Anda di halaman 1dari 39

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Landasan Analisi Masalah

Masalah yang diajukan dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan


pendekatan diagram sebab akibat (cause-and-effect diagram), atau disebut juga
diagram tulang ikan karena strukturnya yang menyerupai kerangka ikan.
Pendekatan ini dipergunakan untuk menemukan akar penyebab dan prioritas
penyelesaian dari permasalahan penelitian. Sebagai “kepala ikan” adalah akibat
(effect), atau sebagai rumusan masalah penelitian, yaitu lemahnya fungsi sosial
BMT, yang akan dihubungkan dengan cabang-cabang sebagai faktor penyebab
(cause) permasalahan.

Diagram sebab akibat disusun dalam suatu atmosfer brainstorming (Evans dan
Lindsay, 2007, Hal.187). Para pihak yang terlibat dalam mengurai permasalahan
adalah pengurus dan pengelola BMT yang menjadi objek penelitian. Dalam
rangka mengidentifikasi penyebab masalah, dilakukan katagorisasi berdasarkan
prinsip “7M” (Gaspersz, 2006, Hal.106) yang telah dimodifikasi atau disesuaikan
dengan konteks operasional BMT sebagai objek penelitian.

Katagorisasi yang digunakan adalah: (1) Manpower atau tenaga kerja;


berkaitan dengan kurangnya pemahaman (tidak terlatih, tidak berpengalaman),
kurangnya pengetahuan yang berkaitan dengan motivasi kerja, dan lain-lain. (2)
Management atau aspek pengelolaan; berkaitan dengan instrumen organisasi,
struktur, pengambilan keputusan, training, dan pendampingan dalam operasional
BMT. (3) Methods atau metode kerja; berkaitan dengan prosedur dan metode
kerja yang mendukung fungsi-fungsi BMT, standardisasi operasional fungsi
BMT, dan lain-lain. (4) Money atau uang; berkaitan dengan dukungan finansial
dalam menunjang fungsi-fungsi BMT. (5) Environment atau lingkungan; yang

49 Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


50

berkaitan dengan aspek lingkungan masyarakat yaitu evaluasi terhadap kesadaran


masyarakat untuk menunaikan kewajiban zakat dan menyalurkannya melalui
lembaga pengelola ZIS khususnya BMT, juga lingkungan pemerintah yang
berkaitan dengan legalitas (peraturan) bagi pengelola BMT dalam menghimpun
dan menyalurkan zakat lembaga/perusahaan serta masyarakat.

Selanjutnya berdasarkan katagorisasi tersebut ditelusuri penyebab dari


permasalahan yang ada. Teknik untuk mengindentifikasi akar permasalahan
adalah “5 mengapa” (Evans dan Lindsay, 2007, Hal.187). Penggunaan teknik ini
mendorong kita untuk mengidentifikasi ulang pernyataan masalah sebagai rantai
sebab dan akibat untuk mengidentifikasi sumber-sumber gejala dengan cara
bertanya mengapa secara berulang, idealnya lima kali.

Dalam proses brainstorming ini penulis dibantu pendamping dari Microfin


Cabang Lampung, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang fokus programnya
di Lampung adalah memberikan asistensi dan monitoring terhadap pengelolaan
keuangan dan kelembagaan, serta software program komputer untuk pencatatan
laporan keuangan BMT, serta pendampingan terhadap BMT yang menerima dana
bantuan baik dari program pemerintah maupun dari bank-bank syariah. Bersama
fasilitator tersebut, penulis melakukan rangkaian pertemuan dengan para pengurus
maupun pengelola di sepuluh BMT yang menjadi objek penelitian.

Dari data Microfin Lampung terdapat 59 BMT yang tersebar di sepuluh


kabupaten dan kota se-Provinsi Lampung. Namun tidak semua BMT tersebut
memiliki performa manajemen dan keuangan yang cukup baik pada saat
penelitian ini dilaksanakan. Sebagian diantaranya perkembangannya cenderung
jalan ditempat. Sebanyak 36 BMT (Lampiran 1) yang mengikuti program
pendampingan Microfin tersebut masih eksis dan berjalan hingga sekarang,
diantaranya menunjukkan perkembangan yang menggembirakan.

Berdasarkan data sekunder laporan keuangan yang ada, 10 dari 36 BMT dipilih
dengan petimbangan kinerjanya yang relatif lebih baik dibanding yang lain dilihat

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


51

dari aspek tamwil-nya, dengan indikator capaian laba (SHU) dan aset dalam
periode lima tahun terakhir (Desember 2003 – Desember 2007), serta dinilai dapat
“mewakili” potret pengelolaan BMT lainnya yang ada di Provinsi Lampung baik
dalam aspek pengelolaan kelembagaan secara umum maupun kondisi (kinerja)
baitul maal-nya secara khusus, di samping juga mempertimbangkan aspek
wilayah operasinya. Selanjutnya, kepada pengurus atau pimpinan pengelola 36
BMT tersebut diberikan kuesioner untuk diisi. Kuesioner terdiri dari 15
pernyataan yang diminta untuk dijawab dengan pilihan tertutup “ya” atau “tidak”
(Lampiran 2).

Pernyataan-pernyataan yang tercantum dalam kuesioner tersebut merupakan


hasil dari pengungkapan pendapat terhadap para pengurus dan pengelola di
sepuluh BMT yang “mewakili” tersebut. Pengungkapan pendapat terkait dengan
faktor penyebab lemahnya fungsi sosial BMT, yang dalam proses
pengungkapannya didasarkan pada katagorisasi yang telah ditetapkan.

Pengungkapan pendapat (brainstorming) bersama dengan para tokoh pendiri


dan pengelola sepuluh BMT tersebut dilakukan di kantor masing-masing BMT,
dalam rangka mengeksplorasi permasalahan dengan pendekatan sebab-akibat
menggunakan teknik “bertanya mengapa” secara berulang. Teknik ini dipakai
berdasarkan katagorisasi “4M dan 1E,” yaitu: manpower, management, methods,
money, dan environment.

Setiap katagorisasi penyebab (cause) permasalahan dipertanyakan mengapa hal


tersebut menjadi penyebab timbulnya masalah yaitu lemahnya fungsi sosial BMT.
Pengajuan pertanyaan untuk setiap katagori tersebut dilakukan terhadap pengurus
dan atau pengelola sepuluh BMT itu. Pertanyaan “mengapa” diulang untuk setiap
katagori, sehingga diketahui akar permasalahannya. Jawaban dari setiap katagori
penyebab itu yang kemudian dijadikan pernyataan dalam kuesioner yang disebar
kepada 36 BMT di Lampung.

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


52

Inventarisasi penyebab (cause) berdasarkan katagorisasi dengan pendekatan


teknik “bertanya mengapa” tersebut, selanjutnya dimasukkan ke dalam diagram
tulang ikan (fishbone diagram) yang menggambarkan akar penyebab lemahnya
fungsi sosial BMT di Lampung.

4.2 Analisis Masalah

Untuk dapat menemukan akar penyebab dari suatu masalah, kita perlu
memahami dua prinsip yang berkaitan dengan hukum sebab-akibat (Gaspersz,
2006, Hal.101), yaitu:
1. Suatu akibat terjadi atau ada hanya jika penyebabnya itu ada pada ruang
dan waktu yang sama.
2. Setiap akibat mempunyai paling sedikit dua penyebab dalam bentuk: (a)
penyebab yang dapat dikendalikan (controllable causes), dan (b) penyebab
yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable causes). Penyebab yang
dapat dikendalikan berarti penyebab itu berada dalam lingkup tanggung
jawab dan wewenang kita sehingga dapat dihilangkan (actionable).
Sebaliknya, penyebab yang tidak dapat dikendalikan berada di luar
pengendalian kita. Penyebab yang tidak dapat dikendalikan (berada di luar
kontrol kita) terdiri dari paling sedikit dua penyebab, yaitu: (b1) penyebab
yang dapat diperkirakan (predictable causes) sehingga memungkinkan
kita untuk mengantisipasi dan mencegahnya, dan (b2) penyebab yang
tidak dapat diperkirakan karena belum ada referensi atau pengetahuan
tentang kejadian itu sebelumnya.

Hasil dari pengungkapan pendapat tersebut disusun dalam bentuk tabel


berdasarkan katagorisasi masalah. Tabel 4.1 menggambarkan penyebab masalah
dalam katagori manpower.

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


53

Tabel 4.1 Bertanya “Mengapa?” untuk Penyebab


Dalam Katagori Manpower

No Bertanya Mengapa Jawaban Penyebab


terkendali
1 Mengapa tenaga kerja Sebab tenaga yang ada YA
menjadi masalah dalam sudah disibukan dengan
menjalankan fungsi administrasi, dan
sosial BMT? operasional pembiayaan
2 Mengapa tenaga yang Sebab belum ada inisiatif YA
ada hanya sibuk dengan untuk meningkatkan
administrasi dan fungsi sosial BMT
pembiayaan?
3 Mengapa belum ada Sebab belum tumbuh YA
inisiatif baik dari kesadaran akan
pengurus maupun pentingnya fungsi sosial
pengelola untuk BMT bagi masyarakat
meningkatkan fungsi dan lembaga itu sendiri.
sosia BMT?
4 Mengapa belum tumbuh Sebab belum pernah YA
kesadaran pada tingkat dilakukan training atau
pengurus dan pengelola pembekalan bagi
akan pentingnya fungsi pengurus atau pengelola
sosial BMT bagi dalam menjalankan
masyarakat dan bagi fungsi sosial BMT.
BMT? Proses pendampingan
juga tidak mencakup
fungsi sosial tersebut.

