Anda di halaman 1dari 113

1

Hak Cipta © 2019 pada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen


Direktorat Pendidikan Kristen, Kementerian Agama Republik Indonesia
Dilindungi Undang-Undang

Milik Negara
Tidak Diperdagangkan

Penulis : Stephen Suleeman


Freddy Sahat Tua
Penelaah Materi :
Editor : Dr. Thomas Edison, M.Si.

Kotak Katalog dalam terbitan (KDT)


Indonesia, Kementerian Agama Republik Indonesia,
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen
Sejarah Gereja : Buku Siswa
Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia, 2019

Untuk SMPTK Kelas VIII


ISBN 000-000-000-00-0 (jilid lengkap)
ISBN 000-000-000-00-0 (jilid 0)

1. Kristen -- Studi dan Pengajaran


II. Kementerian Agama Republik Indonesia

Cetakan ke-1, 2019


Disusun dengan huruf Calibri, 12 pt.

i
ii
iii
PRAKATA
Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa, Yesus Kristus, dan
Roh Kudus. Tanpa kasih karunia-Nya, rasanya mustahil naskah buku ini terselesaikan tepat
waktu mengingat tugas dan kewajiban lain. Penulis benar-benar merasa tertantang untuk
mewujudkan naskah buku. Terselesaikannya penulisan buku ini juga tidak terlepas dari
bantuan beberapa pihak. Karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada
Direktorat Jenderal Bimas Kristen Kementerian Agama karena telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan buku ini. Dengan kepercayaan
tersebut, penulis berkeyakinan bahwa itu dapat mendukung penulis dalam upaya
meningkatkan kualitas diri dan karya untuk waktu yang akan datang. Semua bentuk
kemudahan yang telah diberikan benar-benar bermanfaat bagi penulis untuk belajar
menjadi pribadi yang lebih baik. Meskipun telah berusaha untuk menghindarkan
kesalahan, penulis menyadari juga bahwa buku ini masih mempunyai kelemahan dan
kekurangannya. Karena itu, penulis berharap agar pembaca berkenan menyampaikan
kritikan. Untuk itu, dengan segala pengharapan dan keterbukaan, penulis menyampaikan
rasa terima kasih dengan setulus-tulusnya. Kritik merupakan perhatian agar dapat menuju
kesempurnaan. Akhir kata, penulis berharap agar buku ini dapat membawa manfaat
kepada pembaca. Secara khusus, penulis berharap semoga buku ini dapat menginspirasi
generasi muda bangsa. Tuhan Yesus Memberkati.

Jakarta, 28 Febuari 2020

iv
KOMPETENSI INTI, KOMPETENSI DASAR DAN PENGEMBANGAN
INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI (IPK)

Kompetensi Inti (KI):


KI-1 Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
KI-2 Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi,
gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
KI-3 Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan
kejadian tampak mata.
KI-4 Mencoba, mengolah, dan menyajikan dalam ranah konkrit (menggunakan, mengurai,
merangkai, memodifikasi dan membuat), dan ranah abstrak (menulis, membaca,
menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah
dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori.

KOMPETENSI DASAR (KD) DAN INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI (IPK)


Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi
1.1. Menghayati nilai kesejarahan 1.1.1. Meyakini bahwa diskusi mengenai penyatuan
penetapan tema-tema gereja merupakan kehendak Allah bagi gereja-
percakapan, pengertian dan Nya.
aspek-aspek iman dan tata 1.1.2. Mensyukuri gerakan oikumene dan Konferensi
gereja dalam gerakan Pemberitaan Injil di Edinburgh pada tahun 1910
oikumene sebelum Konferensi sebagai cara Allah menumbuhkan gereja-Nya.
Pemberitaan Injil di Edinburgh 1.1.3. Mensyukuri terwujudnya kerja sama yang
pada tahun 1910 bagi teratur dan resmi sebagai hasil dari Konferensi
kehidupan bergereja siswa Pemberitaan Injil di Edinburgh.
masa kini.

2.1. Mengamalkan nilai 2.1.1. Menunjukkan sikap menghargai orang-orang


kesejarahan penetapan tema- dari gereja lain atas dasar persatuan gereja.
tema percakapan, pengertian 2.1.2. Meneladani usaha mewujudkan kerja sama yang
dan aspek- aspek iman dan teratur dalam kehidupan bergereja siswa.
tata gereja dalam gerakan
oikumene sebelum Konferensi
Pemberitaan Injil di Edinburgh

v
pada tahun 2010 bagi
kehidupan bergereja siswa di
tengah pergaulan masyarakat
masa kini.
3.1. Memahami sejarah 3.1.1. Mengidentifikasi tema-tema percakapan dalam
penetapan tema-tema sejarah gerakan oikumene sebelum dan sesudah
percakapan, pengertian dan Konferensi Pemberitaan Injil di Edinburgh pada
aspek-aspek iman dan tata tahun 1910.
gereja di tengah keragaman 3.1.2. Menelaah aspek-aspek iman dan tata gereja
pemahaman bergereja dalam dalam sejarah gerakan oikumene sebelum dan
sesudah Konferensi Pemberitaan Injil di
sejarah gerakan oikumene
Edinburgh pada tahun 1910.
sebelum Konferensi
3.1.3. Menganalisis implikasi tema-tema percakapan
Pemberitaan Injil di
dalam sejarah gerakan oikumene sebelum dan
Edinburgh pada tahun 2010 sesudah Konferensi Pemberitaan Injil di
dan maknanya bagi Edinburgh pada tahun 1910.
kehidupan siswa pada masa
kini.
4.1. Melaksanakan tanggung 4.1.1. Menganalisis implikasi Konferensi Pemberitaan
jawab terkait penetapan Injil di Edinburgh pada tahun 1910 terhadap
tema-tema percakapan, tema-tema percakapan iman dan tata gereja
pengertian dan aspek-aspek pada kehidupan gereja masa kini.
iman dan tata gereja di 4.1.2. Menyajikan paparan mengenai makna
tengah keragaman Konferensi Pemberitaan Injil di Edinburgh pada
pemahaman bergereja dalam tahun 1910 terhadap penguatan gerakan
oikumene dalam gereja masa kini.
sejarah gerakan oikumene
sebelum dan sesudah
Konferensi Pemberitaan Injil
di Edinburgh pada tahun
1910 dan maknanya bagi
kehidupan siswa pada masa
kini.
1.2. Menghayati nilai kesejarahan 1.3.1. Mensyukuri terbentuknya Dewan Gereja se-
penetapan tema-tema Dunia (DGD) sebagai wujud gereja yang berperan
percakapan, pengertian, dan serta mencari solusi untuk permasalahan dunia.
aspek-aspek hidup dan karya 1.3.2. Meneladani sikap solidaritas para tokoh gerakan
gereja di tengah keragaman oikumene.
pemahaman bergereja dalam 1.3.3. Mengimani doa Tuhan Yesus mengenai kesatuan
sejarah gerakan oikumene gereja dalam Injil Yohanes.
pada tahun 1919-1937 bagi 1.3.4. Menaati perintah Allah untuk memberitakan Injil
kehidupan siswa masa kini. dan menjadi satu dalam kebenaran.

2.2. Mengamalkan nilai 2.2.1. Menghormati Perintah Allah melalui pembacaan


kesejarahan penetapan tema- dan perenungan Firman Allah mengenai
tema percakapan, pengertian, kesatuan dan keutuhan gereja.
dan aspek- aspek hidup dan

vi
karya gereja di tengah 2.2.2. Mengembangkan sikap saling menerima dalam
keragaman pemahaman rangka membangun persatuan dan kesatuan
bergereja dalam sejarah gereja dalam pergaulan sehari-hari di tengah
gerakan oikumene pada tahun masyarakat.
1919-1937 dan maknanya bagi 2.2.3. Menjunjung tinggi keadilan, perdamaian dan
kehidupan siswa di tengah keutuhan ciptaan.
pergaulan masyarakat masa 2.2.4. Menunjukkan sikap solidaritas dalam interaksi
kini. kehidupan sehari-hari.
2.2.5. Membiasakan diri mengikuti karakter baik dari
tokoh-tokoh gerakan oikumene.
3.2. Memahami sejarah 3.2.1. Mengidentifikasi tema-tema percakapan
penetapan tema-tema mengenai hidup dan karya gereja dalam gerakan
percakapan, pengertian, dan oikumene pada tahun 1919-1937.
aspek-aspek hidup dan karya 3.2.2. Membandingkan tema-tema percakapan
gereja di tengah keragaman mengenai hidup dan karya gereja dalam sejarah
pemahaman bergereja dalam gerakan oikumene pada tahun 1919-1937 dan
sejarah gerakan oikumene sesudahnya.
pada tahun 1919-1937 dan 3.2.3. Menelaah keteladanan yang terkandung dalam
maknanya bagi kehidupan gerakan oikumene pada tahun 1919-1937.
siswa pada masa kini.
4.2. Menyajikan tulisan singkat 4.2.1. Menyusun tulisan singkat mengenai tema-tema
mengenai penetapan tema- percakapan, pengertian, dan aspek-aspek hidup
tema percakapan, dan karya gereja di tengah keragaman
pengertian dan aspek-aspek pemahaman bergereja dalam sejarah gerakan
hidup dan karya gereja di oikumene pada tahun 1919-1937.
tengah keragaman 4.2.2. Menganalisis implikasi dari gerakan oikumene
pemahaman bergereja dalam pada tahun 1919-1937 terhadap kehidupan
sejarah gerakan oikumene siswa pada masa kini.
pada tahun 1919-1937 dan
maknanya bagi kehidupan
siswa pada masa kini.
1.3. Menghayati pentingnya 1.3.1. Meyakini bahwa Allah melakukan perubahan di
pembelajaran mengenai dunia melalui kehadiran kesatuan gereja.
perkembangan gereja dalam 1.3.2. Menghargai gereja denominasi lain sebagai
gerakan oikumene di dunia gereja yang juga dikasihi oleh Allah.
bagi kehidupan siswa pada 1.3.3. Mensyukuri penyelenggaraan program-program
masa kini. DGA yang berupaya memperkuat persatuan
gereja.
2.3. Mengamalkan dasar-dasar 2.3.1. Menjadi pembawa damai di tengah perpecahan
alkitabiah dalam gerakan masyarakat.
oikumene di dunia bagi 2.3.2. Membangun kepedulian terhadap kaum
kehidupan siswa dalam minoritas di dalam pergaulan masyarakat masa
pergaulan masyarakat pada kini.
masa kini. 2.3.3. Proaktif dalam melakukan perintah Tuhan untuk
menjawab kebutuhan masyarakat.
3.3. Memahami pengertian, makna 3.3.1. Menjelaskan pengertian gerakan oikumene.
dan dasar-dasar alkitabiah

vii
gerakan oikumene dalam 3.3.2. Mengidentifikasi dasar-dasar Alkitabiah gerakan
sejarah perkembangan gereja oikumene.
di dunia bagi kehidupan siswa 3.3.3. Menjelaskan penyebab lahirnya gerakan
dalam pergaulan masyarakat oikumene di dunia.
pada masa kini. 3.3.4. Menjelaskan tujuan pembentukan Dewan Gereja
se-Dunia (DGD).
3.3.5. Mengidentifikasi beberapa kegiatan utama DGD.
3.3.6. Membandingkan kegiatan gerakan oikumene
dalam perkembangan gereja di dunia dengan
gerakan oikumene dalam perkembangan gereja
masa kini.
4.3. Menyajikan tulisan singkat 4.3.1. Menganalisis implikasi gerakan oikumene dan
mengenai awal gerakan kegiatannya dalam perkembangan gereja di
oikumene dalam sejarah dunia terhadap kehidupan siswa masa kini.
perkembangan gereja di dunia 4.3.2. Menyajikan tulisan singkat mengenai gerakan
dan maknanya bagi kehidupan oikumene dalam perkembangan gereja di dunia
siswa dalam pergaulan bagi penguatan gerakan oikumene dalam gereja
masyarakat pada masa kini.
masa kini.
1.4. Menghayati pentingnya 1.4.1. Menerima kedaulatan Allah dalam memilih
pembelajaran mengenai nilai- tokoh-tokoh pelopor gerakan oikumene dunia.
nilai iman Kristen yang 1.4.2. Membangun pertumbuhan emosional melalui
diteladankan oleh tokoh-tokoh teladan tokoh-tokoh pelopor gerakan oikumene
pelopor gerakan oikumene di dunia.
dunia bagi kehidupan siswa 1.4.3. Membiasakan diri mengikuti karakter baik dari
pada masa kini. tokoh-tokoh pelopor gerakan oikumene dunia.
1.4.4. Membangun pertumbuhan spiritual yang benar
sesuai dengan firman Allah seperti yang
ditunjukkan oleh tokoh-tokoh pelopor gerakan
oikumene dunia.
1.4.5. Menerapkan teladan pola hidup tokoh-tokoh
pelopor gerakan ekunemen dunia dalam
kehidupan sehari-hari.
2.4. Mengamalkan nilai-nilai iman 2.4.1. Menerapkan perilaku kepeloporan dalam
Kristen yang diteladankan oleh kehidupan sehari-hari.
tokoh-tokoh pelopor gerakan 2.4.2. Menerapkan perilaku solidaritas dalam
oikumene di dunia bagi kehidupan sehari-hari.
kehidupan siswa dalam 2.4.3. Mengutamakan keutuhan dalam kehidupan
pergaulan masyarakat pada bermasyarakat.
masa kini. 2.4.4. Menunjukkan perilaku saling menopang dalam
kehidupan bermasyarakat.
3.4. Memahami perilaku 3.4.1. Mengidentifikasi tokoh-tokoh pelopor
kepeloporan, solidaritas, pembentukan DGD.
keutuhan dan saling 3.4.2. Mengidentifikasi nilai-nilai iman yang dapat
menopang sebagai nilai- nilai diteladani dari kisah hidup tokoh-tokoh pelopor
iman Kristen dalam gerakan oikumene dunia.
perkembangan gerakan

viii
oikumene di dunia dan
maknanya bagi kehidupan
siswa pada masa kini.
4.4. Menyajikan berbagai aktivitas 4.4.1. Menyusun paparan mengenai profil tokoh-tokoh
sebagai wujud keterlibatan pelopor gerakan oikumene dunia dan nilai-nilai
aktif dalam pemberlakuan iman yang dapat diteladani.
nilai-nilai iman Kristen dalam 4.4.2. Membuat puisi atau lagu mengenai perilaku
perkembangan gerakan kepeloporan, solidaritas, keutuhan dan saling
oikumene di dunia maknanya menopang yang diteladankan para tokoh
bagi kehidupan siswa pada gerakan oikumene.
masa kini. 4.4.3. Membuat kliping gambar untuk
mengampanyekan perilaku kepeloporan,
solidaritas, keutuhan dan saling menopang
dalam gerakan oikumene.
4.4.4. Menyusun doa memohon tuntunan Tuhan untuk
giat melakukan kegaitan gerakan oikumene
dalam kehidupan gereja pada masa kini.
1.5. Menghayati pentingnya 1.5.1. Mensyukuri adanya gerakan oikumene di Asia
perkembangan gerakan sebagai cara Tuhan mempersatukan gereja-Nya.
oikumene di Asia bagi 1.5.2. Mengakui bahwa panggilan gereja adalah untuk
kehidupan siswa pada masa menyelenggarakan kehidupan yang sejahtera
kini. bagi seluruh umat manusia.

2.5. Mengamalkan dasar-dasar 2.5.1. Mengembangkan sikap saling menerima dan


alkitabiah dan alasan- alasan bekerja sama dalam rangka membangun
iman Kristen lahirnya gerakan persatuan dan kesatuan gereja.
oikumene di Asia bagi 2.5.2. Menumbuhkan kepedulian terhadap
kehidupan siswa pada masa permasalahan bangsa dan hadir sebagai
kini. pembawa solusi.

3.5. Memahami dasar-dasar 3.5.1. Mengidentifikasi dasar-dasar alkitabiah yang


alkitabiah, alasan-alasan iman melahirkan gerakan oikumene di Asia.
Kristen dan kegiatan-kegiatan 3.5.2. Menganalisis dampak gerakan oikumene di Asia
utama gerakan oikumene di terhadap penguatan gerakan oikumene dalam
Asia bagi kehidupan siswa gereja-gereja masa kini.
pada masa kini. 3.5.3. Membandingkan kegiatan gerakan oikumene
dalam perkembangan gereja di Asia dengan
gerakan oikumene pada masa kini.
3.5.4. Mengidentifikasi kegiatan gerakan oikumene
dalam perkembangan gereja di Asia.
3.5.5. Menjelaskan perkembangan awal gerakan
oikumene di Asia.

4.5. Menyajikan tulisan singkat 4.5.1. Menyusun tulisan singkat mengenai gerakan
mengenai awal gerakan oikumene dan kegiatan-kegiatannya dalam
oikumene di Asia dan perkembangan gereja di Asia

ix
maknanya bagi kehidupan 4.5.2. Menyajikan paparan mengenai dampak gerakan
siswa pada masa kini. oikumene di Asia terhadap penguatan gerakan
oikumene dalam gereja-gereja masa kini

1.6. Menghayati pentingnya 1.6.1. Menerima kedaulatan Allah dalam memilih


pembelajaran mengenai nilai- tokoh- tokoh pelopor gerakan oikumene di Asia.
nilai iman Kristen yang 1.6.2. Membangun pertumbuhan emosional melalui
diteladankan oleh tokoh-tokoh teladan tokoh-tokoh pelopor gerakan oikumene
pelopor gerakan oikumene di di Asia.
Asia bagi kehidupan siswa pada 1.6.3. Membiasakan diri mengikuti karakter baik dari
masa kini.
tokoh- tokoh pelopor gerakan oikumene di Asia.
1.6.4. Membangun pertumbuhan spiritual yang benar
sesuai dengan firman Allah seperti yang
ditunjukkan oleh tokoh-tokoh pelopor gerakan
oikumene di Asia.
1.6.5. Menerapkan teladan pola hidup tokoh-tokoh
pelopor gerakan oikumene dunia dalam
kehidupan sehari-hari.

2.6. Mengamalkan nilai-nilai iman 2.6.1. Menampilkan contoh perilaku beriman dalam
Kristen yang diteladankan oleh keseharian yang sesuai dengan tokoh-tokoh
tokoh-tokoh pelopor gerakan pelopor gerakan oikumene di Asia.
oikumene di Asia bagi 2.6.2. Menerapkan perilaku kemandirian dalam
kehidupan siswa dalam kehidupan sehari-hari.
pergaulan masyarakat pada 2.6.3. Menerapkan perilaku keterbukaan dalam
masa kini.
kehidupan sehari-hari.
2.6.4. Menunjukkan perilaku saling menopang dalam
kehidupan bermasyarakat.

3.6. Memahami perilaku 3.6.1. Menjelaskan gerakan oikumenis dalam


kemandirian dan keterbukaan perkembangan gereja di Asia.
(inklusif) sebagai nilai-nilai 3.6.2. Mengidentifikasi tokoh-tokoh pelopor gerakan
iman Kristen dalam oikumene Asia.
perkembangan gerakan 3.6.3. Mengidentifikasi nilai-nilai iman yang dapat
oikumene di dunia dan diteladani dari kisah hidup tokoh-tokoh pelopor
maknanya bagi kehidupan
gerakan oikumene Asia.
siswa pada masa kini.

4.6. Menyajikan berbagai aktivitas 4.6.1. Menyusun tulisan singkat mengenai tokoh-tokoh
sebagai wujud keterlibatan pelopor gerakan oikumene Asia.
aktif dalam pemberlakuan 4.6.2. Membuat puisi atau lagu mengenai perilaku
nilai-nilai iman Kristen dalam kemandirian dan keterbukaan yang diteladankan
perkembangan gerakan para tokoh gerakan oikumene serta maknanya
oikumene di dunia maknanya bagi kehidupan siswa pada masa kini.

x
bagi kehidupan siswa pada 4.6.3. Membuat kliping gambar atau flyer untuk
masa kini. mengampanyekan perilaku kemandirian dan
keterbukaan dalam gerakan oikumene.
4.6.4. Menyusun doa memohon tuntunan Tuhan untuk
giat melaksanakan kemandirian dan
keterbukaan dalam kegiatan gerakan oikumene
pada masa kini.

1.7. Menghayati nilai kesejarahan 1.7.1. Meyakini bahwa Allah melakukan perubahan di
penetapan tema-tema dunia melalui persatuan dan keutuhan gereja.
percakapan, pengertian, dan 1.7.2. Meyakini bahwa gereja terpanggil untuk ikut
aspek- aspek dialog antar serta membangun bangsa, negara dan
umat beragama dan ideologi masyarakat.
dalam gerakan oikumene bagi 1.7.3. Menumbuhkan kepedulian terhadap
kehidupan bergereja siswa permasalahan bangsa.
masa kini.

2.7. Mengamalkan nilai 2.7.1. Membangun kerja sama antar gereja untuk
kesejarahan penetapan tema- membahas permasalahan bangsa.
tema percakapan, pengertian, 2.7.2. Proaktif mencari solusi untuk menanggulangi
dan aspek-aspek dialog antar permasalahan bangsa.
umat beragama dan ideologi 2.7.3. Meneladani Yesus dalam menghadirkan solusi
dalam gerakan oikumene bagi bagi permasalahan masyarakat.
kehidupan siswa dalam
pergaulan masyarakat masa
kini.
3.7. Memahami sejarah penetapan 3.7.1. Mengidentifikasi tema-tema percakapan
tema-tema percakapan, mengenai dialog antar umat beragama dan
pengertian, dan aspek- aspek ideologi dalam sejarah gerakan oikumene.
dialog antar umat beragama 3.7.2. Membuat perbandingan mengenai tema-tema
dan ideologi dalam sejarah dialog antar umat beragama dan ideologi
gerakan oikumene dan 3.7.3. Menjelaskan pengertian aspek-aspek dan tema-
maknanya bagi kehidupan tema dialog antar umat beragama dan ideologi
siswa dalam pergaulan dalam sejarah gerakan oikumene.
masyarakat pada masa kini. 3.7.4. Menganalisis implikasi dialog antar umat
beragama dalam sejarah gerakan oikumene
terhadap kehidupan gereja masa kini.

4.7. Melaksanakan tanggung jawab 4.7.1. Menyusun tulisan singkat mengenai pengertian,
terkait dialog antar umat aspek-aspek dan tema-tema dialog antar umat
beragama dan ideologi dalam beragama dan ideologi dalam sejarah gerakan
sejarah gerakan oikumene dan oikumene.
maknanya bagi kehidupan 4.7.2. Menganalisis implikasi dialog antar umat
siswa dalam pergaulan beragama dalam sejarah gerakan oikumene
masyarakat pada masa kini. terhadap penguatan gerakan oikumene dalam
gereja masa kini.

xi
DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN DIRJEN .......................................................................................... ii


KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii
PRAKATA ................................................................................................................... iv
KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR ........................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xiv
BAB 1 KONFERENSI MISIONARIS SE-DUNIA DI EDINBURGH ...................................... 1
A. Persiapan ........................................................................................................ 2
B. Tokoh-tokoh ................................................................................................... 3
C. Pembahasan ................................................................................................... 5
BAB 2 GERAKAN OIKUMENE DUNIA DAN PEMBENTUKAN DGD ............................... 13
A. Dasar Alkitab Gerakan Oikumene ................................................................... 14
B. Pembentukan Dewan Gereja-gereja se-Dunia ................................................. 15
C. Para Tokoh Pembentukan DGD ....................................................................... 16
D. Tuan Rumah dan Isu-isu penting yang diangkat ............................................. 28
E. Isu-isu penting lainnya yang pernah dibahas DGD .......................................... 22
F. Hubungan dengan Gereja Katolik Roma .......................................................... 23
BAB 3 DEWAN GEREJA ASIA ...................................................................................... 29
A. Latar Belakang ................................................................................................ 29
B. Masalah Oikumenisme di Asia ........................................................................ 30
C. Pembentukan DGA di Parapat ........................................................................ 32
D. Program-program DGA ................................................................................... 33
E. Peranan Gereja-gereja di Indonesia ................................................................ 35
F. Tokoh-tokoh Indonesia di DGA ....................................................................... 36
BAB 4 Pembentukan Dewan Gereja se-Dunia ........................................................... 42
A. Tokoh-tokoh Pembentukan Dewan Gereja se-Dunia ....................................... 42
B. Nilai-nilai Iman Kristen dari Tokoh-tokoh Dewan Gereja ................................. 47
BAB 5 Perkembangan Gerakan Oikumene di Asia ..................................................... 53
A. Lahirnya Gerakan Oikumene di Asia ................................................................ 53

xii
B. Tujuan Pembentukan Dewan Gereja Asia ....................................................... 54
C. Kegiatan Utama Dewan Gereja di Asia ............................................................ 56
D. Alasan lahirnya Gerakan Oikumene di Asia ..................................................... 58
BAB 6 Tokoh-tokoh dan Pelopor Gerakan Oikumene di Asia .................................... 64
A. Tokoh-tokoh Pelopor Gerakan Oikumene di Asia ............................................ 65
B. Nilai iman Kristen yang diteladankan tokoh-tokoh pelopor gerakan oikumene
di Asia dan maknanya bagi kehidupan siswa masa kini ................................... 69
BAB 7 Tema tema Percakapan antar umat beragama dan ideologi dalam sejarah
Gerakan Oikumene ......................................................................................... 74
A. Persekutuan antar umat manusia ................................................................... 74
B. Penanggulangan Kemiskinan .......................................................................... 77
C. Pelestarian Lingkungan ................................................................................... 78
D. Dialog antar umat beragama dan ideologi dalam sejarah gerakan Oikumene . 80

GLOSARIUM ............................................................................................................... 85
DAFTAR INDEKS ......................................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 90
BIODATA PENULIS ..................................................................................................... 92

xiii
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1.1 Lord Balfour dari Burleigh ................................................................. 3


2. Gambar 1.2 John R. Mott ..................................................................................... 4
3. Gambar 1.3 Konferensi Misionaris Internasional 1910 ......................................... 6
4. Gambar 2.1 Patriarkh Germanus V ....................................................................... 15
5. Gambar 2.2 Uskup Agung William Temple ........................................................... 16
6. Gambar 2.3 Hendrik Kraemer ............................................................................... 17
7. Gambar 2.4 Logo Sidang Raya X di Busan, 2013 .................................................... 21
8. Gambar 2.5 Paus Fransiskus memperlihatkan solidaritas dengan orang miskin .... 23
9. Gambar 2.6 Seruan damai untuk Papua oleh Dewan Gereja-gereja se-Dunia ....... 24
10. Gambar 3.1 Suasana pada salah satu persidangan DGA ....................................... 31
11. Gambar 3.2 Lambang DGA ................................................................................... 33
12. Gambar 3-3 Buku nyanyian “Sound the Bamboo” ................................................ 34
13. Gambar 3-4 Logo Sidang Raya ke-14 DGA di Jakarta ............................................. 35
14. Gambar 3-5 Pdt. Dr. Henriette Hutabarat-Lebang ................................................ 37
15. Gambar 4.1 William Temple ................................................................................. 43
16. Gambar 4.2 John R. Mott ..................................................................................... 43
17. Gambar 4.3 Dr. Hendrik Kraemer ......................................................................... 44
18. Gambar 6.1 Cheng Jingyi ...................................................................................... 65
19. Gambar 6.2 Todung Sutan Gunung Mulia Harahap .............................................. 67

xiv
KONFERENSI MISIONARIS SE-
BAB
DUNIA EDINBURGH(1910)
1

Revolusi Industri atau yang sekarang dikenal sebagai Revolusi Industri (Pertama),
yang berlangsung dari 1780 hingga sekitar 1820 sampai 1840 terjadi di Eropa dan Amerika
Serikat. Masa ini ditandai oleh perubahan dari cara-cara produksi tangan ke mesin,
produksi bahan-bahan kimia dan besi yang baru, peningkatan penggunaan mesin- mesin
bertenaga uap dan air, perkembangan perangkat- perangkat mesin dan bangkitnya sistem
pabrik yang menggunakan mesin-mesin. Pada masa itu juga kita menyaksikan dilahirkannya
kendaraan bermotor seperti mobil dan kereta api yang meningkatkan laju transportasi
dengan luar biasa. Di saat yang sama terjadi penemuan telepon dan telegram yang sangat
mempermudah dan meningkatkan komunikasi antar pribadi, antar negara dan antar
benua.
Semua perubahan dan percepatan dalam segala tingkat kehidupan membuat
banyak pemimpin Kristen bertanya- tanya, inikah saatnya bagi seluruh dunia mengenal
berita Injil tentang Yesus Kristus. Daerah- daerah yang dahulu sulit atau bahkan mustahil
dijangkau, kini dengan mudah dapat mendengar berita Injil. Pada Konferensi Edinburgh,
John R. Mott, salah seorang pemimpinnya, mencetuskan semboyan, “Penginjilan pada
Abad Ini Juga!”. Ada harapan yang sangat besar bahwa pada akhir abad ke-20, seluruh
dunia sudah diinjili dan seluruh dunia sudah menerima Injil Yesus Kristus.
B

1
PETA KONSEP

Konferensi
Misionaris di
Edinburg

Persiapan Tokoh Pembahasan

Kata kunci: Revolusi Industri, Awam, Determinisme biologis, Rasisme.


