Diagram sebab akibat disusun dalam suatu atmosfer brainstorming (Evans dan
Lindsay, 2007, Hal.187). Para pihak yang terlibat dalam mengurai permasalahan
adalah pengurus dan pengelola BMT yang menjadi objek penelitian. Dalam
rangka mengidentifikasi penyebab masalah, dilakukan katagorisasi berdasarkan
prinsip “7M” (Gaspersz, 2006, Hal.106) yang telah dimodifikasi atau disesuaikan
dengan konteks operasional BMT sebagai objek penelitian.
49 Universitas Indonesia
Berdasarkan data sekunder laporan keuangan yang ada, 10 dari 36 BMT dipilih
dengan petimbangan kinerjanya yang relatif lebih baik dibanding yang lain dilihat
Universitas Indonesia
dari aspek tamwil-nya, dengan indikator capaian laba (SHU) dan aset dalam
periode lima tahun terakhir (Desember 2003 – Desember 2007), serta dinilai dapat
“mewakili” potret pengelolaan BMT lainnya yang ada di Provinsi Lampung baik
dalam aspek pengelolaan kelembagaan secara umum maupun kondisi (kinerja)
baitul maal-nya secara khusus, di samping juga mempertimbangkan aspek
wilayah operasinya. Selanjutnya, kepada pengurus atau pimpinan pengelola 36
BMT tersebut diberikan kuesioner untuk diisi. Kuesioner terdiri dari 15
pernyataan yang diminta untuk dijawab dengan pilihan tertutup “ya” atau “tidak”
(Lampiran 2).
Universitas Indonesia
Untuk dapat menemukan akar penyebab dari suatu masalah, kita perlu
memahami dua prinsip yang berkaitan dengan hukum sebab-akibat (Gaspersz,
2006, Hal.101), yaitu:
1. Suatu akibat terjadi atau ada hanya jika penyebabnya itu ada pada ruang
dan waktu yang sama.
2. Setiap akibat mempunyai paling sedikit dua penyebab dalam bentuk: (a)
penyebab yang dapat dikendalikan (controllable causes), dan (b) penyebab
yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable causes). Penyebab yang
dapat dikendalikan berarti penyebab itu berada dalam lingkup tanggung
jawab dan wewenang kita sehingga dapat dihilangkan (actionable).
Sebaliknya, penyebab yang tidak dapat dikendalikan berada di luar
pengendalian kita. Penyebab yang tidak dapat dikendalikan (berada di luar
kontrol kita) terdiri dari paling sedikit dua penyebab, yaitu: (b1) penyebab
yang dapat diperkirakan (predictable causes) sehingga memungkinkan
kita untuk mengantisipasi dan mencegahnya, dan (b2) penyebab yang
tidak dapat diperkirakan karena belum ada referensi atau pengetahuan
tentang kejadian itu sebelumnya.
Universitas Indonesia
Dengan teknik bertanya “mengapa,” akar masalah untuk katagori tenaga kerja
adalah belum pernah dilakukannya training, pelatihan, atau pembekalan bagi
pengurus maupun pengelola BMT dalam menjalankan fungsi sosialnya. Di
samping itu, proses pendampingan yang ada selama ini juga tidak menyentuh
pemberdayaan fungsi sosial tersebut.
Universitas Indonesia
Dalam katagori manajemen, akar masalah yang ditunjukkan dalam Tabel 4.2
adalah terkait dengan motivasi para pengurus dan pengelola BMT, disebabkan
Universitas Indonesia
Selama ini, materi evaluasi baik pada tingkat manajemen maupun pengurus
masih didasarkan pada ukuran-ukuran bisnis, seperti pertumbuhan aset, ROI
(return on investment), SHU, dan lain sebagainya, baik penilaian keberhasilan
pengurus terhadap pengelola, unsur pimpinan terhadap karyawannya, maupun
forum tertinggi rapat anggota tahunan (RAT) juga belum melihat aspek sosial
(misalnya pemberdayaan) sebagai pertimbangan penting dalam menilai
keberhasilan kepengurusan BMT setiap periode, sehingga pengelola cenderung
mengabaikan fungsi sosial BMT dan sumber daya yang dimiliki khususnya tenaga
kerja (sumber daya insani) akhirnya dikerahkan sepenuhnya untuk mengurusi
fungsi bisnis lembaga tersebut.
Tabel 4.3 menunjukkan akar masalah pada katagorisasi metode, yaitu belum
adanya standardisasi pelaksanaan fungsi baitul maal BMT, sepertihalnya sudah
ada panduan atau standard operating procedure (SOP) bagi pelaksanaan fungsi
tamwil BMT. Bahkan terdapat BMT yang semula memiliki bagian khusus yang
menjalankan fungsi sosial, kemudian dihilangkan karena dalam perjalanannya
tidak berfungsi. Atau ada juga BMT yang memiliki bagian baitul maal tetapi tidak
Universitas Indonesia
didukung oleh sumber daya yang memadai, sehingga tidak bisa menjalankan
fungsinya secara optimal atau hanya sebagai formalitas.
