ketika luas atau jika agen topikal telah gagal.
Terbinafine oral, agen antijamur yang digunakan untuk mengobati infeksi
dermatofita, tidak efektif untuk infeksi malassezia seperti pityriasis versicolor.
[ CITATION APr14 \l 1057 ]
2.3.2 Folikulitis Malassezia
2.3.2.1 Definisi
Folikulitis Malassezia (Pityrosporum) (FM) adalah erupsi mirip jerawat,
yang pertama kali ditemukan oleh Weary et al pada tahun 1969 dan diakui oleh
Potter pada tahun 1973 penyakit tertentu. Sering salah didiagnosis sebagai akne
vulgaris, mudah terlewatkan dan dengan demikian kemungkinan tidak
terdiagnosis. MF adalah kelainan jinak yang dihasilkan dari pertumbuhan berlebih
jamur Malassezia yang terdapat pada flora kulit normal, sekunder akibat oklusi
folikel atau gangguan flora kulit normal. Jamur terutama ditemukan dalam
infundibulum kelenjar sebaceous, karena tumbuh subur pada komposisi lipid
sebum.
2.3.2.2 Epidemiologi
Folikulitis Malassezia sering terjadi pada remaja, kemungkinan karena
peningkatan aktivitas kelenjar sebasea. Marcon et al menemukan bahwa frekuensi
dan kepadatan kolonisasi jamur berkaitan dengan usia dan aktivitas kelenjar
sebasea. Ini umumnya ditemukan pada orang yang tinggal di daerah beriklim
panas dan lembab, terutama mereka yang terkena keringat berlebih, dan
dilaporkan lebih umum pada pria.[ CITATION Ric14 \l 1057 ]
2.3.2.3 Etiologi
Jamur penyebabnya adalah spesies Malassezia yang merupakan flora
normal kulit, bersifak lipofilik, serupa dengan penyebab pitiriasi versikolor.
Dilaporkan bahwa spesies yang predominan ditemukan pada lesi adalah M.
globosa dan M. sympodialis, meskipun peneliti lain menemukan juga M. restricta.
Bila pada hospes terapat faktor predisposisi, spesies Malassezia tumbuh
berlebihan dalam folikel sehingga folikel pecah, menyebabkan reaksi peradangan
terhadap lemak bebas yang dihasilkan lipase jamut dan memberikan gambaran
klinis folikulitis.[ CITATION Men15 \l 1057 ]
2.3.2.4 Patofisiologi
Spesies malassezia merupakan penyebab pitirosporum folliculitis dengan
sifat dimorfik(berada dalam dua bentuk atau struktur yang berbeda), lipofilik
( membutuhkan asam lemak yang ada dalam kulit berminyak untuk berkembang
biak) dan komensal. Jamur Malassezia yang merupakan penyebab pitirosporum
folliculitis ini membutuhkan asam lemak bebas untuk bertahan hidup. Biasanya,
mereka ditemukan dalam stratum korneum dan folliculi pilar di daerah dengan
peningkatan aktivitas kelenjar sebaceous seperti dada dan punggung.
Bila pada hospes terdapat faktor predisposisi, maka spesies malassezia
akan tumbuh berlebihan dalam folikel, sehingga folikel dapat pecah. Dalam hal ini
reaksi peradangan terhadap produk, tercampur dengan asam lemak bebas yang
dihasilkan melalui aktifitas lipase. Perluasan folikel rambut mengarah ke letusan
putih pada kulit yang mengelilingi folikel rambut. Letusan ini juga dapat tampak
merah, ini tergantung pada cuaca. Ketika folikel banyak terinfeksi oleh jamur,
maka kulit akan tampak sebagai ruam putih atau merah. Pesatnya pertumbuhan
dan multiplikasi dari jamur di wilayah folikel rambut menyebabkan
pengembangan ruam pada kulit. Kulit membentuk patch gatal dan jerawatan.
2.3.2.5 Gambaran Klinis
Mallassezia folikulitis atau pitirosporum folliculitis memberikan keluhan
gatal pada tempat predeleksi, klinis morfologi terlihat papul dan pustul
perifolikuler, berukuran diameter 2-3mm, dengan peradangan minimal. Bentuknya
menyerupai jerawat, karena gatal maka akan timbul juga erupsi papular. Tempat
predeleksinya yaitu dada, punggung dan lengan atas,. Kadang-kadang terdapat di
leher dan jarang dimuka.
2.3.2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Diagnosis Pitirosporum folikulitis didasarkan pada kecurigaan klinis dari
presentasi klasik papulopustules pruritus dalam pola folikuler ditemukan di
punggung, dada, lengan atas, dan, terkadang leher. serta jarang hadir pada wajah.
Perbaikan atau pengobatan lesi dengan terapi empirik antimycotic mendukung
diagnosis klinis Pityrosporum folliculitis. Di bawah lampu Wood, fluoresensi biru
terang atau putih yang diamati pada folikel di lokasi lesi. Diagnosa dengan biopsi
juga dapat dilakukan, yang kemudian seperti penyakit jamur umumnya di gunakan
KOH 10%
Gambaran Histologis:
a. Dilated folikel rambut dengan sumbat keratin mengandung spora jamur
b. Intra-dan perifollicular inflamasi infiltrat terdiri dari neutrofil, limfosit dan
histiosit
c. Intra-dan perifollicular musin kolam Folikel rambut bisa pecah, menghasut
reaksi tubuh granulomatosa asing
Diagnosa banding atau penyakit yang mirip, meliputi:
a. Akne vulgaris (jerawat)
b. Folikulitis bakterial
c. Erupsi akne formis.