B B
A. Persiapan

Konferensi Misionaris se-Dunia didahului oleh lima konferensi antar denominasi


yang diselenggarakan oleh badan-badan misi asing di Inggris maupun di Amerika Serikat.
Konferensi pertama diadakan di London pada tahun 1888. Ini adalah upaya yang pertama
untuk mempelajari dan menyebarkan informasi mengenai karya para misionaris di seluruh
dunia. Konferensi itu dilanjutkan pada tahun 1900 dengan sebuah pertemuan “oikumenis”
yang lebih besar, dengan para utusan yang dikirim oleh lembaga-lembaga misi asing yang
berbasis di Amerika Serikat, Kanada, Inggris dan Eropa. Konferensi ini diadakan di New York,
dengan peserta lebih dari 50.000 orang dan diharapkan mewakili seluruh wilayah dunia
yang dihuni manusia. Banyak dari para peserta yang hadir saat itu bertekad bahwa sepuluh
tahun lagi harus diadakan sebuah konferensi lagi yang diadakan di Eropa.
Pada 29 Januari 1907, 37 utusan dari 20 komisi atau dewan misi luar negeri
Skotlandia setuju pada pertemuan di Glasgow bahwa sebuah konferensi misionaris harus
diadakan di Edinburgh, pada Juni 1910. Konferensi ini ditata mengikuti model konferensi di
New York pada 1900 dan terdiri dari utusan-utusan dari lembaga-lembaga misi asing yang
aktif mendukung para misionaris yang melayani di ladang-ladang misi dan menghabiskan
dana tidak kurang dari £2000 untuk program misi luar negeri mereka setiap tahunnya.
Konferensi tersebut hanya akan membahas pekerjaan misi di antara orang-orang non-
Kristen. Pembahasan hanya akan diarahkan pada masalah-masalah yang paling mendesak

2
yang dihadapi gereja- gereja. Para peserta dilarang mengungkapkan pandangan-
pandangan gerejawi ataupun doktriner.
B
B. Tokoh-Tokoh

Lord Balfour dari Burleigh (1849 - 1921)


Alexander Hugh Bruce, atau Lord Balfour dari
Burleigh ke-6, adalah seorang politikus Skotlandia, bankir,
dan negarawan, yang memainkan peranan penting dalam
urusan Gereja Skotlandia. Ia menjadi Menteri Urusan
Skotlandia pada 1895-1903. Pada 1876 Balfour dipilih
sebagai wakil Skotlandia di parlemen. Enam tahun
kemudian, ia diangkat menjadi Komisioner Pendidikan
Skotlandia. Tahun berikutnya ia menjadi sekretaris
parlemen di Dewan Perdagangan, jabatan tersebut
dipegangnya hingga kaum Liberal merebut kekuasaan.
Gambar 1-1: Lord Balfour dari Burleigh.
Sumber: Domain publik.

Pada tahun 1892, selama tiga tahun, ia menjabat sebagai ketua Komisi Pemasok Air
London hingga ia kembali ke pemerintahan sebagai Sekretaris Urusan Skotlandia pada
1895. Dua tahun kemudian ia diangkat menjadi Ksatria.
Balfour diangkat menjadi Rektor Universitas Edinburgh dan kemudian Rektor
Universitas St. Andrew yang merupakan Jabatan yang terakhir didudukinya hingga
wafatnya. Sebagai tokoh yang aktif di Gereja Skotlandia, ia menjabat sebagai Presiden
Konferensi Misionaris se-Dunia yang diadakan di Edinburgh pada 1910, dan menjadi
perunding penting dalam diskusi-diskusi tentang penyatuan gereja di Skotlandia yang
terwujud pada tahun 1920-an.

3
John R. Mott (1865-1955)
John Raleigh Mott adalah seorang penginjil dan
lama menjabat sebagai pemimpin sebuah organisasi
Kristen, Ikatan Muda untuk Kekristenan Am (IMKA) dan
Federasi Mahasiswa Kristen se-Dunia (WSCF). Ia
menerima Penghargaan Perdamaian Nobel pada 1946
untuk karyanya dalam mendirikan dan memperkuat
organisasi-organisasi mahasiswa Kristen Protestan
internasional yang bekerja untuk mempromosikan
Gambar 1.2 John R. Mott perdamaian. Ia berbagi penghargaan itu bersama Emily
Sumber : Domain Public
Balch.
Dari 1895 hingga 1920 Mott menjadi Sekretaris Jenderal WSCF. Mott sangat terlibat
dalam pembentukan Dewan Gereja-gereja se-Dunia pada 1948, sehingga lembaga itu
mengangkatnya sebagai Presiden kehormatan seumur hidup. Bukunya yang paling
terkenal, The Evangelization of the World in this Generation (Penginjilan Dunia Pada
Generasi Ini Juga) menjadi slogan para misionaris pada awal abad ke-20.
Pada tahun 1910, Mott, seorang awam Methodist Amerika, memimpin Konferensi
Misionaris se-Dunia. Ini adalah sebuah capaian penting dalam gerakan misi Protestan dan
gerakan oikumenis modern. Setelah berkeliling di Eropa dan mempromosikan
oikumenisme, Mott berkeliling di Asia. Dari Mei 1912 hingga Mei 1913, ia mengadakan
rangkaian konferensi regional dan nasional, termasuk di Sri Lanka, India, Myanmar,
Malaysia, Tiongkok, Korea, dan Jepang. Dari 1920 hingga 1928, Mott menjabat sebagai
ketua WSCF. Sejumlah ahli sejarah menganggapnya sebagai pemimpin Kristen yang paling
banyak berkeliling dan secara universal paling dipercaya pada zamannya."

Joseph H. Oldham (1874–1969)


Joseph H. Oldham dilahirkan di India dan dibesarkan di Mumbay hingga usia 7
tahun. Keluarganya kembali ke Skotlandia dan tinggal di Crieff dan Edinburgh, hingga ia
memasuki matrikulasi dan lulus sebagai mahasiswa di Trinity College, di Oxford. Pada 1897,
ia pergi ke Lahore, kini wilayah Pakistan, dan menjadi misionaris untuk IMKA Skotlandia. Di
sana ia menikah dengan Mary Anna Gibson Fraser pada tahun 1898. Ia dan Mary kemudian
menderita tifus sehingga mereka kembali ke Skotlandia pada 1901.

4
OIdham kemudian menjadi editor majalah International Review of Missions pada
1912, dan banyak melakukan perjalanan. Pada akhir Perang Dunia I, ia menjabat sebagai
sekretaris Komisi Kerjasama Darurat Misi-misi yang diketuai oleh John Mott. Dalam
kedudukannya itu, Oldham berperan dalam ikut menyusun Perjanjian Versailles yang
menyelesaikan perjanjian perdamaian setelah Perang Dunia I, yang mengatur property
misi-misi Jerman di wilayah-wilayah yang diserahkan kepada Tentara Sekutu, dengan
menempatkan semua itu dalam sebuah yayasan. Semua itu tidak lepas dari lobi-lobi oleh
Oldham. Oldham menjabat sebagai sekretaris Dewan Misionaris Internasional sejak
didirikannya di London pada 1921 hingga 1938. Organisasi itu berakar di Konferensi
Misionaris se-Dunia pada 1910. Oldham memainkan peranan penting dalam persiapan dan
peyelenggarannya bersama John Mott, William Paton dan Abbe Livingston Warnshuis. Ia
kemudian memainkan peranan besar dalam pembentukan Dewan Gereja-gereja se-Dunia.
Dari 1938-1947, Oldham menyelenggarakan “The Moot”, sebuah kelompok pemikir
Kristen ntuk memikirkan masalah-masalah pasca Perang Dunia I. Mereka berkumpul pada
akhir minggu di salah satu rumah para peserta, beberapa kali dalam setahun. Stefan Collini,
salah satu peserta pertemuan itu, menyimpulkan bahwa diskusi-diskusi itu “banyak
mempengaruhi masalah kepemimpinan budaya di sebuah masyarakat modern.” Ini tidak
mengherankan karena para pesertanya antara lain adalah John Baillie, seorang teolog
Skotlandia, T.S. Eliot, seorang penyair terkenal, dan Alec Vidler, seorang teolog Anglikan,
dan Karl Mannheim, seorang sosiolog Jerman, bapak sosiologi klasik. Oldham juga menjadi
editor untuk “Christian News Letter” untuk Dewan Gereja-gereja untuk Iman Kristen dan
Kehidupan Bersama.Sebagian dari terbitannya adalah makalah-makalah yang dibahas di
“The Moot”. Buku Oldham yang berjudul “Kekristenan dan Masalah Ras” (1924), telah
disebut sebagai upaya canggih untuk mengembangkan analisis Kristen alternatif tentang
hubungan antar ras dengan menyerang pemikiran determinisme biologis yang cenderung
melahirkan paham-paham rasisme.

C. Pembahasan

Konferensi Misionaris se-Dunia berbeda dengan pertemuan-pertemuan


sebelumnya, dengan wawasan dan tujuan yang benar-benar internasional. Sebuah komisi
dengan 18 anggotanya dipilih dari Amerika Serikat, Inggris dan Kanada, dengan tujuan
menyusun program dan mengawasi pengaturan penyelenggarannya. Pertemuan pertama

5
komite internasionalnya di Oxford memutuskan: topik-topik yang akan dibahas dalam
konferensi, mempersiapkan topik-topiknya dengan sangat teliti yang akan dipelajari oleh
komisi yang ditunjuk, menyiapkan materi yang akan dibahas para peserta dalam komisi-
komisinya, dan pengangkatan J.H. Oldham sebagai sekretaris penuh waktu untuk
mempersiapkan konferensi itu. Pertemuan di Oxford menentukan keseluruhan struktur
dan metode pertemuannya, penerjemahan dan penyajian informasi di konferensi.
Tema-tema pokok konferensi diatur sesuai dengan delapan komisi yang telah
dibentuk.
1. Menghadirkan Injil kepada semua bangsa di dunia Non-Kristen.
2. Gereja di Ladang Misi.
3. Pendidikan dalam Hubungan dengan Kristenisasi Kehidupan Nasional.
4. Pesan Misi dalam Hubungan dengan agama-agama Non-Kristen.
5. Persiapan para Misionaris.
6. Basis Misi di Negara Asal.
7. Misi dan Pemerintah-pemerintah.
8. Kerja sama dan Promosi Keesaan.
Semboyan John Mott untuk konferensi ini adalah “Penginjilan Dunia pada Generasi
Ini Juga”. Namun kata-kata ini kemudian diubah menjadi “Mempertimbangkan Masalah-
masalah yang Dihadapi Lembaga-lembaga Misi di Dunia Non-Kristen”. Hal ini dilakukan
untuk menghindari konflik antara misi Protestan dengan negara-negara yang sudah diinjili
oleh Gereja Katolik Roma dan Ortodoks.
Dari 1215 orang delegasi, ada lebih
dari 1000 peserta yang berasal dari
Inggris dan Amerika Utara. Hanya
120 orang saja dari negara-negara
Eropa lainnya. Bahasa yang
digunakan hanya bahasa Inggris.
Para peserta berbahasa Prancis pun
dipaksa harus berbahasa Inggris.
Direktur Perhimpunan Misi Injili di
Paris, Alfred Boegner berseru sinis
pada hari pertama, “Tolong kami
bagaimana caranya menginjili.”

Gambar 1-3: Konferensi Misionaris


Internasional 1910
Sumber: Domain publik.

6
Presentasi yang paling mengesankan dibawakan oleh delegasi Tiongkok, Cheng
Ching Yi, saat mendiskusikan laporan Komisi VII. Hanya ada 15 utusan dari Asia yang
mewakili dunia non-barat. Tidak ada satu pun utusan dari Afrika, Amerika Latin, ataupun
Pasifik Selatan. Ini disebabkan karena persyaratan kehadiran pada konferensi ini adalah
lembaga-lembaga misi saja, tetapi bukan gereja-gereja yang merupakan buah dari
pekerjaan mereka.
Delegasi Tiongkok berbicara tentang Federasi Kristen Tiongkok yang telah
mengembangkan kerja sama antar-Kristen dalam bidang pendidikan dan penginjilan “demi
membangun dengan segera sebuah Gereja Kristen antar denominasi yang bersatu.” Kata-
kata inilah maka Konferensi di Edinburgh itu telah dianggap sebagai dasar dari Gerakan
Oikumene.Salah satu laporan yang dianggap terbaik adalah laporan yang disusun oleh John
Nicol Farquhar yang disebut sebagai “karya Indologis terpenting yang dihasilkan oleh
gerakan misi.” Farquhar membahas bukunya yang akan segera terbit, “Mahkota
Hinduisme”. Dalam buku itu, Farquhar menganggap agama Hindu sebagai Perjanjian Lama
India yang mempersiapkan jalan bagi datangnya Kristus dan yang akan menggenapi agama
tersebut. Dalam bukunya ia menulis, “Di dalam Dia terfokus semua cahaya yang bersinar di
dalam Hinduisme. Dialah Mahkota iman di India.”
Percakapan dalam Komisi VII tentang Misi dan Pemerintah-pemerintah cenderung
kedengaran seperti upaya untuk mendekati pemerintah-pemerintah yang menjadi tuan
rumah misi untuk mempermudah dan menolong pekerjaan misi. Hal ini kelihatan telah
menjebak misi atau gereja untuk tunduk dan cenderung menyerah kepada pemerintah,
sebuah sikap yang khas di masa kolonial. Sesi-sesi konferensi diadakan dari 14-23 Juni 1910,
dengan Dr. John R. Mott sebagai ketuanya. Pada hari Selasa, 21 Juni 1910, Komisi VIII
mengajukan usul agar dibentuk Komisi Kelanjutan yang akan mengawasi pekerjaan yang
dimulai oleh Konferensi pada tahun berikutnya. Usul ini mendapatkan persetujuan penuh
para peserta. Maka Komisi Kelanjutan bekerja mulai dari tahun 1911 dan seterusnya.
Pekerjaan Komisi ini berlangsung di seluruh dunia namun perhatian utamanya adalah di
Tiongkok, Asia Timur, dan India. Keprihatinan utamanya adalah pada pendidikan Kristen
dan literatur.
Percakapan tentang iman dan tata gereja yang mungkin akan memecah-belah para
peserta yang umumnya terdiri dari kelompok-kelompok Protestan dan Anglikan saja,
dihindari karena dikhawatirkan akan memecah-belah kelompok yang justru ingin

7
dipersatukan. Bahkan tema konferensi pun diubah untuk menghindari benturan dengan
Gereja Katolik dan Ortodoks. Ada sejumlah hal negatif tentang Konferensi Misionaris
Internasional ini yang muncul di kalangan kita yang hidup lebih dari satu abad setelah
penyelenggaraannya:
a. Misi Kristen yang dipahami sebagai perebutan teritorial, yang terkait dengan
mentalitas aktivis dan militer. Laporan-laporan dan wacana yang muncul selama
persidangan penuh dengan metafora seperti “tentara”, “perang salib”, “dewan
peperangan”, “penaklukan”,“maju menerjang”, dan “perintah menyerang”.
Pemahaman yang agresif dan konfrontatif tentang misi Kristen ini membangkitkan
banyak komentar negatif dan menyulitkan banyak orang non-Kristen untuk
memahami pesan-pesan Kristus yang penuh kasih.
b. Pemikiran teologi yang muncul pada saat itu tampak sangat yakin bahwa dunia akan
segera dikristenkan. Gagasan yang menekankan keunggulan seperti yang
dikemukakan oleh Farquhar, tampak tidak cocok dengan gambaran Kristus yang
datang sebagai hamba untuk melayani.
c. Misi gereja tunduk kepada kekuasaan pemerintah.
d. Konferensi ini juga ditandai oleh ketidakjelasan yang menonjol dengan apa yang
digambarkan sebagai “gereja di ladang misi”. Di satu pihak, tujuan gerakan misi
adalah hadirnya gereja-gereja yang bisa memimpin diri sendiri, membiayai
kebutuhannya sendiri, serta berkembang dengan kekuatannya sendiri. Namun di
pihak lain, para misionaris tampaknya iri dengan “ladang misi” dan tetap berusaha
mempertahankan kendali atas gereja-gereja tersebut.
e. Kehadiran utusan-utusan lembaga misi yang umumnya berkulit putih, kebanyakan
berbahasa Inggris, dan tidak banyak menunjukkan peran orang-orang kulit
berwarna dalam pekerjaan misi.
f. Ketidakhadiran perempuan dalam Konferensi itu.
B
Rangkuman

Konferensi Edinburgh dinilai berhasil mencapai tujuannya dalam mengembangkan


kerja sama secara teratur dan resmi. Namun satu-satunya keputusan yang berhasil mereka
capai adalah membentuk sebuah Komite Kelanjutan yang akan meneruskan pekerjaannya

8
dengan 35 anggota, di bawah pimpinan John Mott dan J.H. Oldham pada tahun 1921. Pada
tahun-tahun setelah Perang Dunia I, Komite itu berkembang menjadi Dewan Misionaris
Internasional dengan markasnya di London dan di New York. Lembaga itu terdiri dari
banyak lembaga misi dan organisasi Kristen internasional dari berbagai denominasi di
ladang misi.
Dewan ini kemudian menyelenggarakan konferensi-konferensi di Yerusalem (1928),
Tambaram, India (1938), Whitby, Kanada (1947), Willingen, Jerman (1952) dan Achimotadi
Ghana (1958).Pada tahun 1961, lembaga ini menjadi Komisi Misi dan Penginjilan se-Dunia
(World Commission on Mission and Evangelism -- WCME) yang diorganisir oleh Dewan
Gereja-gereja se-Dunia (DGD). Baru pada Sidang Raya III di New Delhi (1963), gereja- gereja
di Afrika yang lahir dari lembaga- lembaga misi diterima menjadi anggota DGD. Juga
beberapa Gereja Ortodoks, termasuk Gereja Ortodoks Rusia. WCME kemudian menjadi
salah satu komisi dari DGD. Namun demikian, dilihat dari kacamata sekarang, pemahaman
misi di masa Edinburgh 1910 banyak sekali memiliki kelemahan, seperti yang dicatat di atas.

Nyanyian: “Gereja Bagai Bahtera” (NKB 111)


1. Gereja bagai bahtera di laut yang seram
mengarahkan haluannya ke pantai seberang.
Mengamuklah samudera dan badai menderu;
gelombang zaman menghempas, yang sulit ditempuh.
Penumpang pun bertanyalah selagi berjerih:
Betapa jauh, dimanakah labuhan abadi?
Reff:
Tuhan, tolonglah! Tuhan, tolonglah!
Tanpa Dikau semua binasa kelak.
Ya Tuhan tolonglah!

2. Gereja bagai bahtera pun suka berhenti,


tak menempuh samudera, tak ingin berjerih
dan hanya masa jayanya selalu dikenang,
tak ingat akan dunia yang hampir tenggelam!
Gereja yang tak bertekun di dalam tugasnya,

9
tentunya oleh Tuhan pun tak diberi berkah.

3. Gereja bagai bahtera diatur awaknya,


setiap orang bekerja menurut tugasnya.
Semua satu padulah, setia bertekun,
demi tujuan tunggalnya yang harus ditempuh.
Roh Allah yang menyatukan, membina, membentuk
di dalam kasih dan iman dan harap yang teguh.

4. Gereja bagai bahtera muatannya penuh,


beraneka manusia yang suka mengeluh,
yang hanya ikut maunya, mengritik dan sok tahu
sehingga bandar tujuan menjadi makin jauh.
Tetapi bila umatNya sedia mendengar,
tentulah Tuhan memberi petunjuk yang benar.

5. Gereja bagai bahtera di laut yang seram,


mengarahkan haluannya ke pantai seberang.
Hai ‘kau yang takut dan resah, ‘kau tak sendirian;
teman sejalan banyaklah dan Tuhan di depan!
Bersama-sama majulah, bertahan berteguh;
tujuan akhir adalah labuhan Tuhanmu!

Latihan Pilihan Ganda

Carilah jawaban yang tepat untuk pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dari pilihan
jawaban yang tersedia di bawahnya:

1. Alasan-alasan di bawah ini adalah dasar untuk menyelenggarakan Konferensi


Misionaris Internasional di Edinburgh 1910, kecuali:
A. Gereja terpecah-pecah sehingga kesaksian gereja lewat misinya membangkitkan
keraguan banyak orang.

10
B. Ada keinginan dan harapan untuk menggunakan tangan pemerintah untuk
membantu penyebaran Injil.
C. Kemajuan transportasi dan komunikasi membangkitkan harapan bagi pekerjaan
misi ke seluruh dunia.
D. Munculnya harapan mempersatukan semua gereja untuk mengkristenkan dunia.
2. Konferensi Misionaris di Edinburgh banyak dihadiri oleh peserta dari wilyah-wilayah
ini, kecuali:
A. Britania Raya
B. Amerika Utara
C. Kanada
D. Eropa Timur
3. Dalam konferensi itu muncul harapan bahwa dunia akan dikristenkan terutama
karena:
A. Agama Kristen telah menyebar ke banyak wilayah di dunia.
B. Agama Kristen dianggap sebagai puncak penggenapan harapan umat agama lain,
seperti yang digambarkan dalam buku “The Crown of India”.
C. Lembaga-lembaga misi mempunyai dukungan keuangan yang kuat.
D. Secara statistik pertumbuhan umat Kristen tampak terus bertambah.
4. Kapan Revolusi Industri berlangsung ?
A. Tahun 1780 – 1820 C. Tahun 1778 – 1809
B. Tahun 1779 – 1810 D. Tahun 1870 -1890
5. Siapakah yang menjabat sebagai Presiden Konferensi Misionaris se-Dunia yang
diadakan di Edinburgh pada 1910 ?
A. John Mott C. William Temple
B. Lord Balfour dari Burleigh D. Bill Graham
6. Siapakah yang menulis buku The Evangelization of the World in this Generation ?
A. William Temple C. R.B Manikam
B. John R. Mott D. Bill Graham
7. Siapakah yang menulis buku “Kekristenan dan Masalah Ras” ?
A. Joseph H. Oldham C. Kenneth Hagin
B. John R. Mott D. R.B. Manikam

11
8. Siapakah yang menerima Penghargaan Perdamaian Nobel pada 1946 untuk karyanya
dalam mendirikan dan memperkuat organisasi-organisasi mahasiswa Kristen
Protestan internasional yang bekerja untuk mempromosikan perdamaian
A. Kenneth Hagin C. John. R Mott
B. Joseph H. Oldham D. Bill Graham
9. Apakah Semboyan John Mott untuk konferensi Oxford ?
A. “Penginjilan Dunia pada Generasi Lampau”.
B. “Penginjilan Dunia pada Generasi Yang Akan Datang”.
C. “Penginjilan Dunia pada Generasi Ini Juga”.
D. “Penginjilan Dunia pada Generasi Ini Masa Lalu”.
10. Dari 1938-1947, Oldham menyelenggarakan “The Moot”, apakah The Moot itu ?
A. sebuah kelompok pemikir Kristen untuk memikirkan masalah-masalah pasca
Perang Dunia II.
B. sebuah kelompok pemikir Kristen untuk memikirkan masalah-masalah pasca
Perang Dunia I.
C. sebuah kelompok pemikir Kristen untuk memikirkan masalah internasional.
D. sebuah kelompok pemikir Kristen untuk memikirkan masalah gereja.

Soal Uraian
1. Apakah karya John R. Mott sehingga mendapatkan Nobel Perdamaian ?
2. Mengapa ahli sejarah menganggap John R. Mott sebagai pemimpin Kristen yang paling
banyak berkeliling dan secara universal paling dipercaya pada zamannya ?
3. Mengapa Buku Oldham yang berjudul “Kekristenan dan Masalah Ras” (1924), telah
disebut sebagai upaya canggih untuk mengembangkan analisis Kristen alternatif.
4. Mengapa Konferensi di Edinburgh itu telah dianggap sebagai dasar dari Gerakan
Oikumene ?

5. Salah satu laporan yang dianggap terbaik adalah laporan yang disusun oleh John Nicol
Farquhar yang disebut sebagai “karya Indologis terpenting yang dihasilkan oleh
gerakan misi.” Farquhar membahas bukunya yang akan segera terbit, “Mahkota
Hinduisme”. Apakah isi dari buku ini ?

12
GERAKAN OIKUMENE DUNIA
BAB
PEMBENTUKAN DGD
2

Gerakan oikumene adalah gerakan yang bercita-cita untuk mempersatukan gereja-


gereja Kristen di dunia. Perpecahan gereja sudah terjadi sejak tahun 325 Masehi, setelah
selesainya Konsili Nicea I, yang mengakibatkan tidak diakuinya kelompok Arius, seorang
penatua dari Libya, yang menjabat sebagai imam di Baukalis, Alexandria, Mesir. Arius
dinyatakan sesat oleh Konsili Nicea I, dan akibatnya ia beserta para pengikutnya kemudian
dikejar-kejar oleh kelompok lainnya yang dianggap benar dan banyak yang mati dibunuh.
Perpecahan besar kedua yang terjadi pada 1054, ketika Gereja Katolik Roma
terpisah dari Gereja Ortodoks Timur karena pertikaian mengenai Pengakuan Iman Nicea.
Gereja Ortodoks Timur menuduh bahwa Gereja Katolik Roma telah menambahkan di dalam
pengakuan imannya kata filioque, yang terdapat pada bagian “Aku percaya kepada Roh
Kudus, yang adalah Tuhan dan Yang menghidupkan, yang keluar dari Sang Bapa dan Sang
Anak.”. Gereja Ortodoks Timur menuduh bahwa Gereja Barat (Gereja Roma) telah
menambahkan istilah “dan Sang Anak” itu ke dalam Pengakuan Iman tersebut, dan dengan
demikian telah menempatkan Roh Kudus pada tingkatan yang lebih rendah daripada Sang
Anak. Padahal menurut Gereja Ortodoks, hal itu tidak boleh terjadi.
Pada bagian ini kita akan mempelajari bagaimana upaya-upaya itu dirintis di tingkat
dunia dalam bentuk Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD). Upaya rintisan ini kemudian
melahirkan Dewan Gereja-gereja Asia (DGA), atau dalam bahasa Inggris disebut CCA
(Christian Conference of Asia) dan kemudian di tingkat nasional dengan pembentukan DGI
(sekarang PGI). Pada bab ini kita hanya akan membahas bagian yang pertama saja, yaitu
pembentukan DGD.

13
PETA KONSEP

Kata kunci: Perpecahan, Oikumene, DGD, DGA, Sidang Raya.

