Anda di halaman 1dari 22

KEBIJAKAN SOCRATES

(Gnoti Seauton, Maieutica-Technic)

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas dalam Mata Kuliah
Filsafat Umum
Dipresentasikan pada tanggal 22 Maret 2021
Program Studi Pendidikan Agama Islam Semester II (Dua)
Tahun Akademik 2020/2021
Dosen:
H. Hoerul Umam, M.M.

Oleh:
1. Afifah Fauzi Lestari NIM: 21030802200009
2. Alis Nuralisa NIM: 21030802200019
3. M. Farizal Alamsyah NIM: 21030802200036
4. Niva Yasa Arpisah NIM: 21030802200039

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
Bandung
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah awj karena telah memberikan kesempatan


pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas H. Hoerul Umam, M.M.
pada mata kuliah Filsafat Umum Universitas Islam Nusantara. Selain itu,
penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang Filsafat pra-Socratic.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada H. Hoerul
Umam, M.M. selaku Dosen mata kuliah Filsafat Umum. Tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang
ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak
yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Bandung, Maret 2021

Penulis

i
Daftar Isi
KATA PENGANTAR........................................................................................................................i
BAB I................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................................3
A. Latar Belakang......................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.................................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan...................................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...........................................................................................................................5
A. Dunia bayang-bayang: The story of the caveman..................................................................5
B. Metode Socratie : Gnoti Seauton, meieutica-technic, dan dialektica.....................................7
1.Gnoti Seauton........................................................................................................................7
2.Maieutica-tachnic..................................................................................................................8
3.Dialektica...............................................................................................................................9
C. Kebenaran Universal...........................................................................................................15
BAB III...........................................................................................................................................19
PENUTUP.......................................................................................................................................19
A. KESIMPULAN...................................................................................................................19
B. SARAN...............................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam menghadapi seluruh kenyataan dalam hidupnya, manusia
senantiasa terkagum atas apa yang dilihatnya. Manusia ragu-ragu
apakah ia tidak ditipu oleh panca-indranya, dan mulai menyadari
keterbatasannya. Dalam situasi itu banyak yang berpaling kepada
agama atau kepercayaan ilahiah.
Tetapi sudah sejak awal sejarah, ternyata sikap iman penuh
takwa itu tidak menahan manusia menggunakan akal budi dan
pikirannya untuk mencari tahu apa sebenarnya yang ada dibalik segala
kenyataan (realitas) itu. Proses mencari tahu itu menghasilkan
kesadaran, yang disebut pencerahan. Jika proses itu memiliki ciri-ciri
metodis, sistematis, dan koheren, dan cara mendapatkannya dapat
dipertanggung jawabkannya, makalah lahirlah ilmu pengetahuan.
Jauh sebelum manusia menemukan dan menetapkan apa yang
sekarang ini kita sebut sesuatu sebagai suatu disiplin ilmu sebagaimana
kita mengenal ilmu kedokteran, fisika, matematika, dan lain
sebagainya. Umat manusia lebih dulu memikirkan dengan bertanya
berbagai hakikat apa yang mereka lihat. Dan jawaban mereka itulah
yang nanti akan kita sebut sebagai sebuah jawaban filsafati.
Kegiatan manusia yang memiliki tingkat tertinggi adalah filsafat
yang merupakan pengetahuan benar mengenai hakikat segala yang ada
sejauh mungkin bagi manusia. Bagian filsafat yang paling mulia adalah
filsafat pertama, yaitu pengetahuan kebenaran pertama yang merupakan
sebab dari segala kebenaran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Dunia Bayang-bayang?
2. Apa maksud kebijakan Socrates yang disebut dengan Gnoti Seauton,
Maieutica Technic, dan Dialektika ?
3. Apa yang dimaksud dengan Kebenaran Universal ?

3
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang Dunia Bayang-bayang;
2. Untuk mengetahui kebijakan socrates yang disebut dengan Gnoti
Seauton, Maieutica Technic, dan Dialektika;dan
3. Untuk mengetahui tentang kebenaran universal.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Dunia bayang-bayang: The story of the caveman

Seseorang yang suka merenung pasti pernah memikirkan tentang


makna hidupnya. Misalnya pertanyaan ini: Apakah tujuan hidup itu?
”atau“ Untuk apa aku peroleh dan mempunyai ilmu pengetahuan?”.
Khusus tentang fungsi Kongkrit filsafat dan ilmu pengetahuan, yang
mengkhususkan diri ke dunia ide pemikiran dipandang tidak banyak
memberikan jawaban nyata atas persoalan kehidupan, hanya melayang-
layang di awang-awang. Benarkah demikian?. Tentu saja banyak sekali
variasi jawaban dari dua peryataan di atas, tergantung latar belakang
kehidupan dan pendidikan serta pandangan dunianya.

