Anda di halaman 1dari 25

A.

KONSEP KEBUTUHAN PENYAKIT TERKAIT GANGGUAN YANG DIIDENTIFIKASI


1. Pengertian
Oksigenasi merupakan proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia atau fisika).
Oksigen berupa gas tidak berwarna dan tidak berbau, yang mutlak dibutuhkan dalam
proses metabolisme sel. Akibat oksigenasi terbentuklah karbon dioksida, energi, dan
air. Walupun begitu, akan memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap
aktivitas sel. Menurut Tarwato & Wartonah (2015), Oksigen (O2) merupakan gas yang
sangat vital dalam kelangsungan hidup sel dan jaringan tubuh karena oksigen
diperlukan untuk proses metabolisme tubuh secara terus-menerus. Oksigen diperoleh
dari atmosfer melalui proses bernapas, pada atmosfer, gas selain oksigen juga terdapat
karbon dioksida (CO), nitrogen ( N), dan unsur-unsur lain seperti argon dan helium.
Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai
dengan adanya mengi, batuk, dan rasa sesak di dada yang berulang dan timbul
terutama pada malam atau menjelang pagi akibat penyumbatan saluran pernapasan
(Infodatin, 2017).
Asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernapasan menjadi hiperesponsif,
sehingga memudahkan terjadinya bronkokonstriksi, edema, dan hipersekresi kelenjar.
(Nelson, 2013) Asma adalah suatu keadaan dimana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan
peradangan. (Amin & Hardi, 2016) Beberapa faktor penyebab asma, antara lain umur
pasien, status atopi, faktor keturunan, serta faktor lingkungan. Asma dibedakan
menjadi 2 jenis, (Amin & Hardi, 2016) yakni :
a) Asma bronkial
Penderita asma bronkial, hipersensitif dan hiperaktif terhadap rangsangan
dari luar, seperti debu rumah, bulu binatang, asap dan bahan lain penyebab alergi.
Gejala kemunculannya sangat mendadak, sehingga gangguan asma bisa datang
secara tiba-tiba. Gangguan asma bronkial juga bisa muncul lantaranadanya radang
yang mengakibatkan penyempitan saluran pernapasan bagian bawah. Penyempitan
iniakibat berkerutnya otot polos saluran pernapasan, pembengkakan selaput lendir,
dan pembentukan timbunan lendir yang berlebihan.
b) Asma kardial
Asma yang timbul akibat adanya kelainan jantung. Gejala asma kardial
biasanya terjadi pada malam hari, disertai sesak napas yang hebat. Kejadian ini
disebut nocturnal paroxymul dispnea. Biasanya terjadi pada saat penderita sedang
tidur.
2. Etiologi
Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkaan faktor autonom, imunologis,
infeksi, endokrin dan psikologis dalam berbagai tingkat pada berbagai individu.
Pengendalian diameter jalan napas dapat dipandang sebagai suatu keseimbangan gaya
neural dan humoral. Aktivitas bronkokonstriktor neural diperantarai oleh bagian
kolinergik sistem saraf otonom. Ujung sensoris vagus pada epitel jalan napas, disebut
reseptor batu atau iritan, tergantung pada lokasinya, mencetuskan refleks arkus
cabang aferens, yang pada ujung eferens merangsang kontraksi otot polos bronkus.

