Anda di halaman 1dari 2

Realitas Pandemi Covid-19 Dan Puncak Bonus Demografi 2030

Realitas pandemi covid-19 telah merubah tatanan kehidupan hampir seluruh umat
manusia di indonesia baik itu dari segi pendidikan, ekonomi, kesehatan, budaya
bahkan sisi sosial. Fenomena ini menjadi tantangan baru bagi generasi muda bahwa
proses menuju dan mencapai puncak bonus demografi 2030 tidaklah muda. Banyak
tantangan-tantangan yang sifatnya unpredictable yang bisa datang kapan saja dan
memaksakan generasi muda untuk menyiapkan strategi-strategi baru dalam menghadapai
berbagai fenomena yang dapat menghambat tercapinya puncak bonus demografi.

Bonus demografi ini adalah fase baru bagi negara indonesia dimana popolasi umur
produktif lebih banyak dari populasi umur non-produktif (dibawah 15 tahun dan
diatas 64 tahun). Sebagaimana data yang di rilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada
2018 bahwa populasi umur produktif (15-64 tahun) mencapai 179.13 juta jiwa atau
sekitar 67.6 % dari total populasi di indonesia.

Ini menunjukan bahwa bonus demografi bisa benar-benar akan menjadi bonus jika
pemudanya menjadi produktif karena generasi muda adalah bagian dari bonus
demografi. Sebaliknya akan menjadi bencana jika pemudanya tidak produktif apalagi
kalau tidak terserap dipasar kerja. Jika hal ini terjadi maka mereka justru akan
menjadi beban atau jumlah kepala yang ditanggung menjadi bertambah.

Tantangan bonus demografi ditengah pandemi covid-19

Pandemi covid-19 tentu menjadi tantangan bagi generasi muda dalam menyambut bonus
demografi 2030. Tantangan-tantangan itu hadir dan menyentuh ruang-ruang pendidikan,
ekonomi dan sosial yang melahirkan berbagai perspektif baru dalam menyelesaikan
berbagai persoalan yang muncul akibat dari pandemi covid-19. Dalam realitas
pendidikan indonesia saat ini telah memasuki fase baru dimana proses pembelajaran
face to face harus dihentikan dan dilakukan secara daring atau online.

Tentu ini memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing sebab tujuan pendidikan
tidak hanya sebagai transfer ilmu, lebih dari itu pendidikan membutuhkan interaksi
sosial antara satu dan lainnya. Anjuran-anjuran seperti physical distancing, sosial
distancing dan stay at home memberikan impact yang luar biasa bagi tatanan
kehidupan. Selain itu, krisis ekonomi selama pandemi adalah dampak dari stay at
home dan anjuran itu juga memperbanyak kaum rebahan yang tidak lagi produktif.

Tantangan-tantangan itu tidak boleh menjadi alasan untuk tidak melakukan hal-hal
yag produktif. Bonus demografi tidak akan tercapai atau malah menjadi bencana jika
pemudanya tidak lagi produktif dan melakukan aktivitas yang bermanfaat. Kesulitan
dimasa pandemi mesti menjadi stimulus pergerakan anak muda dalam memberikan solusi
terbaik atas berbagai persolan. Dengan begitu anak muda bisa memenangkan puncak
bonus demografi 2030.
Membangun optimisme pemuda di tengah pandemi
Serangan covid-19 telah memperlihatkan siapa saja yang benar-benar produktif.
Gerakan-gerakan anak muda seperti kerelawanan, platfrom-platform yang bertujuan
untuk peningkatan produktifitas atau juga self-development banyak lahir ditengah
pandemi covid-19. Yang menjadi pionernya adalah generasi muda yang sadar bahwa
untuk menikmati hasil dari bonus demografi harus menjadi produktif.

Semangat ini lahir dilatarbelakangi oleh beberapa faktor seperti eksistensi pemuda
melalui gerakan empowerment, desakan-desakan ekonomi yang menyebabkan lahirnya
platform-platfom pengembangan individu yang bisa diakses secara berbayar. Optimisme
ini adalah menjadi modal awal dalam menghadapi puncak bonus demografi dan juga
optimisme ini adalah spirit dalam melahirkan solusi baru dalam memecahkan
tantangan-tantangan yang ada.
Komposisi pemuda indonesia hampir seperempatnya merupakan golongan pemuda yang
memiliki usia 16 sampai dengan 30 tahun sesuai UU Republik Indonesia Nomor 40 Tahun
2019 Tentang Kepemudaan. Persentase ini cukup besar yang mana diatas 60 % penduduk
indonesia adalah anak muda (laki-laki dan perempuan).

Oleh karena itu, potensi untuk mencapai puncak bonus demografi cukup terbuka lebar
jika optimisme pemuda terus diperjuangan dan agenda-agenda kepemudaan mendapatkan
dukungan penuh dari pemerintah dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan.
Mindset pemerintah bahwa pemuda hanya sebagai obyek pembangunan harus
direkontruksi. Pemuda tidak hanya menjadi obyek dari pembangunan melainkan sebagai
subyek pembangunan. Maka dipandangan perlu bahwa anak muda harus dilibatkan dalam
merumuskan agenda-agenda pembangunan bangsa.

Anak Muda, Medsos Dan Bonus Demografi

Riset We Are Sosial Hootsuite yang dirilis januari 2019 mengatakan pengguna media
sosial di Indonesia mencapai 150 juta atau sebesar 56% dari total populasi yang
mana meningkat sebanyak 20% dari survei sebelumnya. Sementara pengguna media sosial
mobile (gadget) mencapai 130 juta atau sekitar 48% dari total populasi. Jumlah
pengguna terbanyak media sosial seperti facebook adalah anak muda (laki dan
perempuan) yang berumur kisaran 20-29 tahun.
Penggunaan media sosial ini akan terus meningkat sampai pada puncak bonus demografi
2030. Potensi untuk mencapai puncak bonus demografi semakin terbuka lebar jika
pemanfaatan media sosial bisa secara maksimal. Digitalisasi terjadi hampir disegala
sektor yang mengharuskan transaksi-transaski ekonomi dilakukan secara digial pula.
Namun yang perlu diperhatikan adalah pemuda yang menggunakan media sosial sebagai
panggung kehidupan baru yang mana media sosial menjadi tempat pagelaran eksistensi
yang tidak produktif.

Juga sebalinya, media sosial bisa menjadi ruang untuk mengekspresikan diri dengan
tujuan self-development. Saat ini banyak platfom yang bertujuan untuk pengembangan
diri. Menjaga produktifitas ini adalah perlu dalam mempersipakan diri menghadapi
revolusi industri 4.0 dan 5.0. Perjalanan menuju puncak bonus demografi akan terus
beriringan dengan kemajuan teknologi.
Dalam realitas perkembangan teknologi saat ini,pemuda diperhadapkan dengan
kecanggihan-kecanggihan teknologi seperti artificial inteligence dan big data. Dua
isu ini akan menjadi sentral pembahasan dimasa depan. Olehnya itu, anak muda mesti
dibekali dengan kemampuan mengelola teknologi informasi sejak dini sebelum berkutat
pada puncak bonus demografi 2030.

Penulis : La Ode Muhammad Aril Masri


Fungsionaris PB HMI Bidang Kepemudaan Dan Kemahasiswaan
Founder dan CEO Future Leader Indonesia

Anda mungkin juga menyukai