Pada masa yunani kuno, pertanyaan-pertanyaan itu berusaha dijawab


oleh Socrates. Socrates mengajarkan bahwa kebajikan adalah hal yang
paling berharga diantara semua yang dimilik seseorang, bahwa kebenaran
terletak di luar ” bayang-bayang” pengalaman kita sehari-hari. Ungkapan
Socrates yang sangat terkenal adalah "kenalilah dirimu sendiri". Manusia
adalah makhluk yang terus-menerus mencari dirinya sendiri dan yang
setiap saat harus menguji dan mengkaji secara cermat kondisi-kondisi
eksistensinya. Socrates berkata dalam Apologia, "Hidup yang tidak
dikaji" adalah hidup yang tidak layak untuk dihidupi.

Bagi Socrates, manusia adalah makhluk yang bila disoroti pertanyaan


yang rasional dapat menjawab secara rasional pula. Menurut Socrates,
hakekat manusia tidak ditentukan oleh tambahan-tambahan dari luar, ia
semata-mata tergantung pada penilaian diri atau pada nilai yang diberikan
kepada dirinya sendiri. Semua hal yang ditambahkan dari luar kepada

5
manusia adalah kosong dan hampa. Kekayaan, pangkat, kemasyhuran dan
bahkan kesehatan atau kepandaian semuanya tidak pokok (adiaphoron).
Satu-satunya persoalan adalah kecendrungan sikap terdalam pada hati
manusia. Hati nurani merupakan "hal yang tidak dapat memperburuk diri
manusia, tidak dapat juga melukainya baik dari luar maupun dari dalam".

Tabiat Socrates tercermin dalam hal dunia bayang-bayang


pernyataannya sebagai berikut: “Padang rumput dan pohon kayu tak
memberi pelajaran apapun kepadaku, manusia ada. Ia memerhatikan yang
baik dan buruk yang terpuji dan tercela. Suatu saat ia didapati ditanah
lapang dimana banyak orang berkumpul, tidak lama ia berada dipasar. Ia
berbicara dengan semua orang, menanyakan apa yang dibuatnya, ia ingin
mengetahui sesuatu dari orang yang mengerjakan sesuatu ia selalu
bertanya tentang pertukangannya. Ia bertanya kepada pelukis tentang apa
yang dikatakan indah, kepada prajurit atau ahli perang, ia tanyakan apa
yang dikatakan berani, kepada ahli politik ditanyakannya berbagai hal
yang biasa dipersoalkan mereka dengan jalan bertanya itu, ia memaksa
orang yang ia tanya supaya memperhatikan apa yang ia tahu dan hingga
disisi mana tahunya pertanyaan itu mulanya mudah dan sederhana setiap
jawaban disusul dengan pertanyaan baru yang lebih mendalam dari
pertanyaan biasa, lalu membawanya kepada pertanyaan-pertanyaan lebih
lanjut. (Atang Abdul Hakim:2008:181).

Dalam ilmu pengetahuan modern sekarang “Dunia bayang-bayang:


the story of the caveman” terutama dalam psikologi disebut Abstrak
Thingking (berpikir abstrak) sebagai bentuk daya imajinasi sesorang
untuk mendesain sebuah temuan atau gagasan terhadap sesuatu. “Dunia
bayang bayang” atau berpikir abstrak diperlukan bagi manusia untuk
mendefinsikan sesuatu hal demi kemajuan dan kesejahteraan kehidupan

6
manusia dan dunia bayang-bayang (abstrak thingking) sebagai landasan
awal bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

B. Metode Socratie : Gnoti Seauton, meieutica-technic, dan dialektica

1. Gnoti Seauton

Menurut Socrates, manusia, dengan pikiran atau pengetahuannya,


seolah melangkah maju dari upaya menyingkap misteri satu menuju
misteri-misteri lain yang kian mekar, di dalam hidupnya. Manusia,
dengan pikiran atau pengetahuannya, seolah bergerak dari satu
ketidaktahuan menuju ketidaktahuan baru dalam hidupnya. Kenyataan
itulah yang membuat ilmu pengetahuan makin terus berkembang di
dalam tatanan filosofi, agar mampu memburu dan membunuh naga-
naga ketidaktahuan dan kejahatan baru (kejahatan profesional) yang
bertumbuh berbarengan dengan perkembangan pikiran, pengetahuan,
dan keilmuwan manusia.