1) Faktor imunologis
Pada beberapa penderita yang disebut asma ekstrinsik atau alergik,
eksaserbasi terjadi setelah pemaparan terhadap faktor lingkungan seperti debu
rumah, tepungsari, dan ketombe. Bentuk asma adanya instrinsik dan ekstrinsik.
Perbedaan intrinsik dan ekstrinsik mungkun pada hal buatan (artifisial), karena dasar
imun pada jejas mukosa akibat mediator pada kedua kelompok tersebut. Asma
ekstrinsikmungkin dihubungkan dengan lebih mudahnya mengenali rangsangan
pelepasan mediator daripada asma instrinsik.
2) Faktor endokrin
Asma dapat lebih buruk dalam hubungannya dengan kehamilan dan menstruasi,
terutama premenstruasi, atau dapat timbul pada saat wanita menopause. Asma
membaik pada beberapa anak saat pubertas.
3) Faktor psikologis
Faktor emosi dapat memicu gejala-gejala pada beberapa anak dan dewasa yang
berpenyakit asma, tetapi “penyimpangan” emosional atau sifat-sifat perilaku yang
dijumpai pad anak asma tidak lebih sering daripada anak dengan penyakit cacat
kronis yang lain.(Nelson, 2013).
Terdapat berbagai keadaan yang memicu terjadinya serangan asma, diantara lain:
1) Kegiatan fisik (exercise)
2) Kontak dengan alergen dan irritan
Allergen dapat disebabkan oleh berbagai bahan yang ada di sekitar penderita asma
seperti misalnya kulit, rambut, dan sayap hewan. Selain itu debu rumah yang
mengandung tungau debu rumah (house dust mites) juga dapat menyebabkan
alergi. Hewan seperti lipas (cockroaches, kecoa) dapat menjadi pemicu timbulnya
alergi bagi penderita asma. Bagian dari tumbuhan seperti tepung sari dan ilalang
serta jamur (nold) juga dapat bertindak sebagai allergen. Irritans atau iritasi pada
penderita asma dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti asap rokok, polusi udara.
Faktor lingkungan seperti udara dingin atau perubahan cuaca juga dapat
menyebabkan iritasi. Bau-bauan yang menyengat dari cat atau masakan dapat
menjadi penyebab iritasi. Selain itu, ekspresi emosi yang berlebihan (menangis,
tertawa) dan stres juga dapat memicu iritasi pada penderita asma.
3) Akibat terjadinya infeksi virus
4) Penyebab lainnya. Berbagai penyebab dapat memicu terjadinya asma yaitu:
a. Obat-obatan (aspirin, beta-blockers)
b. Sulfite (buah kering wine)
c. Gastroesophageal reflux disease, menyebabkan terjadinya rasa terbakar pada
lambung (pyrosis, heart burn) yang memperberat gejala serangan asma
terutama yang terjadi pada malam hari
d. Bahan kimia dan debu di tempat kerja
e. Infeksi

3. Patofisiologi/Mekanisme Gangguan Kebutuhan Terkait


Serangan awal asma dapat terjadi pada masa kanak-kanak atau dewasa, episode asma
akut, yang disebut sebagai serangan asma dapat dicetuskan oleh stress, olahraga
berat, infeksi, atau pemajanan terhadap allergen atau iritan lain seperti debu dan
sebagainya. Banyak klien asma dalam keluarganya mempunyai riwayat alergi. Dispnea
adalah gejala utama asma, tetapi hiperventilasi, sakit kepala, kebas, dan mual juga
dapat terjadi. Serangan asmatik terjadi akibat beberapa perubahan fisiologi termasuk
perubahan dalam respons imunologi, resistensi jalan udara yang meningkat, komplians
paru yang meningkat, fungsi mukosilaris yang mengalami kerusakan, dan pertukaran
oksigen-karbon dioksida yang berubah. Asma imunologis adalah akibat dari reaksi
antigen-antibodi yang melepaskan mediator kimiawi, dimana mediator tersebut
menyebabkan 3 reaksi utama;
1) konstriksi otot polos baik pada jalan nafas yang kecil maupun yang besar, yang
mengakibatkan spasme bronkus;
2) peningkatan permeabilitas yang mengakibatkan edema mukosa yang lebih jauh
lagi menyempitkan jalan udara;
3) peningkatan sekresi kelenjer mukosa dan meningkatkan pembentukan lendir.
Sebagai akibat, individu dengan serangan asma berjuang untuk bernapas melalui
jalan nafas yang telah menyempit dan dalam keadaan spasme. Asih, Niluh Gede
Yasmin: 2004

Pathway Huda & Kusuma (2016) :