Dengan teknik bertanya “mengapa,” akar masalah untuk katagori tenaga kerja
adalah belum pernah dilakukannya training, pelatihan, atau pembekalan bagi
pengurus maupun pengelola BMT dalam menjalankan fungsi sosialnya. Di
samping itu, proses pendampingan yang ada selama ini juga tidak menyentuh
pemberdayaan fungsi sosial tersebut.

Pelatihan-pelatihan bagi pengelola BMT baru seputar manajemen pembiayaan,


akuntansi, penerapan program IT untuk pencatatan keuangan, teknik analisis
kelayakan usaha, penanganan pembiayaan bermasalah, atau operasional lembaga
yang efektif dan efisien, yang kesemuanya merupakan instrumen bagi berjalannya
fungsi bisnis (tamwil) BMT.

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


54

Keberadaan lembaga pendamping yang memberikan asistensi terhadap BMT,


praktis tidak menyentuh fungsi sosial lembaga tersebut. Bahkan, lembaga-
lembaga yang menginisiasi pembentukan BMT juga tidak cukup memberikan
pemahaman dan bekal bagi pengelolaan BMT yang seimbang antara fungsi bisnis
dan fungsi sosialnya.

Tabel 4.2 Bertanya “Mengapa?” untuk Penyebab


Dalam Katagori Management

No Bertanya Mengapa Jawaban Penyebab


terkendali
1 Mengapa aspek manajemen Sebab instrumen YA
menjadi masalah dalam pendukung organisasi
menjalankan fungsi sosial tidak disiapkan untuk
BMT? menjalankan fungsi sosial
BMT dengan baik.
2 Mengapa instrumen Sebab struktur organisasi YA
pendukung organisasi tidak BMT tidak disiapkan
disiapkan untuk untuk berjalannya fungsi
menjalankan fungsi sosial sosial BMT dengan baik.
BMT dengan baik?
3 Mengapa struktur organisasi Sebab kebijakan “top YA
BMT tidak disiapkan untuk management” atau RAT
berjalannya fungsi sosial tidak menempatkan fungsi
BMT dengan baik? baitul maal dalam struktur
organisasi lembaga.
4 Mengapa kebijakan “top Sebab masih lemahnya YA
management” atau RAT motivasi untuk
tidak menempatkan fungsi menggerakkan fungsi
baitul maal dalam struktur sosial serta lemahnya
organisasi lembaga? komitmen manajemen
terhadap filosofi BMT.
5 Mengapa motivasi Sebab ukuran kesuksesan YA
manajemen dalam BMT baru dinilai dari
menjalankan fungsi sosial indikator-indikator bisnis,
BMT masih lemah? yaitu dari satu aspek
tamwil-nya saja.

Dalam katagori manajemen, akar masalah yang ditunjukkan dalam Tabel 4.2
adalah terkait dengan motivasi para pengurus dan pengelola BMT, disebabkan

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


55

ukuran-ukuran kesuksesan yang dipakai baru sebatas keberhasilan komersial


sebagai hasil dari fungsi bisnisnya.

Dalam hirarki BMT sebagai badan hukum koperasi, pengambilan keputusan


tertinggi ada pada forum rapat anggota tahunan (RAT), di mana kewenangan
anggota RAT adalah mengevaluasi jalannya operasional BMT dalam periode satu
tahun. Selanjutnya anggota RAT juga berwenang memilih jajaran pengurus BMT
yang bertugas mewakili kepentingan anggota dalam operasional BMT. Pengurus
dalam operasional BMT sehari-hari melakukan pengawasan, pendampingan,
evaluasi dan dapat terlibat dalam pengelolaan lembaga sesuai kapasitasnya
menurut AD/ART BMT yang bersangkutan. Badan pengurus ini juga berwenang
mengevaluasi dan melakukan reposisi dan atau pemberhentian terhadap staf atau
karyawan BMT.

Selama ini, materi evaluasi baik pada tingkat manajemen maupun pengurus
masih didasarkan pada ukuran-ukuran bisnis, seperti pertumbuhan aset, ROI
(return on investment), SHU, dan lain sebagainya, baik penilaian keberhasilan
pengurus terhadap pengelola, unsur pimpinan terhadap karyawannya, maupun
forum tertinggi rapat anggota tahunan (RAT) juga belum melihat aspek sosial
(misalnya pemberdayaan) sebagai pertimbangan penting dalam menilai
keberhasilan kepengurusan BMT setiap periode, sehingga pengelola cenderung
mengabaikan fungsi sosial BMT dan sumber daya yang dimiliki khususnya tenaga
kerja (sumber daya insani) akhirnya dikerahkan sepenuhnya untuk mengurusi
fungsi bisnis lembaga tersebut.

Tabel 4.3 menunjukkan akar masalah pada katagorisasi metode, yaitu belum
adanya standardisasi pelaksanaan fungsi baitul maal BMT, sepertihalnya sudah
ada panduan atau standard operating procedure (SOP) bagi pelaksanaan fungsi
tamwil BMT. Bahkan terdapat BMT yang semula memiliki bagian khusus yang
menjalankan fungsi sosial, kemudian dihilangkan karena dalam perjalanannya
tidak berfungsi. Atau ada juga BMT yang memiliki bagian baitul maal tetapi tidak

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


56

didukung oleh sumber daya yang memadai, sehingga tidak bisa menjalankan
fungsinya secara optimal atau hanya sebagai formalitas.

Tabel 4.3 Bertanya “Mengapa?” untuk Penyebab


Dalam Katagori Methods

No Bertanya Mengapa Jawaban Penyebab


terkendali
1 Mengapa metode kerja Sebab tidak ada prosedur YA
menjadi masalah dalam khusus dan job
menjalankan fungsi description untuk
sosial BMT? menjalankan fungsi sosial
BMT. Seperti untuk
mengumpulkan dan
menyalurkan dana ZIS.
2 Mengapa tidak ada Sebab fungsi sosial BMT YA
prosedur khusus dan job belum terstandardisasi,
description untuk fungsi sepertihalnya fungsi
sosial BMT. Seperti bisnisnya.
mengumpulkan dan
menyalurkan dana ZIS?

Dalam katagori dana (money) yang ditunjukkan dalam Tabel 4.4., akar
masalahnya adalah tidak adanya perencanaan dan langkah yang sistematis dalam
upaya menggalang dana dari pada muzaki (orang yang wajib zakat) dan para
aghnia (donatur), untuk selanjutnya dikelola dan didistribusikan kepada mereka
yang berhak secara syariah. Dalam berbagai penelitian telah dibuktikan besarnya
potensi zakat umat Islam jika dikelola dengan baik dapat mengatasi persoalan
perekonomian umat. Di samping itu, adanya kecenderungan meningkatnya
kesadaran umat Islam dewasa ini dalam menunaikan hak orang lain yang ada
dalam hartanya melalui zakat, infaq, dan shadaqah. Hal ini telah dibuktikan
dengan berkembangnya lembaga-lembaga amil zakat yang diantaranya mampu
eksis dan membuat prestasi dalam memanfaatkan potensi filantrophi umat Islam
untuk program-program produktif maupun pemberdayaan umat.

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


57

Tabel 4.4 Bertanya “Mengapa?” untuk Penyebab


Dalam Katagori Money

No Bertanya Mengapa Jawaban Penyebab


terkendali
1 Mengapa dana menjadi Sebab tidak tersedianya Ya
masalah dalam dukungan atau
menjalankan fungsi sosial kemampuan finansial
BMT? yang cukup untuk
program-program sosial.
2 Mengapa tidak tersedianya Sebab tidak dilakukan Ya
dukungan atau kemampuan penggalangan dari para
finansial yang cukup? muzaki atau aghnia, serta
tidak ada donasi untuk
fungsi sosial BMT?

Pada umumnya, pengelola BMT belum melakukan langkah yang proaktif


untuk menggalang dana ZIS dari masyarakat. Dana ZIS yang terkumpul pada
BMT merupakan zakat lembaga yang disisihkan dari porsi keuntungannya, atau
juga denda yang dimasukkan dalam kelompok infaq dari nasabah. Di samping ada
sebagian kecil anggota BMT yang menyalurkan ZIS melalui BMT, tetapi tidak
signifikan. Hal ini juga menegaskan baitul maal BMT secara umum belum
dikelola secara baik.

Terdapat beberapa pendiri dan pengurus BMT yang menyatakan bahwa


lembaganya saat ini cukup giat dan mulai menggarap potensi ZIS dari umat Islam,
khususnya dari kalangan pengusaha yang ada di daerahnya. Dana ZIS tersebut
akan mereka salurkan kepada dhuafa di lingkungannya dalam bentuk zakat dan
pinjaman kebajikan (qardul hasan), atau ada juga yang berencana menyalurkan
untuk kegiatan sosial seperti pengadaan fasilitas pendidikan dan kesehatan bagi
masyarakat miskin.

Namun, kendala yang dihadapi saat ini adalah kepastian hukum tentang
legalitas BMT untuk mengumpulkan dan menyalurkan dana zakat. Sebab, bagi
kalangan pengusaha, dana zakat yang disalurkan melalui lembaga pengelola zakat
yang legal, dapat dinilai sebagai pengurang pajak. Para pengusaha tersebut

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


58

mempertanyakan legalitas BMT yang berbadan hukum koperasi dalam


mengumpulkan dan menyalurkan dana zakat mereka. Oleh karena itu, aspek
lingkungan pemerintah (peraturan) menjadi faktor yang mempengaruhi pengelola
BMT dalam menjalankan fungsi sosialnya, terutama dalam menggalang dana ZIS
dari para pengusaha dan menyalurkannya kepada yang berhak secara syariah.