Gnotie Seauton, dalam hal ini, menunjukkan sebuah kepentingan


kemanusiaan yang bersifat fundamental dalam hal memahami dan
mengerjakan pikiran, yang merupakan salah satu ciri keberadaan yang
khas manusia itu. Intinya pada analisis diri dan pemahaman diri untuk
mencapai pengetahuan dan tingkah laku yang lebih baik. Manusia,
melalui pengetahuannya itu, memperoleh kekuatan, tanggung jawab,
kesadaran batin, kematangan , pemikiran atau intelektual dan rasa
percaya diri untuk membangun dirinya sebagai makhluk beradab yang
makin matang (dewasa), tahu diri, dan berendah hati. Manusia,
disamping membutuhkan kerendahan hati, juga membutuhkan
kesabaran, ketekunan, dan keteguhan batin untuk menegur dan

7
mendididk diri. Ia butuh kedisiplinan, tanggung jawab, dan optimis
hidup didalam mengejar pengetahuan atau kearifan yang dimaksud.
Filsafat, hendak menunjukkan manusia bukan hanya bertugas mengisi
“ingin tahu-nya dengan pikiran dan keterampilan-keterampilan
teknologis (praktis operasional yang sempit atau terbatas). Justru
sebaliknya, filsafat ingin melampauinya dan menempatkkan perjuangan
manusia yang berpengatahuan itu pada ini pergumulan dan tugas
memanusiakan manusia sebagai manusia beradab dan berbudaya
didalam keutuhan eksistensinya. Manusia, secara eksistensial
“multidimensi”, dan karenanya, pengembangan pikiran dan
pengetahuannya pun, hendaknya merupakan sebuah tugas eksistensial
yang utuh dalam keberbagaian dimensinya itu.
2. Maieutica-tachnic

Pandangan Socrates yang terpenting adalah bahwa pada diri setiap


manusia terpendam jawab mengenai berbagai persoalan dalam dunia
nyata. Karena itu setiap orang sesungguhnya bisa menjawab semua
persoalan yang dihadapinya. Masalahnya adalah pada orang-orang itu,
kebanyakan mereka tidak menyadari bahwa dalam dirinya terpendam
jawaban-jawaban bagi persoalan-persoalan yang dihadapinya. Karena
itu menurut Socrates, perlu ada orang lain yang ikut mendorong
mengeluarkan ide-ide atau jawaban yang masih terpendam. dengan
perkataan lain perlu semacam bidan untuk membantu kelahiran sang
ide dari dalam kalbu manusia. Maka pekerjaan Socrates sehari-hari
adalah berjalan-jalan di tengah kota, berkeliling di pasar-pasar untuk
berbicara dengan semua orang yang dijumpai untuk menggali jawaban-
jawaban terpendam mengenai berbagai persoalan. Dengan metode
tanya jawab yang disebut metode Socrates ini akan timbul pengertian
yang disebut “maieutics” (menarik keluar seperti yang dilakukan

8
bidan). Pengertian tetang diri sendiri ini menurut Socrates sangat
penting buat tiap-tiap manusia adalah kewajiban setiap orang untuk
mengetahui dirinya sendiri terlebih dahulu kalau ia ingin mengerti
tentang hal-hal lain diluar dirinya. Ia mempunyai semboyan “belajar
yang sesungguhnya pada manusia adalah belajar tentang manusia”
3. Dialektica

a. Pengertian dialektika

Dialektika adalah Ilmu Pengetahuan tentang hukum yang paling


umum yang mengatur perkembangan alam, masyarakat dan
pemikiran. Sedangkan metode dialektis berarti investigasi dan
interaksi dengan alam, masyarakat dan pemikiran. Pengertian
dialektika menurut Aristoteles dalam buku Cecep Sumarna
(2006:132) adalah “Menyelidiki argumentasi-argumentasi yang
bertitik tolak dari hipotesa atau putusan yang tidak pasti
kebenarannya” Cecep Sumarna (2006 : 132). Pada dasarnya menurut
K. Bertens (1989:137-138) logika dimaknai sebagai seni berdebat
dan muncul pada era Zeno da Citium. (Cecep Sumarna, 2006: 131).
Logika pada masa Aritoteles belum dikenal namun, logika pada masa
ini sering disebut dengan analitik dan istilah lainnya adalah
dialektika.