Pada dua dekade yang lalu, penyakit asma dianggap merupakan penyakit
yang disebabkan karena adanya penyempitan bronkus saja, sehingga terapi utama
pada saat itu adalah suatu bronkodilator, seperti betaegonis dan golongan metil
ksantin saja. Namun, para ahli mengemukakan konsep baru ayng kemudian
digunakan hingga kini, yaitu bahwa asma merupakan penyakit inflamasi pada
saluran pernafasan, yang ditandai dengan bronkokonstriksi, inflamasi, dan respon
yang berlebihan terhadap rangsangan (hyperresponsiveness). Selain itu juga
terdapat penghambatan terhadap aliran udara dan penurunan kecepatan aliran
udara akibat penyempitan bronkus. Akibatnya terjadi hiperinflasi distal, perubahan
mekanis paruparu, dan meningkatnya kesulitan bernafasan. Selain itu juga dapat
terjadipeningkatan sekresi mukus yang berlebihan (Zullies, 2016). Secara klasik,
asma dibagidalam dua kategori berdasarkan faktor pemicunya, yaitu asma
ekstrinsik atau alergi dan asma intrinsik atau idiosinkratik. Asma ekstrinsik
mengacu pada asma yang disebabkan karena menghirup alergen, yang biasanya
terjadi pada anak-anak yang memiliki keluarga dan riwayat penyakit alergi (baik
eksim, utikaria atau hay fever). Asma instrinsik mengacu pada asma yang
disebabkan oleh karena faktor-faktordi luar mekanisme imunitas, dan umumnya
dijumpai pada orang dewasa. Disebut juga asma non alergik, di mana pasien tidak
memiliki riwayat alergi. Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya asma
antara lain : udara dingin, obat-obatan, stress, dan olahraga. Khusus untuk asma
yang dipicu oleh olahraga. Khusus untuk asma yang dipicu oleh olahraga dikenal
dengan istilah (Zullies, 2016)
Seperti yang telah dikatakan diatas, asma adalah penyakit inflamasi saluran
napas. Meskipun ada berbagai cara untuk menimbulkan suatu respons inflamasi,
baik pada asma ekstrinik maupun instrinsik, tetapi karakteristik inflamasi pada
asma umunya sama, yaitu terjadinya infiltrasi eosinofil dan limfosit serta terjadi
pengelupasan sel-sel epitelial pada saluran nafas dan dan peningkatan
permeabilitas mukosa. Kejadian ini bahkan dapat dijumpai juga pada penderita
asma yang ringan. Pada pasien yang meninggal karena serangan asma , secara
histologis terlihat adana sumbatan (plugs) yang terdiri dari mukus glikoprotein dan
eksudat protein plasma yang memperangkap debris yang berisi se-sel epitelial
yang terkelupas dan sel-sel inflamasi. Selain itu terlihat adanya penebalan lapisan
subepitelial saluran nafas. Respons inflamasi ini terjadi hampir di sepanjang saluran
napas, dan trakea samapi ujung bronkiolus. Juga terjadi hiperplasia dari kelenjar-
kelenjar sel goblet yang menyebabkan hiperserkesi mukus yang kemudian turut
menyumbat saluran napas (Zullies, 2016)
Penyakit asma melibatkan interaksi yang kompleks antara sel-sel inflamasi,
mediator inflamasi, dan jaringan pada saluran napas. Sel-sel inflamasi utama yang
turut berkontribusi pada rangkaian kejadian pada serangan asma antara lain adalah
sel mast, limfosit, dan eosinofil, sedangkan mediator inflamasi utama yang terlibat
dalam asma adalah histamin, leukotrein, faktor kemotaktik eosinofil dan beberapa
sitokin yaitu : interleukin (Zullies, 2016)
Pada asma alergi atau atopik, bronkospasme terjadi akibat dari
meningkatnya responsivitas otot polos bronkus terhadap adanya rangsangan dari
luar, yang disebut alergen. Rangsangan ini kemudian akan memicu pelepasan
berbagai senyawa endogen dari sel mast yang merupakan mediator inflamasi,
yaitu histamin, leukotrien, dan faktor kemotaktik eosinofil. Histamin dan leukotrien
merupakan bronkokonstriktor yang poten, sedangkan faktorkemotaktik eosinofil
bekerja menarik secara kimiawi sel-sel eosinofil menuju tempat terjadinya
peradangan yaitu di bronkus (Zullies, 2016)

4. Tanda dan Gejala


Berikut ini adalah tanda dan gejala asma, menurut Zullies (2016), tanda dan gejala pada
penderita asma dibagi menjadi 2, yakni :
1. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b. Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang
timbul
c. Wheezing belum ada
d. Belum ada kelainana bentuk thorak
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IGE
f. Blood gas analysis (BGA) belum patologis
Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan :
1) Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
2) Wheezing
3) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
4) Penurunan tekanan parial O2
2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara napas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. Blood gas analysis (BGA) Pa O2 kurang dari 80 %
i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis repiratorik
Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/ tanpa stetoskop, batuk produktif,
sering pada malam hari, nafas atau dada seperti tertekan, ekspirasi memanjang
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejalaklinis,
tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk
dengan menyangga kedepan, serta tanpa otot-otot bantu pernfasan bekerja dengan
keras. Gejala klasik dari asma bronchial ini adalah sesak nafas, batuk, dan pada
sebagian penderita ada yang merasa nyeri dada. Gejala-gejala yang timbul makin
banyak, antara lain: silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada
tachicardi dan pernafasan cepat dangkal. Serangan asma bronchial seringkali terjadi
pada malam hari.