Akar masalah dalam katagori lingkungan tersebut ditunjukkan dalam Tabel


4.5. sebagai berikut:

Tabel 4.5 Bertanya “Mengapa?” untuk Penyebab


Dalam Katagori Environment

No Bertanya Mengapa Jawaban Penyebab


terkendali
1 Mengapa lingkungan Sebab kesadaran Tidak
menjadi masalah dalam masyarakat untuk
pelaksanaan fungsi sosial menyalurkan ZIS melalui
BMT? lembaga pengelola seperti
BMT masih rendah.
2 Mengapa kesadaran Sebab belum ada upaya Ya
masyarakat untuk sistematis meningkatkan
mengalurkan ZIS melalui kesadaran masyarakat
lembaga pengelola masih untuk menyalurkan ZIS
lemah? melalui lembaga.
khususnya oleh pengelola
BMT.
3 Mengapa belum ada upaya Sebab masih ada keraguan Tidak
sistematis meningkatkan dikalangan pengurus dan
kesadaran masyarakat pengelola BMT tentang
untuk menyalurkan ZIS status (legalitas) BMT
melalui lembaga, oleh sebagai lembaga
pengelola BMT. pengelola zakat
4 Mengapa pengurus dan Sebab peraturan tentang Tidak
pengelola BMT ragu Zakat dan badan hukum
tentang legalitas BMT BMT (koperasi) belum
mengelola zakat? menjelaskan kewenangan
tersebut.

Berdasarkan identifikasi akar permasalahan dengan katagorisasi di atas,


dimana akar penyebab masalah yang ditemukan melalui pengajuan pertanyaan

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


59

“mengapa?” beberapa kali itu kemudian dimasukkan ke dalam diagram sebab


akibat, yang menunjukkan hubungan keterkaitan antara penyebab dan
permasalahan seperti ditunjukkan pada Gambar 4.1 berikut ini.

Gambar 4.1 Diagram Tulang Ikan (Fishbone)

Management Manpower

Instrumen
Organisasi fokus tamwil

Kebijakan Inisiatif
Struktur
Kesadaran
Abai thd filosofi
lembaga Belum ada
Training maal
Tamwil indikator
kesuksesan Fungsi Sosial
BMT Lemah
Kesadaran
Masyarakat
Ketersediaan Job
Dana description
Legalitas
mengelola Tdk dilakukan
ZIS penggalangan Standardisasi
ZIS Baitul Maal

Environment Money Methods

Setiap akar penyebab dari masalah dimasukkan ke dalam diagram sebab-akibat


yang dikatagorikan berdasarkan “4M dan 1E” (manpower, management, methods,
money, dan environment). Penggunakan diagram sebab-akibat dalam
permasalahan ini merupakan tidak lanjut dari hasil pengungkapan pendapat para
pendiri dan pengelola BMT di Lampung, yang dikumpulkan secara perseorangan
dan interaksi kelompok melalui pengungkapan pendapat secara intensif. Interaksi
kelompok melibatkan 4 – 6 orang dari jajaran pengurus dan pengelola sepuluh

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


60

BMT yang dikunjungi sebagai objek penelitian ini termasuk seorang fasilitator
dari Microfin Lampung.

Pada ujung kanan garis horizontal adalah permasalahan atau akibat (effect)
yang dicarikan akar permasalahnya berdasarkan katagorisasi tenaga kerja
(manpower), manajemen (management), metode (methods), dana (money), dan
lingkungan (environment) dengan pendalaman akar masalah dengan teknik
bertanya “mengapa?”.

Berdasarkan diagram sebab akibat tersebut disusun pernyataan-pernyataan isi


kuesioner sebagai konfirmasi atas fakta yang terkait permasalahan (lemahnya
fungsi sosial) pada 36 BMT yang tersebar di kabupaten dan kota di Provinsi
Lampung. Kuesioner berisi pernyataan penyebab lemahnya fungsi sosial BMT
dari lima katagori, yang selanjutnya kuesioner tersebut dikirimkan untuk diisi oleh
pengurus atau pimpinan pengelola 36 BMT, dengan pilihan jawabannya adalah
“ya” atau “tidak”. Jawaban diberikan atas dasar kondisi faktual yang dihadapi
masing-masing BMT.

Hasil kuesioner secara umum disajikan dalam Tabel 4.6. yang menunjukkan
tingkat pengaruh masing-masing katagori penyebab terhadap permasalahan
lemahnya fungsi sosial BMT.

Tabel 4.6 Pengaruh Katagori Penyebab


terhadap Masalah
No Faktor Pengaruh
1 Manpower 24,6%
2 Management 31,8%
3 Methods 15,3%
4 Money 14,8%
5 Environment 13,5%
Total 100%

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


61

Berdasarkan jawaban 36 responden yang terdiri dari pengurus atau pengelola


masing-masing BMT menunjukkan bahwa faktor tenaga kerja (manpower)
menunjukkan tingkat pengaruh sebesar 24,6 persen terhadap permasalahan
lemahnya fungsi sosial BMT. Faktor manajemen ternyata memberi andil terbesar
terhadap permasalahan lemahnya fungsi sosial, dengan tingkat pengaruh
mencapai 31,8 persen. Sementara metode kerja yang berkaitan dengan prosedur
dan standardisasi operasional mempengaruhi lemahnya fungsi sosial BMT di
Lampung sebesar 15,3 persen.

Faktor dana yang berkaitan dengan dukungan finansial dalam mendorong


fungsi sosial BMT menyumbang terhadap permasalahan sebesar 14,8 persen.
Faktor terakhir yang berpengaruh sebesar 13,5 persen terhadap lemahnya fungsi
sosial BMT adalah aspek lingkungan yang terkait kesadaran masyarakat di sekitar
BMT untuk menunaikan zakat melalui lembaga pengelola serta peraturan yang
terkait dengan kewenangan BMT dalam mengumpulkan dan mendistribusikan
zakat masyarakat.

Setelah mengetahui besarnya pengaruh masing-masing katagori terhadap


permasalahan penelitian, selanjutnya frekuensi masing-masing katagori
didistribusikan dalam Diagram Pareto, diurutkan mulai dari katagori dengan
frekuensi terbesar hingga frekuensi yang terkecil. Diagram Pareto ditampilkan
dalam Gambar 4.2.

Hasil kuesioner tersebut menunjukkan penyebab dan subpenyebab secara


terperinci untuk masing-masing katagori. Dalam katagori tenaga kerja
(manpower), akar permasalahan berupa tidak adanya training atau pelatihan yang
menyangkut operasional fungsi baitul maal BMT memberi andil 32,4 persen
(Tabel 4.7.). Tingkat pengaruh tersebut juga terkait dengan proses asistensi yang
dilakukan lembaga-lembaga pendamping BMT, baik pada saat awal
pembentukannya maupun proses operasional, yang tidak menyentuh aspek fungsi
sosial BMT, melainkan hanya menyangkut fungsi tamwil-nya saja.

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


62

Gambar 4.2. Diagram Pareto

35,00%
30,00%
25,00% Management
Manpower
20,00%
Methods
15,00%
Money
10,00% Environment
5,00%
0,00%
Faktor Penyebab

Dari ke-36 responden, semua menyatakan bahwa belum pernah dilakukan


training atau pembekalan bagi pengurus maupun pengelola BMT khusus terkait
pengelolaan baitul maal BMT. Proses pendampingan manajemen selama ini juga
tidak membahas fungsi sosial tersebut, melainkan semata menyangkut fungsi
tamwil lembaga.

Selain itu, dalam katagori manpower, faktor jumlah tenaga kerja atau staf
operasional BMT yang ada selama ini telah memiliki tugas masing-masing dalam
mendukung fungsi tamwil, sehingga fungsi maal cenderung terabaikan, yang
berpengaruh sebesar 31,5 persen terhadap lemahnya fungsi sosial BMT. Dari 36
responden, hanya satu orang pengurus yang menyatakan faktor tenaga kerja bukan
persoalan mendasar dalam menjalankan fungsi baitul maal BMT.

Secara terperinci pengaruh lemahnya fungsi sosial dalam katagori tenaga kerja
ditampilkan dalam Tabel 4.7. berikut ini:

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


63

Tabel 4.7 Penyebab Masalah dalam


Katagori Manpower

Penyebab Pengaruh
Tidak tersedia staf untuk mengurusi 31,5%
baitul maal BMT
Belum ada inisiatif untuk meningkatkan 18%
fungsi sosia BMT
Belum ada kesadaran pentingnya fungsi
sosial BMT bagi masyarakat dan bagi 18%
BMT itu sendiri.
Belum ada training atau pembekalan
dalam menjalankan fungsi sosial BMT. 32,4%
Proses pendampingan tidak mencakup
fungsi sosial.

Belum adanya inisiatif dan kesadaran dari jajaran pengurus dan pengelola
BMT akan pentingnya fungsi sosial terhadap masyarakat dan juga terhadap
perkembangan lembaga itu sendiri memberi andil yang setara sebesar 18 persen.
Atau dari jumlah responden yang ada, 20 orang diantaranya membenarkan
pernyataan tersebut, dan 16 lainnya menyatakan inisiatif dan kesadaran untuk
menggerakkan fungsi sosial sudah ada di kalangan pengurus dan pengelola BMT.

Dalam katagorisasi manajemen penyebab lemahnya fungsi sosial ditimbulkan


karena ukuran kesuksesan BMT masih menggunakan parameter bisnis, baik pada
tingkat pengurus maupun pengelola memberi andil sebesar 25 persen terhadap
masalah. Semua responden sepakat bahwa yang menjadi ukuran menilai kinerja
BMT selama ini masih menggunakan parameter bisnis komersial, seperti
perkembangan aset, pertumbuhan laba, dan lain sebagainya. Belum ada ukuran
untuk menilai berjalannya fungsi baitul maal-nya.