A. Dasar Alkitab Gerakan Oikumene

Kata oikoumene berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yaitu oikos dan
monos.Kata oikos berarti “rumah” dan kata monos berarti “satu”. Dengan demikian kata
oikoumene, yang disederhanakan dalam Bahasa Indonesia menjadi oikumene berarti “satu
rumah”. Di dalam kata ini tersirat pengakuan bahwa kita hidup bersama-sama dalam satu
rumah yang sama. Sebagai orang Kristen, kata ini berarti kita hidup bersama-sama dengan
orang-orang Kristen lain, yang mungkin berasal dari tradisi gereja yang berbeda.
Bagaimanakah caranya kita hidup bersama-sama dengan saudara-saudara kita?
Gerakan oikumene didasarkan pada doa Tuhan Yesus pada Yohanes 17:20-21, yang
berbunyi,
“Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang- orang, yang
percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu,
sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka
juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.”
Dari doa Tuhan Yesus ini kita bisa menyimpulkan bahwa gerakan oikumene adalah
perwujudan doa dan harapan Tuhan Yesus sendiri. Mengapakah Tuhan Yesus
mengucapkan doa ini ? Tampaknya sejak awal permulaan sekali Tuhan Yesus sudah sadar

14
bahwa orang-orang yang menjadi pengikut-Nya ini ternyata cenderung untuk terpecah-
belah. Bila itu terjadi, maka dunia tidak akan pernah lagi mempercayai pemberitaan para
murid Kristus dan gereja mereka. Bila demikian halnya, maka jelas sekali bahwa gereja akan
kehilangan panggilannya yaitu memberitakan keselamatan dan pendamaian manusia yang
telah tercerai-berai oleh dosa dan permusuhan di antara diri manusia sendiri.
B
B. Pembentukan Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD)

Gerakan oikumene sedunia dimulai oleh sebuah gerakan penting pada akhir abad
ke-19 dan awal abad ke-20, yaitu Konferensi Misionaris Edinburgh pada tahun 1910.
Pada tahun 1920, Patriarkhoikumenis dari
Gereja Ortodoks Timur, Germanus V dari
Konstantinopel menulis sepucuk surat yang ditujukan
“Kepada Semua Gereja-gereja Kristus, di mana pun
juga mereka berada,” yang isinya menganjurkan kerja
sama yang lebih erat antara orang-orang Kristen yang
terpecah-pecah, dan menyarankan dibentuknya “Liga
Gereja-gereja” yang sejajar dengan Liga Bangsa-
bangsa.
Gambar 2-1: Patriarkh Germanus V,
Sumber: Domain Publik

Pada tahun 1937, para pemimpin gereja setuju untuk membentuk sebuah Dewan
Gereja-gereja yang didasarkan pada penyatuan organisasi dan Tata Gereja yang berpusat
di Amerika Serikat, dan Gerakan Hidup dan Kerja yang berpusat di Swedia. Namun usaha
itu tertunda hingga 1948 karena pecahnya Perang Dunia II pada tahun 1939-1945.
Dewan Gereja-gereja Dunia (DGD) secara resmi dibuka pada 2 Agustus 1948 dengan
persidangannya yang pertama di Amsterdam. Utusan dari 147 gereja berkumpul untuk
menyatukan Gerakan Iman dan Tata Gereja dan Gerakan Hidup dan Kerja. Pertemuan ini
dilanjutkan untuk upaya konsolidasinya di Lund, Swedia pada 1950. Pada tahun 1961
bergabunglah Dewan Misi Internasional, dan pada tahun 1971 masuk pula Dewan
Pendidikan Kristen se-Dunia, yang diiawali oleh Gerakan Sekolah Minggu yang terbentuk
pada abad ke-18. DGD kini terdiri dari berbagai aliran : Anglikan, Presbiterian dan
Reformed, Lutheran, Baptis, Katolik Tua, Pentakostal, Ortodoks Timur, beberapa gereja

15
bersatu (United dan Uniting church), dan gereja-gereja independen. Gereja-gereja yang
menolak bergabung dengan DGD membentuk kelompoknya sendiri, yang dinamai Aliansi
Injili se-Dunia. Sidang Raya DGD diadakan setiap tujuh atau delapan tahun sekali. Di dalam
setiap persidangan dipilihlah Komite Sentral yang memimpin DGD sampai persidangan
berikutnya.
B C. Para Tokoh Pembentukan DGD

William Temple (1881-1944)


William Temple adalah seorang uskup Gereja Inggris. Ia melayani sebagai Uskup
Manchester (1921–1929), Uskup Agung York (1929–1942) dan Uskup Agung Canterbury
(1942–1944), yaitu jabatan tertinggi di Gereja Inggris dan seluruh Persekutuan Anglikan di
seluruh dunia. Ia terkenal karena bukunya, “Kekristenan dan Tatanan Sosial” yang isinya
memuat teologi Anglikan dan visinya tentang masyarakat yang adil setelah perang. Ia juga
terkenal sebagai salah satu pendiri Dewan Kristen dan Yahudi pada tahun 1942. Temple
belajar di Ruby School dan Balliol College, Oxford dan mendalami studi Klasik di sana.
Setelah lulus ia menjadi dosen dalam bidang filsafat di Queen’s College, Oxford. Pada ahun
1909 ia ditahbiskan menjadi diaken, sebuah langkah menuju penahbisan sebagai pendeta
Anglikan, yang diterimanya setahun kemudian.
Pada tahun 1916, ia menikah dengan Francis Anson,
namun mereka tidak mempunyai anak. Lima tahun
kemudian ia diangkat menjadi Uskup Manchester,
dan pada 1929 ia menjadi Uskup Agung York.
Temple banyak menulis dan juga aktif dalam
gerakan sosial.Ia pernah berusaha menjembatani
konflik antara para buruh tambang batu bara
dengan pemiliknya. Tahun 1942 Temple menjadi
Uskup Agung Canterbury. Pada tahun yang sama ia
menerbitkan buku “Kekristenan dan Tatanan
Sosial”. Dalam buku itu, Temple berusaha
mengawinkan iman dengan sosialisme. Bukunya
laku keras hingga terjual 140.000 eksemplar.

Gambar2-2: Uskup Agung William Temple


Foto oleh Philip Alexius de László
Domain publik.

16
William Temple adalah salah satu arsitek utama DGD. Pengalamannya yang luas
dalam kegiatan-kegiatan oikumenis, menolongnya untuk memimpin organisasi yang baru
itu. Temple berharap bahwa DGD akan menjadi sebuah organisasi kesatuan gereja-gereja
yang organik. Artinya, semua gereja anggotanya kelak melebur menjadi satu gereja yang
esa. Namun ternyata setiap anggotanya mempunyai pemahaman yang berbeda-beda
tentang apa tujuan akhir mereka. Temple mendapat banyak kritik, khususnya dari teman-
teman Quaker, karena dalam pengantar untuk buku “Kristus dan Musuh-musuh Kita” ia
tidak mengutuk tindakan pengeboman Tentara Sekutu atas Jerman tanpa memilih
targetnya (carpet bombing). Temple meninggal di Westgate-on-Sea, Kent, pada 26 Oktober
1944. Jenazahnya dikremasi di Krematorium Charing, Kent. Abu jenazahnya dimakamkan
di bawah sebuah batu besar di taman Katedral Canterbury, dekat makam ayahnya.

Hendrik Kraemer (1888-1965)


Hendrik Kraemer adalah seorang misiolog
awam. Ia dilahirkan di Amsterdam, Belanda.
Kraemer adalah tokoh penting dalam gerakan
oikumene dunia yang berasal dari Gereja Hervormd
Belanda. Ia menganjurkan orang-orang Belanda agar
menyebarkan kegiatan misinya di luar daerah-
daerah yang terbatasi oleh wilayah VOC di Indonesia
bagian timur ke wilayah-wilayah lainnya di seluruh
kepulauan Indonesia.

Gambar 2-3: Hendrik Kraemer


Sumber: Domain publik.

Kraemer kehilangan ayahnya pada saat berusia 12 tahun, karena itu ia dibesarkan
di sebuah panti asuhan. Pada usia 16 tahun, ia memutuskan untuk menjadi misionaris.
Ia mempelajari Alkitab atas usahanya sendiri, dan tidak pernah menempuh
pendidikan di seminari. Dalam pengabdiannya kepada lembaga misi Belanda, Kraemer
diutus ke Batavia, Hindia Belanda yang kini dikenal sebagai Jakarta. Di situlah Kraemer
mencetuskan gagasannya tentang pentingnya sebuah sekolah teologi untuk mendidik
warga pribumi agar bisa menjadi pemimpin-pemimpin gereja yang mampu berteologi

17
dengan dasar pemikiran theologia in loco. Artinya, berpikir dengan kerangka pemikiran
yang dibangun di atas pergumulan teologi yang muncul dari masyarakat setempat.
Gagasannya ini kemudian terwujud dengan didirikannya sebuah Sekolah Theologia
Tinggi di Bogor, yang kemudian dipindahkan ke Jakarta, dan belakangan diberi nama
Sekolah Tinggi Theologia. Saat ini, sekolah itu menjadi Sekolah Tinggi Filsafat dan Theologi
Jakarta, yang terletak di Jl. Proklamasi no. 27, Jakarta. Dari sekolah ini telah lahir banyak
sekali pendeta, dosen teologi, bahkan pemimpin-pemimpin gereja setempat dan nasional.
Sebagian lulusannya malah terkenal hingga di seluruh dunia, seperti Pdt. Dr. S.A.E. Nababan
yang pernah menjadi Presiden DGD, Pdt. Dr. Eka Darmaputera, Pdt. Dr. Henriette
Hutabarat-Lebang, perempuan pertama yang menjabat Ketua PGI, Pdt. Dr. Joas
Adiprasetya, Pdt. Dr. Septemmy Lakawa, perempuan pertama yang menjadi Ketua STFT
Jakarta, dll.

John R. Mott
Pembahasan tentang John Mott dapat ditemukan di Bab 1.
B
D. Tuan Rumah dan Isu-isu Penting yang di Angkat

Sidang Raya I di Amsterdam, Belanda (1948), dengan tema “Kekacauan Manusia dan
Rancangan Allah”
Peserta persidangan ini dihadiri oleh peserta yang umumnya berasal dari Eropa dan
Amerika Serikat. Tema yang diambil tampaknya ingin mengarahkan para peserta
persidangan bagaimana mereka memahami kehancuran yang disebabkan oleh Perang
Dunia II.

Sidang Raya II di Evanston, AS (1954), dengan tema: “Kristus – Pengharapan Dunia“


Konteksnya saat itu adalah Perang Dingin yang disertai dengan bangkitnya
McCarthyisme, yaitu sebuah kampanye hebat yang dimotori oleh Senator McCarthy di AS
untuk memerangi musuh-musuh Amerika, yaitu orang-orang yang kritis kepada
pemerintah dan yang oleh pemerintah dicap sebagai komunis. Selain itu, debat-debat
berlangsung dengan mengangkat isu-isu pembangunan ekonomi internasional dan misi

18
untuk menghadapinya. Misalnya, bagaimana tanggung jawab gereja-gereja, peranan kaum
awam dalam lingkungan kerja mereka, dll.

Sidang Raya III di New Delhi, India (1961), dengan tema “Yesus Kristus – Terang Dunia”
Sejak Sidang Raya di Evanston, 23 gereja, termasuk Dewan Misionaris Internasional,
mengajukan permohonan untuk ikut menjadi anggota. Beberapa gereja bekas anggota juga
mengajukan permohonan untuk menjadi anggota DGD, karena negara-negara mereka yang
dulunya merupakan negara jajahan, kini telah merdeka, termasuk dari Afrika, Asia,
Kepulauan Karibia, termasuk juga gereja-gereja Ortodoks dari Rusia, Bulgaria, dan
Rumania. Gereja Katolik Roma untuk pertama kalinya mengutus lima orang pengamatnya.
DGD memilih New Delhi sebagai tempat persidangannya karena DGD ingin bertemu
dengan agama-agama non-Kristen.

Sidang Raya IV di Uppsala, Swedia (1968), dengan tema “Lihatlah, Aku menciptakan
semuanya menjadi baru”
Selain para utusan gereja anggota, ada 15 orang utusan Gereja Katolik Roma yang
menjadi pengamat dalam sidang itu. Tema utama persidangan: universalitas Gereja,
pembaruan dalam misi, pembangunan ekonomi dan sosial, keadilan dan perdamaian.
Isu-isu yang muncul di dunia saat itu: pembunuhan Dr. Martin Luther King, Jr. di
Amerika Serikat, perkembangan gerakan mahasiswa di berbagai wilayah dunia, perang di
Biafra, perubahan-perubahan di Amerika Selatan, membuat persidangan banyak harus
merenungkan isu-isu politik.

Sidang Raya V di Nairobi, Kenya (1975), dengan tema “Yesus Kristus Membebaskan dan
Mempersatukan”
Sidang Raya di Nairobi diperhadapkan dengan berbagai gereja yang baru diterima.
Kepelbagaian memang memperkaya, meskipun beberapa tuntutan sejumlah komunitas
bisa menimbulkan kesalahpahaman. Laporan akhir Sidang meminta gereja-gereja agar
“bergerak menuju keesaan yang lebih kelihatan dalam komunitas satu iman dan satu
Perjamuan, yang diungkapkan dalam ibadah dan kehidupan bersama di dalam Kristus”.

19
Persidangan juga memberikan mandat kepada DGD, untuk menolong sejumlah
komunitas untuk memberitakan Injil keadilan, perdamaian, dan rekonsiliasi, dan menolong
mereka menggalakkan perhatian kepada Hak Asasi Manusia (HAM).

Sidang Raya VI di Vancouver, Kanada (1983), tema “Yesus Kristus -- Kehidupan Dunia”
Muncul pembahasan khususnya oleh Gereja-gereja di Kepulauan Pasifik, agar
mengangkat isu-isu perdamaian pada saat perlombaan senjata nuklir. Tema “Keadilan,
Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan” dengan aspek perlindungan lingkungan, mulai muncul
di sini.

Sidang Raya VII di Vancouver, Kanada (1991), dengan tema “Datanglah Ya Roh Kudus –
Perbaharuilah Seluruh Ciptaan”
Beberapa utusan yang hadir dalam Sidang ini berasal dari gereja-gereja yang
merupakan kelompok minoritas di tengah agama-agama besar lain di negara mereka.
Mereka tidak begitu tertarik dengan dialog melainkan dengan teologi tentang Allah yang
sedang datang, energi Roh Kudus yang memberikan kehidupan seperti yang diucapkan
Jürgen Moltmann, seorang teolog terkemuka dari Jerman. Pembahasan perdebatan
banyak terkait dengan masalah-masalah lingkungan hidup yang terjadi di tengah-tengah
kekacauan dunia.
Perang Teluk, gejolak di Timur Tengah, tekanan deregulasi keuangan menjadi isu-
isu penting dalam perdebatan Persidangan. Di tengah suasana seperti itu muncul diskusi-
diskusi penting dan bermanfaat mengenai Roh Kudus dan pengharapan mesianik yang
diadakan oleh para perwakilan gereja-gereja minoritas dan Gereja Ortodoks.

Sidang Raya VIII di Harare, Zambia (1998), tema “Kembalilah kepada Allah–
Bersukacitalah dalam Pengharapan”
Persidangan merayakan hari jadi DGD yang ke-50 tahun dan 50 tahun Deklarasi Hak-
hak Asasi Manusia se-Dunia. Perdebatan di dalam Persidangan membahas masalah-
masalah penting seperti: Masalah keterlibatan DGD pada masa berkurangnya sumber-
sumber keuangan. Tujuan utama persekutuan gereja-gereja dalam menegaskan kembali
misi DGD di dalam teologi Tritunggal: “Tujuan utama persekutuan gereja-gereja yang
membentuk DGD adalah memberikan ruang di mana mereka bisa saling mengundang yang

20
lain untuk mengusahakan keesaan yang lebih kelihatan di dalam satu iman dan satu
komunitas oikumenis yang diwujudkan dalam ibadah dan kehidupan komunal di dalam
Kristus, melalui kesaksian dan bantuan kepada dunia, supaya mereka bisa menjadi satu
agar dunia percaya.”
Perhatian khusus diberikan kepada kondisi ekonomi dan sosial di negera-negara
Afrika yang sangat tidak stabil dan tidak setara.Juga muncul perhatian untuk mengakui
kelompok-kelompok minoritas dalam bidang agama dan politik, terutama peranan
perempuan, status kelompok minoritas seksual, dan persepsi kaum difabel.

Sidang Raya IX di Porto Alegre, Brasil (2006), dengan tema “Allah di dalam Anugerah-Mu,
Perbaruilah Dunia”
Persidangan di Porto Alegre menghadapi tantangan berkaitan diskusi antara gereja-
gereja Injili dan Ortodoks.Muncul kesadaran tentang pentingnya definisi bersama
mengenai pekerjaan Roh Kudus di dunia atau makna pengharapan mesianik. Apakah ini
akan terjadi di masa depan yang sesungguhnya, ataukah ini suatu peristiwa eskatologis?
Upaya mencapai kesepakatan dalam prioritas-prioritas misi tidaklah mudah, apalagi saat
sumber-sumber keuangan DGD terus berkurang.
Persidangan ini juga berlangsung bersamaan dengan Forum anti globalisasi. DGD
tidak bisa mengabaikan perdebatan yang terjadi di kota yang sama. Malah Forum ini
khawatir dengan kekacauan yang diakibatkan oleh deregulasi pasar keuangan dan cara-
cara perkembangan pada sejumlah perusahaan multi-nasional.

Sidang Raya X di Busan, Korea Selatan (2013), tema “Allah


Kehidupan, Pimpinlah Kami Menuju Keadilan dan
Perdamaian”
Agenda Persidangan menawarkan refleksi yang
mendalam tentang status dua Korea – Selatan dan Utara.
Selain itu, atas permintaan Gereja-gereja di Korea, juga
disoroti masalah hak-hak kehakiman dan politik, yang tidak
dimiliki oleh banyak minoritas agama.

Gambar 2-4: Logo Sidang Raya X di Busan, 2013


Sumber: www.wcc2013.info

21
Selain tema-tema di atas, Persidangan juga mengingat Genosida Armenia, kekhawatiran
tentang perang di Timur Tengah (Israel-Palestina), gejolak di negara-negara Afrika Utara,
dan sekitarnya) dan Timur Dekat (Iran dan Irak), tentang kejadian-kejadian tragis di Kongo
Kinshasa, dan migrasi para pengungsi.

E. Isu isu Penting Lainnya Yang Pernah di bahas DGD

Isu-isu penting lain yang seringkali muncul dalam sidang-sidang raya DGD adalah
isu-isu tentang

• Program Memerangi Rasisme: Program ini muncul dalam Sidang-Sidang Raya DGD dari
tahun 1968 hingga tahun 1990-an karena ada banyak kegiatan rasial di seluruh dunia,
mulai dari Afrika Selatan, Amerika Latin, Asia, bahkan juga di Amerika. Program ini
pertama kali dicetuskan pada Sidang Raya di Nairobi, Kenya pada tahun 1975. Program
ini menunjukkan hasilnya terutama dengan berakhirnya rezim apartheid di Afrika
Selatan.
• Baptisan, Perjamuan Kudus dan Pelayanan : dokumen ini membahas sejauh mana
gereja-gereja yang berbeda denominasi bisa mengakui baptisan dari gereja-gereja lain,
pelayanan Perjamuan Kudus untuk warga jemaat dari denominasi lain, dan Pelayanan
Tahbisan pendeta-pendeta dari sinode lain.
• Kedudukan Perempuan di dalam Gereja : isu ini muncul mula-mula dalam Sidang Raya
III di New Delhi pada tahun 1961. Apakah peranan perempuan di gereja? Apakah
mereka boleh ditahbiskan menjadi pendeta, mengingat Paulus pernah berkata bahwa
perempuan tidak boleh berbicara di gereja (1 Kor. 14:43-45)?
• Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan : isu ini muncul ketika kesadaran akan
masalah lingkungan hidup dan keadilan-perdamaian semakin jelas. Di negara-negara
miskin yang menjadi sumber-sumber alam banyak negara kaya di dunia, makin terlihat
kemiskinan yang kian parah. Sumber-sumber alam dimanfaatkan dengan tidak
mempedulikan dampaknya yang dahsyat bagi bumi seperti: meningkatnya
penggundulan hutan-hutan, makin tidak teraturnya musim di dunia, semakin tingginya
kesulitan negara-negara miskin memperbaiki kerusakan alam di negara mereka
masing-masing, dll.

22
F. Hubungan dengan Gereja Katolik Roma

Dengan hadirnya Gereja-gereja Ortodoks Timur maupun Gereja-gereja Ortodoks


lainnya (Etiopia, India, dll.), maka hampir semua aliran gereja besar menjadi anggota DGD.
Bagaimanakah dengan Gerjea Katolik Roma? Paus Pius XI pada tahun 1928 menyatakan
pendapatnya bahwa satu-satunya cara untuk bersatunya seluruh umat Kristen sedunia
adalah kembali ke haribaan Gereja Katolik Roma. Karena itu tampaknya Gereja Katolik
Roma tidak mungkin ikut serta masuk ke dalam DGD. Paus menyatakan, “Satu-satunya
gereja yang benar adalah Gereja Katolik Roma”. Karenanya Gereja Katolik Roma tidak hadir
dalam persidangan pada 1948. Namun sejak 30 tahun terakhir, Gereja Katolik Roma telah
bekerja sama dengan DGD dan mengirimkan utusannya ke hampir semua pertemuan
penting DGD serta pertemuan Komite Sentralnya dan Sidang Rayanya.

Gambar 2-5: Paus Fransiskus memperlihatkan solidaritas dengan orang miskin.


Sumber: www.ovimagazine.com.
Sumber bebas tak berbayar.

Paus Yohanes XXIII mengambil sikap yang berbeda. Pada tahun 1960 Uskup Agung
dari Canterbury, Geoffrey Fisher, bertemu untuk pertama kalinya sebagai seorang non-
Katolik dengan Paus di Roma. Ini adalah pertemuan pertama yang terjadi antara kedua
pemimpin gereja tersebut, sejak 600 tahun yang lalu. Setelah itu, Paus membentuk
Sekretariat untuk mempromosikan Keesaan Kristen yang menjadi lambang pergeseran

23
penting dalam gerakan oikumenis dari pihak Gereja Katolik. Pada tahun 1961, untuk
pertama kalinya anggota Katolik Roma hadir dalam Sidang Raya DGD di New Delhi. Sejak
saat itu, Gereja Katolik Roma menggunakan sebutan “Saudara-saudara yang terpisah”
untuk orang Kristen di luar Gereja Katolik Roma. Sejak saat itu tingkat partisipasi Gereja
Katolik Roma di DGD semakin meningkat. Dewan Kepausan untuk Mempromosikan
Keesaan Kristen mengutus 12 angotanya ke persidangan Komisi Iman dan Tata Gereja DGD
sebagai anggota penuh. Meskipun bukan anggota DGD, di tingkat nasional dan regional,
seperti di Australia dan Brasil, Gereja Katolik Roma menjadi anggotanya.

Partisipasi Gereja-gereja Indonesia di DGD

Gambar 2-6: Seruan damai untuk Papua oleh Dewan Gereja-gereja se-Dunia.
Sekretaris Jenderal DGD, Dr. Olav Fykse Tveit bersama
pimpinan Gereja Kristen Indonesia di Tanah Papua.
Sumber: DGD.

Terbentuknya DGD pada Sidang Rayanya yang pertama pada tahun 1948 di
Amsterdam melahirkan dampak yang besar kepada gereja-gereja di Indonesia. Dua tahun
setelah terbentuknya DGD, maka gereja-gereja di Indonesia sepakat untuk membentuk
Dewan Gereja-gereja di Indonesia pada tahun 1950. Saat ini, delegasi gereja-gereja
Indonesia yang berangkat ke Sidang-sidang Raya DGD adalah salah satu yang terbesar di
DGD, mengingat banyaknya jumlah gereja-gereja Kristen di Indonesia. Akibatnya, suara
Indonesia selalu menjadi salah satu yang paling menentukan dalam keputusan-keputusan
DGD.
Pada tahun 1972, Jakarta pernah direncanakan untuk menjadi tuan rumah Sidang
Raya DGD, namun karena berbagai persoalan teknis rencana itu dibatalkan. Akibatnya,
24
tempat penyelenggaraan dialihkan ke Nairobi, Kenya. Hingga kini, Indonesia menjadi salah
satu negara anggota DGD yang paling aktif. Beberapa orang dari Indonesia pernah duduk
di dalam badan-badan DGD, bahkan juga menjadi presiden DGD.

Aktivitas : Menonton Sejarah singkat Dewan Gereja gereja se Dunia


Film: Sejarah singkat Dewan Gereja-gereja seDunia
https://www.youtube.com/watch?v=8THinpS1tYI&list=PL5B1FBED4633032FB (Bahasa Inggris)

Nyanyian:
NKB 191 – Dalam Roh Yesus Kristus
Dalam Roh Yesus Kristus kita satu tetap,
dalam Roh Yesus Kristus kita satu tetap,
mendoakan semua jadi satu kelak.
Refrein:
Biar dunia tahu bahwa kita murid-Nya
dalam kasih tubuh Kristus yang esa.

Kita jalan bersama bergandengan erat,


kita jalan bersama bergandengan erat,
menyiarkan berita bahwa Tuhan dekat.

Kita bahu-membahu melayani terus,


kita bahu-membahu melayani terus,
kita saling membela dalam kasih kudus.
Puji Bapa sorgawi, Pemberi kurnia!
Puji Bapa sorgawi, Pemberi kurnia!
Puji Roh, Pemersatu dalam kasih baka!

Rangkuman

Gerakan oikumene terlahir dari kerinduan gereja-gereja di dunia untuk mengakhiri


perpecahan-perpecahan gereja yang sudah berlangsung ribuan tahun. Perpecahan gereja
disadari sebagai batu sandungan bagi orang lain untuk mengenal Kristus sebab sejak
semula Kristus sendiri telah berdoa supaya Bapa-Nya menjaga pengikut-pengikut Kristus
untuk tetap bersatu. Terwujudnya Dewan Gereja-gereja se-Dunia telah menjadi

25
perwujudan mimpi Kristus sebab sejak itulah mulai terlihat semakin menyatunya gereja-
gereja di seluruh dunia, dimulai dengan bergabungnya berbagai aliran Gereja-gereja
Protestan di dalam DGD, kemudian masuknya Gereja-gereja Ortodoks ke dalam DGD, dan
sekarang semakin terlihat rukunnya hubungan DGD dengan Gereja Katolik Roma. Semua
ini sangat penting demi semakin tampaknya juga kesaksian gereja-gereja di seluruh dunia
di dalam berbagai kegiatan untuk keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan. Kita,
sebagai warga jemaat di tingkat akar rumput, terpanggil untuk ikut menciptakan persatuan
dan perdamaian di antara sesama anggota gereja lainnya.

Soal Pilihan Ganda

Isilah bagian-bagian yang kosong di bawah ini dengan pilihan-pilihan jawaban yang
tersedia di bawahnya!
1. Seorang Patriarkh dari Gereja Ortodoks Timur di Konstantinopel yang bernama
…………… mencetuskan pentingnya kesatuan orang-orang Kristen di seluruh dunia
A. Germanus V
B. Bartholomeus III
C. Demetrios IX
D. Athenagoras I
2. Rencana pembentukan sebuah Dewan Gereja-gereja se-Dunia pertama kali tercetus
pada tahun…
A. 1984
B. 1937
C. 1947
D. 1948
3. Dua dari lembaga di bawah ini tidak termasuk dalam lembaga pertama yang
membentuk DGD adalah…
A. Gerakan Hidup dan Kerja.
B. Dewan Pendidikan Kristen se-Dunia.
C. Gerakan Iman dan Tata Gereja.
D. Ikatan Muda Kekristenan Awam.
4. Gereja yang tidak termasuk anggota DGD saat ini adalah….