Dispnea yang bermakna:


 Batuk, terutama dimalam hari.
 Pernapasan yang dangkal dan cepat.
 Mengi yang dapat terdengar pada auskultasi paru. Biasanya mengi terdengar hanya
saat ekspirasi, kecuali kondisi pasien parah.
 Peningkatan usaha bernafas, ditandai dengan retraksi dada, disertai perburukan
kondisi, napas cuping hidung.
 Kecemasan, yang berhubungan dengan ketidakmampuan mendapat udara yang
cukup.
 Udara terperangkap karena obstruksi aliran darah, terutama terlihat selama
ekspirasi pada pasien asma. Kondisi ini terlihat dengan memanjangnya waktu
ekspirasi. Diantara serangan asmatik, individu biasanya asimtomatik. Akan tetapi,
dalam pemeriksaan perubahan fungsi paru mungkin terlihat bahkan diantara
serangan pada pasien yang memiliki asma persisten. Corwin, Elizabeth j: 2009
5. Komplikasi Penyakit
 Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang
dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan
napas.
 Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paruakibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan
yang sangat dangkal.
 Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap karbodioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan
karbondioksida dalam sel-sel tubuh.

 Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di manalapisan bagian dalam dari
saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkhiolis) mengalami bengkak.
Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya
penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir
yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara menjadi
sempit oleh adanya lendir.
 Fraktur iga
6. Pemeriksaan Diagnostik (jika ada)
1. Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Pengukuran ini dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol,
golongan adrenergic.Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma.
2. Tes Provokasi Bronkhus
Tes ini dilakukan pada spirometri internal. Penurunan FEV sebesar 20% atau lebih
setelah tes provokasi dan denyut jantung 80-90% dari maksimum dianggap bermakna
bila menimbulkan penurunan PEFR 10% atau lebih.
3. Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukkan adanya antibody IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Analisa Gas Darah (AGD / Astrup).
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia,
hiperkapnea,dan asidosis respiratorik.
b. Sputum
Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena
hanya reaksi yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa,
sehingga terlepaslah sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan
grampenting untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan
uji resistensi terhadap beberapa antibiotic.
c. Sel eosinophil
Sel eosinophil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000- 1500/mm 3
baik asma intrinsic ataupun ekstrinsik, sedangkan hitungan sel eosinofil normal antara
100-200/mm. Perbaikan fungsi paru diseratai penurunan hitung jenis sel eosinofil
menunjukkan pengobatan telah tepat.
d. Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan
SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea Sel
eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik
asma intrinsic ataupun ekstrinsik, sedangkan hitungan sel eosinofil normal antara100-
200/mm.Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil
menunjukkan pengobatan telah tepat.
4. Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma bronchial biasanya normal,
tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya proses patologi diparu atau komplikasi asma seperti pneumothoraks,
pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain. Muttaqin, Arif: 2008
7. Penatalaksanaan Medik (jika ada)
Tujuan utama penatalaksanaan Asma adalah mencapai asma terkontrol sehingga
penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari. Pada prinsipnya penatalaksanaan asma dibagi menjadi 2, yaitu : penatalaksanaan
asma jangka panjang dan penatalaksanaan asma akut/saat serangan.
a. Tatalaksana Asma Jangka Panjang
Prinsip utama tatalaksana jangka panjang adalah edukasi, obat Asma (pengontrol
dan pelega), dan menjaga kebugaran (senam asma). Obat pelega diberikan pada
saat serangan, obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan dan diberikan
dalam jangka panjang dan terus menerus.
b. Tatalaksana Asma Akut pada Anak dan Dewasa
Tujuan tatalaksana serangan Asma akut:
1) Mengatasi gejala serangan asma
2) Mengembalikan fungsi paru ke keadaan sebelum serangan
3) Mencegah terjadinya kekambuhan
4) Mencegah kematian karena serangan asma Menurut Kusuma (2016), ada
program penatalaksanaan asma meliputi 7 komponen, yaitu :
a) Edukasi
Edukasi yang baik akan menurunkan morbiditi dan mortaliti. Edukasi
tidak hanya ditujukan untuk penderita dan keluarga tetapi juga pihak lain
yang membutuhkan energi pemegan keputusan, pembuat
perencanaan bidang kesehatan/asma, profesi kesehatan.