Selain itu, instrumen lembaga berupa struktur organisasi dan perangkat


operasional belum mendukung berjalannya fungsi sosial BMT, sehingga
berpengaruh terhadap lemahnya fungsi sosial sebesar 20,8 persen. Sebagian besar
responden, atau 30 dari 36 responden menyatakan belum tersedia sarana dan
prasarana pendukung untuk menjalankan fungsi baitul maal BMT. Struktur

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


64

organisasi belum didesain untuk menjamin berjalannya fungsi sosial tersebut


dengan baik, yang berpengaruh sebesar 20,1 persen, setara dengan pengaruh
keputusan manajemen dalam menyusun struktur organsiasi BMT.

Perhatian pengurus dan pengelola BMT yang ditunjukkan dalam berbagai


kebijakan juga belum mengarah pada berjalannya fungsi baitul maal secara baik,
sehingga memberi andil 20,1 persen terhadap masalah, serta faktor lemahnya
motivasi pemimpin untuk memajukan fungsi sosial BMT berpengaruh sebesar
13,9 persen terhadap permasalahan.

Selengkapnya tentang penyebab permasalahan dalam katagori manajemen


ditampilkan dalam Tabel 4.8. berikut ini:

Tabel 4.8 Penyebab Masalah dalam


Katagori Management

Penyebab Pengaruh
Instrumen pendukung organisasi tidak 20,8%
disiapkan untuk fungsi sosial BMT.
Struktur organisasi BMT tidak didesain 20,1%
untuk berjalannya fungsi sosial BMT.
Kebijakan pemimpin tidak 20,1%
memperhatikan fungsi sosial BMT.
Motivasi pemimpin memajukan fungsi 13,9%
sosial BMT masih lemah.
Ukuran kesuksesan BMT dinilai 25%
dengan indikator-indikator bisnis.

Termasuk dalam katagorisasi sebab yang berkaitan dengan metode kerja dan
prosedur organisasi, terdiri dari penyebab belum tersedianya prosedur dan alokasi
tugas dalam pengumpulan dan pendistribusian ZIS yang tersistematis dengan
tingkat pengaruh sebesar 47,8 persen. Di samping itu fungsi sosial BMT yang
belum terstandardisasi sepertihalnya fungsi tamwil-nya berpengaruh sebesar 52,2
persen terhadap masalah, yang ditunjukkan dalam Tabel 4.9. Dalam kaitan ini,
semua responden sependapat bahwa selama usia berdirinya BMT, belum ada
standardisasi terhadap fungsi baitul maal. Pembahasan-pembahasan seputar

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


65

manajemen dan kinerja BMT semata menggunakan sudut pandang bisnis yang
berorientasi pada keuntungan komersial berupa laba.

Tabel 4.9 Penyebab Masalah dalam


Katagori Methods

Penyebab Pengaruh
Tidak tersedia prosedur pengumpulan 47,8%
dan penyaluran ZIS
Fungsi sosial BMT belum 52,2%
terstandardisasi seperti fungsi tamwil

Berkaitan dengan dukungan finansial untuk memantapkan fungsi sosial BMT,


permasalahan dalam katagori ini adalah, tidak tersedia alokasi dana guna
mengembangkan fungsi sosial BMT yang berpengaruh terhadap lemahnya fungsi
sosial sebesar 50,7 persen. Di samping tidak dilakukannya penggalangan dana
oleh staf BMT terhadap para muzaki berpengaruh sebesar 49,3 persen terhadap
permasalahan.

Dari 36 responden, 34 diantaranya menyatakan bahwa dalam penyusunan


rencana atau proyeksi anggaran tahunan, tidak dibahas rencana penerimaan dana
ZIS tahun bersangkutan serta jumlah yang dialokasikan untuk mendukung
berjalannya fungsi sosial tersebut.

Sementara sebanyak 33 responden membenarkan bahwa belum dilakukan


perencanaan dan pembuatan program secara berkesinambungan dalam rangka
penggalangan dana dari para muzaki atau donatur dari lingkungan sekitarnya.
Hanya 3 BMT yang telah memiliki program penggalangan ZIS dari masyarakat
sekitar, khususnya dari para pengusaha atau pedagang. Pengaruh dalam katagori
uang ini ditunjukkan dalam Tabel 4.10. berikut ini:

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


66

Tabel 4.10 Penyebab Masalah dalam


Katagori Money

Penyebab Pengaruh
Kemampuan finansial untuk fungsi 50,7%
sosial BMT masih lemah.
Tidak dilakukan upaya sistematis untuk 49,3%
penggalangan dana dari para muzaki,
serta sumber donasi.

Katagorisasi terakhir penyebab permasalahan adalah faktor lingkungan


(environment) yang meliputi kesadaran masyarakat di sekitar BMT untuk
menunaikan kewajiban zakat dan menyalurkannya melalui lembaga pengelola
yang dalam hal ini adalah BMT setempat, serta peraturan pemerintah yang terkait
dengan kewenangan BMT untuk menghimpun dan menyalurkan zakat
masyarakat.

Faktor lingkungan ini, terkait masyarakat sekitar BMT, semua responden (36
orang) menilai bahwa kesadaran masyarakat di lingkungan sekitarnya masih
rendah dalam hal menyalurkan zakat melalui lembaga pengelola atau BMT
setempat. Pada umumnya masyarakat menyalurkan zakatnya secara sendiri-
sendiri, atau menyalurkan melalui amil satu tahun sekali mejelang 1 Syawal.
Dalam katagori ini, kesadaran masyarakat berpengaruh terhadap lemahnya fungsi
sosial BMT sebesar 59 persen.

Menyangkut peraturan bagi BMT untuk menghimpun dan menyalurkan zakat


masyarakat, sebanyak 25 responden merasa perlu adanya kepastian hukum bagi
BMT untuk menghimpun dan menyalurkan zakat masyarakat, bukan semata
sebagai lembaga pengumpul zakat, melainkan memiliki kewenangan untuk
mengelola distribusinya. Hal ini terkait dengan aspirasi para pengusaha di
lingkungan BMT yang mempertanyakan legalitas BMT menerima zakat
perusahan mereka, yang nantinya dapat diperhitungkan sebagai pengurang pajak.
Meski bagi responden lain, hal ini belum dirasakan sebagai penyebab masalah.

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


67

Tabel 4.11 Penyebab Masalah dalam


Katagori Environment

Penyebab Pengaruh

Masih rendahnya kesadaran masyarakat di 59%


lingkungan BMT untuk membayar zakat melalui
lembaga pengelola zakat (BMT) yang ada.
Ketidakpastian hukum bagi BMT untuk 41%
mengumpulkan dan menyalurkan zakat.

Aspek peraturan yang berpengaruh sebesar 41 persen terhadap masalah, adalah


sebagai refleksi atas keraguan sebagian pengelola BMT yang berbadan hukum
koperasi (KJKS/UJKS) dalam melakukan penghimpunan dana zakat dari
masyarakat serta penyalurannya. Sebab, muncul pertanyaan dari para pembayar
zakat, terutama dari kalangan pengusaha, atas legalitas BMT dalam menerima
zakat mereka. Selain itu, badan hukum koperasi juga dinilai oleh sebagian
pengelola BMT kurang tepat untuk menjalankan fungsi sosial.

Filosofi dari adanya peraturan bagi lembaga keuangan mikro tentunya adalah
dalam kerangka pengakuan, perlindungan, serta fasilitasi dan dorongan kepada
lembaga keuangan mikro yang ada untuk dapat berkembang, sehingga mampu
melayani pengusaha mikro lebih banyak lagi.

Dalam konteks lain terkait peraturan BMT yang berbadan hukum koperasi
(KJKS/UJKS), selama ini juga masih menyisakan perasaan ketidakpastian bagi
sebagian pengelolanya dalam upaya penggalangan dana dari masyaraka karena
kekhawatiran ditafsirkan sebagai “bank gelap.” Pemerintah dinilai perlu
menyediakan kerangka hukum yang lebih sesuai dan ditujukan untuk menciptakan
lanskap kelembagaan yang cocok bagi LKM khususnya BMT. Diperlukan
kerangka hukum yang memungkinkan bagi LKM untuk melakukan penghimpun
dana atau simpanan masyarakat dalam wilayah dan jumlah tertentu.

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


68

4.3 Analisis Laporan Keuangan ZIS

Baitul maal BMT sebagai bagian dari sistem lembaga keuangan mikro syariah
seharusnya memiliki pencatatan atau pembukuan keuangan tersendiri.
Karakteristik fungsi baitul maal yang dapat dianalogikan sebagai organisasi
nirlaba, menuntut adanya laporan keuangan khusus yang menunjukkan kinerjanya
sebagai unit nirlaba dari BMT.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.45 tentang Pelaporan


Keuangan Organisasi Nirlaba, menyatakan bahwa tujuan utama laporan keuangan
organisasi nirlaba adalah, menyediakan informasi yang relevan untuk memenuhi
kepentingan para penyumbang, anggota organisasi, kreditur, serta pihak lain yang
menyediakan sumber daya bagi organisasi nirlaba yang bersangkutan.

Pengertian manajemen keuangan dalam organisasi pengelola zakat adalah


perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian dana untuk memenuhi ketentuan
syar’i dan pembatasan dari donatur serta terwujudnya efisiensi dan efektifitas
dana (Widodo dan Kustiawan, 2001, Hal.75). Maknanya:

1. Organisasi pengelola zakat harus merencanakan berapa dana yang diharapkan


dapat dihimpun dan disalurkan untuk setiap periode.
2. Organisasi pengelola zakat harus dapat menyalurkan dana sesuai ketentuan
syariah dan pembatasan dari donatur apabila ada permintaan atau syarat yang
telah disepakati pada saat dana diterima.
3. Organisasi pengelola zakat harus membuat skala prioritas dalam penyaluran,
sehingga dana yang terbatas dapat memberi arti yang banyak (multiplayer
effect) dalam pemberdayaan masyarakat.
4. Organisasi pengelola zakat harus memperhatikan cost dan benefit yang
diperoleh, sehingga terjadi efisiensi dalam pengelolaan dan penyaluran dana.