Metode dialektika – dialog dari Socrates merupakan metode atau


cara memahami suatu dengan melakukan dialog. Dialog berarti
komunikasi dua arah, ada seseorang berbicara dan ada seseorang lain
yang mendengarkan. Dalam pembicaraan yang terus menerus dan
mendalam diharapkan orang dapat menyelesaikan probelem yang
ada. Ada proses pemikiran seseorang yang mengalami
perkembangan karena mempertemukan ide yang satu dengan ide

9
yang lain antara orang yang berdialog. Tujuannya mengembangkan
cara berargumentasi agar posisi yang bersifat dua arah dapat
diketahui dan diharapkan satu sama lain. Metode dialektika menurut
Hegel adalah suatu metode atau cara memahami dan memecahkan
persoalan atau problem berdasarkan tiga elemen yaitu tesa, antitesa
dan sintesa. Tesa adalah suatu persoalan atau problem tertentu,
sedangkan antitesa adalah suatu reaksi, tanggapan, ataupun komentar
kritis terhadap tesa (argumen dari tesa). Dari dua elemen tersebut
diharapkan akan muncul sintesa, yaitu suatu kesimpulan. Metode ini
bertujuan untuk mengembangkan proses berfikir yang dinamis dan
memecahkan persoalan yang muncul karena adanya argumen yang
kontradiktif atau berhadapan sehingga dicapai kesepakatan yang
rasional (Irmayanti, M Budianto, 2002:14 dalam Joko Suwarno).

Dialektika tumbuh dari logika formal di dalam perkembangan


sejarah. Logika formal adalah sistem pengetahuan ilmiah besar
pertama dari proses pemikiran. Adalah puncak karya filosofis dari
Yunani Kuno, mahkota kejayaan pemikiran bangsa Yunani. Pemikir-
pemikir Yunani awal membuat banyak penemuan penting tentang
alam dari proses berpikir dan hasil-hasilnya. Pesintesa pemikiran
Yunani, Aristoteles, mengumpulkan, mengklasifikasikan,
mengkritik, mensistematiskan hasil-hasil positif dari pemikiran
tentang pikiran, dan lalu menciptakan logika formal. Euclides
melakukan hal yang sama untuk geometri dasar. Archimedes untuk
mekanik dasar. Ptolomeus dari Alexandria kemudian untuk
astronomi dan geografi. Untuk mendapat pengetahuan yang
dikemukakan benar atau logis ada tiga faktor yang diperhatikan yaitu
memiliki pengetahuan (menguasai masalah), mengambil keputusan
(menyampaikan pikiran dengan lancar), memberi pembuktian
10
(argumentasi atas pendapat). Ketiga faktor diatas merupakan bagian
dari filsafat yang disebut logika formal atau berpikir logik. Logika
formal disebut juga logika minor atau dialektika.

b. Dialektika materialisme
Dialektika dimulai dengan materialisme, oleh karenanya, sangat
tidak mungkin untuk mengerti dialektika tanpa mengerti dulu
pandangan materialis. Dan tidak mungkin untuk mengerti cara
berfungsi suatu materi tanpa mengerti dialektika. Dan tanpa
dialektika, materialisme tidak dapat menerangkan dunia realis yang
tidak idealis. Dialektika menjelaskan alam suatu materi (benda).
Khususnya mempelajari fenomena akan 'pergerakan' dan 'interelasi'
mereka, bukannya keterasingan dan kestatisannya. 'Pergerakan' dan
'interrelasi' (saling berhubungan) adalah dua prinsip paling general
dari dialektika. Konsep 'interelasi' adalah prinsip paling umum untuk
menerangkan tentang perkembangan dan fungsi suatu materi. Bahwa
sifat saling bergantungan adalah bentuk universal dari semua
kenyataan. Semua yang nampak di dunia ini merupakan rangkaian
dari satu materi. Misalnya, perbedaan fenomena alam atau sosial,
saling bergantung dengan perbedaan alam atau masyarakatnya.