b) Menilai dan monitor berat asma secara berkala Penilaian klinis berkala
antara 1-6 bulan dan monitoring asma oleh penderita sendiri mutlak
dilakukan pada penatalaksanaan asma. Hal tersebut disebabkan
berbagai faktor antara lain :
a. Gejala dan berat asma berubah, sehingga membutuhkan perubahan
terapi
b. Pajanan pencetus menyebabkan penderita mengalami perubahan
pada asmanya
c. Daya ingat (memori) dan motivasi penderita yang perlu direview,
sehingga membantu penanganan asma terutama asma mandiri.
c) Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
d) Merencanakan dan memberikan pengobatan jangka panjang
Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut
sebagai asma terkontrol. Terdapat 3 faktor yang perlu dipertimbangkan :
a) Medikasi asma ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala
obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.
b) Tahapan pengobatan
i Asma Intermiten, medikasi pengontrol harian tidak perlu
sedangakan alternatif lainnya tidak ada.
ii Asma Presisten Ringan, medikasi pengontrol harian diberikan
Glukokortikosteroid ihalasi (200-400 ug Bd/hati atau ekivalennya),
untuk alternati diberikan Teofilin lepas lambat, kromolin dan
leukotriene modifiers.
iiiAsma Persisten Sedang, medikasi pengontrol harian diberikan
Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (400-800 ug BD/hari atau
ekivalennya), untuk alternatifnya diberikan glukokortikosteroid
ihalasi (400-800 ug Bd atau ekivalennya) ditambah Teofilin dan di
tambah agonis beta 2 kerja lama oral, atau Teofilin lepas lambat.
iv Asma Persisten Berat, medikasi pengontrol harian diberikan
ihalasi glukokortikosteroid (> 800 ug Bd atau ekivalennya) dan
agonis beta 2 kerja lama, ditambah 1 antara lain : Teofilin lepas
lambat, Leukotriene, Modifiers, Glukokortikosteroid oral. Untuk
alternatif lainnya Prednisolo/ metilprednisolon oral selang sehari 10
mg ditambah agonis bate 2 kerja lama oral, ditambah Teofilin lepas
lambat.
e) Penanganan asma mandiri (pelangi asma)
Hubungan penderita dokter yang baik adalah dasar yang kuat untuk
terjadi kepatuhan dan efektif penatalaksanaan asma. Rencanakan
pengobatan asma jangka panjang sesuai kondisi penderita, realistik/
memungkinkan bagi penderita dengan maksud mengontrol asma.
a) Menetapkan pengobatan pada serangan akut Pengobatan pada
serangan akut antara lain : Nebulisasi agonis beta 2 tiap 4 jam,
alternatifnya Agonis beta 2 subcutan, Aminofilin IV, Adrenalin 1/1000
0,3 ml SK, dan oksigen bila mungkin Kortikosteroid sistemik.
b) Kontrol secara teratur
Pada penatalaksanaan jangka panjang terdapat 2 hal yang penting
diperhatikan oleh dokter yaitu: a. Tindak lanjut (follow-up) teratur
c) Rujuk ke ahli paru untuk konsultasi atau penangan lanjut bila
diperlukan
d) Pola hidup sehat
1) Meningkatkan kebugaran fisik
Olahraga menghasilkan kebugaran fisik secara umum. Walaupun
terdapat salah satu bentuk asma yang timbul serangan sesudah
execrise, akan tetapi tidak berarti penderita EIA dilarang
melakukan olahraga. Senam asma Indonesia (SAI) adalah salah
satu bentuk olahraga yang dianjurkan karena melatih dan
menguatkan otot-otot pernapasan khususnya, selain manfaat lain
pada olahraga umumnya.
2) Berhenti atau tidak pernah merokok
3) Lingkungan kerja
Kenali lingkungan kerja yang berpotensi dapat menimbulkan asma.
Menurut (Rosdahl & Kowalski, 2017) Penatalaksanaan medis pada penderita asma
bronkhial yaitu :
a. Pengobatan farmakologi
1) Antikolinergik
Bronkodilator ini bekerja pada sistem saraf untuk mengendalikan ukuran jalan
napas:
a) Atropin metilnitrat
b) Ipratropium bromida (Atrovent)
2) Agonis Beta
Obat ini mendilatasi jalan napas bronkhial dengan bekerja pada sistem saraf yang
mengendalikan jaringan otot di sekitar jalan napas:
a) Albuterol (Asmavent,Proventil,Vention,Volmax)
b) Epineprin (Adrenalin,Asthmanefrin,Epifrin,Micronefrin,Sus-Phrine)
c) Metaproterenol sulfat (Alupent)
d) Pirbuterol asetat (Maxair Inhiler)
e) Terbutalin sulfat (Brethine,Bricanyl)
3) Kortikosteroid
Obat ini bekerja sebagai ageris anti-inflamasi:
a) Beklometason ( Vanceril,Beclovent,Beconase)
b) Budesonid (Pulmicort,Rhinocort)
c) Flunisolid (Aerobid,Nasalide)
d) Flutikason propionate(Flovent,Flonase)
e) Metilprednison (Medrol)
f) Nedokromil (Tilade)
g) Prednison (Meticorten,Orasone,Deltasone)
h) Triamsinolon (azmacort).
4) Metilsantin
Bronkodilator ini merelaksasi otot polos bronkial:
a) Aminofilin/teofilin etilenediamin (Truphylline)
b) Teofilin(Theo-Dur,Theovent,Sio-Phyllin,UniDur,Uniphyl)
5) Penstabil Sel Mast
Agens ini menghambat pelepasan histamin yang dipicu oleh alergen dan zat
anafilaksis lepas lambat (leukotrien) dari sel mast: Natrium Kromalin
(Intal,NasalCrom).
b. Pengobatan Non farmakologi
Menurut (Wahid & Suprapto, 2013) yaitu :
1) Memberikan penyuluhan
2) Menghindari faktor pencetus
3) Pemberian carian
4) Fisioterapi napas (senam napas)
5) Pemberian oksigen bila perlu