Organisasi pengelola zakat dalam mengelola keuangannya harus melakukan


fungsi-fungsi manajemen dengan ruang lingkup sebagai berikut (Widodo dan
Kustiawan, 2001, Hal.76):

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


69

1. Menyusun rencana kegiatan dan anggaran tahunan (RKAT) atau budgeting


yang meliputi berapa dana yang diharapkan terhimpun beserta sumber dan
strategi memperolehnya, berapa jumlah dana yang akan disalurkan dan jumlah
orang/lembaga yang akan menerimanya, serta saldo minimum yang harus
tersedia sebagai cadangan untuk, paling tidak, setiap bulannya.
2. Membuat panduan berupa kebijakan umum dan petunjuk teknis terkait dengan
pengelolaan dana yang akan dilaksanakan lembaga. Panduan ini mencakup
penghimpunan, penyaluran, dan saldo dana.
3. Melakukan pengendalian dalam penghimpunan, penyaluran, dan saldo dana.
Dengan pengendalian yang memadai diharapkan prinsip syariah terlaksana
dengan baik, pembatasan dari muzaki/donatur terpenuhi, dan terwujudnya
efisiensi dan efektifitas dana.

Dari sepuluh BMT yang menjadi objek penelitian, pada umumnya tidak
memiliki laporan sumber dan penggunaan dana ZIS secara khusus yang lengkap.
Laporan dana ZIS masih merupakan bagian dari pos neraca BMT secara umum
yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan tamwil-nya. Tiga BMT, yaitu BMT
Mentari, Assyafi’iyah, dan Baskara Muhammadiyah memiliki laporan dana ZIS
tersendiri di luar neraca BMT, meski baru sebatas laporan sumber dan
penyalurannya secara global.

Kondisi tersebut juga menjadi indikasi belum terkelolanya baitul maal dengan
baik dan profesional. Namun, jika dikaitkan dalam konteks peraturan
kelembagaan BMT sebagai badan hukum koperasi (KJKS/UJKS), fakta tersebut
merupakan hasil “pengkondisian” dari legalitas badan hukum koperasi. Dalam
Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah yang
berupa Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM Tahun 2004, tidak
mengenal fungsi pengelolaan ZIS pada KJKS, kecuali pinjaman kebajikan
(pinjaman qard) sebagai produk pelengkap untuk memenuhi kebutuhan dana
mendesak, dan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan lain yang tidak bersifat
komersial.

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


70

Menurut Juklak Pelaksanaan Kegiatan Usaha KJKS tersebut, juga dikenal


pinjaman al qardul hasan, untuk memenuhi kebutuhan bersifat sosial. Sumber
dana diperoleh dari dana eksternal dan bukan berasal dari dana LKS sendiri. Dana
al qardul hasan diperoleh dari dana kebajikan seperti, antara lain zakat, ifaq, dan
shadaqah. Pinjaman al qardul hasan tidak dibukukan dalam neraca LKS, tetapi
dilaporkan dalam laporan sumber dan penggunaan dana al qardul hasan. Namun,
dalam pelaksanaannya, belum ada perencanaan dan langkah sistematis untuk
mengumpulkan dan mengelola dana ini sebagai bagian dari tugas lembaga
melaksanakan fungsi sosial bagi masyarakat.

Secara umum Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) yang menjadi objek
penelitian ini masih mempertahankan atribut Baitul Maal wat Tamwil. Menurut
pengelolanya, penggunaan atribut BMT disamping KJKS tersebut tidak dapat
dipisahkan dari sejarah dan filosofi pendirian lembaga, mengingat cikal bakal
KJKS pada umumnya berasal dari BMT yang sebelumnya adalah kelompok
swadaya masyarakat. Meski pemaknaan BMT di beberapa tempat diartikan
dengan terminologi lain, seperti Balai Usaha Mandiri Terpadu (Aziz, 2004,
Hal.1), atau Bina Mandiri Terpadu.

4.4 Analisis Lemahnya Baitul Maal BMT

Diantara faktor keberhasilan BMT, menurut Aziz (PKES, 2006, Hal.viii)


adalah adanya komitmen dan semangat (ghirah) yang tinggi dari para pendiri dan
pengelolanya, yang berpangkal dari kesadaran ruhiyah yang baik; pendiriannya
berorientasi pada landasan niat beribadah pada Allah SWT melalui penguatan
ekonomi dan perbaikan kualitas kehidupan umat; dan meluasnya dukungan para
aghnia serta tokoh masyarakat setempat termasuk perusahaan-perusahaan yang
ada di sekitarnya.

Jika terdapat BMT yang kurang bahkan gagal dalam operasinya, karena
pengurus dan pengelolanya tidak memahami ruhnya BMT, mendirikan dan

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


71

menjalankannya dengan hanya bermodal semangat dan keinginan semata tanpa


penguasaan ruh (filosofi pendirian BMT), ilmu dan pengetahuan teknis serta
manajemen BMT.

Filosofi pendirian BMT tercermin dari namanya: Baitul Maal wat-Tamwil, di


mana terkandung dua pilar, yaitu baitul maal yang berfungsi menerima dan
mengumpulkan dana zakat, infaq, shadaqah serta mengelola pendistribusiannya
secara efektif sehingga memberikan kemanfaatan yang optimal bagi
lingkungannya; serta baitul tamwil yang melakukan kegiatan pengembangan
usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi
masyarakat dan sektor usaha mikro-kecil, dengan mendorong kegiatan menabung
dan menopang kebutuhan pembiayaan mereka.

Namun dalam implementasinya BMT didominasi fungsi tamwilnya, yang


ditunjukkan dengan beberapa analisis laporan keuangan berikut ini.

4.4.1 Analisis Optimasi Dana

Analisis optimasi dana disini ingin menunjukkan kemampuan perusahaan


dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya untuk mendapatkan laba, atau
disebut juga rasio profitabilitas dengan menggunakan rumus return on investment,
yaitu perbandingan antara laba usaha (EBIT) dengan total aktiva, atau dapat
ditulis sebagai berikut:

Laba Usah (EBIT)


ROI =
Total Aktiva

Dengan rumus tersebut, diperoleh nilai ROI dalam lima tahun yang merupakan
indikator kemampuan BMT dalam memperoleh laba yang dikaitkan dengan
penggunaan total aktiva yang dimilikinya, yang selengkapnya ditampilkan dalam
Tabel 4.12. berikut ini:

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


72

Tabel 4.12 ROI Periode 2003 – 2007

Tahun Return on Investmen (ROI) (dalam persen)

Al Hasanah Al Ihsan Al Muhsin Assyafi'iyah Baskara Duta Jaya Fajar Pringsewu Surya Abadi
2003 1,21 -0,22 1,24 0,22 7,33 14,66 4,82 3,41 5,32
2004 3,93 1,40 8,87 0,50 6,49 12,18 2,14 3,72 5,67
2005 2,45 2,14 6,18 0,61 5,55 12,36 1,80 2,90 5,14
2006 2,54 2,15 2,87 1,69 7,92 9,85 1,90 2,41 3,50
2007 2,26 1,64 3,86 1,36 6,61 7,21 1,98 2,32 4,28
rata-rata 2,48 1,42 4,60 0,87 6,78 11,25 2,53 2,95 4,78
Sumber: diolah (2008)

Semakin besar ROI berarti semakin besar pula tingkat laba yang mampu
diperoleh dengan semakin baiknya BMT dari segi penggunaan total aktiva yang
dimilikinya. Kondisi ini sekaligus memberikan gambaran kinerja BMT dalam hal
mengelola atau menjalankan fungsi bisnisnya.

Kemampuan perusahaan dalam menyediakan modal kerja yang dikaitkan


dengan penggunaan total aktiva yang dimiliki, dapat diketahui dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

Aktiva Lancar – Kewajiban Lancar


Rasio Modal Kerja
Bersih terhadap =
Total Aktiva Total Aktiva

Rasio modal kerja terhadap total aktiva yang merupakan salah satu ukuran
kinerja keuangan perusahaan dalam hal kemampuan perusahaan menyediakan
modal kerja dengan menggunakan total aktiva yang tersedia. Pemanfaatan modal
kerja tersebut berorientasi untuk mendapatkan laba sebagai aktivitas tamwil BMT.
Rasio modal kerja terhadap total aktiva, rata-rata terendah adalah pada BMT
Assyafi’iyah, karena sebagian aktivanya diperuntukkan pada aktiva tetap seperti
pembelian kendaraan, tanah, dan bangunan.