Baru pada abad 19, seorang filsuf Jerman, Hegel, Berhasil


menemukan semua hukum dasar dialektika, dengan studinya tentang
Logika. Dan dipakainya untuk menyerang metode Metafisik dan
kaum borjuis dan feodal. Metafisik dapat digunakan sebagai studi
atau pemikiran tentang sifat tertinggi atau terdalam (ultimate nature)

11
dari keadaan atau kenyataan yang tampak nyata dan variatif. Melalui
pengkajian dan penghayatan terhadap metafisika, manusia akan
dituntun pada jalan dan penumbuhan moralitas hidup. Oleh karena
itu tidak salah jika K. Bertens (1975:154) menyebut metafisika
sebagai kebijaksanaan (Sophia) tertinggi (Cecep Sumarna, 2006:64-
65). Yaitu tentang perubahan hukum kwantitatif menjadi kwalitatif,
hukum kontradiksi sebagai motif prinsip untuk semua perkembangan
dan hukum spiral, yang menangkap semua arah maju dari proses
sejarah dunia. Menurut Engels, tentang penemuan Hegel: “untuk
pertama kali di seluruh dunia, alam, sejarah, intelektual, dinyatakan
sebagai proses, misalnya, seperti dalam gerakan, perubahan,
transformasi, perkembangan yang konstan dan kecenderungan untuk
dibuat untuk menemukan hubungan internal yang membentuk
keseluruhan gerakan dan perkembangan yang berkesinambungan.”
(Engels, anti-Duhring, p. 37-38) sebenarnya Hegel seorang Idealis,
dan tidak pernah mengungkapkan ini secara eksplisit. Dia percaya
bahwa dasar pergerakan dan interelasi adalah konsep pikiran (mind),
yang pada akhirnya menjadi gerakan perkembangan alam dan
masyarakat. Tapi ide ini justru akhirnya bertentangan dengan
pandangan idealis. Yang pada akhirnya, dipakai oleh Marx dan
Engels untuk membangun dasar metode dialektika dan fondasi
materialis. Marx dan Engels mampu mengkritik Metode dialektis
Hegel. Mereka menunjukkan bahwa hukum dialektik pertama-tama
beroperasi dalam alam, termasuk masyarakat, lalu kemudian pikiran
manusia sebagai refleksi akan realitas material. Engels
menyimpulkan : "Tidak akan ada pertanyaan lagi tentang
pembangunan hukum-hukum dialektik kedalam alam (seperti yang
dilakukan Hegel), tapi adalah penemuan mereka didalam alam dan

12
keterlibatan mereka dari alam". Maka metode dialektis dari Marx
dan Engels disebut Dialektis 'Materialis'. Marx berpendapat bahwa
dialektika merujuk pada pertentangan, kontadiksi, anagonism, atau
konflik antara tesis dengan antitesis yang kemudian melahirkan
sintesis. Pandangan Karl Marx hampir sama dengan Hegel,
perbedaannya bahwa proses dialektis itu terjadi bukan di dunia
gagasan atau ide melainkan di dunia material.

c. Ciri Dialektika Material


 Perubahan Kuantitatif Ke Perubahan  Kualitatif
Hukum umum Dialektika yang kedua ini menyatakan, bahwa
proses perkembangan dunia material atau dunia kenyataan
objektip terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah perubahan
kuantitatif yang berlangsung secara perlahan, berangsur atau
evolusioner. Kemudian meningkat ketahap kedua, yaitu
perubahan kualitatif yang berlangsung dengan cepat, mendadak
dalam bentuk lompatan dari satu keadaan ke keadaan lain, atau
revolusioner. Perubahan kuantitatif dan perubahan kualitatif
merupakan dua macam bentuk dasar dari segala perubahan.
Segala perubahan yang terjadi dalam dunia kenyataan objektif itu
kalau bukan dalam bentuk perubahan kuantitatif, maka dalam
bentuk kualitatif.
 Materialisme Dialektika
Berbarengan dengan cara pandang materialis dan pengetahuan
ilmiah bergerak maju dan menjadi penting pada waktu
kebangkitan kapitalisme (abad 17 dan 18). Materialisme
mengambil bentuk Materialisme mekanis. Yakni bahwa alam