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Menurut Nuraruf & Kusuma (2015), meliputi :
a. Biodata
Identitas pasien berisikan nama pasien, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, tanggal
masuk sakit, rekam medis.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma adalah dispnea (sampai bisa
berhari-hari atau berbulan-bulan), batuk, dan mengi (pada beberapa kasus lebih
banyak paroksimal).
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor prediposisi timbulnya penyakit ini, di
antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran nafas bagian bawah
(rhinitis, utikaria, dan eskrim).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien dengan asma sering kali didapatkan adanya riwayat penyakit turunan, tetapi
pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan adanya penyakit yang sama pada
anggota keluarganya.
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
1) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posisi duduk
2) Dada diobservasi
3) Tindakan dilakukan dari atas (apeks) sampai kebawah
4) Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, skar, lesi, massa,
dan gangguan tulang belakang, seperti kifosis, skoliosis, dan lordosis.
5) Catat jumlah, irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan pergerakkan
dada.
6) Observasi tipe pernapasan, seperti pernapasan hidung pernapasan diafragma,
dan penggunaan otot bantu pernapasan.
7) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi (I) dan fase
eksifirasi (E). Rasio pada fase ini normalnya 1:2. Fase ekspirasi yang memanjang
menunjukkan adanya obstruksi pada jalan napas dan sering ditemukan pada klien
Chronic Airflow Limitation (CAL) / Chornic obstructive Pulmonary Diseases (COPD)
8) Kelainan pada bentuk dada
9) Observasi kesimetrisan pergerakkan dada. Gangguan pergerakan atau tidak
adekuatnya ekspansi dada mengindikasikan penyakit pada paru atau pleura
10) Observasi trakea abnormal ruang interkostal selama inspirasi, yang
dapat mengindikasikan obstruksi jalan nafas.
b. Palpasi
1) Dilakukan untuk mengkaji kesimetrisan pergerakan dada dan
mengobservasi abnormalitas, mengidentifikasikan keadaan kulit, dan
mengetahui vocal/ tactile premitus (vibrasi)
2) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi
seperti : massa, lesi, bengkak.
3) Vocal premitus, yaitu gerakan dinding dada yang dihasilkan ketika
berbicara(Nuraruf & Kusuma, 2015)
c. Perkusi
Suara perkusi normal :
1) Resonan (sonor) : bergaung, nada rendah. Dihasilkan pada jaringan paru
normal.
2) Dullnes : bunyi yang pendek serta lemah, ditemukan diatas bagian
jantung, mamae, dan hati
3) Timpani : musical, bernada tinggi dihasilkan di atas perut yang berisi
udara
4) Hipersonan (hipersonor) : berngaung lebih rendah dibandingkan dengan
resonan dan timbul pada bagian paru yang berisi darah.
5) Flatness : sangat dullnes. Oleh karena itu, nadanya lebih tinggi. Dapat terdengar
pada perkusi daerah hati, di mana areanya seluruhnya berisi jaringan. (Nuraruf &
Kusuma, 2015)