26
A. Gereja Katolik Tua.
B. Gereja Katolik Roma.
C. Gereja Presbiterian.
D. Gereja Baptis.
5. Sidang Raya DGD diadakan setiap ……………….. tahun sekali
A. Dua
B. Lima
C. Tujuh
D. Sepuluh
6. Sidang Raya II di Evanston dilatarbelakangi oleh McCarthysme yang berarti….
A. Zaman pengetatan biaya hidup karena resesi sedunia.
B. Puncak kebebasan hidup di Amerika Serikat.
C. Masa pengejaran musuh-musuh Amerika yang dianggap komunis.
D. Perang Dingin.
7. Isu penting yang muncul pada Sidang Raya III di New Delhi adalah….
A. Masalah kemiskinan India.
B. Masalah kedudukan perempuan di gereja.
C. Masalah penanganan terhadap orang lanjut usia.
D. Masalah kemiskinan dunia.
8. Sikap Gereja Katolik Roma terhadap orang Protestan di masa sebelum Paus Yohanes
XXIII adalah….
A. Orang Protestan dianggap sebagai “Saudara-saudara yang terpisah”.
B. Orang Protestan dianggap sama dengan orang Katolik.
C. Orang Protestan dianggap sebagai aliran yang berbeda dengan Gereja Katolik
Roma.
D. Orang Protestan dianggap sebagai orang sesat.
9. Perubahan sikap Gereja Katolik Roma terhadap Gereja Protestan terjadi….
A. Setelah Konsili Vatikan II.
B. Setelah Perang Dunia II.
C. Setelah Perang Dunia I.
D. Setelah berakhirnya Perang Dingin.

27
10. Masalah Genosida Armenia muncul pada Sidang Raya....
A. Di Kairo
B. Di Amsterdam
C. Di Busan
D. Nairobi

Soal Uraian
Buatlah sebuah kelompok diskusi dengan 3-4 orang temanmu dan diskusikan
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini!

1. Apakah yang menjadi motivasi utama pembentukan Dewan Gereja-gereja se-Dunia?


................................................................................................................................
2. Mengapakah Dewan Gereja-gereja se-Dunia itu penting?
................................................................................................................................
3. Mengapakah Dewan Gereja-gereja se-Dunia menaruh perhatian besar kepada
masalah-masalah ekonomi dunia?
................................................................................................................................
4. Isu perempuan dianggap penting oleh Dewan Gereja-gereja se-Dunia. Apa sebabnya?
................................................................................................................................
5. Bacalah Yohanes 17:20-21, lalu renungkanlah apa yang bisa kamu lakukan untuk ikut
menciptakan keesaan gereja?
................................................................................................................................

28
BAB
3 DEWAN GEREJA-GEREJA ASIA

Kini kita tiba pada pembahasan tentang pembentukan dan kiprah Dewan Gereja-
gereja Asia, yang dalam Bahasa Inggris disebut “Christian Conference of Asia”.
Pembentukan DGA ini sebetulnya agak terlambat karena hal itu baru terjadi pada tahun
1958, beberapa tahun setelah dibentuknya DGI (Dewan Gereja-gereja Indonesia, yang kini
lebih dikenal sebagai PGI atau Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia) pada 31 Mei 1950,
sementara DGA baru terbentuk pada 1957. Bahkan Gereja India Selatan sudah terbentuk
pada 1947.

PETA KONSEP

Kata Kunci: Oikumene; Kesaksian gereja; Kemiskinan; HIV/AIDS

A. Latar Belakang

Orang Kristen di Asia adalah sebuah kelompok minoritas. Hanya di Filipina dan
Timor Leste orang Kristen (Katolik) merupakan mayoritas dari masyarakatnya. Sekitar 85%
29
penduduk Filipina beragama Katolik dan dari jumlah itu hanya 11% Protestan. Hal ini tidak
lepas dari sejarah Filipina yang menjadi wilayah kolonial Spanyol yang datang sekitar 500
tahun yang lalu dan mengkristenkan hampir seluruh wilayah Filipina sekarang. Di Timor
Leste, jumlah pemeluk Katolik mencapai 98% dari seluruh penduduk, karena penjajahan
Portugis selama 500 tahun di sana.
Di India, agama Kristen telah lama sekali hadir. Menurut legenda, Rasul Tomas
datang ke Kerala, India untuk menyebarkan Injil di sana pada tahun 52 Masehi. Menurut
tradisi lain, Rasul Bartolomeus tiba di Pantai Konkan dan memperkenalkan agama Kristen
di sana. Namun kebanyakan pakar sejarah memperkirakan bahwa agama Kristen sudah
tertanam kuat pada abad ke-8 M., termasuk sejumlah komunitas yang menggunakan
Bahasa Siriak. Di Indonesia, agama Kristen telah datang sejak sekitar abad ke-6 Masehi, di
Barus, Sumatera. Namun kehadirannya kemudian lenyap. Baru di abad ke-16 lewat
kedatangan orang-orang Portugis dan kemudian Belanda, agama Kristen hadir kembali di
wilayah Nusantara.
B
B. Masalah Ekumenisme di Asia

Di kebanyakan negara di Asia, agama Kristen datang belakangan dan


penyebarannya seringkali disertai dengan kedatangan bangsa-bangsa barat yang tujuannya
menjajah. Dengan demikian, agama Kristen di Asia seringkali dicurigai. Hanya di Korea,
agama Kristen mendapatkan sambutan hangat karena para misionaris Amerika Serikat
yang memberitakan Injil datang bersama tentara Amerika yang datang untuk
membebaskan Korea dari penjajahan Jepang. Dalam keadaan seperti itulah DGA terbentuk
dari gereja-gereja yang umumnya lahir melalui badan-badan misi yang datang dari negara-
negara penjajah. Karena itu, gereja-gereja di Asia mewarisi keterpecahan gereja-gereja
yang terjadi di barat : Jerman, Belanda, Prancis, Inggris, Amerika Serikat, dll. bersama
dengan konflik-konflik dan pertikaian yang terjadi di negara-negara tersebut.
Di luar masalah pertikaian dan perseteruan yang diwariskan oleh gereja-gereja
induk di negara-negara barat, gereja-gereja di Asia juga berhadapan dengan masalah-
masalah yang muncul di negara masing-masing. Di India, gereja-gereja menghadapi
masalah dengan sistem kasta dan kelompok masyarakat yang disebut “Dalit”, orang-orang
tidak berkasta yang selalu dijauhi oleh angota-anggota kasta yang lain. Di Jepang ada

30
kelompok masyarakat yang disebut “Buraku”, yaitu orang-orang yang dari dahulu bekerja
sebagai penyamak kulit. Pekerjaan ini membuat mereka seringkali menjadi bau karena
kulit-kulit yang disamak dan bahan kimia yang digunakan. Karena itu, mereka dianggap
kelas rendahan dan dijauhi oleh masyarakat umum. Demikian pula, orang-orang Okinawa
dianggap sebagai kasta yang lebih rendah daripada orang Jepang dari pulau-pulau lainnya.
Di Myanmar, orang-orang Rohingya mengalami persekusi karena etnis dan agama mereka
berbeda dengan agama mayoritas rakyat Myanmar. Mereka dari etnis Bengali, sama
dengan warga Bengali di India, dan beragama Islam.
Di Indonesia,
masyarakat Papua sudah
lama mengalami
ketertinggalan dalam
kehidupan ekonomi dan
sosial. Mereka sering
dianggap lebih rendah,
antara lain karena kulit
mereka yang hitam.
Selama masa
pemerintahan Orde Baru,
orang Tionghoa di
Indonesia dianggap
Gambar 3-1: Suasana pada salah satu persidangan DGA.
Sumber: DGA

sebagai warga kelas dua yang tidak memiliki hak-hak sosial dan politik. Agama dan budaya
Tionghoa pun dilarang dipertontonkan atau dipraktikkan secara terbuka. Para pemeluk
agama minoritas di Indonesia – pemeluk agama Parmalim di daerah Batak, Sunda Wiwitan
di Jawa Barat, penghayat berbagai aliran kepercayaan di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dll,
sering mendapatkan kesulitan untuk diakui oleh pemerintah ketika mereka mau menikah
dan mempraktikkan ajaran agama mereka. Orang-orang Aborigin di Australia tetap
diperlakukan sebagai warga kelas dua. Masih banyak lagi persoalan lain dalam masalah
mayoritas-minoritas yang bisa kita sebutkan terjadi di Asia dan daerah pelayanan DGA
lainnya.
Dalam menghadapi masalah-masalah di atas, mampukah orang Kristen yang
mengaku bahwa seperti yang dikatakan oleh Rasul Paulus :
“Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus.
Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang

31
merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di
dalam Kristus Yesus” (Gal. 3:17-28),
Di sini jelas sekali dikatakan oleh Paulus bahwa setiap orang yang telah mengenal
Kristus dan menerima-Nya di dalam hidupnya tidak boleh lagi memandang orang lain
terpisah dan lebih rendah daripadanya. Di banyak negara di Asia, kemiskinan masih tetap
merupakan bagian dari hidup masyarakatnya sehari-hari: di India, Sri Lanka, Pakistan,
Banglades, Indonesia, Filipina, Myanmar, Laos, Kamboja, dll. Bagaimana gereja-gereja di
Asia bisa memberitakan Kabar Sukacita Injil kepada ratusan juta atau bahkan miliaran
rakyat yang hidup di pemukiman kumuh dan terus kelaparan ?
Di banyak negara di Asia, Kekristenan hadir sebagai kelompok minoritas yang lemah
di masyarakatnya, seperti di India, Pakistan, Sri Lanka, Banglades, Myanmar, Thailand dan
negara-negara Indocina lainnya, dsb. Mayoritas masyarakat di negara-negara itu umumnya
beragama Hindu, Buddha, Islam, dll. Bagaimanakah kehadiran Kristen di negara-negara itu
bisa terjadi dengan membawa damai ?. Masih banyak lagi persoalan dan tantangan realitas
yang harus dihadapi oleh gereja-gereja di Indonesia dalam upaya untuk memberikan
kesaksiannya di Asia. Dalam hal ini, secara khusus perlu dicatat kehadiran gereja-gereja
Australia dan Selandia Baru sejak awal pembentukan DGA sebagai anggota-anggotanya.
Tampaknya, gereja-gereja di Australia dan Selandia Baru merasa lebih dekat dengan
tetangga-tetangganya, gereja-gereja di Asia, daripada di Pasifik.

C. Pembentukan DGA di Parapat

DGA, terjemahan dari Christian Conference of Asia, dibentuk dengan nama East Asia
Christian Conference atau Konferensi Kristen Asia Timur. Pembentukannya dilakukan oleh
keputusan gereja-gereja dan dewan gereja-gereja nasional. Utusan-utusan mereka
berkumpul di Parapat (Sumatera Utara), dekat Danau Toba pada tahun 1957, dengan tema
“Tugas Penginjilan Bersama Gereja-gereja di Asia Timur”. Namun peresmiannya dilakukan
di persidangan di Kuala Lumpur, Malaysia, pada tahun 1959, dengan tema “Bersaksi
Bersama”. Mengingat berbagai perubahan yang terjadi di Asia, maka pada Sidang Rayanya
di Singapura (1973) disepakatilah pergantian namanya menjadi CCA (Christian Conference
of Asia). Dengan nama yang baru ini disadari akan pentingnya kehadiran sebuah organisasi
gereja-gereja dan dewan gereja-gereja di seluruh Asia, dan bukan di Asia Timur saja dengan

32
keyakinan bahwa gereja-gereja di Asia hadir karena panggilan Allah agar semua gereja ini
memberikan kesaksian bersama kepada rencana Allah dengan misi-Nya di seluruh dunia.
Sejak didirikannya, kini DGA terdiri atas 95 gereja anggota dan 16 dewan gereja-
gereja nasional dari seluruh Asia, mewakili sekitar 55 juta orang Kristen di Asia. Hingga
sekarang DGA telah bersidang empat belas kali, dan
yang terakhir pada 2015 di Jakarta, dengan tema,
“HIdup Bersama di Rumah Keluarga Allah”.
DGA juga menjalin hubungan yang baik
dengan Federation of Asian Bishop’s Conference,
yaitu Federasi Konferensi para Uskup Asia dari
gereja Katolik Roma.

Gambar 3-2: Lambang DGA


Sumber: DGA

D. Program-Program DGA

Program-program DGA yang diutamakan adalah upaya memperkuat persekutuan


gereja-gereja Asia dan komunitas-komunitas Kristen, penyembuhan keterpecahan di
gereja-gereja dan masyarakat, pendidikan gerakan oikumene, perluasan persekutuan
oikumenis di Asia, dengan melibatkan Gereja Katolik Roma dan kelompok-kelompok
Evangelikal, revitalisasi visi, pemikiran, dan aksi oikumenis sehubungan dengan tantangan-
tantangan yang muncul di Asia, dan posisi Asia di dunia.
Program-program inti DGA yang dikembangkan adalah Iman, Misi dan Keesaan,
Pendidikan Oikumenis, Keadilan Gender dan Pemberdayaan Pemuda, Keadilan, Masalah-
masalah Internasional, Pembangunan dan Pelayanan. DGA juga terlibat dalam upaya-upaya
pembaruan liturgis, khususnya dalam mengembangkan lagu-lagu rohani dan gereja yang
berasal dari para pemusik Asia sendiri. Untuk itu, DGA pernah menerbitkan kumpulan lagu
“EACC Hymnal”, yang kemudian diganti dengan “Sound the Bamboo”. Buku nyanyian
“Sound the Bamboo” yang terdiri dari sekitar 500-an nyanyian, kini sudah mengalami
revisinya dengan edisi kedua.

33
Di masa lampau DGA memainkan peranan penting
dalam ikut menangani korban di Vietnam dan Laos karena
Perang Vietnam melawan Amerika Serikat. Di situ, seorang
tokoh awam Indonesia yang diutus ke DGA, Frans Tumiwa,
memainkan peranan yang sangat penting. Ia bekerja sama
dengan pemerintah-pemerintah Thailand, Laos dan
Vietnam (Utara) dalam menangani para korban perang dan
menyalurkan bantuan DGA kepada mereka.

Gambar 3-3: Buku nyanyian “Sound the Bamboo”


Sumber: Dewan Gereja Asia

DGA juga menunjukkan kepeduliannya kepada para korban di wilayah konflik


seperti Timor Timur, Papua, Rohingya, dll. Para korban di wilayah bencana alam juga
mendapatkan perhatian besar dari DGA, seperti tsunami di Aceh, korban gempa di Palu,
dll.
Masalah para penderita HIV/AIDS telah lama menjadi perhatian DGA melalui
pendidikan yang diselenggarakan kepada gereja-gereja anggota agar mereka terus terlibat
dalam isu tersebut dan menghindari diri dari virus HIV. Setiap orang diingatkan untuk tidak
menjauhkan diri dari para penderita penyakit yang menakutkan itu. Gereja-gereja juga
perlu belajar bahwa penularan HIV hanya terjadi lewat transfusi darah, hubungan seks yang
tidak aman, dan lewat air liur yang mengandung virus HIV, yang masuk lewat luka yang
terbuka pada tubuh orang yang sehat.
Sementara itu, para penderita HIV/AIDS sendiri sangat membutuhkan pengertian,
dukungan, pendampingan dan penerimaan dari mereka yang sehat. Mereka perlu didorong
untuk memakan obat-obatan yang sudah disediakan dengan teratur dan pada jam yang
sudah ditentukan. Selama mereka mengkonsumsi obat-obatan yang telah ditentukan oleh
dokter, harapan hidup mereka akan tetap ada. Dari gambaran di atas kita dapat melihat
bahwa DGA tidak hanya peduli dengan masalah-masalah gereja semata-mata, tetapi juga
masalah-masalah sosial di masyarakat, sebagai bukti kepedulian dan kesaksian gereja-
gereja kepada dunia.

34
E. Peranan Gereja-gereja di Indonesia

Gereja-gereja Indonesia adalah salah satu


kelompok anggota DGA yang terbesar. Dengan gereja
anggota yang jumlahnya sekitar 30-an, suara gereja-
gereja Indonesia menjadi sangat penting dan
diperhitungkan. Peran dan kontribusinya pun sangat
diharapkan. Contoh yang paling jelas, Sidang Raya ke-
12 yang diadakan pada tahun 2000 di Tomohon,
Sulawesi Utara, dan Sidang Raya ke-14 di Jakarta,

Gambar 3-4: Logo Sidang Raya ke-14 DGA Di Jakarta.


Sumber: Domain publik.

masing-masing diselenggarakan oleh satu sinode saja, yaitu Sinode GMIM di Tomohon, dan
Sinode HKBP di Jakarta.
Namun demikian, ada cukup banyak juga gereja anggota DGA di Asia yang kondisi
ekonominya memprihatinkan sehingga mereka banyak menunggak uang keanggotaannya
di DGA selama bertahun-tahun.
Berikut ini daftar gereja-gereja anggota dari Indonesia di DGA:
1. Banua Niha Keriso Protestan (BNKP)
2. Gereja Batak Karo Protestan (GBKP)
3. Gereja Isa Almasih (GIA)
4. Gereja Kalimantan Evangelis (GKE)
5. Gereja Kristen Indonesia (GKI)
6. Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI Tanah Papua)
7. Greja Kristen Jawi Wetan
8. Gereja Kristen Pasundan (GKP)
9. Gereja Kristen Protestan Angkola (GKPA)
10. Gereja Kristen Protestan Bali (GKPB)
11. Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI)
12. Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS)
13. Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST)

35
14. Gereja Kristen Sumba (GKS)
15. Gereja Methodis Indonesia (GMI)
16. Gereja Masehi Injili di Bolaang Mongondow (GMIBM)
17. Gereja Masehi Injili Halmahera (GMIH)
18. Gereja Masehi Injili Minahasa (GMIM)
19. Gereja Masehi Injili Sangihe Talaud (GMIST)
20. Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT)
21. Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB)
22. Gereja Protestan di Sulawesi Tenggara (GEPSULTRA)
23. Gereja Punguan Kristen Batak (GPKB)
24. Gereja Protestan Maluku (GPM)
25. Gereja Toraja
26. Huria Kristen Batak Protestant (HKBP)
27. Huria Kristen Indonesia (HKI)
28. Kerapatan Gereja Protestan Minahasa
29. Persatuan Gereja Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI)
30. Sinode Gereja-gereja Kristen Jawa (GKJ)
31. Sinode Gereja Kristen Oikoumene di Indonesia (GKO)
PGI juga menjadi salah satu anggota DGA. Malah PGI juga ikut mendirikan DGA. Apakah
gereja kamu juga termasuk di dalam daftar di atas?

F. Tokoh-tokoh Indonesia di DGA

Sebagai salah satu anggota DGA yang terbesar jumlahnya, tidak mengherankan
apabila ada beberapa orang Indonesia yang pernah terlibat dalam pelayanan di DGA,
khususnya di tingkat kepemimpinannya. Berikut ini adalah tiga orang di antaranya.
Tugas kamu : Carilah lewat internet nama-nama tokoh Indonesia lainnya yang pernah
berkiprah di DGA.

Pdt. Dr. S.A.E. Nababan


Pdt. Dr. S.A.E. Nababan boleh dibilang sebagai singa dalam gerakan oikumene di
dunia.Di dalam negeri, Nababan pernah menjabat sebagai Ephorus, atau bishop di

36
gerejanya, HKBP. Namun di masa kepemimpinannya, HKBP juga dilanda oleh konflik yang
hebat dan sempat memecah-belah gereja. Konflik ini tidak hanya disebabkan oleh faktor-
faktor di dalam HKBP sendiri, namun terutama faktor-faktor di luar HKBP, termasuk
pemerintah pusat.
Setelah menempuh pendidikan sarjananya di Sekolah Tinggi Filsafat dan Theologi
Jakarta, Nababan langsung melanjutkan pendidikannya ke tingkat magister dan doltoral di
Jerman. Kembali dari Jerman, ia dipilih untuk menjadi sekretaris pemuda di Dewan Gereja
Asia. Prestasi dan kecakapannya kelak membuatnya diangkat menjadi anggota presidium
DGA, bahkan setelah emeritusnya pun ia masih terpilih menjadi Presiden DGD, dalam
persidangan di Porto Alegre, Brasilia, pada tahun 2006.

Dr. T.B. Simatupang


Dr. T.B. Simatupang adalah seorang militer Angkatan Darat yang sempat menjabat
sebagai Kepala Staf Angkatan Perang pada usia yang sangat muda, yaitu 29 tahun dengan
pangkat mayor jenderal. Ia mengundurkan diri dari dinas ketentaraan karena konfliknya
dengan Presiden Soekarno. Setelah pensiun dari ketentaraan, Simatupang terjun ke dunia
pelayanan di gereja. Simatupang sangat terkenal karena kecerdasannya dan sumbangan-
sumbangan pemikiran bagi gereja-gereja di Indonesia lewat PGI, dan di dunia lewat DGA
dan DGD. Karena peranannya yang begitu penting bagi gereja-gereja, Simatupang sempat
menjabat sebagai salah satu presiden DGA dan DGD. Jasa Simatupang diabadikan lewat
nama sebuah jalan di DKI Jakarta, dan pada salah satu koin mata uang R.I. yang terbit pada
tahun 2016. T.B. Simatupang diakui sebagai salah satu pahlawan Indonesia.

Pdt. Dr. Henriette Hutabarat-Lebang


Pdt. Dr. Henriette Hutabarat-Lebang
adalah seorang perempuan pendeta dari
Gereja Toraja. Setelah pendidikannya di
Sekolah Tinggi Filsafat dan Theologi di Jakarta,
ia ditahbiskan menjadi pendeta di Gereja
Toraja, lalu diberikan kepercayaan untuk
memimpin sebuah pusat

Gambar 3-5: Pdt. Dr. Henriette Hutabarat-Lebang


Sumber: PGI

37
pelatihan warga gereja di Toraja. Kemudian ia menempuh pendidikan di tingkat magister
dan lanjut di tingkat doctoral di Presbyterian School for Christian Education, di kota
Richmond, Virginia, Amerika Serikat.
Sekembalinya dari Amerika Serikat, ia diangkat menjadi wakil sekretaris umum PGI.
Kariernya terus meningkat hingga menjabat sebagai wakil sekretaris umum DGA selama 10
tahun, dan akhirnya menjabat sebagai sekretaris umum DGA selama 5 tahun. Kembali ke
Indonesia setelah ia menyelesaikan tugasnya di DGA, ia terpilih menjadi perempuan
pertama yang menjadi Ketua Umum PGI sampai persidangan di Sumba pada 2019.

Aktivitas
Pertanyaan diskusi:
Carilah 3-4 orang teman dan buatlah sebuah kelompok untuk mendiskusikan
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
1. Salah satu kesulitan gereja-gereja Asia untuk bersaksi kepada masyarakat sekitarnya
ialah karena warisan kolonialisme yang disandang gerejanya. Apakah yang akan kamu
lakukan supaya kesan itu tidak ada lagi?
................................................................................................................................
2. Pernahkah kamu mencoba nyanyian-nyanyian gereja dari Asia, misalnya dari “Sound
the Bamboo”? Bagaimanakah rasanya ibadah dengan lagu-lagu seperti itu ?
................................................................................................................................
3. Pernahkah kamu berjumpa dengan seseorang yang menyandang HIV/AIDS? Kalau
pernah, apakah yang kamu rasakan? Takut? Kasihan? Jijik? Jelaskan perasaan kamu.
Kalau kamu belum pernah berjumpa dengan mereka, beranikah kamu menemui dan
berkenalan dengan mereka ? Jelaskan apakah sebabnya !
................................................................................................................................
4. Salah satu masalah yang dijumpai oleh gereja-gereja di Asia adalah kemiskinan.
Bagaimanakah caranya menolong gereja-gereja tersebut keluar dari kemiskinan?
................................................................................................................................
5. Di Indonesia kita masih menemukan kasus-kasus diskriminasi terhadap kelompok-
kelompok suku dan agama tertentu. Bagaimanakah caranya supaya gereja-gereja bisa

38
ikut serta menghapuskan diskriminasi tersebut, sambil berpedoman pada Galatia 3:27-
28?
................................................................................................................................

Rangkuman

Dewan Gereja-gereja Asia dibentuk terutama untuk meningkatkan kesaksian


gereja-gereja anggotanya di benua Asia. Kesaksian ke luar yang dilakukan oleh DGA
seringkali berupa bantuan dan kepedulian terhadap masalah-masalah sosial masyarakat
luas, misalnya kepedulian terhadap korban perang, korban kekerasan fisik, korban wabah
penyakit seperti HIVAIDS, korban bencana alam, seperti tsunami, dll. Ke dalam, DGA
banyak memberikan perhatian untuk perkembangan kepemimpinan oikumenis di kalangan
gerej-gereja anggotanya. Ada juga perhatian yang diberikan kepada pengembangan liturgi
gereja misalnya mengumpulkan dan menerbitkan lagu-lagu yang dirancang oleh para
komponis Asia dan warga gereja anggota DGA.

Soal Pilihan Ganda

Carilah jawaban yang tepat untuk pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dari pilihan
jawaban yang tersedia di bawahnya:

1. Masalah-masalah di bawah ini adalah ciri khas yang kita temukan di Asia, kecuali ….
A. Kesulitan dalam berbahasa Inggris.
B. Konflik antar-agama.
C. Ketimpangan kaya dan miskin.
D. Posisi agama Kristen sebagai minoritas.
2. Agama-agama di bawah ini tidak mendapatkan pengakuan dari pemerintah Indonesia,
kecuali ….
A. Parmalim
B. Islam Syiah
C. Ahmadiyah
D. Kristen Baptis

39
3. Galatia 3:27-28 mengingatkan kita bahwa….
A. Kita harus rajin bekerja.
B. Di dalam Kristus tidak ada pemisahan antara laki-laki dan perempuan.
C. Kita harus tekun berdoa.
D. Kita tidak boleh meninggalkan kebaktian-kebaktian kita.
4. DGA dibentuk dari pertemuan para pemimpin gereja yang berkumpul pertama kali di
kota….
A. Tokyo
B. Sydney
C. Parapat
D. Singapura
5. Meskipun DGA dibentuk pada tahun 1957, peresmiannya baru dilakukan di Kuala
Lumpur pada tahun….
A. 1961
B. 1959
C. 1954
D. 1971
6. Salah satu program Dewan Gereja-gereja Asia adalah….
A. Menyadarkan gereja-gereja tentang isu HIV/AIDS dan mengajarkan bagaimanakah
menghindari diri dari virus HIV.
B. Memberantas kemiskinan.
C. Menginjili orang-orang Islam.
D. Mendirikan gereja-gereja yang menjadi anggota DGA.
7. Virus HIV bisa tertular lewat cara-cara berikut ini, kecuali….
A. Hubungan seks bebas.
B. Lewat jarum suntik.
C. Lewat transfusi darah.
D. Minum dari gelas yang dipakai oleh penderita HIV/AIDS
8. Salah satu masalah yang dihadapi oleh gereja-gereja anggota DGA adalah….
A. Kelemahan ekonomi.
B. Kurang melakukan kesaksian Kristen.
C. Kurang inisiatif dalam menjalin hubungan dengan pemerintah setempat.

40
D. Kekurangan lahan untuk membangun gedung gereja.
9. Salah satu bentuk kesaksian penting DGA di Asia adalah….
A. Upaya melawan diskriminasi terhadap kelompok minoritas.
B. Mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani di berbagai negara.
C. Mengumpulkan dana penginjilan dari gereja-gereja anggota.
D. Mengadakan Kebaktian Natal bersama di stadion besar di negara-negara anggota.
10. Seorang tokoh perempuan pendeta Indonesia yang menjadi Ketua Umum pertama
DGA adalah….
A. Pdt. Agustina Lumentut, MTh.
B. Pdt. Dr. Merry Kolimon.
C. Pdt. Cora Tabing-Reyes.
D. Pdt. Dr. Henriette Hutabarat-Lebang.

Soal Uraian

1. Apakah yang melatarbelakangi terbentuknya Dewan Gereja Asia ?


2. Tuliskan sejarah terbentuknya Dewan Gereja Asia ?
3. Apakah tujuan dibentuknya Dewan Gereja Asia ?
4. Apakah manfaatnya bagi gereja gereja di Asia setelah Dewan Gereja Asia terbentuk ?
5. Tulislah sejarah singkat gereja tempat Anda beribadat sekarang ini !