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


73

Rasio modal kerja terhadap total aktiva selengkapnya ditunjukkan dalam Tabel
4.13 berikut ini:

Tabel 4.13 Rasio Modal Kerja terhadap Total Aktiva

Tahun (dalam persen)


BMT 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-Rata
Al Hasanah 63,38 67,53 68,87 44,29 47,01 58,22
Al Ihsan 30,60 21,80 41,05 46,38 51,48 38,26
Al Muhsin 22,52 49,50 50,86 48,68 74,75 49,26
Assyafi'iyah 11,58 13,44 9,26 17,61 21,81 14,74
Baskara 31,77 34,93 37,00 49,63 37,14 38,09
Duta Jaya 20,64 15,49 12,05 33,60 21,20 20,60
Fajar 88,77 7,77 64,13 56,88 68,01 57,11
Pringsewu 29,40 45,49 21,74 25,76 24,39 29,36
Surya Abadi 34,66 45,02 30,72 48,82 42,47 40,34
Sumber: diolah (2008)

Sementara fungsi sosial BMT dapat ditunjukkan dengan kemampuannya dalam


hal pengumpulan dan pengelolaan dana zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS), yang
apabila dibandingkan dengan total aset BMT, mengindikasikan kinerjanya dalam
pengumpulan dan pengelolaan dana ZIS dikaitkan dengan pemanfaatan total
aktiva yang dimiliki, yang selengkapnya ditampilkan dalam Tabel 4.13 berikut
ini:

Tabel 4.14 Rasio Dana ZIS dan Total Aktiva

Tahun Perbandingan Total Dana ZIS dan Total Aktiva (dalam persen)

Al Hasanah Al Ihsan Al Muhsin Assyafi'iyah Baskara Duta Jaya Fajar Pringsewu Surya Abadi
2003 0,21 0,21 0,31 0,43 0,74 0,22 3,34 0,24 0,36
2004 0,14 0,46 0,05 0,36 0,54 0,13 0,25 0,12 0,46
2005 0,13 0,55 0,10 0,30 0,24 0,18 0,22 0,82 0,54
2006 0,07 0,43 0,04 0,24 0,35 0,16 0,19 1,03 0,30
2007 0,04 0,47 0,18 0,30 0,67 0,22 0,43 0,91 0,37
rata-rata 0,12 0,43 0,14 0,33 0,51 0,18 0,89 0,62 0,40
Sumber: diolah (2008)

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


74

Semakin tinggi nilai perbandingan total dana ZIS dengan total aktiva menjadi
indikator kemampuan BMT mengumpulkan dan mengelola dana ZIS dikaitkan
dengan pemanfaatan total aktiva yang dimiliki. Jika ditilik nilai dalam Tabel 4.14
di atas terlihat bahwa perbandingan antara total dana ZIS dengan total aktiva
hampir semua BMT menunjukkan nilai rata-rata “nol koma” persen. Padahal
dalam ukuran konvensional zakat wajib yang diterapkan pada basis yang luas
seperti zakat perdagangan besarnya 2,5 persen saja. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa kinerja BMT dalam pengumpulan dan pengelolaan dana ZIS—atau dalam
menjalankan baitul maal-nya—masih lemah bila dibandingkan dengan kinerjanya
dalam mengejar laba (baitul tamwil).

Dari perhitungan ROI, rasio modal kerja modal kerja bersih terhadap total
aktiva, dan rasio dana ZIS terhadap total aktiva, menunjukkan tidak ada hubungan
(pola) yang jelas antara fungsi bisnis dan fungsi sosial BMT. Perkembangan pada
fungsi bisnis tidak berpengaruh terhadap perkembangan fungsi sosialnya yang
diindikasikan dengan perkembangan dana ZIS yang relatif stagnan.

4.4.2 Analisis Potensi

Dengan menggunakan persamaan garis regresi linier sederhana yang


memperlihatkan hubungan antara variabel independen (tahun) dengan variable
dependen pertumbuhan asset, laba, dan dana ZIS yang dikelola BMT secara
parsial diperoleh persamaan masing-masing dengan perhitungan yang ditunjukkan
pada Tabel 4.15., Tabel 4.16, dan Tabel 4.17.

Persamaan yang dipergunakan untuk mendapatkan garis regresi adalah untuk


menempatkan garis pada data yang diamati, sehingga bentuk dari persamaan
regresi adalah sebagai berikut:

Y’ = a + b X

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


75

Di mana a = konstanta (nilai Y’ bila X = 0)


b = slope (kenaikan/penurunan Y’ setiap perubahan satu-satuan X)
X = variabel bebas
Y’= variabel terikat

Nilai a dan b, dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:


∑xy
b =
∑x2

a = Y- bX

Tabel 4.15 Perhitungan Nilai Regresi untuk Variabel Aset


Tahun X Y x y xy x2 y2
2003 1 4.336 -2 -10.740 21.480 4 115.347.600
2004 2 8.181 -1 -6.895 6.895 1 47.541.025
2005 3 13.441 0 -1.635 0 0 2.673.225
2006 4 20.535 1 5.459 5.459 1 29.800.681
2007 5 28.886 2 13.810 27.620 4 190.716.100
Total 15 75.379 0 0 61.454 10 386.078.631
Sumber: Diolah (2008)

Dari perhitungan di atas, untuk persamaan garis variabel aset diperoleh


persamaan sebagai berikut:

Y' = -3.360 + 6.145 X

Nilai kemiringan (slope) persamaan di atas yaitu 6.145 menunjukkan tingkat


perubahan atau perkembangan aset setiap tahunnya, yang membedakannya
dengan pertumbuhan laba dan dana ZIS yang dikelola BMT.

Berdasarkan fungsi prediksi pertumbuhan aset di atas, maka pada tahun 2008
potensi pertumbuhan total aset BMT diperkirakan sebesar Rp33.510 juta, dan
pada tahun 2009 pertumbuhannya dapat diprediksi menjadi Rp39.655 juta.

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


76

Dalam bentuk garis, trend pertumbuhan aset total BMT di Lampung yang
menjadi sampel penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 4.3. Pertumbuhan Aset dan Garis


Regresi

35.000.000.000

30.000.000.000

25.000.000.000

20.000.000.000 Pertumbuhan Aset


15.000.000.000 Garis Regresi

10.000.000.000

5.000.000.000

0
Tahun

Sedangkan untuk persamaan garis variabel laba diperoleh dengan perhitungan


sebagai berikut:

Tabel 4.16 Perhitungan Nilai Regresi untuk Variabel Laba


Tahun X Y x y xy x2 Y2
2003 1 122 -2 -423 846 4 178.929
2004 2 280 -1 -265 265 1 70.225
2005 3 492 0 -53 0 0 2.809
2006 4 762 1 217 217 1 47.089
2007 5 1.068 2 523 1.046 4 273.529
Total 15 2.724 0 0 2.374 10 572.581
Sumber: Diolah (2008)

Dari persamaan di atas, diperoleh persamaan garis untuk variabel laba seiring
bertambah tahun adalah sebagai berikut:

Y' = -167 + 237 X

Persamaan di atas menunjukkan nilai kemiringan 237, yang menunjukkan


tingkat pertumbuhan laba setiap tahunnya. Berdasarkan persamaan tersebut, dapat

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


77

diperkirakan potensi laba BMT pada tahun 2008 tumbuh menjadi Rp1.255 juta,
dan pada tahun 2009 diprediksi akan tumbuh menjadi Rp1.492 juta.

Dalam bentuk garis, kecenderungan pertumbuhan laba BMT yang menjadi


sampel penelitian diperlihatkan pada Gambar 4.4. sebagai berikut:

Gambar 4.4. Pertumbuhan Laba dan Garis


Regresi

1.200.000.000

1.000.000.000

800.000.000 Pertumbuhan
Laba
600.000.000
Garis Regresi
400.000.000

200.000.000

0
Tahun

Sementara persamaan garis perkiraan untuk variabel dana ZIS diperoleh


melalui perhitungan yang ditunjukkan pada Tabel 4.17. Hasil perhitungan tersebut
adalah persamaan linier untuk variabel ZIS sebagai berikut:

Y' = -15 + 23 X

Berdasarkan persamaan untuk variabel ZIS tersebut, maka bisa diprediksi


potensi dana ZIS yang dikelola BMT pada tahun 2008 adalah sebesar Rp123 juta,
dan pada tahun 2009 diperkirakan tumbuh menjadi Rp146 juta.

Tabel 4.17 Perhitungan Nilai Regresi untuk Variabel ZIS


Tahun X Y x y xy x2 y2
2003 1 21 -2 -34 68 4 1.156
2004 2 26 -1 -29 29 1 841
2005 3 47 0 -8 0 0 64
2006 4 62 1 7 7 1 49
2007 5 120 2 65 130 4 4.225
Total 15 276 0 0 234 10 6.335
Sumber: Diolah (2008)

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


78

Persamaan garis untun variabel ZIS menunjukkan nilai kemiringan garis 23,
yang menunjukkan besarnya pengaruh perubahan dana ZIS setiap tahunnya, yang
dalam bentuk garis perkiraan, grafik tersebut dapat dilihat dalam Gambar 4.5.
berikut ini:

Gambar 4.5. Pertumbuhan ZIS dan Garis Regresi

140.000.000
120.000.000
100.000.000
80.000.000 Pertumbuhan ZIS
60.000.000 Garis Regresi
40.000.000
20.000.000
0
1 2 3 4 5 6
Tahun

Dari persamaan regresi pertumbuhan aset, laba, serta dana ZIS di atas terlihat
bahwa kecenderungan pertumbuhan aset lebih cepat dibanding pertumbuhan laba,
dan kecenderungan pertumbuhan ZIS jauh tertinggal dibanding laju pertumbuhan
aset maupun laba setiap tahunnya.

Dalam perspektif fiqih, zakat perusahaan oleh para ulama dianalogikan dengan
zakat perdagangan, baik perhitungannya, nisab, maupun syarat lainnya. Dasar
perhitungan zakat perdagangan adalah mengacu pada riwayat yang diterangkan
oleh Abu ‘Ubaid dalam Kitab al-Amwal dari Maimun bin Mihram (Agustianto,
Hal.12): “Apabila telah sampai batas waktu untuk membayar zakat, perhatikanlah
apa yang engkau miliki baik uang (kas) atau pun barang yang siap
diperdagangkan (persediaan), kemudian nilailah dengan nilai uang. Demikian
pula piutang. Kemudian hitunglah utang-utangmu dan kurangkanlah atas apa
yang engkau miliki”.