d. Auskultasi
1) Merupakan pengkajian yang sangat bermakna, mencakup
mendengarkan bunyi nafas normal, bunyi nafas tambahan (abnormal).
2) Suara nafas abnormal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan
nafas dari laring ke alveoli, dengan sifat bersih.
3) Suara nafas normal meliputi bronkial, bronkovesikular dan vesikular.
4) Suara nafas tambahan meliputi wheezing : peural friction rub, dan
crackles.(Nuraruf & Kusuma, 2015)
3. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mucus dalam
jumlah berlebihan, peningkatan produksi mucus, eksudat dalam alveoli dan
bronkospasme
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan
dan deformitas dinding dada
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi karbon dioksida
d. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kontakbilitas dan volume
sekuncup jantung
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan antara suplai dan kebutuhan oksigen
(hipoksia) kelemahan
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
laju metabolic, dispnea saat makan, kelemahan otot penguyah
g. Ansietas berhubungan dengan penyakit yang diderita
4. Intervensi
Tindakan dan Rasional Tindakan
No DIAGNOSA KEP Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi

1 Tidak efektifnya bersihan jalan o Respiratory status : ventilation o Pastikan kebutuhan oral / tracheal
nafas o Respiratory status : airway patency suctioning
o Aspiration control setelah dilakukan tindakan o Berikan o2 ……l/mnt, metode………
keperawatan selama…………..pasien o Anjurkan pasien untuk istirahat dan
menunjukkan keefektifan jalan nafas napas dalam
dibuktikan dengan kriteria hasil o Posisikan pasien untuk
o Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara memaksimalkan ventilasi
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan o Lakukan fisioterapi dada jika perlu
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, o Keluarkan sekret dengan batuk atau
bernafas dengan mudah, tidak ada pursed
suction
lips)
o Auskultasi suara nafas, catat
o Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien
adanya suara tambahan
tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi
o Berikan bronkodilator o Monitor
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal) status hemodinamik o Berikan
o Mampu mengidentifikasikan dan mencegah pelembab udara kassa basah nacl
faktor yang penyebab. lembab
o Saturasi o2 dalam batas normal o Berikan antibiotik :
o Foto thorak dalam batas normal o Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan o
Monitor respirasi dan status o2
o Pertahankan hidrasi yang adekuat
untuk mengencerkan secret
o Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang penggunaan peralatan : o2,
suction, inhalasi.
2 Gangguan pertukaran gas o Respiratory status : gas exchange o o Posisikan pasien untuk
Keseimbangan asam basa, elektrolit o memaksimalkan ventilasi
Respiratory status : ventilation o Vital sign o Pasang mayo bila perlu o
status Lakukan fisioterapi dada jika perlu o
o Setelah dilakukan tindakan keperawatan Keluarkan sekret dengan batuk atau
selama …. Gangguan pertukaran pasien suction
teratasi dengan kriteria hasi: o Auskultasi suara nafas, catat
o Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi adanya suara tambahan
dan oksigenasi yang adekuat o Berikan bronkodilator o
o Memelihara kebersihan paru paru dan Barikan pelembab udara o Atur
bebas dari tanda tanda distress pernafasan intake untuk cairan mengoptimalkan
o Mendemonstrasikan batuk efektif dan keseimbangan
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis o Monitor respirasi dan status o2
dan dyspneu (mampu mengeluarkan o Catat pergerakan dada,amati
sputum, mampu bernafas dengan mudah,
kesimetrisan, penggunaan otot
tidak ada
tambahan, retraksi otot
supraclavicular
pursed lips) dan intercostals
o Tanda tanda vital dalam rentang normal o Monitor suara nafas, seperti dengkur o
o Agd dalam batas normal Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
o Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
o Monitor ttv, agd, elektrolit dan ststus
mental