41
Bab Pembentukan Dewan Gereja
IV Se-Dunia

Pada bab ini peserta didik akan mempelajari tentang Pembentukan Dewan Gereja
se-Dunia, tokoh tokoh pelopor pembentukan Dewan Gereja se-Dunia, Nilai-nilai teladan
dari tokoh tokoh pelopor tersebut, dan perilaku teladan Dewan Gereja se-Dunia.

Peta Konsep

Tokoh tokoh, Nilai nilai,


dan Perilaku Teladan
Dewan Gereja se-Dunia

Tokoh-tokoh Pelopor Nilai Nilai dan Perilaku


Pembentukan Dewan Gereja Teladan dari tokoh tokoh
se-Dunia Dewan Gereja se-Dunia

Kata kunci : Tokoh, Nilai, Perilaku

A. Tokoh-tokoh Pembentukan Dewan Gereja se-Dunia

William Temple

William Temple (lahir di Exeter, Devon, Inggris, 15 Oktober1881 – meninggal di


Kent, Inggris, 26 Oktober 1944 pada umur 63 tahun), adalah uskup Gereja Anglikan sejak

42
tahun 1921 sampai tahun 1944. Ia dikenal aktif dalam
gerakan oikumenis, mulai dari keterlibatannya di Iman
dan Tata Gereja (Faith and Order), sampai pembentukan
Dewan Gereja-gereja se-Dunia. Ia pertama kali
ditahbiskan sebagai uskup Gereja Anglikan pada tahun
1921, yaitu sebagai Uskup Manchester. Kemudian pada
tahun 1929ia diangkat menjadi Uskup Agung York, salah No : 4.1
satu keuskupan agung Gereja Anglikan selain Canterbury. Nama :William Temple
Sumber : www.wikipedia.com
Temple juga aktif dalam gerakan oikumenis, dan terlibat
dalam konferensi Faith and Order. Ia memberi dampak besar bagi gerakan oikumenis untuk
membentuk suatu organisasi yang melayani gereja-gereja dalam aktivitas oikumenis. Pada
tahun 1937, ia terpilih sebagai ketua Faith and Order, lembaga yang bergerak di bidang
oikumenisme. Ia bersama beberapa tokoh oikumenis seperti J.H. Oldham, W.A. Visser 't
Hooft, dan Nathan Söderblom, berniat untuk membentuk suatu organisasi yang
menggabungkan Faith and Order dan Life and Work untuk menjadi payung bagi gerakan
oikumenis sedunia. Pada tahun 1938 dibentuklah panitia persiapan Dewan Gereja-gereja
se-Dunia (DGD) dengan Temple sebagai ketua dan Visser 't Hooft sebagai sekretaris.
Namun, sebelum DGD sempat diresmikan, Temple meninggal pada 26 Oktober1944.

John Raleigh Mott


John Raleigh Mott (25 Mei 1865 - 31 Januari 1955)
adalah seorang tokoh penginjilan di kalangan mahasiswa di
berbagai universitas di Amerika Serikat pada akhir abad ke-
19 dan awal abad ke-20. Mott dikenal juga sebagai tokoh
oikumene dunia karena turut berperan dalam
pembentukan "Dewan Gereja se-Dunia" (World Church No : 4.2
Nama : John R. Mott
Organization). Sumber : www.wikipedia.com

Riwayat Hidup

Mott dilahirkan tanggal 25 Mei 1865 di Livingston Manor, New York, Amerika
Serikat. Ketika ia berusia 2 tahun, ayahnya, John Stitt Moot beserta seluruh keluarganya
pindah ke Postville, Iowa. Ia mulai bergabung ke dalam Gereja Methodis pada usia 13

43
tahun. Tahun 1881, Mott belajar di Universitas Upper Iowa. Setelah itu, Mott melanjutkan
studi ke Universitas Cornell, dan di sinilah ia memulai pekerjaan pekabaran Injil. Mott
masuk ke Universitas Cornell pada tahun 1885, tepat ketika usianya beranjak 20 tahun. Di
universitas ini jugalah Mott terpilih sebagai wakil ketua "Asosiasi Pemuda Kristen" (Young
Men Christian Association) cabang Cornell. Setelah tamat dari Cornell, ia menjadi sekretaris
Asosiasi Pemuda Kristen Amerika Serikat dan Kanada. Ia mengunjungi seluruh universitas
dan perguruan tinggi di kedua negara tersebut. Mott dikenal sebagai tokoh oikumene dunia
karena turut berperan dalam pembentukan "Dewan Gereja se-Dunia" (World Church
Organization). Mott menerima Hadiah Nobel pada tahun 1946 untuk karyanya membangun
dan menguatkan organisasi-organisasi pelajar/mahasiswa Kristen Internasional yang
bekerja untuk menegakkan perdamaian.

Dr. Hendrik Kraemer


Dr. Hendrik Kraemer lahir 17 Mei 1888 di
Amsterdam, meninggal 11 November 1965 di Driebergen,
adalah seorang misiolog, ahli bahasa, teologawam, dan
tokoh oikumenis Hervormd, Belanda. Kraemer menikah
pada tahun 1919. Kraemer terkenal karena ia
mencetuskan ide tentang cara pendekatan pekabaran Injil
bagi agama lain. Dalam dunia teologi, Kraemer termasuk
kaum awam, karena ia tidak pernah belajar teologi secara No : 4.3
Nama : Dr. Hendrik Kraemer
formal sampai akhir hidupnya. Sebagai seorang pekabar
Sumber : www.wikipedia.com
Injil, Kraemer pernah melayani di Indonesia dari tahun
1922 hingga 1937.
Setelah memutuskan untuk menjadi pekabar Injil, Kraemer masuk ke dalam sekolah
pelatihan bagi para pekabar Injil di Rotterdam. Setelah itu, Kraemer belajar agama Islam di
Kairo dari tahun 1921 sampai dengan tahun 1922. Selama masa-masa belajarnya, Kraemer
aktif di dalam Perhimpunan Mahasiswa Kristen Belanda hingga ia mengenal John R. Mott.
Kraemer juga belajar bahasa Jawa di Universitas Leiden. Pada tahun 1921, Kraemer
mendapatkan gelar doktoralnya di Universitas Leiden di bawah bimbingan Snouck
Hurgronje. Sampai akhir hidupnya, Kraemer tidak pernah mengikuti pendidikan teologi
formal.

44
Kraemer kemudian diutus untuk melayani sebagai pekabar Injil di Indonesia dari
tahun 1922 sampai dengan tahun 1937. Selain itu, Kraemer juga bekerja bagi Lembaga
Alkitab Belanda di Indonesia. Sekembalinya ke Belanda, Kraemer menjabat sebagai
profesor sejarah dan fenomenologi agama di Leiden (1937-1947). Selama masa ini,
Kraemer sangat aktif dalam kehidupan gereja di Belanda. Kraemer melakukan revitalisasi
terhadap kehidupan gereja Hervormd di Belanda (Gereja Reformasi Belanda), khususnya
pada masa sesudah perang dunia II. Sejak tahun (1948-1955), Kraemer menjadi direktur
pertama dari Institut Oikumenis (Ecumenical Institute) di Bossey, Swiss, untuk mendidik
pemimpin-pemimpin gerakan oikumenis serta mendidik kaum awam yang ingin terlibat
dalam pembangunan gereja dan negara. Setelah pensiun, Kraemer menjadi dosen tamu di
Seminari Teologi Union di New York selama satu tahun (1956-1957). Kraemer juga tetap
aktif menulis pada masa pensiunnya.

Kontribusinya di Indonesia
Kraemer tiba di Indonesia pada tahun 1922. Selama di Indonesia, Kraemer pertama-
tama tinggal di Yogyakarta, kemudian pindah ke Malang. Di Malang, Kraemer dan B.M.
Schuurman mendirikan sekolah teologi, Bale Wiyata, sebuah sekolah yang sangat
memberikan perhatian pada kebudayaan Jawa. Kraemer juga mempelajari perubahan-
perubahan di dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa.
Kraemer membangun relasi dengan organisasi Muslim dan organisasi nasional di
Jawa. Kraemer bergabung dengan Jong Java, organisasi pelajar Jawa. Kraemer juga
menjalin relasi dengan Ahmad Dahlan, pemimpin organisasi Muhammadiyah. Menurut
Kraemer, kebangkitan Islam di Jawa berhubungan dengan kebangkitan dunia Islam di
dunia. Kraemer juga mendorong para misionaris untuk memberikan perhatian kepada
umat Muslim di Indonesia dan hal-hal apa saja yang terjadi pada mereka. Ia juga menulis
banyak buku tentang Islam. Buku-buku yang ditulis Kraemer ini dianggap membahayakan
pemerintah kolonial yang berkuasa pada saat itu.
Kraemer terlibat dalam perjuangan mendirikan gereja di Bali pada tahun 1932.
Perlakuan penjajah yang buruk terhadap orang-orang pribumi di Bali membuat orang Bali
memberikan cap negatif terhadap semua orang asing. Oleh karena itu, masyarakat Bali
melarang pekabaran Injil di Bali, karena mereka ingin memelihara tradisi agama Hindu di
Bali. Kraemer menyuarakan hak gereja untuk melakukan pekabaran Injil di Bali dengan

45
mengatakan bahwa segala usaha untuk melindungi orang Bali dari pengaruh asing adalah
hal yang sia-sia. Menurut Kraemer, gereja harus membantu orang-orang Bali untuk
menghadapi zaman modern. Pulau Bali kemudian menjadi tempat pelayanan misi bagi
Gereja Kristen Jawa Timur.
Dalam laporannya yang berjudul Dari Ladang Misi Menuju Gereja Mandiri (From
Mission Field to Independent Church ), Kraemer mendorong Gereja Protestan kolonial
untuk melakukan reorganisasi gereja-gereja lokal di Indonesia agar mulai mandiri, seperti
gereja-gereja yang terdapat di Minahasa, Maluku dan Timor. Setelah menghadiri
konferensi misi di Yerusalem pada tahun 1928, Kraemer menjadi semakin menyadari
kebutuhan untuk mendirikan gereja lokal yang independen di ladang misi. Menurut
Kraemer, orang Indonesia harus membentuk gerejanya sendiri dan para pekabar Injil hanya
menjadi pemberi saran.
Kraemer juga menyadari perlunya pengembangan kepemimpinan gereja-gereja di
Indonesia oleh orang-orang Indonesia sendiri. Oleh karena itulah Kraemer bersama dengan
beberapa rekannya yang lain, berinsiatif untuk mencetuskan didirikannya sekolah teologi.
Tujuan Kraemer mendirikan sekolah ini adalah untuk memberikan pendidikan dan
pelatihan teologi yang oikumenis dan kontekstual bagi para pemimpin gereja Kristen
pribumi.Akhirnya pada tahun 1934 didirikanlah "Sekolah Theologia Tinggi" di Bogor.
Sekolah ini kemudian berganti nama menjadi Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, setelah
sekolah itu dipindahkan ke Jakarta.
Kraemer memprotes tindakan pemerintah Belanda yang melakukan agresi militer
ke Indonesia pada tahun 1947-1948. Agresi ini telah menewaskan lebih dari 100.000 orang
Indonesia. Menurut Kraemer, agresi ini adalah tindakan tidak bermoral dan tidak sesuai
dengan nilai-nilai Kristiani. Kraemer berpendapat bahwa daripada menaklukan Indonesia,
pemerintah kolonial seharusnya menaklukkan kesombongannya sendiri dan hasrat untuk
menguasai yang ada dalam diri mereka.

Kontribusinya di Tambaram
Kraemer menjadi figur penting di dalam dunia misi dan dunia oikumenis. Ia menjadi
terkenal karena sumbangan pemikirannya dalam hal pendekatan misi Kristen terhadap
agama-agama lain. Menjelang konferensi International Missionary Council di Tambaram,
India, Kraemer diminta mempersiapkan sebuah makalah, yang kemudian diterbitkan

46
menjadi buku dengan judul "Christian Message in a Non-Christian World" (1938). Buku
"Christian Message in a Non-Christian World" ini sebenarnya ditujukan untuk melawan
buku yang berjudul "Rethinking Mission" (1932) yang ditullis oleh suatu panitia orang-
orang awam dari Amerika di bawah pimpinan W. E. Hocking. Dalam Memikirkan Ulang Misi
(Rethinking Mission) dicetuskan ide untuk meleburkan semua agama dalam sebuah
persaudaraan yang mencakup seluruh dunia.

B. Nilai Nilai Iman Kristen dari Tokoh tokoh Dewan Gereja se-Dunia

Dalam perjalanannya, ada beberapa nilai dan perilaku teladan yang dapat kita ambil
dari tokoh- tokoh Dewan Gereja se-Dunia. Nilai nilai iman Kristen yang diteladankan tokoh-
tokoh pelopor gerakan oikumene di dunia diantaranya adalah :
1. Nilai Kepeloporan
2. Nilai Solidaritas
3. Nilai Keutuhan
4. Nilai Saling Menopang

Nilai Kepeloporan
Kepeloporan adalah semangat dan kerelaan. Tetapi keduanya tidak berdiri sendiri.
Keduanya berpijak pada kesadaran diri atas tanggung jawab sosial untuk menciptakan
sesuatu dan mengubah gagasan menjadi sebuah karya nyata, dilakukan secara konsisten,
gigih dan diakui oleh masyarakat.
Kepeloporan yang diteladankan oleh tokoh-tokoh gerakan oikumene adalah
menghadirkan perubahan sosial penting di masyarakat dan bangsa. Karena itu, dalam
konteks kekinian, nilai kepeloporan mesti terus dipertahankan dan dikembangkan dalam
kehidupan bergereja, bermasyarakat, dan berbangsa; sambil mengupayakan
keseimbangan antara memelihara tradisi dengan menerima kekinian.

Nilai Solidaritas
Solidaritas adalah rasa kesatuan kepentingan, rasa simpati, sebagai salah satu
anggota dari kelas yang sama atau bisa diartikan perasaan atau ungkapan dalam sebuah
kelompok yang dibentuk oleh kepentingan bersama.

47
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial yang sangat membutuhkan orang
lain disekitarnya. Multikulturalisme menyebutkan bahwa dunia mempunyai banyak
keragaman dan kekayaan yang sangat membutuhkan solidaritas antara sesama
demi terwujudnya kehidupan yang harmonis.
Di dunia ini, solidaritas sangatlah minim. Sebagai contoh, rasa solidaritas
antarsesama manusia sudah mulai memudar, khususnya masyarakat perkotaan. Pada
masyarakat perkotaan sudah tidak bisa dipungkiri lagi bahwa rasa solidaritas tersebut mulai
memudar, dikarenakan sifat masyarakatnya yang dominan akan keindividuannya, sifat
acuh tak acuh, dan lebih mementingkan diri sendiri dibandingkan dengan rasa
kebersamaan terhadap masyarakat.

Nilai Keutuhan
Sesuai kehendak Tuhan dan menjadi berkat bagi kita semua, hikmat manusia selalu
berusaha merusak kebenaran Allah dan selalu ingin menutup-nutupi dosa, namun Allah
tidak mengizinkan pola berpikir modern memperkosa Firman–Nya sebagai Raja yang
berkuasa, maka tugas orang percaya adalah bertindak dan menjaga keutuhan Gereja.
Kita percaya bahwa Allah hadir di dunia memikat kita ke dalam aksi yang penuh
harapan, keutuhan, dan keadilan. Kita percaya bahwa kita harus menjadi mitra Allah,
namun kita tahu bahwa kita sering tersesat dan kita sering merusak komitmen, karya-
karya, dan relasi-relasi dalam hidup kita.
Perpecahan bukan hanya terjadi di luar Gereja kita, tetapi juga di dalam Gereja kita.
Kita tidak imun terhadap perpecahan yang terjadi; ini adalah sesuatu yang sangat
menyedihkan. Begitu panjang ceritanya tetapi itulah yang terjadi, dan kita harus belajar
dan mengerti doa Yesus, serta melihat bagaimana kita dapat memelihara kesatuan dan
keutuhan dalam tubuh Kristus.
Kalau kita berbicara tentang perpecahan Gereja di dalam sejarah, maka perpecahan
yang terdahsyat dalam sejarah Gereja adalah dalam jaman Reformasi, sekitar 500 tahun
yang lalu ada perpecahan yang besar sekali, meskipun Martin Luther sama sekali tidak
menginginkan perpecahan. Sewaktu dia memakukan 95 tesisnya di gereja Wittenberg, dia
tidak berpikir sama sekali untuk mendirikan Gereja yang baru, keluar dari Gereja Katolik
pada waktu itu. Dengan tesisnya itu, dia hanya ingin debat teologi untuk mengajak Gereja
untuk kembali kepada Alkitab. Tetapi tesisnya itu kemudian diambil orang, diperbanyak,

48
dicetak dan disebarkan ke seluruh Eropa. Ternyata apa yang dia tuliskan di dalam tesisnya
itu juga dirasakan oleh begitu banyak orang di Eropa. Kemudian seluruh Eropa menyadari
Gereja yang sepertinya satu itu sebenarnya begitu korup, begitu rusak. Sehingga lahirlah
reformasi dan timbulah Gereja-Gereja Protestan dan kita menjadi anak, cucu, dan buyut
dari gerakan ini.
Sewaktu kita berbicara tentang perpecahan Gereja kita harus memikirkan apa yang
Tuhan Yesus maksudkan dengan “supaya Gereja menjadi satu sama seperti Kristus dan
Bapa menjadi satu.” Kita harus memikirkan apa saja yang dapat dilakukan untuk
memelihara kesatuan Gereja.

Nilai saling menopang


Saling mengasihi, saling melayani, saling menopang adalah sikap yang diperlukan
untuk memperkuat sebuah komunitas, persekutuan, pelayanan atau gereja. Sebuah
komunitas, persekutuan, pelayanan dan bahkan gereja, sekalipun memiliki program kerja
yang bagus, tapi jika para anggotanya tidak punya kesatuan hati, tidak hidup rukun,
berjalan sendiri-sendiri, tidak ada kerjasama, bersikap egois, tidak punya kepedulian satu
sama lain, niscaya tujuannya (goal-nya) tidak akan pernah tercapai.

Aktivitas

Tugas kelompok : Siswa diskusi secara kelompok

Materi diskusi : Pembentukan Dewan Gereja se- Dunia yang diperankan oleh
4-5 kelompok dimana setiap kelompok berperan sebagai perwakilan dari
beberapa gereja yang ada di Asia.Ada sebagian kelompok yang menyatakan
sikap pro terhadap pembentukan Dewan Gereja se- Dunia, sedangkan
sebagian kelompok lagi menyatakan sikap kontra. Kemudian ambil
kesimpulan.

49
Rangkuman

• Dewan Gereja-gereja se-Dunia adalah organisasi perhimpunan antargereja yang


didirikan pada tahun 1948, bertujuan untuk membentuk kesatuan di antara umat
Kristen. Keanggotaannya termasuk Komuni Anglikan, Gereja Asiria Timur, sebagian
besar dari yurisdiksi Gereja Ortodoks, Gereja Katolik Lama, Gereja Ortodoks
Oriental, sebagian besar dari gereja-gereja Protestan arus utama (seperti Gereja
Lutheran, Gereja Menonit, Gereja Methodist, Gereja Moravia dan Gereja Reformed
atau Gereja Calvinist) dan beberapa gereja Protestan aliran Injili (seperti Gereja
Baptis dan Gereja Pentakosta). Secara khusus, Gereja Katolik tidak pernah menjadi
anggota Dewan Gereja-gereja se-Dunia, namun secara aktif berpartisipasi dalam
gerakan oikumenis dengan cara yang berbeda.

• Sejarah Pembentukan Dewan Gereja se-Dunia


DGD terbentuk pada Sidang Rayanya yang pertama di Amsterdam, Belanda, pada
23 Agustus1948. Pembentukan ini terjadi ketika dua kelompok oikumenis, Hidup
dan Karya ( Life and Work ) dan Iman dan Tata Gereja ( Faith and Order ) bergabung
pada sidang yang pertama itu. Kelompok yang ketiga, sebuah gerakan misionaris
yang terbentuk pada Sidang Misi Internasional (IMC), bergabung pada Sidang Raya
yang ketiga di New Delhi, India pada 1961. Kelompok yang keempat, yaitu Dewan
Pendidikan Kristen se-Dunia (WCCE), bergabung melalui penyatuan DGD dengan
dewan tersebut pada 1971.

• Nilai nilai Iman Kristen yang diteladankan tokoh-tokoh pelopor gerakan oikumene
di dunia diantaranya adalah :
1. Nilai Kepeloporan
2. Nilai Solidaritas
3. Nilai Keutuhan
4. Nilai Saling Menopang

50
Soal Latihan Pilihan Ganda

1. Berapakah jumlah anggota Dewan Gereja Dunia ?


A. 358 C. 338
B. 348 D. 368

2. Pada tanggal berapakah Dewan Gereja se-Dunia terbentuk ?


A. 22 Agustus 1948 C. 24 Agustus 1948
B. 21 Agustus 1948 D. 23 Agustus 1948

3. Siapakah yang menerima hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1946 untuk
karyanya membangun dan menguatkan organisasi-organisasi pelajar/
mahasiswa Kristen Protestan Internasional yang bekerja untuk menegakkan
perdamaian ?
A. John Raleigh Mott C. R.B Manikam
B. Hendrik Kraemer D. William Temple

4. Siapakah tokoh ekumenis dunia yang pernah melayani di Indonesia dari


tahun 1922 sampai dengan tahun 1937 ?
A. William Temple C. Cheng Ji Yi
B. Hendrik Kraemer D. John Raleigh Mott

5. Apakah yang Hendrik Kraemer dirikan di Malang ?


A. Sekolah Perawat C. Sekolah Bahasa
B. Universitas Kedokteran D. Sekolah Teologi

6. Apakah nama Sekolah Teologi yang Hendrik Kraemer dirikan di Malang ?


A. Bale Asia C. Bale Witaya
B. Bale Wiyata D. Bale Wijaya

7. Apakah tujuan Hendrik Kraemer mendirikan sekolah teologi di Bogor yang


akhirnya sekolah ini dipindahkan ke Jakarta dan berganti nama menjadi
Sekolah Tinggi Teologi Jakarta ?
A. untuk memberikan pendidikan dan pelatihan teologi yang ekumenis dan
kontekstual bagi para pemimpin gereja Protestan asing.

51
B. untuk memberikan pendidikan dan pelatihan teologi yang ekumenis dan
kontekstual bagi para pemimpin gereja Protestan dunia.
C. untuk memberikan pendidikan dan pelatihan teologi yang ekumenis dan
kontekstual bagi para pemimpin gereja Protestan Asia.
D. untuk memberikan pendidikan dan pelatihan teologi.

8. Siapakah yang menulis buku Christian Message in a Non-Christian World pada


tahun 1938 ?
A. John Raleigh Mott C. R.B. Manikam
B. William Temple D. Hendrik Kraemer

9. Mengapakah masyarakat Bali melarang pekabaran Injil pada tahun 1932?


A. karena mereka ingin memelihara tradisi agama Budha di Bali.
B. karena mereka ingin memelihara tradisi di Bali.
C. karena mereka ingin memelihara tradisi agama Hindu di Bali.
D. karena mereka ingin memelihara tradisi kepercayaan di Bali.

10. Nilai nilai Iman Kristen apa saja yang bisa kita teladani dari tokoh-tokoh Kristen
dunia ?
A. Nilai kepeloporan, solidaritas, saling menopang.
B. Nilai kepeloporan, keutuhan, saling menopang.
C. Nilai solidaritas, keutuhan, saling menopang.
D. Nilai kepeloporan, solidaritas, keutuhan, dan saling menopang.

Soal Latihan Uraian

1. Tuliskan sejarah pembentukan Dewan Gereja se-Dunia ?


2. Apa kontribusi Hendrik Kraemer di Indonesia ?
3. Tuliskan nilai kepeloporan apa saja yang bisa di ambil dari Hendrik Kraemer ?
4. Tuliskan perilaku teladan apa saja yang bisa di ambil dari John Raleigh Mott ?
5. Tuliskan tokoh tokoh pembentukan Dewan Gereja se-Dunia ?

52
Bab Perkembangan Gerakan Oikumene

V di Asia

Pada bab ini kamu akan mempelajari tentang pentingnya perkembangan gerakan
oikumene di Asia, dasar dasar alkitabiah dan alasan-alasan lahirnya gerakan oikumene di
Asia, pembentukan Dewan Gereja Asia. Gerakan Oikumene adalah gerakan persatuan
semua orang percaya yang diprakarsai persekutuan orang Kristen Protestan sejak tahun
1910, yaitu dalam konferensi Pekabaran Injil se-Dunia di Edinburg, Skotlandia. Gerakan ini
diperkuat oleh Kepala Gereja Ortodoks di Konstantinopel pada tahun 1920 melalui
seruannya kepada semua Gereja Kristus. Dukungan penuh datang dari Pertemuan para
Uskup gereja Anglikan di Inggris pada tahun 1920. Sejak tahun 1937 Gereja Ortodoks Timur
dan Gereja Kristen di Asia dan Afrika bergabung secara aktif dalam gerakan oikumene ini.

Peta Konsep

Gerakan Oikumene di Asia

Lahirnya Gerakan Tujuan Kegiatan Alasan lahirnya


Oikumene di Asia dan Pembentuk utama Dewan gerakan
Pembentukan Dewan an Dewan Gereja Asia Oikumene di
Gereja di Asia Gereja Asia Asia

A. kunci
Kata Lahirnya Gerakan
: Dewan, Tokoh, Oikumene
Nilai, Perilakudi Asia

Dalam sejarah perkembangan gereja sudah terjadi perpecahan-perpecahan yang


melahirkan banyak gereja. Namun perpecahan itu diusahakan menjadi satu kembali

53
menjadi persatuan. Timbulnya pemahaman dan perbedaan menyebabkan munculnya
aliran-aliran dalam tubuh gereja. Untuk itulah kita akan membahas bagaimana Gerakan
oikumene dalam sejarah perkembangan Gereja.
Gerakan oikumene selalu dihubungkan dengan gerakan untuk mencari keutuhan,
gerakan untuk mengumpulkan kembali serta menjaga keutuhan/integritas gereja, dan
terutama adalah panggilan untuk menyelenggarakan kehidupan sejahtera bagi umat
manusia maupun seluruh ciptaan.
Dasar-dasar Firman Tuhan yang melahirkan gerakan oikumene di Asia adalah :
• Yohanes 17:21 “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di
dalam Aku, dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia
percaya bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku”. Yesus merindukan supaya orang-
orang Kristen sebagai tubuh Kristus bersatu menjadi saksi-saksi Kristus.
• Matius 28 :18-20, 18 Yesus mendekati mereka dan berkata: "Kepada-Ku telah diberikan
segala kuasa di sorga dan di bumi. 19 Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa
murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, 20 dan
ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.
• Kisah Para Rasul 1:8, Tetapi kamu akan menerima kuasa , kalau Roh Kudus turun ke atas
kamu,dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria
dan sampai ke ujung bumi.