Sabda Nabi “Nilailah dengan harga pada hari jatuhnya kewajiban zakat,
kemudian keluarkan zakatnya” (Abu ‘Ubaid bin Salam Al-Amwal).

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


79

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka mayoritas ulama berpendapat bahwa


pola perhitungan zakat perusahaan didasarkan pada neraca (balance sheet), yaitu
aktiva lancar dikurangi kewajiban lancar (metode asset netto). Metode ini biasa
disebut oleh ulama dengan metode syariah.

Dalam katagori aktiva lancar adalah: 1). Kas, 2). Bank (setelah disisihkan
unsur bunga), 3). Surat berharga (dengan nilai sebesar harga pasar), 4). Piutang
(yakni yang mungkin dapat ditagih), 5). Persediaan, baik yang ada di gudang, di
show room, dalam perjalanan dari distributor dalam bentuk konsinyasi, barang
jadi, barang dalam proses, atau masih bahan baku. Semua dinilai dengan harga
pasar.

Sedangkan yang termasuk kewajiban lancar adalah: 1). Utang usahan, 2).
Wesel bayar, 3). Utang pajak, 4). Biaya yang masih harus dibayar, 5). Pendapatan
diterima dimuka, 6). Utang bank (utang bunga tidak termasuk) dan 7). Utang
jangka panjang yang jatuh tempo.

Jadi untuk mengetahui nilai harta yang kena zakat dari sebuah perusahaan
adalah dihitung aktiva lancar dan dikurangi kewajiban lancar, hasil pengurangan
tersebut dikeluarkan zakatnya 2,5 persen.

Atas dasar kaidah tersebut, pengelola BMT di Lampung tampaknya belum


memiliki perhatian yang baik terhadap kewajiban zakatnya. Terlihat dari
besarnya zakat yang seharusnya dibayar, atas dasar metode asset netto tersebut,
dimana mayoritas BMT belum menunaikan kewajiban zakat lembaga dengan
memperhatikan metode syariah tersebut. Hal ini dapat dilihat dalam Tabel 4.18.
yang menggabarkan perbandingan kewajiban zakat BMT atas dasar metode
syariah dengan realisasi jumlah dana ZIS yang dilaporkan oleh BMT
bersangkutan.

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


80

Tabel 4.16 Perbandingan Kewajiban Zakat dan Realisasi Dana ZIS

Periode Desember
Nama 2003 2004 2005 2006 2007
BMT Kewajiban Realisasi Kewajiban Realisasi Kewajiban Realisasi Kewajiban Realisasi Kewajiban Realisasi
Al Hasanah 3.440.368 460.400 4.229.097 360.305 6.637.342 492.305 13.077.632 829.005 17.029.112 514.385
Al Ihsan 5.121.277 1.416.430 4.031.731 3.406.685 10.753.212 5.781.938 17.140.113 6.404.218 26.942.874 9.914.452
Al Muhsin 502.650 272.555 2.290.870 97.555 3.847.752 314.555 6.923.647 222.556 18.878.113 1.827.556
Assyafi'iyah 4.189.623 6.283.729 6.489.990 7.025.468 6.126.211 7.912.752 16.186.510 8.678.502 22.223.535 12.336.824
Baskara 2.254.390 2.108.709 4.226.050 2.612.293 13.512.771 3.436.316 28.016.460 8.006.112 38.894.316 27.978.407
Duta Jaya 793.766 339.410 2.058.421 700.440 4.027.442 2.350.908 17.735.169 3.449.004 21.249.956 8.685.664
Fajar 3.758.204 5.652.096 4.494.476 5.782.375 54.494.089 7.361.153 64.916.245 8.797.736 101.357.210 25.561.556
Pringsewu 1.659.418 533.000 6.261.777 650.000 7.270.324 10.918.085 9.761.60515.681.750 11.914.958 17.812.454
Surya 9.364.347 3.844.488 13.432.760 5.480.917 11.709.126 8.185.488 39.075.657 9.624.957 43.995.778 15.383.269
Abadi
Sumber: diolah (2008)

Tabel 4.16. di atas sekaligus menunjukkan bahwa pengelola BMT belum


memiliki kebijakan yang jelas (sesuai syariah) dan konsisten terkait pengelolaan
zakat. Terhadap kewajiban lembaganya sendiri dalam menunaikan zakat belum
terimplementasi dengan baik, alih-alih menggali potensi zakat dari masyarakat di
sekitarnya.

Dengan kondisi tersebut, maka terlihat bahwa BMT sebagai lembaga bisnis
belum menunjukkan komitmennya dalam menunaikan kewajiban zakat atas
usahanya, sekaligus sebagai lembaga sosial belum menunjukkan upaya sungguh-
sungguh dalam menggali potensi ZIS dari masyarakat sekitarnya (baik
perseorangan maupun perusahaan), sebagaimana telah dipraktikkan oleh
Rasulullah dan para sahabatnya, di mana dana zakat yang dikelola dengan baik
sesuai syariah terbukti mampu secara signifikan mengangkat derajat ekonomi
umat, dan ekonomi bangsa secara luas.

4.4.3 Analisis Kepincangan Fungsi Maal dan Tamwil BMT

Kesenjangan antara fungsi sosial dan fungsi bisnis BMT terlihat dari
kecenderungan pertumbuhan laba BMT yang menjadi indikator utama dalam

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


81

menunjukkan kinerja tamwil, dengan kecenderungan pertumbuhan dana ZIS yang


dikelola BMT pada periode yang sama yang menjadi indikator kinerja baitul
maal-nya.

Kesenjangan tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4.19. berikut ini yang
menunjukkan total laba dari sepuluh BMT yang menjadi objek penelitian, dengan
total dana ZIS dalam periode lima tahun (2003 – 2007).

Tabel 4.19 Total Laba dan Total Dana ZIS


Periode 2003 – 2007

Tahun Total Laba Total ZIS Rasio (%)


2003 122.128.996 20.910.817 17,12
2004 280.195.074 26.116.038 9,32
2005 491.513.518 46.753.500 9,51
2006 761.692.825 61.693.840 8,10
2007 1.068.047.467 120.014.567 11,24
Sumber: diolah (2008)

Dalam bentuk grafik, trend pertumbuhan laba jauh meninggalkan pertumbuhan


akumulasi dana ZIS dari BMT yang menjadi objek penelitian. Kepincangan antara
pertumbuhan laba dan dana ZIS mengindikasikan fungsi sosial BMT yang jauh
tertinggal dari fungsi bisnisnya. Gambar 4.6. berikut ini menunjukkan
ketertinggalan pertumbuhan dana ZIS dengan petumbuhan laba BMT yang
menjadi objek penelitian.

Gambar 4.6. Pertumbuhan Laba dan


Pertumbuhan Dana ZIS 2003-2007

1.200.000.000
1.000.000.000
800.000.000
Rupiah

Akumulasi Laba
600.000.000
Akumulasi Dana ZIS
400.000.000
200.000.000
0
1 2 3 4 5
Tahun

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


82

Berdasarkan fungsi linier perkiraan pertumbuhan laba setiap tahunnya, yaitu


Y’ = -167 + 237 X, terlihat tingkat pertumbuhan laba adalah 237 setiap tahun.
Sementara proyeksi pertumbuhan dana zakat, infaq, shadaqah berdasarkan fungsi
perkiraan linier Y’ = -15 + 23 X, menunjukkan tingkat pertumbuhan dana ZIS
adalah sebesar 23 per tahun. Kondisi tersebut memperlihatkan pertumbuhan dana
ZIS lebih lambat dibanding pertumbuhan laba BMT.

Dari uraian di atas terlihat bahwa pengaruh aset maupun laba terhadap
pertumbuhan dana ZIS—yang menunjukkan fungsi sosial BMT—masih sangat
lemah, yang mengindikasikan bahwa kinerja bisnis BMT secara umum belum
mendorong (atau berjalan seiring dengan) kinerja baitul maal-nya.

Analisis lebih lanjut menyangkut kinerja BMT atas dasar laporan keuangan
(neraca) memiliki keterbatasan, mengingat belum terstandardisasinya laporan
keuangan BMT sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang
berlaku saat ini, sehingga masing-masing BMT memiliki format laporan keuangan
yang memiliki perbedaan satu dengan lainnya.

4.5 Pembahasan

BMT dengan dua pilar baitul maal dan tamwil idealnya dapat terbangun
dengan baik, seiring dan bersinergi dalam mengembangkan lembaga serta
masyarakat sekitarnya. Segmen masyarakat yang menjadi sasaran BMT tidak
semua dapat terlayani dengan fungsi bisnisnya. Masyarakat miskin berpendapatan
rendah, bahkan tak menentu (dhuafa), yang masih menghadapi masalah dalam
pemenuhan kebutuhan dasar sehari-hari tidak dapat terlayani dengan pembiayaan
komersial BMT. Sementara para aghnia (masyarakat yang secara ekonomi
tergolong mampu) relatif memiliki “hambatan psikologis” untuk menggunakan
jasa BMT, misalnya untuk simpan-pinjam, di mana mereka akan cenderung
memilih menggunakan jasa perbankan untuk kebutuhan layanan keuangan.

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


83

Oleh karena itu, permasalahan kesenjangan antara kepentingan masyarakat


yang belum terlayani dengan fungsi bisnis yang sekarang dijalankan perlu
dijembatani dengan penguatan fungsi sosial BMT. Dengan penguatan fungsi
sosial tersebut, diharapkan masyarakat miskin dapat terlayani dengan dana-dana
kebajikan, atas dasar semangat untuk pemberdayaan, peningkatan taraf kehidupan,
serta kemandirian ekonominya. Di samping itu, para aghnia dan juga pengusaha-
pengusaha di sekitarnya dapat memanfaatkan layanan BMT dalam menyalurkan
dana ZIS untuk didistribusikan secara lebih tepat dan manfaat, sehingga
memberikan dampak ekonomi yang luas bagi masyarakat.