13
dan masyarakat dilihat sebagai sebuah mesin raksasa dimana
bagian-bagiannya bekerja secara mekanis. Pandangan ini
memudahkan orang memahami bagian-bagian dari suatu hal dan
bagaimana mereka bekerja, tetapi hal ini tidak mampu
menjelaskan asal-usul perkembangan suatu hal.

d. Kegunaan dialektika

Plato terkesan sangat idealistik dan meyakini sejatinya


esksistensi berada diluar aspek fisik. Sementara bagi muridnya,
Aristoteles sejatinya eksistensi itu melekat pada sesuatu yang fisik.
Bagi Plato kebenaran yang ditangkap oleh pancaindera dan
dibenarkan secara rasional oleh rasio, tidak lebih dari jarak sebuah
bayang-bayang yang bukan saja memiliki nilai jarak dengan
sejatinya kebenaran, tetapi bahkan bukan kebenaran itu sendiri.
(Cecep Sumarna, 2006:11-12)

Dialektika antara Plato dan Aristoteles, penting untuk disebut


sebagai pendorong lahirnya ilmu di Yunani, sebab melalui dialektika
ini, ilmu bukan saja menjadi lebih dinamis, tetapi juga dari setiap
wacana dialektik, pasti akan menghasilkan sesuatu yang baru. Sifat
ini pula dalam perkembangannya akan melahirkan wacana keilmuan.
Tinggi rendahnya dialektika keilmuan dalam suatu negara, akan
berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kemungkinan suatu negara
yang dimaksud dalam melahirkan dan mengembangkan ilmu
pengetahuan. (Cecep Sumarna 2006:12)

“Georg Wilhelm Friederich Hegel menggunakan metode


dialektis yang berupaya memahami realitas dengan mengikuti
gerakan pikiran atau konsep asal berpangkal pada pemikiran yang
14
benar sehingga pemahaman akan dibawa oleh dinamika pikiran itu
sendiri” (Hakim, A.A. & Saebani, B.A. 2008: 38). Pemikiran Hegel
yang senantiasa berdialektika terhadap realitas dan memandang
adanya realitas mutlak atau roh mutlak atau idealisme mutlak dalam
kehidupan, sangat mempengaruhi dalam memandang sejarah secara
global. Hal itu terbukti saat dialektikanya mampu memasukkan
pertentangan di dalam sejarah. Pada dasarnya dialektika digunakan
untuk mencari kebenaran dalam teori Socrates maupun Aristoteles.
Namun dalam perkembangannya dialektika digunakan oleh Hegel
untuk menentang ajaran metafisika. Ajaran Hegel kemudian
ditentang oleh Marx dan melahirkan dialektika materialisme.

e. Pentingnya dialektika

Dialektika digunakan untuk mencari kebenaran melalui diskusi


atau tanya jawab. Dialektika berguna sebagai pemerdalam dalam
memahami masalah dan dalam pemecahan masalah. Dialektika
menghasilkan pemikiran-pemikiran baru berdasarkan penambahan-
penambahan dialog. Dari yang tidak tahu menjadi tahu. Dari yang
belum mengerti menjadi mengerti.

C. Kebenaran Universal

Sebagaimana para Sofis, Socrates pun berbalik dari filsafat alam.


Sebagaimana juga para Sofis, Socrates pun memilih manusia sebagai
objek penyelidikannya dan ia memandang manusia lebih kurang dari segi
yang sama seperti mereka: sebagai makhluk yang mengenal, yang harus
mengatur tingkah lakunya sendiri dan yang hidup dalam masyarakat.
15
Sebagaimana para Sofis, Socrates pun memulai filsafatnya dengan bertitik
tolak dari pengalaman sehari-hari dan dari kehidupan yang konkret.
Tetapi ada satu perbedaan yang penting sekali antara Socrates dan kaum
Sofis, yaitu Socrates tidak menyetujui relativisme yang dianut oleh kaum
Sofis. Menurut Socrates ada kebenaran objektif, yang tidak tergantung
pada saya atau pada kita. Akan tetapi, sebaiknya kita tidak memandang
keyakinan Socrates itu dari sudut “kebenaran” saja. Kebenaran tidak
diperoleh begitu saja sebagai ayam panggang terlompat kedalam mulut
yang ternganga, melainkan dicari dengan perjuangan seperti memperoleh
segala barang yang tertinggi nilainya. Socrates memandang akan adanya
kebenaran objektif, yang tidak bergantung pada saya (individu) atau kita
(kelompok). Dalam pembuktian hal ini Socrates menggunakan beberapa
metode. Metode tersebut bersifat praktis dan dijalankan melalui
percakapan-percakapan atau disebut juga dengan dialog yang kemudian
dianalisis.