B. Tujuan Pembentukan Dewan Gereja Asia

Dewan Gereja-gereja Asia adalah kumpulan gereja-gereja Kristen Protestan dan


Ortodoks di Asia dan sejumlah gereja di Pasifik yang karena berbagai pertimbangan merasa
lebih dekat dengan Asia. Nama resminya dalam bahasa Inggris adalah Christian Conference
of Asia (CCA). CCA didirikan di Parapat, Sumatera Utara, dengan nama East Asia Christian
Conference atas inisiatif gereja-gereja, Dewan Gereja-gereja nasional, dan Dewan Kristen
nasional dari berbagai negara dalam pertemuan pertama mereka pada 17-25 Maret 1957.
Organisasi ini diresmikan pada Sidang Rayanya yang pertama di Kuala Lumpur, 14-24 Mei
1959.
Pada tahun 1971 lembaga ini mengalami perubahan besar mengingat perubahan-
perubahan yang terjadi di kawasan Asia. Akibatnya, pada Sidang Raya 1973 di Singapura,

54
namanya diubah menjadi Christian Conference of Asia dan anggaran dasarnya pun
disesuaikan. Kepengurusan (staff) CCA dipimpin oleh seorang Sekretaris Umum (General
Secretary):

Pengurus CCA dari Indonesia


Orang-orang Indonesia yang pernah diberikan kepercayaan untuk menjadi
pengurus CCA adalah:
• Pdt. S. Marantika (Wakil Ketua ).
• Dr. Soritua A.E. Nababan (Pemuda, kemudian salah satu anggota Presidium).
• Dr. T.B. Simatupang (salah satu anggota Presidium).
• Frans Tumiwa (Pelayanan Kristen Asia, kemudian Pembangunan dan Pelayanan).
• Pdt. M.A. Simandjuntak (Misi dan Penginjilan).
• Pdt. Dr. Albert Widjaja (Wakil Sekretaris Umum).
• Dr. Soewawi Gadroen (Pemuda).
• Pdt. Dr. Henriette T. Hutabarat Lebang (Wakil Sekretaris Umum 1991-2001;
Sekretaris Umum 2010-2015).
• Pdt. Joseph Widyaatmadja (Misi Kota dan Desa, penjabat Wakil Sekum, dan Iman,
Misi dan Keesaan).
• Tony Waworuntu (Keadilan, Masalah Internasional, Pembangunan, dan Pelayanan).

Dewan Gereja-gereja Nasional


Anggota CCA yang berasal dari Dewan Gereja-gereja Nasional ( National Councils ) adalah :
1. Dewan Gereja-gereja di Aotearoa-Selandia Baru
2. Te Runanga Whakawhanaunga I Nga Hahi O Aotearoa
3. Dewan Gereja-gereja di Australia
4. Dewan Gereja-gereja di Bangladesh
5. Dewan Kristen Hong Kong
6. Dewan Gereja-gereja di India
7. Persekutuan
8. Dewan Kristen di Jepang
9. Dewan Kristen di Kamboja
10. Dewan Gereja-gereja di Korea

55
11. Dewan Gereja-gereja di Malaysia
12. Dewan Gereja-gereja di Myanmar
13. Dewan Gereja-gereja Nasional Nepal
14. Dewan Gereja-gereja di Pakistan
15. Dewan Gereja-gereja di Filipina
16. Dewan Gereja-gereja di Sri Langka
17. Dewan Gereja-gereja di Taiwan

Tujuan Pembentukan Dewan Gereja Asia ;


1. Membentuk kesatuan di antara umat Kristen Asia.
2. Sebagai wadah kebersamaan untuk gereja-gereja yang ada di Asia.
3. Sebagai wadah untuk membicarakan masalah-masalah yang terjadi pada gereja-gereja
di Asia.
4. Sebagai wadah penyelesaian masalah-masalah yang terjadi pada gereja gereja di Asia.
5. Sebagai wadah untuk berbagi informasi terkini tentang perkembangan gereja-gereja
di Asia.

C. Kegiatan Utama Dewan Gereja Asia

Pada tanggal 20-27 Mei 2015, dilaksanakan Sidang Raya Dewan Gereja Asia ( CCA )
di Jakarta. Tuan rumahnya adalah HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) dan PGI
(Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia). Tema kegiatan CCA 2015 adalah “Living Together
in the Household of God”, artinya Tinggal bersama semua makhluk ciptaan Tuhan di dalam
rumah tangga Tuhan. Sebelum Sidang Raya dilaksanakan didahului dengan diadakan
Theological Workshop on 14th CCA Assembly Theme, di Sekolah Tinggi Teologi (STT)
Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (23/7). Workshop tersebut diselenggarakan selama
empat hari, 22-25 Juli 2014.
Perlu diketahui, workshop diselenggarakan guna mendalami tema Sidang Raya CCA
baik secara alkitabiah maupun teologi, dalam konteks masyarakat Asia yang majemuk saat
ini, serta membahas peran gereja dalam kehidupan bersama masyarakat Asia yang
majemuk itu.
CCA adalah persekutuan 101 gereja, dan 17 dewan gereja nasional di 21 negara
Asia. Kegiatan workshop ini dihadiri oleh para teolog dan para ahli dari negara-negara Asia

56
untuk menggumuli tema yang akan diusung. Negara-negara Asia yang hadir itu adalah
Indonesia, Korea Selatan, Jepang, Taiwan, India, Filipina, Thailand, Malaysia, Australia,
Selandia Baru, Sri Lanka, Iran, Nepal, Bhutan, Bangladesh, Timor Leste, Myanmar, Kamboja,
dan Laos.
Dalam workshop konsultasi internasional itu juga dibicarakan mengenai tempat
penyelenggaraan Sidang Raya CCA di Jakarta sebagai tuan rumah perhelatan lima tahunan
tersebut. Peserta workshop lebih kurang 50 orang yang hadir.
Banyak masalah yang terjadi di dunia, misalnya konflik di berbagai tempat antar
suku, antar agama, human security, serta masalah ekologi. Tetapi dari semua masalah itu,
kita hendak mencari solusi bagaimana bisa hidup di dalam rumah tangga Allah, dalam arti
alam ciptaan Tuhan beserta seluruh ciptaannya, bagaimana kita bisa merawat relasi antar
manusia, dan relasi antar makhluk ciptaan Tuhan, juga relasi kita dengan Allah.
Perwakilan negara Asia dalam workshop tersebut pada umumnya masing-masing
satu orang wakil, karena konsultasi ini merupakan kelompok kecil yang memikirkan tema
ini dari konteks pengalaman mereka sebagai masyarakat di Asia.
Dibahas pula bagaimana gereja perlu bersikap terhadap semua masalah yang
terjadi di sekitarnya, seperti banyaknya terjadi penindasan, perdagangan manusia ( human
trafficking ) ,dan semua bentuk penindasan di abad 21 yang tidak sesuai dengan rencana
Allah. Jika ada manusia tertindas, itu bukanlah rencana Allah.
Gereja didesak untuk berperan sebagai aktor dalam mencari solusi, baik melalui
kesaksiannya, cara hidup, dan relasinya dengan orang-orang lain di dalam masyarakat,
serta melalui kerja sama antar agama, antar kelompok, supaya masyarakat dapat
mengalami damai bersama dalam kelimpahan hidup. Kelimpahan hidup artinya bukan
cuma kelimpahan materiil saja, tetapi juga mengalami damai sejahtera dan keadilan.
Menjadi aktor dalam arti gereja melakukan kerja sama lintas agama. Seperti yang
dilaksanakan pada 26 Februari sampai dengan 1 Maret 2013 lalu, CCA bekerja sama dengan
Federation of Asian Bishop Conference ( FABC ), Konferensi Wali Gereja Indonesia ( KWI )
dari agama Katolik, International Conferenceof Islamic Scholar ( ICIS ) menyelenggarakan
program Moslem and Christian Leaders Conference, yang memiliki keprihatinan sama
terhadap masalah keadilan dan konflik ekonomi social. Tema yang dibahas tentang
bagaimana bersama-sama mempromosikan damai dan keadilan di Asia, apa peranan
agama-agama di situ.

57
Konferensi Tema CCA Sebelumnya
CCA sebelumnya diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia, tahun 2010. Saat itu tema
yang dibahas adalah “Call for Prophecy, Heal to Reconcile”, artinya Gereja terpanggil untuk
melakukan peranan profetis, juga terpanggil untuk melakukan peranan menyembuhkan
dan memulihkan.
Kita tahu banyak sekali konflik yang terjadi di negara Asia, bukan hanya di
Indonesia.Ada juga konflik dalam keluarga, dalam masyarakat, antar etnis, antar kelompok,
agama, bahkan pilihan politik yang berbeda seringkali menyebabkan ketegangan dan
konflik.
Gereja bukan pihak yang berkonflik, tetapi bagaimana peranan gereja sebagai pihak
yang menyembuhkan dan memulihkan luka-luka dalam masyarakat, bahkan luka-luka
dalam gereja sendiri akibat pertentangan dan konflik pribadi atau golongan. Sebagaimana
amanat injil, kalau Yesus mengajarkan untuk mengampuni, kita juga harus saling
mengampuni, saling menolong, saling menopang, saling menerima, saling berdamai satu
dengan yang lain, ini peran yang perlu menjadi kesaksian gereja.
Dari sidang raya DGA tahun 2010, melahirkan pokok-pokok program. Di Sidang Raya
CCA 2015 diadakan evaluasi sejauh mana pencapaiannya, lalu merencanakan lagi untuk
lima tahun ke depan. Dalam evaluasi, dapat lihat apa yang perlu ditingkatkan dan
diperbaiki, karena masyarakat Asia juga terus berubah, dan apa panggilan gereja di tengah
masyarakat yang berubah itu.

D. Alasan Lahirnya Gerakan Oikumene di Asia

Faktor- faktor yang menentukan perkembangan oikumene di Asia:


1. Pengaruh nasionalisme di Asia yang mulai berkembang di mana-mana sesudah Jepang
mengalahkan Rusia pada tahun 1905. Timbul perasaan bahwa orang-orang Asia tidak
perlu diatur oleh orang-orang Barat karena mereka sudah mampu mengurus dirinya
sendiri. Orang Asia mempunyai pendapat bahwa gereja-gereja Asia harus menjadi
urusan orang-orang Asia sendiri.
2. Pengaruh pekabaran Injil. Usaha-usaha untuk bekerjasama yang memuncak pada
konferensi Edinburgh (1910) sangat berpengaruh di Asia. Kerjasama gerejawi di Asia
dipelopori oleh kerjasama di bidang pekabaran Injil.

58
3. Pengaruh agama-agama lain. Agama Kristen masih sangat berkiblat kedunia Barat.
Timbul kesadaran bahwa orang-orang Kristen Asia harus menghadapi bersama-sama
agama-agama yang bukan Kristen.
4. Pengalaman perang dunia kedua, khususnya di daerah-daerah yang diduduki oleh
Jepang. Di sana bantuan material dan personil dari Barat tiba-tiba berhenti dan gereja-
gereja terpaksa mulai mengatur dirinya sendiri.
5. Proses dekolonisasi yang menyusul perang dunia kedua. Negara-negara Asia, yang
dahulu hidup secara terpisah dalam hubungan dengan masing - masing kuasa penjajah
mereka, mulai melihat keperluan kerjasama regional. Hal yang serupa terjadi juga pada
gereja-gereja di Asia.
6. Kesadaran bahwa gerakan oikumenis yang bermuara pada Dewan-dewan Gereja se-
Dunia masih sangat ditentukan oleh gereja-gereja Barat. Walaupun gereja-gereja Asia
terlibat dalam DGD dirasa bahwa gereja-gereja Barat sibuk dengan persoalan-
persoalan yang berbeda dari masalah yang dihadapi di Asia. Karena itu dirasa bahwa
orang-orang Kristen Asia sendiri harus menyelesaikan persoalan yang muncul di
konteks Asia tanpa campur tangan dari gereja - gereja Barat.

Aktivitas
Siswa menyusun tulisan singkat (bahan paparan, display, artikel dan sebagainya)
mengenai gerakan oikumene dan kegiatan-kegiatannya dalam perkembangan
gereja di Asia dan maknanya bagi penguatan gerakan oikumene dalam gereja
masa kini.
Siswa menyajikan tulisan singkat tersebut dan siswa lainnya memberikan
tanggapan.

Contoh Artikel

Pemuda Gereja Asia Berkumpul Wujudkan Gereja Esa


BEKASI, PGI.OR.ID – Forum Pemuda gereja-gereja se-Asia dalam rangka Sidang Raya
Christian Conference of Asia (CCA) yang diselenggarakan dengan semangat keesaan
gereja. Pertemuan tersebut dilaksanakan di Aula Gereja Kristen Pasundan (GKP)
Kampung Sawah, Bekasi, Jawa Barat, Senin (18/5) hingga Rabu (20/5).

59
“Jadi semangat kesatuan sebagai warga gereja, yang juga punya panggilan untuk
melihat persoalan-persoalan yang terjadi di dalam konteks sekitarnya maupun
konteks global sebagai persoalan bersama perlu untuk diatasi bersama-sama,”
kata Abdiel dari Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) seperti yang ditulis
satuharapan.com, Senin (18/5) di GKP Kampung Sawah, Bekasi.

bdiel menjelaskan tujuan pertemuan pada dasarnya ingin membentuk sebuah


gereja yang esa, adanya satu gereja, namun tidak mungkin untuk konteks kita
yang sangat majemuk, itu merupakan sebuah pemaksaan. “Tapi
akhirnya berkembang pemahaman oikumenis itu jadi berubah ketika kita tetap
merasa satu di tengah perbedaan itu,” kata Abdiel.

Pertemuan pemuda Dewan Gereja-gereja se-Asia ini, Christian Conference of


Asia(CCA) Pre Assembly Youth Forum 2015 bertajuk Living together in the
Household of God. Menurut Ketua Panitia, Pdt Titin Gultom kegiatan dimulai
tanggal 18 hingga 20 Mei 2015, yang kemudian dilanjutkan dengan Sidang Raya
Dewan Gereja-gereja se-Asia di Ancol, Jakarta.

Dipilihnya tempat di GKP Kampung Sawah, lanjut Titin, karena merupakan tempat
yang mewakili atau representasi toleransi umat beragama. “Di sini sangat bagus.
Jadi kegiatannya ada seminar, ada penjelasan apa itu CCA, bagaimana kultur itu
dihidupkan di tengah konteks masing-masing, dan malam kebudayaan,” kata dia.

“Kegiatan CCA ini akan dilakukan dengan banyak jenis kegiatan lainnya seperti
Bible Study, memahami kondisi geopolitik di tempat masing-masing sesuai
dengan konteks negara baik Indonesia, maupun Asia Timur, Asia Selatan, Asia
Barat, bahkan Australia dan Selandia Baru,” kata dia.

Selain itu menurut panitia akan diagendakan exposure visit di Taman Mini
Indonesia Indah (TMII). “CCA mememilih TMII, karena merepresentasikan
Indonesia. Kami juga akan mengundang radio komunitas yang ada di sini, di
Kampung Sawah, untuk menceritakan bagaimana mereka menggerakkan dan
menghidupkan toleransi umat beragama.

Menurut panitia, peserta yang hadir sekitar 80 orang lebih termasuk dari
berbagai daerah di Indonesia. “Filipina, Korea Selatan, India, Pakistan,
Bangladesh, Sri Langka, Myanmar, Kamboja, Vietman, Malaysia, Timor Leste,
Australia, Iran, Pakistan, Nepal. Dari Indonesia ada jugautusan dari berbagai
daerah, dari Toraja, Kalimatan, Timor, Sumatera, GKI, dan berbagai anggota
gereja dan organisasi pemuda lainnya.”

“Kalau mau dihitung dari hari pertama hingga hari terakhir, kalkulasi sementara
semua yang terlibat mencapai 200 orang,” kata panitia itu. (satu harapan.com)

60
Rangkuman

* Gerakan oikumene selalu dihubungkan dengan Gerakan untuk mencari keutuhan,


gerakan untuk mengumpulkan kembali serta menjaga keutuhan/ integritas gereja, dan
terutama panggilan untuk menyelenggarakan kehidupan sejahtera bagi umat manusia
maupun seluruh ciptaan.
* Dewan Gereja-gereja Asia adalah kumpulan gereja-gereja Kristen Protestan dan Ortodoks
di Asia dan sejumlah gereja di Pasifik yang karena berbagai pertimbangan merasa lebih
dekat dengan Asia. Nama resminya dalam bahasa Inggris adalah Christian Conference
of Asia (CCA). CCA didirikan di Parapat, Sumatera Utara, dengan nama East Asia
Christian Conference atas inisiatif gereja-gereja, Dewan Gereja-gereja nasional, dan
Dewan Kristen nasional dari berbagai negara dalam pertemuan pertama mereka pada
tanggal 17 hingga 25 Maret 1957. Organisasi ini diresmikan pada Sidang Rayanya yang
pertama di Kuala Lumpur, 14 hingga 24 Mei 1959.
* CCA adalah persekutuan 101 gereja, dan 17 dewan gereja nasional di 21 negara Asia.
Kegiatan workshop ini dihadiri oleh para teolog dan para ahli dari negara-negara Asia
untuk menggumuli tema yang akan diusung. Negara-negara Asia yang hadir itu adalah
Indonesia, Korea, Jepang, Taiwan, India, Filipina, Thailand, Malaysia, Australia,
Selandia Baru, Sri Lanka, Iran, Nepal, Bhutan, Bangladesh, Timor Leste, Myanmar,
Kamboja, dan Laos.

61
Soal Latihan
1. Dimanakah Dewan Gereja-gereja Asia didirikan ?
A. Jakarta C. Parapat
B. Medan D. Bandung

2. Kepengurusan (staff) Dewan Gereja Asia dipimpin oleh seorang....


A. Ketua Umum C. Sekretaris Umum
B. Dewan Pembina D. Sekretaris Khusus

3. Dimanakah pertama kalinya Sidang Raya Dewan Gereja Asia diadakan ?


A. Kuala Lumpur, 14-24 Mei 1959
B. Singapura, 14-24 Maret 1960
C. Jakarta, 14-24 April 1961
D. Medan, 14-24 Mei 1959

4. Gerakan untuk mencari keutuhan, Gerakan untuk mengumpulkan kembali


serta menjaga keutuhan/ integritas gereja, dan terutama panggilan untuk
menyelenggarakan kehidupan sejahtera bagi umat manusia maupun seluruh
ciptaan adalah gerakan….
A. Ortodok C. Sekuler
B. Oikumene D. Calvin

5. Kumpulan gereja-gereja Kristen Protestan dan Ortodoks di Asia dan sejumlah


gereja di Pasifik tergabung ke dalam….
A. Dewan Oikumene Asia C. Dewan Sekuler Asia
B. Dewan Ortodok Asia D. Dewan Gereja Asia

6. Kepanjangan dari CCA adalah…..


A. Christian Conference of America.
B. Catholic Conference of Asia.
C. Christian Conference of Asia.
D. Cathedral Christian of Asia.

7. Dimanakah pertama kalinya Gerakan Oikumene diprakarsai ?


A. London C. Edinburgh
B. Oslo D. Copenhagen

62
8. Siapakah ketua International Missionary Council pada tahun 1921 ?
A. John R. Mott C. John Brett
B. John Tyler D. John Davidson

9. Dimanakah dan kapankah nama East Asia Christian Conference berganti nama
menjadi Christian Conference of Asia ?
A. Sidang Raya di Singapura tada tahun 1973.
B. Sidang Raya di Vietnam pada tahun 1983.
C. Sidang Raya di Indonesia pada tahun 1963.
D. Sidang Raya di Kamboja pada tahun 1953.

10. Apakah Tujuan Pembentukan Dewan Gereja Asia ;


A. Sebagai wadah untuk berbagi informasi terkini tentang perkembangan
gereja gereja di Eropa dan Asia.
B. Sebagai wadah untuk berbagi informasi terkini tentang perkembangan
gereja gereja di Asia.
C. Sebagai wadah untuk berbagi informasi terkini tentang perkembangan
gereja- gereja di Asia, Amerika, dan Afrika.
D. Sebagai wadah untuk berbagi informasi terkini tentang perkembangan
gereja gereja di Asia Tenggara.

Soal Latihan Uraian

1. Mengapakah gereja-gereja di Asia perlu bersatu dalam suatu wadah dan


apakah keuntungannya bagi gereja-gereja yang ada di Asia bergabung dalam
wadah Dewan Gereja Asia ?
2. Jelaskan secara singkat proses pembentukan Dewan Gereja Asia !
3. Jelaskan menurut kamu tentang Firman Tuhan yang terdapat dalam Kisah
Para Rasul 1:8, “Tetapi kamu akan menerima kuasa , kalau Roh Kudus turun
ke atas kamu,dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh
Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi”.
4. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang menentukan perkembangan
oikumene di Asia!
5. Sebutkan dan jelaskan tujuan dibentuknya Dewan Gereja Asia !

63
Bab Tokoh-tokoh dan Pelopor
VI Gerakan Oikumene di Asia

Pada bab ini kamu akan mempelajari tentang tokoh-tokoh dan pelopor gerakan
oikumene di Asia serta nilai iman Kristen yang diteladankan oleh tokoh-tokoh tersebut.
Tokoh- tokoh tersebut adalah Cheng Jingyi, Todung Sultan Gunung Mulia, dan R.B
Manikam. Adapun nilai iman Kristen yang diteladankan mereka adalah nilai inklusif/ nilai
keterbukaan dan nilai kemandirian.

Peta Konsep

Gerakan Oikumene di Asia

Nilai iman Kristen yang


Tokoh-tokoh dan Pelopor diteladankan tokoh-tokoh pelopor
Gerakan Oikumene di Asia gerakan Oikumene di Asia

Cheng R.B Todung Nilai Nilai


Jingyi Manikam Sutan Kemandi- Keterbu-
Gunung rian kaan
Mulia (Inklusif)

Kata kunci : Tokoh, Nilai.

64
A. Tokoh-tokoh Pelopor Gerakan Oikumene di Asia :

Cheng Jingyi
Cheng Jingyi (22 September 1881, Beijing - 15 November 1939, Shanghai) adalah
seorang pemimpin Kristen Protestan Tionghoa yang
bekerja untuk Gereja Kristen China yang independen dan
bersatu dan persatuan Kristen di Cina yang tidak bersifat
denominasi. Ia menerima gelar doktor kehormatan dari
Knox College, Toronto, Kanada (1916); College of
Wooster, Ohio, USA (1923); dan Universitas St. John,
Shanghai (1929). Dia meninggal di Shanghai setelah
kunjungannya ke pekerjaan misi di China Barat Daya dan
Guizhou pada tahun 1939.
No : 6.1
Nama : Cheng Jingyi
Kehidupan dan Karier
Sumber : www.wikipedia.com
Lahir dari seorang pendeta Manchu yang telah
menjadi Kristen oleh seorang pastor dari London Missionary Society (LMS) di Beijing, Cheng
dididik pertama kali di rumah dalam klasik Cina, kemudian menghadiri Anglo-Chinese
Institute of the LMS, lulus pada tahun 1896. Kurang dari sebulan sebelum pecahnya Boxer
Uprising, Cheng menyelesaikan empat tahun belajar teologi di Tianjin, salah satu titik panas
pertempuran selama Intervensi Sekutu. Cheng dengan sukarela menjadi penerjemah dan
pembawa tandu bagi pasukan sekutu.
Cheng menggunakan pelatihannya dalam Bahasa Cina Klasik untuk membantu
George Owen dari LMS merevisi terjemahannya tentang Perjanjian Baru sebelum
melanjutkan pelatihan teologisnya di Institut Alkitab di Glasgow, Skotlandia. Dia kembali ke
China setelah lulus pada tahun 1908. Setelah pentahbisan di gereja rumahnya, dia adalah
pendeta dari gereja yang baru merdeka, Gereja Misi Hutung di kota timur Beijing, yang
dihadiri oleh sejumlah akademisi dan profesional China.
Konferensi Misionaris Dunia di Edinburgh pada tahun 1910 merupakan titik balik
dalam karir Cheng. Gerakan misi internasional mulai mengenali kebutuhan untuk
"pribumisasi", yaitu untuk mengembangkan kepemimpinan pribumi. Dalam sebuah pidato

65
yang hanya berlangsung selama tujuh menit, yang oleh seorang hadirin disebut sebagai
konferensi terbaik, Cheng menyerukan gereja Kristen bersatu tanpa divisi denominasi dan
bagi misionaris untuk menyerahkan kendali kepada para pemimpin gereja nasional. Kata-
kata menantang Cheng mengesankan John R. Mott, yang telah mendorong para pemimpin
dunia untuk lebih mementingkan "gereja-gereja muda" dan perwakilan yang setara dalam
kepemimpinan mereka. Mott telah memberi perhatian khusus kepada Cina, yang pertama
kali ia kunjungi pada tahun 1896. Cheng adalah satu-satunya anggota Cina dari ke-35
anggota Komite Kelanjutan Internasional yang dibentuk untuk melaksanakan mandat
Konferensi dan diangkat sebagai sekretaris Komite Kelanjutan Konferensi Misionaris
Nasional di Cina, dibentuk setelah kunjungan John R. Mott ke China pada tahun 1913.
Cheng, pada waktu itu belum berusia 30 tahun, sehingga menjadi anggota penting dari apa
yang oleh sejarawan Daniel Bays disebut "Pendirian Protestan Sino-Asing," misionaris arus
utama dan Kepemimpinan gereja Cina”.
Pada tahun 1917, Cheng memimpin kampanye melawan gerakan untuk
mengizinkan hanya ajaran-ajaran Konfusianisme untuk pengajaran moral di sekolah-
sekolah. Dengan alasan bahwa masa depan gereja di Cina terletak pada kepemimpinan
pribumi, ia membentuk gerakan Cina untuk Kristus (1919) dan juga membantu membentuk
Masyarakat Misi Rumah Tionghoa interdenominasi Cina untuk mencapai kelompok etnis di
China Barat Daya. Cheng membantu meluncurkan Gerakan China for Christ ( Zhonghjua
Guizhu Yundong ), dengan bantuan David ZT Yui, Sekretaris Jenderal YMCA Nasional Cina
sebagai ketua. Gerakan ini menyebar ke banyak kota, menyerukan "untuk keterlibatan
Kristen dalam membentuk opini publik dan hati nurani juga dalam menyampaikan pesan
praktis dan sosial, dan bertujuan untuk mempromosikan pembangunan bangsa China.
Cheng adalah sekretaris jenderal Dewan Kristen Nasional sejak pendiriannya pada tahun
1922 sampai pengunduran dirinya pada tahun 1933 karena kesehatan yang buruk. Pada
tahun 1927, Cheng terpilih sebagai moderator pertama Gereja Kristus di China, sebuah
organisasi oikumenis Protestan yang terdiri dari 16 denominasi. Dia berada di komite
eksekutif Konferensi Misionaris Internasional dari 1928 hingga 1938.
Cheng sangat tertekan oleh Perang Tiongkok-Jepang pada tahun 1937 karena ia
mengenal banyak orang Kristen Jepang dan merasa perang akan melakukan kerusakan
yang tak dapat diperbaiki terhadap persatuan Kristen. Bertahun-tahun stres dan perjalanan
terus-menerus melemahkan kesehatannya. Dia melakukan perjalanan ke China Barat Daya

66
untuk mendukung pekerjaan misi di antara kelompok-kelompok suku, dan meninggal saat
kembali ke Shanghai pada tahun 1940.

R.B. Manikam
R.B Manikam berasal dari India. Dia adalah Sekretaris Asia untuk IMC dan DGD,
dengan tugas berkeliling di Asia untuk mengadakan hubungan antar gereja. Selain itu
R.B.Manikam meletakkan batu pertama untuk apa yang sekarang menjadi Association for
Theological Education in South East Asia, ATESEA, Perkumpulan Pendidikan Teologis di Asia
Tenggara. R B Manikam adalah penulis buku Christianity and the Asian Revolution.
Menurut Manikam, penginjil tidak boleh mengabaikan keunikan kekristenan yang
ditemukan pada pribadi Yesus Kristus yang didalam-Nya keberadaan Allah disingkapkan.
Manikam juga pernah menulis, tokoh yang unik dari kekristenan adalah Yesus
Kristus, seorang penyelamat manusia yang bersejarah. Penebusan Yesus membuat
kekristenan berbeda.