Dalam rangka penguatan fungsi sosial tersebut, khususnya bagi BMT yang ada
di Lampung, maka pertama perlu dilakukan pembenahan manajemen lembaga.
Kehadiran BMT secara kelembagaan perlu dipersiapkan untuk menjalankan dua
peran dalam masyarakat, yaitu peran untuk mengembangkan sektor produktif dan
kebutuhan konsumtif melalui fungsi tamwil, serta peran untuk memberdayakan
kaum dhuafa untuk lebih terjamin pemenuhan kebutuhan pokoknya dan lebih
berdaya melalui fungsi maal.

Pembenahan manajemen yang dapat dilakukan adalah, menyusun dan


menyepakati antara anggota, pengurus, serta pengelola tentang indikator-indikator
keberhasilan pengelolaan BMT, yang tidak hanya terfokus pada ukuran komersial
(laba), melainkan juga indikator dalam pelaksanaan fungsi-fungsi sosial, seperti
pemberdayaan kaum dhuafa melalui berbagai bentuk pemanfaatan dana ZIS.

Oleh karena itu perlu dipersiapkan infrastruktur pendukungnya, mulai dari


rekrutmen tenaga yang akan khusus menangani fungsi sosial tersebut, sarana
administrasi, evaluasi dan penyusunan struktur organisasi yang mengakomodasi
baitul maal sebagai unit atau bagian khusus untuk menangani masalah tersebut,
dan menjamin struktur organisasi tersebut dapat berjalan dengan baik dengan
dukungan sarana-prasarana yang dibutuhkan.

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


84

Di samping itu, kebijakan-kebijakan pengurus dan pengelola hendaknya mulai


menyentuh sektor maal, baik pada tataran target atau proyeksi ke depan, maupun
penyediaan petunjuk pelaksanaan fungsi sosial tersebut. Motivasi para pengurus
dan pengelola BMT perlu ditingkatkan dengan mengkaji kembali pentingnya
fungsi tersebut dalam memberdayakan masyarakat serta menggerakkan ekonomi
rakyat di sekitarnya, yang pada gilirannya akan dapat mendorong pertumbuhan
bisnis BMT itu sendiri. Termasuk juga mengkaji kembali filosofi BMT sebagai
sebuah lembaga yang membawa misi muamalah dalam Islam adalah untuk
mewujudkan keadilan dalam masyarakat.

Aspek kedua yang perlu dibenahi untuk mendorong penguatan fungsi sosial
BMT adalah peningkatan kapasitas staf atau karyawannya, termasuk juga personil
pengurus. Melalui pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan secara internal atau
mengikuti pelatihan eksternal, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran
pentingnya fungsi sosial BMT sekaligus meningkatkan kapasitas personilnya
untuk melaksanakan fungsi tersebut. Lembaga pendamping BMT juga perlu
melakukan asistensi terhadap fungsi sosial BMT. Dalam hal ini BMT dapat pula
bersinergi dengan lembaga pengelola zakat yang ada dan telah berkembang lebih
dahulu.

Jika dalam hal jumlah karyawan BMT masih kekurangan untuk menjalankan
fungsi sosialnya, seyogianya dipertimbangkan untuk merekrut tenaga (staf) baru
yang memiliki kemauan serta kompetensi untuk menggalang, mengelola, hingga
mendistribusikan dana zakat, infaq, shadaqah dari masyarakat perseorangan
maupun pengusaha di wilayah kerja BMT bersangkutan, sesuai dengan kaidah-
kaidah syariah.

Terkait kualifikasi insan BMT ini, penting diperhatikan penanaman kesadaran


akan fungsi dan keberadaan BMT bagi mayoritas masyarakat yang masih
menghadapi problem kemiskinan dan keterbelakangan ekonomi, sehingga insan
BMT tidak ”terindoktrinasi” dengan pola pikir kapitalisme yang semata bertujuan
mengejar keuntungan. Metode training bagi insan BMT dapat dikembangkan

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


85

dalam rangka memupuk kesadaran bahwa aktivitas ekonomi dalam Islam tidak
boleh lepas dari konteks beramal dan beribadah kepada Allah SWT.

Pentingnya kesadaran dan keterampilan tersebut telah dibuktikan lembaga


keuangan mikro Grameen Bank di Bangladesh yang dibangun Muhammad Yunus.
Pekerjaan di bank kaum miskin adalah pekerjaan yang sangat spesial. Kami latih
staf kami untuk menjadikan mereka sebagai brigade elite pejuang antikemiskinan.
Pelatihan untuk pegawai bank dilaksanakan saat pertemuan kajian mingguan
informal bersama para staf (Yunus, 2007, Hal.102).

Tidak seperti pegawai bank konvensional lain, menurut Yunus (2007:105),


anggota staf Grameen Bank tumbuh dengan menganggap diri mereka guru.
Mereka adalah guru dalam pengertian bahwa mereka membantu para peminjam
untuk menggali sepenuhnya potensi diri mereka, untuk menemukan kekuatan
mereka, untuk lebih meningkatkan kapabilitas diri mereka melampaui yang
sudah-sudah.

Hal lain yang perlu dibenahi adalah perlu adanya panduan atau standar operasi
bagi BMT dalam menjalankan fungsi sosialnya. Standardisasi operasi fungsi
sosial BMT ini dapat dibuat secara internal untuk masing-masing BMT, atau
dapat difasilitasi oleh lembaga pendamping, yang nantinya akan menjadi acuan
bagi BMT-BMT binaannya dalam menggerakkan baitul maal-nya. Panduan
tersebut, paling tidak dapat menjadi acuan staf dalam mengelola dana ZIS, baik
aspek syariah maupun operasional penghimpunan dan penyalurannya kepada yang
berhak sesuai syariah dan amanah.

Fungsi sosial BMT tentu hanya akan berjalan dengan tersedianya dana yang
memang diperuntukkan bagi fungsi tersebut. Pertama tentu sumber dana dari
internal BMT yang bersumber dari keuangan lembaga setiap tahun serta zakat dari
anggota, pengurus, serta karyawan BMT atau infaq dan shadaqah. Potensi lain
yang perlu digali adalah dari lingkungan sekitar, baik perseorangan para donatur
maupun organisasi dan badan usaha. Untuk itu diperlukan upaya yang terencana

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


86

dan tersistematis dalam menggalang potensi ZIS dari masyarakat dalam wilayah
kerja BMT yang bersangkutan.

Satu hal penting dalam rangka menggerakkan baitul maal ini adalah faktor
kesadaran masyarakat dalam menunaikan kewajiban zakat dan menyalurkannya
melalui lembaga pengelola khususnya BMT. Berdasarkan pendapat responden
dalam penelitian ini, kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan lembaga
pengelola ZIS ini dinilai masih rendah. Masyarakat cenderung menyalurkan dana
ZIS secara perseorangan kepada kerabat atau orang-orang yang ditentukannya
sendiri, atau bahkan kesadaran untuk berzakat secara umum belum cukup baik.

Terkait hal tersebut, peran yang dapat dilakukan pengurus dan pengelola BMT
adalah melakukan sosialisasi tentang kewajiban berzakat serta nilai strategis
pengelolaan ZIS untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Hal ini perlu menjadi
perhatian bersama, khususnya insan BMT dengan melibatkan para ulama maupun
tokoh agama dalam rangka mensyiarkan kewajiban dan keutamaan mengeluarkan
hak orang lain yang ada dalam harta kita dalam bentuk ZIS kepada mereka yang
membutuhkan, seperti dinyatakan dalam Al Quran surat Adz Dzaariyaat ayat 19:

;$µ4ˆÉoٌ‡5ß4‹ˆ ®#³‘{{ µQ


`Ü1´Nµ ‹‰Þ%ˆ t´8‹ˆ ­°¸®
Wa Fī 'Amwālihim Ĥaqqun Lilssā'ili Wa Al-Maĥrūmi

Artinya:
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan
orang miskin yang tidak mendapat bagian[*]. (QS 51:19)
[*] Orang miskin yang tidak mendapat bagian maksudnya ialah orang miskin yang tidak meminta-
minta.

Sabda Nabi Muhammad Saw: “Wahai manusia, tunaikanlah zakat hartamu.


Ketahuilah, barang siapa yang tidak menunaikan zakat, tidak sempurna
agamanya, tidak sempurna pula puasanya, tidak sempurna jihadnya” (Al
Hadits).

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008


87

Hal lain, yang di luar kendali atau wewenang pengelola BMT, adalah
lingkungan peraturan pemerintah terkait kewenangan (legalitas) BMT untuk
mengelola dana ZIS maupun lembaga pengelola zakat yang tumbuh dari
masyarakat secara umum. Hal ini dirasakan sebagian pengelola BMT berpengaruh
terhadap upaya lembaga dalam melakukan penggalangan dan pendistribusian dana
ZIS dari masyarakat khususunya kalangan pengusaha.

Regulasi dalam hal ini adalah Undang-Undang tentang Zakat yang sedang
dibahas oleh pemerintah. Hal ini perlu dibahas oleh para pengelola BMT bersama
dengan pihak-pihak yang berkompeten dalam masalah pengelolaan zakat di tanah
air. Juga tidak menutup kemungkinan pembahasan mengenai bentuk badan hukum
yang tepat bagi BMT, yang lebih menjamin terselenggaranya dua pilar BMT
secara optimal dibanding dengan badan hukum koperasi seperti sekarang ini.

Universitas Indonesia

Faktor penyebab lemahnya...., Ridwan Saifuddin, Program Pascasarjana, 2008

Anda mungkin juga menyukai