2.3.7 Pengobatan
Pengobatan dilakukan dengan mengunakan obat antijamur atau anti mikotik oral,
misalnya :
a. Ketokonazol 200 gr selama 2-4 minggu
b. Itrakonazol 200gr sehari selama 2 minggu
c. Flukonazol 150gr seminggu selama 2-4 minggu
d. Pengobatan dengan anti jamur topikal biasanya kurang efektif, walaupun
dapat menolong.
Jangan gunakan antibiotik. Dalam beberapa kasus, penggunaan antibiotik
untuk melawan infeksi dapat menyebabkan pitirosporu folliculitis. Hal ini terjadi
karena antibiotik dapat mengganggu keseimbangan alami jamur dan bakteri yang
hadir pada kulit, menyebabkan jamur tumbuh di luar kendali. Dalam kasus ini,
Anda dapat mengobati folikulitis Pityrosporum dengan menghentikan pengobatan
antibiotik.[ CITATION Ric14 \l 1057 ]
2.3.8 Piedra
2.3.8.1 Definisi Piedra
Piedra, yang berarti "batu" dalam bahasa Spanyol, adalah infeksi jamur
superfisial asimptomatik pada batang rambut. Pada tahun 1865, Beigel pertama
kali mendeskripsikan piedra di The Human Hair: Struktur, Pertumbuhan,
Penyakit, dan Perlakuannya; meskipun, ia mungkin menggambarkan infeksi
Aspergillus.
Pada tahun 1911, Horta mengklasifikasikan piedra menjadi dua jenis.
Yang pertama adalah piedra hitam, yang disebabkan oleh Piedraia hortae. Yang
kedua adalah piedra putih. Agen etiologi piedra putih, awalnya bernama
Pleurococcus beigelii dan kemudian Trichosporon beigelii, sekarang disebut
Trichosporon asahii dan 5 spesies lainnya: Trichosporon ovoides, Trichosporon
inkin, Trichosporon mucoides, Trichosporon asteroides, dan Trichosporon
cutanum. Keenam organisme ini semuanya adalah agen penyebab piedra putih. T
asahii dianggap terkait paling dekat dengan piedra putih, meskipun beberapa
pihak berwenang meyakini bahwa T ovoides adalah agen utama piedra putih pada
kulit kepala. Penggunaan istilah T beigelli harus dihindari.[ CITATION Rob19 \l
1057 ]
2.3.8.2 Etiopatogenesis
Piedraia hortae, penyebab piedra hitam, ditemukan di tanah dan air
tergenang. Penyebab piedra putih, Trichosporon, dapat ditemmukan baik di tanah,
udara, air, tumubuhan, dan permukaan kulit. Faktor lebersihan memegang peran
pada terjadinya infeksi. Jamur penyebab masuk ke kutikula rambut, tumbuh
mengelilingi rambut membentuk benjolan-benjolan, dan dapat menimbulkan
ruptur atau trikoreksis dan patah rambut. Transmisi dari orang ke orang jarang
meskipun piedra putih dilaporkan beerhubungan dengan transmisi seksual.
[ CITATION Men15 \l 1057 ]
2.3.8.3 Gejala Klinis
Piedra hanya menyerang rambut kepala, janggut dan kumis tanpa memberi
keluhan. Krusta melekat erat sekali pada rambut yang terserang. Ukurannya dapat
sangat kecil sampai besar. Benjolan yang besar dapat mudah dilihat, diraba dan
teraba kasar bila rambut diraba dengan jari. Jika rambut disisir, maka akan
terdengar suara metal (klik). Piedra hitam menyerang rambut kepala di bawah
kutikel, kemudian membengkak dan pecah untuk menyebar di sekitar rambut
(shaft) dan membentuk benjolan tengguli dan hitam. Piedra ini ditemukan di
daerah iklim tropis.Piedra putih menyerang janggut dan kumis. Benjolan berwarna
coklat muda dan tidak begitu melekat pada rambut.
2.3.8.4 Diagnosis
Piedra hitam : hasil KOH menunjukkan benjolan berukuran macam-
macam dan terpisah satu dengan yang lain. Benjolan berwarna tengguli hitam ini
terdiri dari hifa bersputum, teranyam padat dan di antaranya terdapat askus-askus.
Dalam askus terdapat 4-8 askospora.
Piedra putih : hasil KOH menunjukkan benjolan tidak begitu terpisah satu dengan
yang lainnya. Anyaman hifa mengelilingi rambut seperti selubung. Benjolan lebih
mudah lepas dari rambut dan berwarna kehijau-hijauan yang transparan.
2.3.8.5 Pengobatan
Memotong rambut yang terkena infeksi atau mencuci rambut dengan
larutan sublimat 1/2000 setia hari. Obat anti jamur yang konvensional juga dapat
dipakai.[ CITATION Men15 \l 1057 ]
[6] A. A. Oakley, “DermNet NZ,” Derm Net NZ, September 2914. [Online].
Available: https://www.dermnetnz.org/topics/pityriasis-versicolor/. [Diakses
23 Ferbruari 2020].