Todung Sutan Gunung Mulia


Todung Sutan Gunung Mulia (atau nama
lengkapnya Todung Sutan Gunung Mulia Harahap; lahir
tahun 1896 dan meninggal tahun 1966 pada umur 70
tahun) adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Indonesia pada tahun 1945 hingga tahun 1946 dalam
Kabinet Sjahrir I dan Kabinet Sjahrir II.
Todung Sutan Gunung Mulia adalah seorang
Batak Angkola yang bermarga Harahap, ia juga adik
sepupu dari Amir Sjarifoeddin. Ia juga salah satu
No : 6.2
pemrakarsa Pembentukan Partai Kristen Indonesia. Nama : Todung Sutan
Gunung Mulia
Namanya kini diabadikan menjadi nama sebuah badan
Sumber : www.wkipedia.com
penerbitan Kristen PGI, yakni BPK Gunung Mulia.
Todung Sutan Gunung Mulia Harahap, seorang tokoh Kristen asal Padang
Sidempuan, yang dipercaya oleh Presiden Soekarno untuk mengemban tugas menteri
pendidikan pada November 1945 hingga Oktober 1946. Peran Gunung Mulia salah satunya
merumuskan dasar pendidikan di Indonesia dan wawasan kebangsaan. Presiden Susilo

67
Bambang Yudhoyono (SBY) dalam satu pidato tahun 2011 pernah menyebut Gunung Mulia
sebgai tokoh pendidikan terkemuka yang turut mengembangkan kurikulum pendidikan
nasional pada awal kemerdekaan. “Dimasa jabatannya yang relatif singkat sebagai Menteri
Pengajaran dari tahun 1945 hingga tahun 1946, beliau memimpin perbaikan sarana dan
prasarana pendidikan di tengah berkecamuknya revolusi fisik.” Kata Yudhoyono.
Bukan berlebihan sanjungan yang dilontarkan oleh SBY. Sejak awal, Gunung Mulia
memang memiliki jejak langkah yang baik di dunia pendidikan. Gunung Mulia mengenyam
pendidikan dasar di Europeesche Lagere School (ELS) di kampungnya. Usai menyelesaikan
pendidikan dasar dan menengah, Gunung Mulia melanjutkan studi ke universitas Leiden,
Belanda. Ia lulus dengan menyandang gelar sarjana hukum. Tidak puas menyabet gelar
sarjana, Gunung Mulia meneruskan studi doktoral dalam ilmu sastra dan filsafat di
Universitas Amsterdam. Disertasinya, “Het primitive denken in de moderne wetenschap,”
diterjemahkan menjadi Pemikiran Primitif dalam Ilmu Pengetahuan Modern. Dibukukan
pada tahun 1933 dan diterbitkan di Belanda. Gunung Mulia pernah menjadi guru sekolah
rendah di Kotanopan, Mandailing Natal, serta guru kursus Doofdacte di Bandung.
Pengalamannya di bidang pengajaran itu kelak mengantarkannya menjadi pegawai di
departemen pengajaran dan departemen perekonomian. Ia juga berkiprah dalam dunia
politik dan menjadi anggota Volkstraad (Dewan Rakyat) pada masa sidang 1922-1927 dan
1935-1942. Dalam aktivitas kekristenan, ia menjadi salah satu peserta konferensi
Pekabaran Injil Sedunia di Yerusalem pada tahun 1928.

Pendiri Kampus Kristen dan Partai Kristen


Sepulang dari Belanda, pemikiran Gunung Mulia soal politik dan pendidikan makin
cemerlang. Pasca kemerdekaan, ia menghabiskan sebagian waktunya untuk menyusun
pertemuan ke pertemuan dengan para pemuda dan mahasiswa Kristen Batak di Jakarta.
T.B Simatupang dalam Percakapan dengan Dr. T.B. Simatupang (1989) bercerita tentang
aktivitas komunitas diskusi Pemuda Kristen Batak yang kerap dilaksanakan di Jalan Kebon
Sirih 44. Gunung Mulia dan sepupunya, Amir Syarifuddin, adalah dua orang yang cukup
aktif dalam kegiatan di sana dan terkenal sebagai tokoh di HKBP Kernolong.
Setelah tidak lagi menjabat sebagai menteri pengajaran, Gunung Mulia tetap fokus
pada dunia pendidikan. Pada tahun 1953 ia bersama sejumlah tokoh Kristen mewujudkan
gagasan agar umat Kristen memiliki lembaga pendidikan tinggi. Maka pada 15 Oktober

68
1953, mereka meresmikan Universitas Kristen Indonesia dengan dua fakultas: Fakultas
Sastra dan Filsafat dan Fakultas Ekonomi.
Di masa awal kemerdekaan, Gunung Mulia juga tertarik dengan isu perpolitikan. Ia
bersama sejumlah tokoh Kristen lain seperti Johannes Leimena menggagas partai Kristen
pertama di Indonesia pada tahun 1950. Gunung Mulia yang mengusulkan nama partai:
Partai Kristen Indonesia atau disingkat Parkindo. Gunung Mulia meninggal pada tahun 1966
dalam usia 70 tahun. Sejak itu namanya perlahan dilupakan orang sebagai tokoh Kristen
yang pernah menjadi menteri pendidikan kedua di Indonesia.

B. Nilai iman Kristen yang diteladankan tokoh-tokoh pelopor gerakan


Oikumene di Asia dan maknanya bagi kehidupan siswa masa kini

Nilai Kemandirian
Tahun 1930-an merupakan kemandirian gereja-gereja di Indonesia. Garis peralihan
dari “aspek Belanda” kepemimpinan Zending ke oikumenisitas Indonesia dari kelompok-
kelompok Kristen Indonesia tidak dapat ditempuh jika tahap kemandirian gereja-gereja
tidak terwujud. Permulaan baru dari “aspek Indonesia” pada satu pihak menjadikan
kemandirian gereja-gereja suatu keharusan, dan pada lain pihak justru kemandirian itu
suatu kesempatan untuk berkembang, lepas dari perbedaan- perbedaan denominasi di
Negeri Belanda, tetapi juga keharusan gerakan oikumene dibentuk oleh kemandirian ini.
Bahwa dalam perkembangan menuju kerjasama oikumenis di Indonesia, dilihat dari
segi Indonesianya, kemandirian gereja-gereja menduduki tempat penting. Ini dapat
dianggap sebagai suatu syarat yang harus terpenuhi supaya oikumenisitas ini dapat
tercapai, dan perkembangan ini mengandung janji-janji besar, asalkan orang sanggup
melihat masalah-masalah dengan bijaksana dan, sesuai dengan itu, bertolak dari
suatu sikap kritis ke dalam, bekerja keras untuk percakapan oikumenis yang perlu dari
gereja-gereja dan untuk peresapan pemikiran oikumenis ke dalam Jemaat.
Perutusan ke Konferensi Pekabaran Injil Sedunia memperlihatkan pertumbuhan
kemandirian kepemimpinan Kristen Indonesia. Konferensi Dewan Pekabaran Injil Sedunia
tahun 1928 di Yerusalem hanya dihadiri seorang Kristen Indonesia, T.S.G. Mulia. Tetapi
pada konferensi berikutnya, tahun 1938 di Tambaram, India, sudah dihadiri lebih banyak
orang Kristen Indonesia, yakni : Dr.J. Leimena, Mr. Soetjipta, Mr. .L. Fransz, R.M. Luntungan,

69
Pouw Boen Giok, Ds. Mas Mardjo Sir, Ds.B. Moendoeng, Ny. Moendoeng, P. Sitompoel, Ds.
W.H. Tuatuarima dan dr. Wardojo. Kenyataan ini menandai meningkatnya keterlibatan
orang Indonesia dalam kepemimpinan gereja, yang berkaitan dengan proses kemandirian
gereja-gereja di Indonesia.

Nilai Inklusif/Keterbukaan
Visi gereja mula-mula adalah visi hidup bagi penduduk seluruh bumi , visi yang
merupakan reinterpretasi kreatif pada zaman Yesus, yaitu mengumumkan Kerajaan Allah
dalam hidup-Nya di dunia ini. Dalam hal ini visi itu pada dasarnya berbeda dari visi baru
globalisasi dan kekuasaan. Pada zaman Yesus, seperti dalam kita sendiri, ada berbagai visi
global, sekuler dan agama, mendominasi dan demokratis, kekuasaan dan membebaskan.
Kontras antara visi Kristen untuk dunia dan visi kekuasaan dan globalisasi adalah tantangan
gereja-gereja untuk ditanggapi lagi. Di banyak titik dalam sejarah kita, gereja telah
ditantang untuk menafsirkan kembali misi Allah dalam cara-cara baru dan kreatif. Dalam
transisi, gereja ditantang untuk menjadi lebih inklusif. Pada abad keempat, gereja- gereja
ditantang untuk mempertahankan peran profetis seperti itu menjadi agama Kekaisaran
Romawi. Pada abad kelima belas, para tokoh Kristen di Eropa ditantang untuk memberikan
kehidupan baru bagi komunitas mereka dengan mengandalkan Firman saja. Pada abad 21,
gereja-gereja dipanggil untuk menanggapi sekali lagi tantangan oikumenisme.

Aktivitas

Tugas kelompok: Siswa berdiskusi secara kelompok. Siswa dibagi menjadi 2


kelompok.

Materi diskusi : Setiap kelompok berdiskusi menemukan peran serta gereja


menghadapi masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat seperti
kesenjangan sosial, kemiskinan, penggangguran, kriminalitas, dan lain lain. Setiap
kelompok akan merumuskan langkah-langkah gereja untuk mengaplikasikan nilai-
nilai gereja pada masyarakat.

70
Rangkuman :

Tokoh-tokoh pelopor gerakan oikumene Asia:


Cheng Jingyi
Cheng Jingyi adalah seorang pemimpin Kristen Protestan Tionghoa yang bekerja
untuk Gereja Kristen China yang independen dan bersatu dan persatuan Kristen di Cina
yang tidak bersifat denominasi. Dia meninggal di Shanghai setelah kunjungannya ke
pekerjaan misi di China barat daya dan Guizhou pada tahun 1939.

R.B. Manikam
R.B. Manikam adalah Sekretaris Asia untuk IMC dan DGD, dengan tugas berkeliling
di Asia untuk mengadakan hubungan antara gereja-gereja. R.B Manikam adalah orang
India.

Todung Sutan Gunung Mulia


Todung Sutan Gunung Mulia adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia
pada tahun 1945 hingga tahun 1946 dalam Kabinet Sjahrir I dan Kabinet Sjahrir II. Ia berjasa
dalam pendirian Partai Kristen Indonesia (Parkindo).
Nilai iman Kristen yang diteladankan tokoh-tokoh pelopor gerakan oikumene di Asia
dan maknanya bagi kehidupan siswa pada masa kini adalah nilai kemandirian dan nilai
inklusif/keterbukaan

Soal Latihan Pilihan Ganda

1. Salah satu tokoh pelopor gerakan oikumenedi Asia yang berasal dari Indonesia
adalah :
A. R.B. Manikam C. Todung Sutan Gunung Mulia
B. Cheng Jingyi D. Martin Luther

2. Salah satu tokoh pelopor gerakan oikumene di Asia yang berasal dari India adalah :
A. R.B. Manikam C. Todung Sutan Gunung Mulia
B. Cheng Jingyi D. Calvin

71
3. Siapakah yang menyerukan gereja Kristen bersatu tanpa divisi denominasi dan
bagi misionaris untuk menyerahkan kendali kepada para pemimpin gereja
nasional ?
A. R.B. Manikan C. Cheng Jingyi
B. Todung Sutan Gunung Mulia D. John Mott

4. Apakah alasan Cheng Jingyi membentuk Gerakan Cina untuk Yesus ?


A. bahwa masa depan gereja di Cina terletak pada kepemimpinan.
B. bahwa bangsa Cina memiliki jumlah rakyat terbanyak.
C. bahwa orang Cina berhak mengatur gereja tanpa campur tangan bangsa
barat.
D. bahwa orang Cina tidak butuh bantuan bangsa barat.

5. Gerakan misi internasional mulai mengenali kebutuhan untuk "pribumisasi",


yaitu….
A. untuk mengembangkan kepemimpinan pribumi.
B. untuk mengembangkan sumber daya alam.
C. untuk mencari pemimpin-pemimpin bangsa.
D. untuk mencari pemimpin-pemimpin di dunia sekuler.

6. Manakah yang termasuk tokoh tokoh gerakan oikumene di Asia ?


A. R.B. Manikam, Cheng Ji Yi, William Temple.
B. R.B. Manikam, Cheng Ji Yi, Todung Sutan Gunung Mulia .
C. R.B. Manikam, Hendrik Kraemer Cheng Ji Yi.
D. Cheng Ji Yi, John Mott, R.B. Manikam.

7. Siapakah tokoh Oikumenis yang berasal dari China ?


A. R.B. Manikam C. Cheng Jingyi
B. Todung Sutan Gunung Mulia D. John Mott

8. Apakah alasan Cheng Jingyi membentuk Gerakan Cina untuk Yesus ?


A. bahwa masa depan gereja di Cina terletak pada kepemimpinan pribumi.
B. bahwa orang Cina berhak mengatur gereja tanpa campur tangan bangsa
barat.
C. bahwa bangsa Cina memiliki jumlah rakyat terbanyak.
D. bahwa orang Cina tidak butuh bantuan bangsa barat.

72
9. Gerakan misi internasional mulai mengenali kebutuhan untuk "pribumisasi",
yaitu….
A. untuk mengembangkan kepemimpinan pribumi
B. untuk mengembangkan sumber daya alam
C. untuk mencari pemimpin pemimpin bangsa
D. untuk mencari pemimpin pemimpin di dunia sekuler

10. Siapakah penulis buku Christianity and The Asian Revolution ?


A. Cheng Jingyi C. John R. Mott
B. B. R.B. Manikam D. Bill Graham

Soal Latihan Uraian


1. Tuliskan 3 tokoh pelopor gerakan oikumene di Asia dan apa sajakah yang mereka
perbuat yang berkaitan dengan gerakan oikumene?

2. Jelaskan bagaimanakah gereja-gereja di Indonesia dapat menerapkan nilai


inklusif/keterbukaan pada saat ini!

3. Jelaskan bagaimanakah gereja-gereja di Indonesia dapat menerapkan nilai


kemandirian pada saat ini !

4. Pada Konferensi Misionaris Duniadi Edinburgh tahun 1910 merupakan titik balik
dalam karir Cheng Jingyi. Jelaskan apakah yang Cheng Jingyi katakan pada
Konferensi Misionaris Dunia itu!

5. Jelaskan peran Todung Sutan Gunung Mulia dalam memajukan dunia pendidikan
di Indonesia !

73
Bab Tema-tema Percakapan antar umat
beragama dan ideologi dalam sejarah
VII gerakan Oikumene

Pada bab ini kamu akan belajar mengenai dialog antar umat dan ideologi dalam
sejarah gerakan oikumene. Di antaranya persekutuan antar manusia, penanggulangan
kemiskinan, pelestarian lingkungan, pengertian dan aspek-aspek dialog antar umat
beragama dan ideologi dalam sejarah gerakan oikumene.

Peta Konsep
Tema-Tema Percakapan
Antar umat Beragama dan
Ideologi dalam Sejarah
Gerakan Oikumene

Pengertian dan
aspek dialog
Persekutuan Penanggulangan Pelestarian
antar umat
antar umat Kemiskinan Lingkungan
beragama dan
Manusia
ideologi

Kata Kunci : Persekutuan, Dialog, Penanggulangan Kemiskinan, Oikumene

A. Persekutuan Antar umat Manusia

Gerakan oikumene Protestan semakin mendapat bentuknya yang kongkrit dalam


kerja sama dengan Gereja-gereja Protestan. Gerakan oikumene itu sendiri merupakan
karya Allah memperbaiki jubah Yesus yang tersobek-sobek akibat perpecahan Gereja, dan
itu Allah lakukan melalui kuasa Roh Kudus. Atas dorongan dan karya Roh Kudus, Allah

74
membangun persekutuan umat beriman dalam kasih persaudaraan. Itulah sebabnya
tujuan gerakan oikumene adalah membangun persekutuan yang di dalamnya hidup dan
berkembang kasih persaudaraan Kristen. Meskipun usaha membangun persaudaraan
Kristen merupakan usaha Trinitas (Allah-Putera-Roh Kudus), namun perwujudan kongkrit
harus berkembang dan disempurnakan terus-menerus. Oleh karena itu, tindakan-tindakan
kongkrit serta sikap praktis harus segera ditunjukkan, terutama kemauan untuk
berkomunikasi satu-sama lain, melakukan tindakan-tindakan kasih, serta keinginan untuk
menghindari segala prasangka negatif.
Persaudaraan di antara umat manusia tidak selayaknya dikaitkan dengan agama
masing-masing. Setiap manusia memiliki kodrat transenden yang sama, berawal dan
berakhir pada titik yang satu dan sama. Sehingga semua perbedaan yang kasat mata
sepertinya tidaklah tampak demikian di hadapan Allah. Oleh karena itu, segala bentuk
perbuatan diskriminatif yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan yang kasat mata,
sama sekali tidak sesuai dengan kehendak Allah. Tantangan untuk hidup dalam
persaudaraan dengan semua orang memang bukan hal mudah, jangankan dengan orang-
orang yang beragama lain, hidup dalam persaudaraan dengan sesama umat Kristen yang
berbeda Gereja saja sulit untuk dijalani dengan tulus hati. Berbicara tentang persaudaraan
Kristen tidak bisa dilepaskan dari konteks oikumene, sebab tujuan gerakan oikumene
adalah membangun persekutuan umat Kristen dalam kasih persaudaraan. Di sini umat
Kristen sebaiknya lebih berhati-hati dalam merenungkan apa yang tersirat dari oikumene
itu, dalam arti ajaran dan juga oikumene spiritual (dalam satu Roh). Namun, apapun juga
bentuk dan arah oikumene, ada hal-hal yang tidak boleh diabaikan, terutama unsur “hati
nurani” tetap merupakan prinsip utama yang memungkinkan relasi persaudaraan Kristen
yang sehat dan harmonis terbangun.
Kesatuan Kristen pertama-tama bukanlah persatuan karena keseragaman tetapi
persatuan dalam roh. Melalui Roh Kudus Yesus memanggil dan menghimpun umat beriman
untuk mengambil bagian dalam misteri kasih-Nya dan menikmati kehidupan sejati yang
disediakan Allah. Roh itu tinggal di hati umat beriman, memenuhi dan membimbing gereja
menuju persekutuan sempurna dalam Kristus.Roh itu adalah Roh Allah sendiri, sehingga
dengan tinggal di hati umat beriman maka Allah tidaklah berada jauh. Melalui baptisan,
Roh Kudus dicurahkan dalam hati setiap orang Kristen, yang mengubah hakikat rohani
dalam dirinya dari manusia lama menjadi manusia baru dalam Kristus. Hidup dan

75
bertumbuh dalam Roh berarti memiliki hati yang terbuka untuk hidup dalam kasih
persaudaraan yang oikumenis. Roh itu juga yang membakar hati setiap orang beriman
untuk tetap hidup dan bersemangat dalam karya pewartaan kehidupan Kristus di dunia.
Hidup dalam persaudaraan Kristen berarti hidup dalam Roh yang menghidupkan.
Sehingga setiap gereja mesti mengajak umatnya untuk berserah hati kepada kehadiran Roh
Kudus yang membaharui dan mempersatukan Gereja, serta membimbing kepada
kehidupan sejati yang dijanjikan-Nya.Hanya dalam keterarahan kepada karya ilahi itu
kehidupan Kristen menjadi berbuah. Sehingga persaudaraan Kristen bukan hanya karena
alasan iman yang satu, yakni iman akan Kristus, namun lebih kongkrit dari itu. Gereja hidup
dalam kasih, suka cita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan dan kesetiaan,
kelemah-lembutan dan penguasaan diri satu sama lain. Dengan dorongan dan karya Roh
Kudus, setiap orang beriman diajak untuk hidup lebih berdasarkan persekutuan dan
persaudaraan yang mengatasi perbedaan-perbedaan yang ada dalam kenyataan hidup ;
seperti perbedaan sosial ekonomi, perbedaan posisi dalam hidup, perbedaan budaya serta
perbedaan kepribadian yang cenderung memecah-belah. Sehingga menjadi orang Kristen
berarti memiliki tujuan yang sama, yaitu membangun persaudaraan anak-anak Allah
dimana setiap karunia Roh dan kekayaan hidup dipakai untuk pelayanan satu sama lain.
Ajakan bangkit dari kejatuhan dan perpecahan gereja melalui pertobatan batin yang
mendalam merupakan ajakan Allah sendiri untuk umatNya masuk dalam “hidup baru”,
yakni hidup dalam persekutuan dalam Kristus. Pertobatan menuju “hidup baru” adalah
hidup dalam jiwa yang baru, penyangkalan diri serta kemurahan hati, dan sikap penuh
persaudaraan terhadap sesama manusia. Pertobatan menuju “hidup baru”, yakni hidup
secara pantas dengan selalu bersikap rendah hati dan lemah lembut, serta saling
membantu dalam cinta kasih dengan saudara-saudari seiman dalam Kristus. Bukankah
persaudaraan merupakan inti panggilan gereja membangun kesatuan Kristen sebab
merupakan tanda yang merujuk pada asal-usul ilahi pewartaan Kristiani dan membuka hati
kepada iman? Oleh karena itu, efektivitas hidup rohani tergantung dari mutu pertobatan
batin. Semakin setiap anggota gereja masuk dalam pertobatan batin yang tulus, semakin
besarlah karunia rahmat yang mendorong dia untuk membangun persaudaraan Kristiani
yang sejati.

76
B. Penanggulangan Kemiskinan

Dalam pengamalan kehidupan gereja, tugas gereja tidak hanya mengurus urusan di
sorga, sesudah orang meninggal dunia, tetapi juga mengurus urusan di dunia, selagi orang
masih hidup sekarang ini. Itulah sebabnya, gereja juga terpanggil untuk ikut serta
membangun bangsa, negara dan masyarakat, di mana gereja itu ditempatkan Tuhan.
Keterlibatan dalam pembangunan benar-benar dinampakkan. Kepedulian terhadap
masalah kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan juga dinyatakan. Sikap kritis
terhadap masalah keadilan, pemerataan dan kesejahteraan ditampilkan. Karena memang
begitu seharusnya kehidupan gereja dan orang-orang Kristen yang menjadi anggotanya.
Landasannya: pesan Tuhan Yesus, agar apa yang telah dilakukan-Nya dilanjutkan oleh para
pengikut-Nya (Lukas 4:18-21; Yohanes 13:12-17).
Gereja harus peka dan ikut serta mengatasi problematika kehidupan berbangsa,
khususnya menyangkut masalah kemiskinan, karena gereja juga merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari bangsa Indonesia. “Kemiskinan bukanlah sebuah sebab, tetapi lebih
kepada akibat ketidakadilan dan korupsi. Gereja tidak dapat bekerja sendiri dalam upaya
mengatasi masalah kemiskinan.
Gereja harus semakin menyatu dengan keadaan, dalam arti dapat melihat dan
merasakan persoalan bangsa, dan berperan nyata terhadap persoalan yang ada dalam
masyarakat. Gereja dipanggil bukan semata-mata mengurus dirinya sendiri tetapi juga
melayani sesama tanpa pandang bulu.
Jemaat gereja harus didorong dan diajar untuk peduli terhadap orang-orang
miskin. Jemaat bisa diberdayakan dengan saling membantu untuk memperhatikan
keadaan ekonomi anggota-anggota jemaat dan masyarakat. Salah satu upaya kecil yang
mungkin dilakukan adalah dengan memberi pelatihan untuk membuat kerajinan tangan,
bercocok tanam, melatih memanfaatkan lahan sempit, membuat roti untuk dijual, dll.
Dalam mengatasi masalah kemiskinan yang kompleks, gereja juga perlu bekerja sama
dengan umat beragama lainnya tanpa membedakan suku, agama dan ras.
Jadi, melihat realitas yang ada, harapan yang dimiliki, dan tugas panggilan Allah
bagi gereja untuk bangsa dan dunia, maka umat Tuhan perlu terus beroikumene, bekerja
sama menyuarakan suara kenabian bagi bangsa Indonesia, memikirkan dan

77
mengupayakan terjadinya persatuan dan kesatuan, keadilan dan kesejahteraan bagi
masyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

C. Pelestarian Lingkungan

Sudah tiba saatnya Gereja mengambil peran aktif, jika memungkinkan mengambil
tempat di barisan terdepan, guna menyadarkan khalayak bahwa cara pandang
antroposentrisme (berpusat pada manusia) atau penilaian kenyataan melalui sudut
pandang manusia yang eksklusif sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Cara pandang itu
harus diubah menjadi cara pandang teosentris (berpusat pada Allah), yang melaluinya kita
dapat semakin menghargai lingkungan (ekosistim), di mana kita manusia hidup dan tinggal.
Bersama-sama Allah sebagai mitranya, dalam pimpinan-Nya, dan dengan makhluk ciptaan
lainnya, Gereja seharusnya melakukan tugas restorasi, pemulihan dan pelestarian
lingkungan.

Tugas gereja dalam melestarikan lingkungan sebagai berikut:


1. Sebagai pembawa misi Allah, Gereja menjadi pemrakarsa awal, penghimbau, penegur
sekaligus menjadi contoh terkait usaha pencegahan parahnya kerusakan lingkungan.
Dampak kerusakan lingkungan mengakibatkan pemanasan global dan berbagai
bencana alam. Pemeliharaan lingkungan bertujuan agar bumi dapat tetap layak dihuni
oleh segenap makhluk. Hutan, pohon-pohon, hewan-hewan, tanah/ lahan serta isinya,
berikut sumber daya alam lainnya (air bersih, udara, keragaman biota) untuk keperluan
pemberdayaan dan kehidupan, hendaknya dipergunakan secukupnya/ sewajarnya.
Penggunaannya harus dalam batas-batas persediaan yang memungkinkan kehidupan
dan pemberdayaan agar dapat tetap berlanjut, berperiode jangka panjang, dan antar
generasi, terus berkelanjutan bagi kepentingan generasi anak cucu mendatang.
2. Gereja disadarkan kembali bahwa mempermuliakan Tuhan berarti mencintai dan
menghargai pelestarian lingkungan, tempat segenap ciptaan Allah hidup dan tinggal.
Menghargai melestarikan lingkungan, berarti menghargai kehidupan berkelanjutan itu
sendiri. Di ranah publik, Gereja dapat mencanangkan gerakan penyadaran lingkungan
di tengah masyarakat melalui program-program tertentu, di sekolah-sekolah Kristen
yang didirikan, di rumah-rumah sakit Kristen, melalui komunitas politisi dan birokrat

78
Kristen, media, multimedia, LSM di dalam dan disekitar gereja, dsb. Bila terjadi
bencana akibat faktor lingkungan di satu tempat, gereja dapat secara aktif terjun
langsung dalam aktivitas lingkungan dan kemanusiaan. Melakukan tindakan darurat
(emergency rescue) dancrisis response, misalnya membantu upaya evakuasi korban,
penanganan saat bencana (terapi penyembuhan, trauma, psikis) dan pasca bencana,
misalnya dalam bentuk relief, rehabilitasi, rekonstruksi dan pemulihan sosial-
ekonomi. Demikian juga dalam pencanangan gerakan, sebut saja gerakan pelestarian
hutan, Gereja dapat berperan aktif melalui LSM Kristen yang diprakarsainya.
3. Gereja dan warga jemaat Kristen memprakarsai suatu cara pandang ’baru’ bahwa
pementingan terhadap diri sendiri (individualisme), demi kebutuhan masyarakat yang
lebih luas dan kecintaan penghargaan kepada lingkungan, harus dikendalikan, lebih
bisa ditahan dan diperlembut , namun bukan berarti rasa penghargaan terhadap diri
pribadi menjadi hilang atau berkurang. Contoh kongkrit, jika transportasi umum kelak
sudah semakin memadai dalam jumlah dan kualitas yang cukup di suatu kota, maka
dirasa lebih baik menggunakan fasilitas transportasi umum dari pada menggunakan
mobil/ kendaraan pribadi. Hal senada dengan yang dilakukan pemerintah dan
pengusaha terhadap hutan. Lebih berorientasi kepada upaya proteksi hutan dan pro-
lingkungan, ketimbang dari pada upaya eksploitasi hutan yang pro keuntungan rupiah/
dollar, yang sifatnya investasi sesaat. Demikianpun dengan masalah kependudukan.
Akan lebih baik mempertimbangkan faktor ekologis, ketimbang mengikuti naluri
kebebasan individu dalam bereproduksi sebanyak-banyaknya jumlah anak tanpa
mengindahkan nilai-nilai penting dari perencanaan keluarga.
Secara spiritualitas ekologis, gereja semakin peka dan menghargai lebih dalam
kehidupan Allah Tritunggal. Allah yang secara penuh menjelma dalam Kristus meneguhkan
nilai materi dari ciptaan. Kristus meneguhkan pentingnya nilai lingkungan. Maka doa juga
menjadi bagian iman gereja yang berakar pada kasih kepada Allah dan kasih kepada
lingkungan. Gereja semakin peka terhadap aspek keadilan (justice), terutama bagi mereka
yang terpinggirkan baik secara gender, strata sosial-ekonomi, ras, agama dlsb, yang
dengannya gereja dapat memprakarsai berbagai upaya dialog guna mengatasi kesenjangan
atau ketimpangan-ketimpangan sosial yang ada. Karena berbicara lingkungan, tentu
mencakup pula persoalan ranah spiritualitas dan ranah sosial.