Metode ini dianggap memiliki peranan penting dalam menggali


kebenaran objektif. Contoh, ketika Ia ingin menemukan makna adil, dia
bertanya kepada pedagang, prajurit, penguasa dan guru. Dari semua
penjelasan yang diberikan oleh lapisan masyarakat itu dapat ditarik
sebuah benang merah yang bersifat universal tentang keadilan, dari sinilah
menurut Socrates kebenaran universal ditemukan. Atau menghasilkan
jawaban pertama (hipotesis pertama). Jika jawaban pertama menghasilkan
konsekuensi yang mustahil maka hipotesis itu diganti dengan hipotesis
lain dan begitulah selanjutnya. Dan diskusi itu biasanya berakhir dengan
aporia (kebingungan) dan terkadang juga menghasilkan suatu defenisi
yang dianggap berguna. Dan metode ini disebut dialektika (dialog), yang
berasal dari bahasa yunani yakni dialeghesthai.

16
Orang sofis berpendapat bahwa semua pengetahuan adalah relatif
keadaannya. Yang benar ialah pengetahuan yang umum ada dan
pengetahuan yang khusus ada. Dan pengetahuan yang khusus itulah yang
relatif. Mari kita ambil contoh ini: Apakah kursi itu? Kita menemukan
kursi hakim, ada tempat duduk dan sandaran, kakinya empat, dari bahan
jati; kita lihat kursi malas, ada tempat duduk dan sandaran, kakinya dua,
dari rotan; kita lihat kursi makan, ada tempat duduk dan sandaran, kakinya
tiga, dari besi; bagitulah seterusnya. Jadi ada dua hal yang selalu ada pada
tiap kursi tempat duduk dan sandaran. Maka semua orang sepakat bahwa
kursi adalah suatu benda yang memiliki tempat duduk dan sandaran. Ciri-
ciri yang lain tidak dimiliki oleh semua kursi tadi, berarti ini merupakan
kebenaran yang objektif-umum, tidak subjektif-relatif.

Mengenai kaki, bahan merupakan kebenaran yang relatif. Jadi,


memang ada pengetahuan yang umum, itulah defenisi. Dengan
mengajukan defenisi Socratres tersebut mengakibatkan berhentinya laju
dominasi relatifisme kaum sofis. Sehingga pengikut Socrates menjadi
lebih dominan dibandingkan pengikut kaum sofis. Plato memperkokoh
tesis socrates itu dengan mengatakan bahwa kebenaran umum itu telah
ada di alam idea tanpa harus melakukan induksi. Gerakan pendidikan
yang dilakukan oleh Socrates yang dikenal dengan Metode Socratic:
gnotiseauton, maieutica-technic, dan dialektika.

Socrates menyumbangkan teknik kebidanan (maieutika tekhnic) dalam


berfilsafat. Bertolak dari pengalaman konkrit, melalui dialog seseorang
diajak Socrates (sebagai sang bidan) untuk "melahirkan" pengetahuan
akan kebenaran yang dikandung dalam batin orang itu. Dengan demikian
Socrates meletakkan dasar bagi pendekatan deduktif. Pemikiran Socrates
dibukukan oleh Plato, muridnya. Hidup pada masa yang sama dengan

17
mereka yang menamakan diri sebagai "sophis" ("yang bijaksana dan
berapengetahuan"), Socrates lebih berminat pada masalah manusia dan
tempatnya dalam masyarakat, dan bukan pada kekuatan-kekuatan yang
ada dibalik alam raya ini (para dewa-dewi mitologi Yunani).