o Observasi sianosis khususnya membran
mukosa
o Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang persiapan tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan (o2,
suction, inhalasi)
o Auskultasi bunyi jantung, jumlah,
irama dan denyut jantung
3 Perubahan nutrisi kurang dari a. Nutritional status: adequacy of nutrient o Kaji adanya alergi makanan o
kebutuhan tubuh b. Nutritional status : food and fluid intake Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
c. Weight control setelah dilakukan menentukan jumlah kalori dan
tindakan keperawatan selama….nutrisi nutrisi yang dibutuhkan pasien
kurang teratasi dengan indikator: o Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
o Albumin serum o Pre mencegah konstipasi
albumin seru o Hematokrit o Ajarkan pasien bagaimana membuat
o Hemoglobin catatan makanan harian.
o Total iron binding o Monitor adanya penurunan bb dan
capacity o Jumlah limfosit gula darah
o Monitor lingkungan selama makan o
Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
o Monitor turgor kulit
o Monitor kekeringan, rambut kusam,
total protein, hb dan kadar ht
o Monitor mual dan muntah o Monitor
pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
o Monitor intake nuntrisi o
Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
o Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
ngt/ tpn sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
o Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
o Kelola pemberan anti emetik:.....
o Anjurkan banyak minum o
Pertahankan terapi iv line
4 Gangguan pola tidur Kebutuhan Tidur
berhubungan dengan sesak o anxiety control o comfort level o pain
o evaluasi efek-efek medikasi
dan batuk level
terhadap pola tidur
o rest : extent and pattern
o jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
o sleep : extent ang pattern setelah
o fasilitasi untuk mempertahankan
dilakukan tindakan keperawatan selama ….
aktivitas sebelum tidur (membaca)
Gangguan pola tidur pasien teratasi dengan
o ciptakan lingkungan yang nyaman o
kriteria hasil
kolaburasi pemberian obat tidur
o jumlah jam tidur dalam batas normal o
pola tidur,kualitas dalam batas normal o
perasaan fresh sesudah tidur/istirahat o
mampu mengidentifikasi halhal yang
meningkatkan tidur
5 Kurang Pengetahuan o Kowlwdge : disease process o Kaji tingkat pengetahuan pasien dan
❖ kowledge : health behavior setelah keluarga
dilakukan tindakan keperawatan selama …. o Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
Pasien menunjukkan pengetahuan tentang bagaimana hal ini berhubungan dengan
proses penyakit dengan kriteria hasil: anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
o Pasien dan keluarga menyatakan tepat.
pemahaman o Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
tentang penyakit, kondisi, prognosis dan muncul pada penyakit, dengan cara
program pengobatan yang tepat
o Pasien dan keluarga mampu o Gambarkan proses penyakit, dengan
melaksanakan prosedur yang dijelaskan cara yang tepat
secara benar o Identifikasi kemungkinan penyebab,
o Pasien dan keluarga mampu menjelaskan dengan cara yang tepat
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim o Sediakan informasi pada pasien tentang
kesehatan lainnya kondisi, dengan cara yang tepat
o Sediakan bagi keluarga informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara
yang tepat
o Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
o Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
o Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
5. Evaluasi

C. DAFTAR PUSTAKA
1. Repository.poltekkes-tkj.ac.id. 2019. Bab II Tinjauan Pustaka.
http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/273/4/Bab%202%20yuiiiiii.pdf. Diakses pada 10
Februari 2021.
2. digilib.unimus.ac.id. Bab II Tinjauan Pustaka.
http://digilib.unimus.ac.id/files//disk1/126/jtptunimus-gdl-nurlailabe-6282-2-babii.pdf.
Diakses pada 10 Februari 2021
3. eprints.poltekkesjogja.ac.id. Bab II Tinjauan Pustaka.
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3659/8/BAB%20II%20dan%20kerangka.pdf. Diakses
pada 10 Februari 2021.

Anda mungkin juga menyukai