79
Apakah yang bisa dilakukan dalam hal-hal yang praktis dalam kehidupan sehari-
hari? Misalnya, betul-betul menghemat pemakaian air bersih untuk keperluan memasak,
mandi, mencuci, dsb. Menghemat pemakaian bahan bakar/BBM (pertamax, pertalite,
premium atau solar) untuk kendaraan bermotor. Ganti dengan bahan bakar yang ramah
lingkungan. Kampanye menggunakan sepeda untuk ke sekolah, ke kampus atau tempat
pekerjaan, merupakan hal yang sangat dihargai. Hemat pemakaian listrik, lampu-lampu
rumah diganti dengan jenis lampu hemat energi, kebiasaan mematikan lampu yang tidak
perlu, dsb.
Membuang sampah pada tempatnya, tidak sembarangan, seperti membuang
sampai dari mobil ke jalan, menjadi kebiasaan yang baik dan dikomitmenkan, dan
membiasakan diri memisahkan jenis sampah basah dan sampah kering.
Mendukung gerakan kebersihan lingkungan rumah, sekolah, gedung ibadah,
tempat pekerjaan dari tumpukan sampah, lancarnya aliran air selokan, aliran kali dan
sungai yang dapat mengakibatkan banjir di bantaran kali hingga ke rumah-rumah warga.
Remaja mulai sekarang juga dapat bertekad mengurangi penggunaan bahan-bahan yang
terbuat dari plastik seperti tas plastik. Juga mengurangi penggunaan tisu basah dan
tisukering, karena dibuat melalui pembabatan pohon.Padahal hutan dan pepohonan
adalah media efektif untuk menghilangkan gas karbondioksida (CO2) dalam jumlah banyak
di udara. Menanam pohon baru, memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih
banyak lagi adalah cara jitu mengurangi efek rumah kaca, perusakan ozon bumi dan
dampak lebih besar dari pemanasan global.

D. Dialog Antar umat Beragama dan Ideologi dalam Sejarah


Gerakan Oikumene

Gereja-gereja se-Dunia (DGD) akan mengembangkan bahan-bahan berkaitan


dengan dialog oikumenis dan dialog antaragama. Hal itu untuk memenuhi kebutuhan
sebagai saksi Injil dalam situasi oikumenis dan multi agama.
Bahan-bahan yang dikembangkan DGD (World Council of Churches/ WCC) itu
dimaksudkan untuk membantu gereja-gereja yang terlibat dalam dialog oikumenis dan
dialog antar agama, seperti berita yang dikirimkan oleh WCC.

80
Dialog oikumenis adalah tentang percakapan antara gereja-gereja Kristen yang
berbeda, dan dialog antar agama yang terkait percakapan antara agama-agama yang
berbeda.
Kesepakatan untuk mengangkat tema-tema itu merupakan hasil percakapan dalam
pertemuan yang diselenggarakan Komisi Faith and Order WCC, dan program WCC untuk
dialog dan kerja sama antar agama di Ecumenical Institute, Bossey, Swiss.
Pertemuan ini membahas konteks geografis dan struktural yang berbeda di mana
muncul pertanyaan tentang hubungan oikumenis dan hubungan antar agama. Percakapan
menunjukkan bahwa kadang-kadang kelompok atau individu berada dalam tanggung
jawab berkaitan masalah oikumenis dan kerja sama antar agama, dan merespons bantuan
dengan tujuan yang berbeda dan metode yang sesuai dengan konteks masing-masing.
Peserta pertemuan itu berasal dari Asia, Afrika, Timur Tengah, Eropa, dan kawasan Amerika
Utara, termasuk orang-orang yang bertanggung jawab atas hubungan oikumenis dan dialog
antaragama di gereja-gereja anggota WCC, serta akademisi Kristen dan peneliti.
"Pertemuan ini merupakan langkah pertama yang tepat waktu menuju dialog konstruktif
yang akan saling memperkaya pekerjaan gereja secara global dalam dialog di antara orang
Kristen, dan dialog dengan agama-agama lain.
DGD memiliki sejarah panjang mengekspresikan dialogoikumenis dan dialog antar
agama. Kerja sama kedua bidang itu juga merupakan jawaban atas cara kerja baru yang
diadopsi dari Sidang Raya ke-10 WCC di Busan, Korea Selatan.

Soal Latihan Pilihan Ganda


1. Tujuan dari gerakan oikumene adalah….
A. membangun persekutuan yang di dalamnya hidup dan berkembang kasih
persaudaraan Kristen.
B. membangun persaudaraan orang Kristen yang hanya satu aliran saja.
C. membangun persaudaraan orang Kristen hanya pada satu negara saja.
D. membangun persaudaraan orang Kristen dengan orang bukan penganut
agama Kristen.

2. Pertobatan menuju “hidup baru” adalah…


A. hidup secara pantas dengan selalu bersikap rendah hati dan lemah

81
lembut, serta saling membantu dalam cinta kasih dengan saudara-
saudari seiman dalam Kristus.
B. hidup secara asal-asalan yang tidak sesuai Firman Tuhan.
C. hidup secara berkelompok di gereja saja secara ekslusif.
D. hidup secara mendengarkan Firman Kristus saja tetapi tidak menjadi
pelaku Firman Kristus yang hidup.

3. Apakah hal yang Martin Luther protes kepada ajaran dan praktik gereja-
gereja yang tidak sesuai dengan Firman Tuhan ?
A. pembaptisan air.
B. penjualan surat penghapusan dosa untuk menyelamatkan jiwa dari
api pencucian.
C. Perpuluhan.
D. Memberi santunan kepada orang miskin.

4. Pada tanggal berapakah pihak Gereja Roma Katolik dan Federasi Lutheran
Sedunia menandatangani Pernyataan Bersama tentang Ajaran
Pembenaran (JDDJ, Joint Declaration on the Doctrine of Justification)
A. 30 September 1999
B. 30 November 1999
C. 31 Oktober 1999
D. 31 Desember 1999

5. Bagimana cara gereja ikut membantu masalah-masalah sosial-ekonomi,


seperti penanggulangan kemiskinan ?
A. dengan memberi pelatihan untuk membuat kerajinan tangan,
bercocok tanam, melatih memanfaatkan lahan sempit, dll.
B. dengan memberi bantuan permodalan sebesar besarnya.
C. acuh tak acuh saja dan tidak mau peduli terhadap masyarakat miskin
yang berada di sekitar gereja tersebut.
D. hanya membantu sesama orang Kristen saja.

6. Apakah tujuan dari gerakan oikumene ?


A. membangun persekutuan umat Kristen dalam kasih persaudaraan.
B. membangun persekutuan manusia dalam peraturan.
C. membangun sebuah Negara.
D. membangun manusia sejahtera.

82
7. Pendekatan oikumenis terhadap kebudayaan dan ideologi di Lingkungan
DGD. Dalam lingkungan Dewan Gereja-gereja se-Dunia (DGD) proses
konsilier mengenai hubungan Injil dengan kebudayaan dimulai pada
pertemuan Conference on World Mission and Evangelism (CWME) tahun
1973 di….
A. Jakarta C. Singapura
B. New Delhi D. Bangkok

8. Pada hari Reformasi, 31 Oktober 1999, pihak Gereja Roma Katolik dan
Federasi Lutheran Sedunia menandatangani Pernyataan Bersama
tentang….
A. Ajaran Pembenaran
B. Ajaran Persatuan
C. Ajaran Kasih
D. Ajaran Kesederhanaan

9. Semakin setiap anggota Gereja masuk dalam pertobatan batin yang tulus,
maka….
A. semakin besarlah karunia rahmat yang mendorong dia untuk
membangun persaudaraan Kristiani yang palsu.
B. semakin besarlah karunia rahmat yang mendorong dia untuk
membangun persaudaraan Kristiani yang sejati.
C. semakin besarlah karunia rahmat yang mendorong dia untuk
membangun pertemanan.
D. semakin besarlah karunia rahmat yang mendorong dia untuk
membangun persaingan Kristiani yang sejati.

10. Apakah tujuan utama Martin Luther menulis serangkaian dalil ?


A. mengoreksi ajaran-ajaran gereja yang Alkitabiah.
B. mengoreksi ajaran-ajaran gereja yang sesuai dengan kebiasaan.
C. mengoreksi ajaran-ajaran gereja yang tidak Alkitabiah, khususnya
penjualan surat penghapusan dosa, dan otoritas Paus.
D. mengoreksi kebenaran ajaran gereja.

83
Soal Uraian

1. Apakah peran serta gereja dalam penanggulangan kemiskinan ?


2. Apakah peran serta gereja dalam menjaga lingkungan ?
3. Apakah alasan dialog antar umat beragama dilakukan ?
4. Apakah perlunya manusia bersekutu dengan sesamanya ?Jelaskan
pendapatmu !
5. Kiat-kiat apa yang bisa dilakukan gereja untuk menanggulangi masalah
perpecahan antar umat beragama ?

84
GLOSARIUM

• Barus : Sebuah kota kecil di pantai Sumatera utara bagian barat. Di sana pernah
ditemukan bekas-bekas kehadiran kelompok Nestorian yang berbahasa Siriak.
• Buraku : Kelompok masyarakat di Jepang yang merupakan keturunan para tukang
penyamak kulit. Sampai sekarang mereka termasuk orang-orang yang
didiskriminasikan oleh masyarakat Jepang.
• Dalil : adalah suatu hal yang menunjuk pada apa yang dicari; berupa alasan,
keterangan dan pendapat yang merujuk pada pengertian, hukum dan hal-hal yang
berkaitan dengan apa yang dicari.
• Dalit : Kelompok masyarakat di India yang termasuk golongan tidak berkasta.
Mahatma Gandhi menyebut mereka “Harijan”, artinya “anak-anak Tuhan”. Namun
kebanyakan masyarakat di India tetap memperlakukan mereka dengan buruk dan
mendiskiriminasikan mereka.
• Dewan Misi Internasional : adalah sebuah pertemuan internasional para misionaris
sedunia, umumnya dari Eropa dan Amerika Serikat. Pertemuan ini diadakan di
Edinburgh pada tahun 1910. Pertemuan ini adalah cikal bakal pembentukan Dewan
Gereja-gereja se-Dunia.
• Dewan Pendidikan Kristen se-Dunia : Sebuah dewan internasional yang dimulai
oleh Gerakan Sekolah Minggu se-Dunia. Dewan ini meleburkan diri kedalam DGD
dalam Sidang Raya di Nairobi, Kenya, pada tahun 1971.
• Difabel: Sebutan yang diberikan kepada orang-orang yang cacat, seperti orang-
orang tuna netra, tuna daksa, tuna rungu, dll. Sebutan-sebutan itu kini tidak dipakai
lagi karena orang-orang yang dianggap cacat itu biasanya justru memiliki
kecakapan-kecakapan lain yang tidak dimiliki oleh orang-orang yang disebut
“normal”.
• Gerakan Hidup dan Kerja (Life and Work) : Salah satu gerakan yang menjadi unsur
pembentukan Dewan Gereja-gereja se-Dunia. Dewan ini berpusat di Swedia.
Gerakan ini terbentuk pada awal abad ke-20, yang menyatukan para pemimpin
gereja Protestan yang berpikiran sama tentang penyatuan gereja-gereja untuk

85
menanggapi masalah-masalah perang, damai, dan keadilan sosial. Mereka sama-
sama merasa frustrasi karena tidak berhasil mencegah pecahnya Perang Dunia I.
• Gerakan Iman dan Tata Gereja (Faith and Order): Sebuah gerakan yang berpusat
di Amerika Serikat. Gerakan ini muncul dari pertemuan Konferensi Misionaris se-
Dunia di Amerika Serikat pada tahun 1910. Gerakan ini dipandang sebagai
pelengkap dari Gerakan Hidup dan Kerja. Pusat perhatian gerakan ini adalah
bagaimana melakukan pembaruan sosial dan aksi. Di dalam gerakan ini, para
peserta memperhatikan kepelbagaian iman percaya, liturgi, aturangereja, dan
pelayanan tahbisan para pendeta di antara berbagai aliran Kristen. Tujuan
utamanya bukanlah menghapuskan semua kepelbagaian itu, melainkan
menyajikannya dan memahaminya dengan harapan akan tercipta niat baik dan
kerjasama di antara berbagai aliran gereja.
• Komite Sentral DGD : Sebuahkomisi yang terdiri dari berbagai utusan dari para
utusan gereja-gereja anggota yang biasanya bertemu setiap 12 bulan atau 18 bulan
sekali di berbagai tempat di dunia untukmembahas bagaimana keputusan-
keputusan pada Sidang Raya sebelumnya biasa dilaksanakan.
• Konsili: Konsili adalah sebutan yang diberikan untuk pertemuan gereja yang
lengkap. Istilah ini dipakai oleh Gereja Katolik Roma untuk pertemuan-pertemuan
lengkap gereja itu dengan dihadiri oleh semua utusan dariseluruh dunia. Konsili
terakhir yang diadakan oleh Gereja Katolik Roma adalah Konsili Vatikan II dari 1962
– 1965. Gereja Ortodoks mengakui hanya ada 7 konsili, dengan Konsili VII pada
tahun 787 di Nicea sebagai yang terakhir. Konsili itu disebut sebagai Konsili Nicea
III. Di luar itu tidak pernah ada konsili yang diakui Gereja Ortodoks, karena tidak ada
lagi Konsili yang benar-benar dihadiri oleh semua pemimpin gereja di seluruh dunia.
Konsili Vatikan II hanya dihadiri oleh utusan Gereja Katolik Roma.
• KPKC : Singkatan dari Keadilan, Perdamaian, dan Keutuhan Ciptaan. Ini sebuah
konsep penting yang menunjukkan kesalingterkaitan antara isu keadilan,
perdamaian, dan keutuhan ciptaan. Ketika ciptaan tidak lagi dihargai, maka akan
banyak orang yang merasa kehilangan hak-hak hidupnya di dunia, sehingga keadilan
menjadi bias. Bila itu terjadi, maka perdamaian pun akan terganggu.
• Liga Gereja-gereja: Ini adalah gagasan awal gereja-gereja di Eropa dan Amerika
yang berharap agar gereja-gereja bisa mempersatukan dirinya dalam sebuah

86
lembaga yang mirip dengan Liga Bangsa-Bangsa yang terbentuk setelah Perang
Dunia I berakhir.
• McCarthysme: Sebuah istilah yang diambil dari nama Senator McCarthy dari
Amerika Serikat yang mengejar-ngejar banyak orang yang menentang konsepnya
dengan menuduh mereka semua komunis, dan karena itu mereka sah ditangkap
dan ditahan tanpa bukti apapun.
• Monos: dari bahasa Yunani, berarti “satu”.
• Oikos: dari bahasa Yunani, berarti “rumah”
• Oikumene: dari dua kata “oikos” dan “monos” yang berarti “rumah yang kita diami
bersama”.
• Parmalim: Sebutan bagi sebuah kelompok masyarakat di Batak yang menganut
agama leluhur. Agama ini juga sering disebut sebagai “Ugamo Malim”. Mereka
menyembah “Raja Mula Jadi Nabolon” yang diakui sebagai Tuhan. Salah satu tokoh
Parmalim yang terkenal adalah Sisingamangaraja XII.
• Patriarkh: Sebutan untuk pemimpin Gereja Ortodoks Timur. Berbeda dengan
Gereja Katolik Roma yang hanya memiliki satu pemimpin, yaitu Paus; Gereja
Ortodoks mempunyai banyak pemimpin. Ada yang tinggal di Alexandria (Mesir), di
Antiokhia (Suriah), Moskow (Rusia), Konstantinopel (Turki), dll. Di Etiopia mereka
menggunakan sebutan lain, yaitu Abuna.
• Pengharapan mesianik: Pengharapan akan datangnya seorang Mesias atau
Penyelamat pada akhir zaman.
• Rohingya : Sebuah kelompok masyarakat yang tinggal di daerah Myanmar bagian
barat. Etnis mereka berbeda dengan rakyat Myanmar umumnya, sebab mereka
beretnis dan berbahasa Bengali. Mereka umumnya memeluk agama Islam.
Meskipun letak daerah mereka bertetangga dengan Bangladesh, pemerintah
Bangladesh menolak mengakui dan menerima mereka sebagai bagian dari bangsa
mereka.
• Sidang Raya : Sidang Raya adalah sebutan bagi lembaga pengambilan keputusan
tertinggi di lingkungan Dewan Gereja-gereja se-Dunia. Semua keputusan di Sidang
Raya akan mengikat gereja-gereja anggota dan diharapkan dipraktikkan di tingkat
lokal dan nasional sebagai keputusan bersama.

87
• Sunda Wiwitan: Sering juga disebut sebagai “Adat Karuhun Urang”. Para penganut
Sunda Wiwitan sangat menekankan kehidupan yang harmonis dengan sesama
manusia dan dengan alam. Setiap tahun mereka merayakan pengucapan syukur
atas berkat Tuhan pada hari raya yang mereka namakan “Seren Taun”.
• Transenden : Merupakan cara berpikir tentang hal-hal yang melampaui apa yang
terlihat, yang dapat ditemukan di alam semesta. Contohnya, pemikiran yang
mempelajari sifat Tuhan yang dianggap begitu jauh, berjarak dan mustahil dipahami
manusia.
• Unitatis Redintegratio: Dekrit tentang Oikumenisme (Persatuan Gereja) adalah
salah satu Dekrit dari Konsili Vatikan Kedua. Dekrit ini disetujui oleh para Uskup
dalam pemungutan suara 2.137 berbanding 11, dan diresmikan oleh Paus Paulus VI
pada 21 November1964.
• Yohanes XXIII : adalah Paus Gereja Katolik Roma yang memimpin dari 1958 – 1963.
Dalam masa kepemimpinannya yang singkat itu Paus telah berhasil melakukan
terobosan besar, antara lain dengan mengadakan Konsili Vatikan II. Dari konsili ini
dihasilkanlah sejumlah pembaruan hebat di kalangan Gereja Katolik Roma, seperti
dihapuskannya penggunaan Bahasa Latin dalam ibadah sehari-hari, digantikan
dengan bahasa setempat, sehingga umat lebih mudah memahami dan
berpartisipasi di dalamnya, pembaruan liturgi gereja, dan pendekatan dengan
gereja-gereja Protestan yang dimulai dengan pendekatan ke DGD.

88
DAFTAR INDEKS

C N
Canterbury, 32, 33, 40, 62, 115 Nairobi, 36, 39, 42, 45, 109, 115
CCA, 29, 51, 75, 76, 77, 78, 79, 83, 115, 117 New Delhi, 24, 35, 36, 39, 41, 45, 70
Cheng Jingyi, 15, 86, 87, 94 Nilai, 13, 14, 61, 66, 67, 69, 70, 74, 87, 92, 93, 95
Nobel, 19, 27, 28, 63
D
O
Delegasi, 22
DGA, 7, 13, 15, 29, 30, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, oikumene, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 29, 30, 31, 34,
55, 56, 57, 58, 59, 60, 79, 115 43, 52, 55, 62, 63, 66, 67, 70, 73, 74, 79, 83, 86, 92,
DGD, 6, 8, 9, 13, 24, 29, 30, 32, 33, 35, 36, 37, 38, 39, 94, 95, 98, 99
40, 41, 42, 43, 44, 56, 62, 70, 80, 89, 94, 105, 106, Ortodoks, 21, 23, 24, 29, 31, 32, 36, 37, 38, 40, 43, 69,
109, 110, 112, 115 73, 75, 83, 110, 111, 115
dialog, 11, 12, 37, 98, 104, 105, 106
diskriminatif, 99 P
Patriarkh, 15, 31, 43, 111
E
perkembangan, 7, 8, 9, 10, 11, 16, 36, 38, 58, 73, 74,
Edinburgh, 5, 6, 16, 17, 18, 19, 22, 24, 26, 27, 28, 31, 76, 79, 92
79, 88, 109, 115, 121 persekutuan, 37, 52, 69, 73, 77, 83, 98, 99, 100
Persekutuan, 14, 32, 47, 76, 77, 98
H
Q
Hendrik Kraemer, 15, 34, 63, 115
Henriette Hutabarat-Lebang, 15, 35, 56, 57, 60, 115 Queen’s College, 33

J R
J.H. Oldham, 21, 24, 62 R.B Manikam, 27, 86, 89, 94
Johannes Leimena, 91 Rasisme, 17, 39
John Raleigh Mott, 19, 62 Revolusi, 16, 17, 27
Joseph H. Oldham, 19, 27, 115
Jürgen Moltmann, 37 S
Sidang Raya, 15, 24, 30, 32, 35, 36, 37, 38, 39, 41, 42,
K
44, 45, 53, 54, 70, 75, 77, 79, 106, 109, 110, 112
kemandirian, 11, 86, 92, 95
Keterbukaan, 93 T
konferensi, 17, 19, 21, 22, 23, 24, 27, 62, 65, 66, 73,
79, 88, 91, 92 Tambaram, 24, 66, 92
teologi, 23, 32, 34, 37, 63, 64, 65, 68, 77, 87
The Crown of India, 27
M
The Moot, 20, 28
Manchester, 32, 33, 62 Todung Sultan Gunung Mulia, 86
Manchu, 87 tokoh tokoh, 61
McCarthyisme, 35
minoritas, 8, 37, 38, 48, 49, 50, 58, 60 W
misionaris, 17, 19, 20, 24, 34, 48, 64, 70, 88, 93, 109
William Temple, 15, 27, 32, 33, 62, 116
WSCF, 19

89
DAFTAR PUSTAKA

“CCA History”. http://www.cca.org.hk/about/history.htm diunduh pada 15 Nov. 2019.


Banawiratma, J.B., Gerrit, E. Singgih, Tom Jacobs dan Th. Sumartana. (2016). Tempat dan
Arah Gerakan Oikumenis, (Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia).

Barron, James. (1991). “Dimitrios I, Eastern Orthodox Patriarch, 77, Dies,” dalam New York
Times, https://www.nytimes.com/1991/10/03/world/dimitrios-i-eastern-orthodox-
patriarch-77-dies.html.

Berkhof. H., dn I.H. Enklaar, (2015). Sejarah Gereja, Cetakan ke-30 (Jakarta: PT BPK Gunung
Mulia).

Berkhof. H., dn I.H. Enklaar, (2015). SejarahGereja, Cetakan ke-30 (Jakarta: PT BPK Gunung
Mulia).

De Jong, Christian. (1990). Menuju Keesaan Gereja.Jakarta: BPK Gunung Mulia.

De Jonge, C., (2015). Pembimbing ke Dalam Sejarah Gereja, Cetakan ke-12 (Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia).

De Jonge, C., (2015). Pembimbing ke Dalam Sejarah Gereja, Cetakan ke-12 (Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia).

De Jonge, C., (2016). Menuju Keesaan Gereja-Sejarah, Dokumen-dokumen danTema-tema


Gerakan Oikumenis, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia).

De Jonge, Christian. (1989). Pembimbing Kedalam Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.

Dokumen Keesaan Gereja PGI 2014-2019, (2015). Cetakan ke-1 (Jakarta: PT BPK Gunung
Mulia).

Dokumen Keesaan Gereja PGI¸(2016). Cetakan ke-2 (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia).

End, Th Van den, (2015). Harta Dalam Bejana – Sejarah Gereja Ringkas,Cetakan ke-24
(Jakarta: PT BPK Gunung Mulia).

Fey, Harold C. (ed.). A History of the Ecumenical Movement, Volume 2: 1948-1968. Volume
2 Geneva: World Council of Churches.

FitzGerald, Thomas E. (2014). History of the Ecumenical Movement.Westport, CT: Prager


Publishers.

Hillerbrand, Hans J. (2004). Encyclopedia of Protestantism: 4-volume. New York: Routledge.

Lawrence, Paul, Gereja dan Sejarahnya (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia).

90
Longenecker, Dwight. (2014). “Pope St. John XXIII and the Anglican Archbishop”, dalam
National Catholic Register, 16 April.http://www.ncregister.com/site/article/pope-st.-john-
xxiii-and-the-anglican-archbishop, diunduh pada 25 Oktober 2019.

Matondang, H.M. (1995). Percakapan dengan Dr. T.B. Simatupang. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.

Pattiasina, J.M dan Sairin Weinata, (2016) Gerakan Oikoumene–Tegar Mekar di Bumi
Pancasila Cetakan ke-4 (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia).

PGI, (2015). Potret danTantangan Gerakan Oikoumene, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia).

Ruck, Anne, (2015). Sejarah Gereja Asia, Cetakan ke-11(Jakarta: PT BPK Gunung Mulia).

Schumann, Olaf, (2016). Kekristenan di Asia Tenggara, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia).
Siregar, Hetty dan Nababan, Soritua Albert Ernst. (1994). Mencari Keseimbangan: Enam
puluh Tahun Pdt. Dr. S.A.E.(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan).

The Assemblies of the World Council of Churches since 1948, (t.n., t.t.).diunduh pada 25
Oktober 2019 dari https://www.museeprotestant.org/en/notice/les-assemblees-
plenieresdu-conseil-oecumeniquedes-eglises-de-1948-a-2013/.

Van den End, Th., (2015). Harta Dalam Bejana – Sejarah Gereja Ringkas, Cetakan ke-24
(Jakarta: PT BPK Gunung Mulia).

Wellem, F. D., (2015). Riwayat Hidup Singkat Tokoh-tokoh dalam Sejarah Gereja, Cetakan
ke-12 (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia).

91
BIODATA PENULIS
Nama : Stephen Suleeman
Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 17 Maret 1954
Status pernikahan : Menikah
Warganegara : Indonesia
No. KTP : 3175021703540007
Alamat : Jl. Pelepah Kuning II, Blok WV 2 no. 6,
Kelapa Gading Permai, Jakarta 14240.
No. HP : +62 818 0600 9779.
No. telepon rumah : 021 450 8205
Alamat email : stephensuleeman@gmail.com

Pendidikan:
• Graduate Theological Union, Berkeley, California (2001-2007), program PhD, dalam
Kajian Interdisipliner
• Union Theological Seminary in Virginia, Richmond, Virginia dalam Sejarah dan
Pemikiran Kristen, (1991-1992), Th.M.
• Bethany Theological Seminary, Oakbrook, Illinois, dalam Studi Perdamaian, (1990-
1991), MATh.
• Departemen Komunikasi, FISIP-UI (1979-87), Drs.
• Trinity Theological College, Singapura (1974-1978), B.D.

Pekerjaan:
• Pendeta Emeritus GKI dengan tugas khusus mengajar di STFT Jakarta.
• Dosen STFT Jakarta (1985-sekarang).

92
Nama : Freddy Sahat Tua
Tempat/tanggal lahir : Samarinda, 6 November 1978
Status pernikahan : Menikah
Warganegara : Indonesia
Alamat : Komplek Taman Lopang Indah Blok F 14 No. 3 Serang Banten
No. HP : +62 85211078974
No. telepon rumah :-
Alamat email : fred888za@gmail.com

Pendidikan:
• Diploma IV Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang, Jurusan Ketatalaksanaan
(1997 – 2002).

Pekerjaan:
• Kepala Sekolah Dasar Teologi Kristen ( SDTK ) Royal Path Academy di Serang
(2014 – sekarang ).

93
94

Anda mungkin juga menyukai