Seperti diungkapkan oleh Cicero kemudian, Socrates "menurunkan


filsafat dari langit, mengantarkannya ke kota-kota, memperkenalkannya
ke rumah-rumah". Karena itu dia didakwa "memperkenalkan dewa-dewi
baru, dan merusak kaum muda" dan dibawa ke pengadilan kota Athena.
Dengan mayoritas tipis, juri 500 orang menyatakan ia bersalah. Ia
sesungguhnya dapat menyelamatkan nyawanya dengan meninggalkan
kota Athena, namun setia pada hati nuraninya ia memilih meminum racun
cemara di hadapan banyak orang untuk mengakhiri hidupnya.

Socrates mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sengaja dimaksud


untuk membingungkan orang-orang itu. Karena jawaban-jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan itu menjadi saling bertentangan, sehingga para
penjawab ditertawakan orang banyak. Metode ini oleh Socrates disebut
metode ironi (eironeia). Segi positif dari metode ini terletak dalam
usahanya untuk mengupas kebenaran dari kulit “pengetahuan semu”
orang-orang itu.

Cara pengajaran Socrates pada umumnya disebut dialektika, karena di


dalam pengajaran itu dialog memegang peranan penting. Sebutan yang
lain ialah maieutika, dan dari metode pengajaran inilah melahirkan
filosuf-filosuf terkenal Yunani dikemudian hari yang salah satunya adalah
Plato.

18
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Socrates adalah sorang filsuf Yunani yang hidup pada tahun 469-399
sebelum Masehi. Ia memiliki pendapat bahwa membangkitkan dalam
19
diri manusia rasa cinta akan kebenaran dan kebaikan (Philosophia) yang
membantu manusia berpikir dan hidup lurus. Socrates memiliki dua
kebijakan, yaitu Gnotie-Seauton atau kenalilah dirimu dan Maieutica-
Technic atau seni kebidanan.
Gnotie-Seauton, dalam hal ini, menunjukkan sebuah kepentingan
kemanusiaan yang bersifat fundamental dalam hal memahami dan
mengerjakan pikiran, yang merupakan salah satu ciri keberadaan yang
khas manusia itu. Intinya pada analisis diri dan pemahaman diri untuk
mencapai pengetahuan dan tingkah laku yang lebih baik.
Maieutica-Technic, dalam pemikiran Socrates adalah bahwa pada diri
setiap manusia terpendam jawab mengenai berbagai persoalan dalam
dunia nyata. Karena itu setiap orang sesungguhnya bisa menjawab
semua persoalan yang dihadapinya. Masalahnya adalah pada orang-
orang itu, kebanyakan mereka tidak menyadari bahwa dalam dirinya
terpendam jawaban-jawaban bagi persoalan-persoalan yang dihadapinya.
Karena itu menurut Socrates, perlu ada orang lain yang ikut mendorong
mengeluarkan ide-ide atau jawaban yang masih terpendam. dengan
perkataan lain perlu semacam “bidan” untuk membantu kelahiran sang
ide dari dalam kalbu manusia.

B. SARAN
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
tercapainya kesempurnaan penulisan makalah di kemudian hari.

20
DAFTAR PUSTAKA

Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebeni. 2008. Filsafat Umum Dari
Metologi sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia.
Ahmad Tafsir. 2009. Filsafat Ilmu mengurai Ontologi, Epistemologi dan
Aksiologi Pengetahuan. Bandung: PT. Remaja RosdaKarya.
Asmoro Hadi. 2013. Filsafat Umum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Pesada.
Idzam Fautanu. 2012. Filsafat Umum Teori & Aplikasinya. Jakarta: Referensi.
Karel Karsten Himawan. 2013. Pemikiran Magis Ketika Batas Antara Magis
dan Logis Menjadi Bias. Jakarta: Index.
K. Bertens. 2005. Sejarah Filsafat Yunani. Jogjakarta: Kanisius.
Muhammad Alfan. 2013. Pengantar Filsafat Nilai. Bandung: CV. Pustaka
Setia,
MasykurArif Rahman. 2013. Sejarah Filsafat Barat. Jogjakarta: IRCiSoD.
Nurani Soyomukti. 2011. Pengantar Filsafat Umum. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.
Sutardjo Adisusilo. 2013. Sejarah Pemikiran Barat Dari yang klasik sampai
yang modern. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Wahyu Murtiningsih. 2012. Para Filsuf dari Plato sampai Ibnu Bajjah.
Jogjakarta: IRCiSoD.

21

Anda mungkin juga menyukai