Dalam katagori dana (money) yang ditunjukkan dalam Tabel 4.4., akar
masalahnya adalah tidak adanya perencanaan dan langkah yang sistematis dalam
upaya menggalang dana dari pada muzaki (orang yang wajib zakat) dan para
aghnia (donatur), untuk selanjutnya dikelola dan didistribusikan kepada mereka
yang berhak secara syariah. Dalam berbagai penelitian telah dibuktikan besarnya
potensi zakat umat Islam jika dikelola dengan baik dapat mengatasi persoalan
perekonomian umat. Di samping itu, adanya kecenderungan meningkatnya
kesadaran umat Islam dewasa ini dalam menunaikan hak orang lain yang ada
dalam hartanya melalui zakat, infaq, dan shadaqah. Hal ini telah dibuktikan
dengan berkembangnya lembaga-lembaga amil zakat yang diantaranya mampu
eksis dan membuat prestasi dalam memanfaatkan potensi filantrophi umat Islam
untuk program-program produktif maupun pemberdayaan umat.
Universitas Indonesia
Namun, kendala yang dihadapi saat ini adalah kepastian hukum tentang
legalitas BMT untuk mengumpulkan dan menyalurkan dana zakat. Sebab, bagi
kalangan pengusaha, dana zakat yang disalurkan melalui lembaga pengelola zakat
yang legal, dapat dinilai sebagai pengurang pajak. Para pengusaha tersebut
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Management Manpower
Instrumen
Organisasi fokus tamwil
Kebijakan Inisiatif
Struktur
Kesadaran
Abai thd filosofi
lembaga Belum ada
Training maal
Tamwil indikator
kesuksesan Fungsi Sosial
BMT Lemah
Kesadaran
Masyarakat
Ketersediaan Job
Dana description
Legalitas
mengelola Tdk dilakukan
ZIS penggalangan Standardisasi
ZIS Baitul Maal
Universitas Indonesia
BMT yang dikunjungi sebagai objek penelitian ini termasuk seorang fasilitator
dari Microfin Lampung.
Pada ujung kanan garis horizontal adalah permasalahan atau akibat (effect)
yang dicarikan akar permasalahnya berdasarkan katagorisasi tenaga kerja
(manpower), manajemen (management), metode (methods), dana (money), dan
lingkungan (environment) dengan pendalaman akar masalah dengan teknik
bertanya “mengapa?”.
Hasil kuesioner secara umum disajikan dalam Tabel 4.6. yang menunjukkan
tingkat pengaruh masing-masing katagori penyebab terhadap permasalahan
lemahnya fungsi sosial BMT.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
35,00%
30,00%
25,00% Management
Manpower
20,00%
Methods
15,00%
Money
10,00% Environment
5,00%
0,00%
Faktor Penyebab
Selain itu, dalam katagori manpower, faktor jumlah tenaga kerja atau staf
operasional BMT yang ada selama ini telah memiliki tugas masing-masing dalam
mendukung fungsi tamwil, sehingga fungsi maal cenderung terabaikan, yang
berpengaruh sebesar 31,5 persen terhadap lemahnya fungsi sosial BMT. Dari 36
responden, hanya satu orang pengurus yang menyatakan faktor tenaga kerja bukan
persoalan mendasar dalam menjalankan fungsi baitul maal BMT.
Secara terperinci pengaruh lemahnya fungsi sosial dalam katagori tenaga kerja
ditampilkan dalam Tabel 4.7. berikut ini:
Universitas Indonesia
Penyebab Pengaruh
Tidak tersedia staf untuk mengurusi 31,5%
baitul maal BMT
Belum ada inisiatif untuk meningkatkan 18%
fungsi sosia BMT
Belum ada kesadaran pentingnya fungsi
sosial BMT bagi masyarakat dan bagi 18%
BMT itu sendiri.
Belum ada training atau pembekalan
dalam menjalankan fungsi sosial BMT. 32,4%
Proses pendampingan tidak mencakup
fungsi sosial.
Belum adanya inisiatif dan kesadaran dari jajaran pengurus dan pengelola
BMT akan pentingnya fungsi sosial terhadap masyarakat dan juga terhadap
perkembangan lembaga itu sendiri memberi andil yang setara sebesar 18 persen.
Atau dari jumlah responden yang ada, 20 orang diantaranya membenarkan
pernyataan tersebut, dan 16 lainnya menyatakan inisiatif dan kesadaran untuk
menggerakkan fungsi sosial sudah ada di kalangan pengurus dan pengelola BMT.
Universitas Indonesia
Penyebab Pengaruh
Instrumen pendukung organisasi tidak 20,8%
disiapkan untuk fungsi sosial BMT.
Struktur organisasi BMT tidak didesain 20,1%
untuk berjalannya fungsi sosial BMT.
Kebijakan pemimpin tidak 20,1%
memperhatikan fungsi sosial BMT.
Motivasi pemimpin memajukan fungsi 13,9%
sosial BMT masih lemah.
Ukuran kesuksesan BMT dinilai 25%
dengan indikator-indikator bisnis.
Termasuk dalam katagorisasi sebab yang berkaitan dengan metode kerja dan
prosedur organisasi, terdiri dari penyebab belum tersedianya prosedur dan alokasi
tugas dalam pengumpulan dan pendistribusian ZIS yang tersistematis dengan
tingkat pengaruh sebesar 47,8 persen. Di samping itu fungsi sosial BMT yang
belum terstandardisasi sepertihalnya fungsi tamwil-nya berpengaruh sebesar 52,2
persen terhadap masalah, yang ditunjukkan dalam Tabel 4.9. Dalam kaitan ini,
semua responden sependapat bahwa selama usia berdirinya BMT, belum ada
standardisasi terhadap fungsi baitul maal. Pembahasan-pembahasan seputar
Universitas Indonesia
manajemen dan kinerja BMT semata menggunakan sudut pandang bisnis yang
berorientasi pada keuntungan komersial berupa laba.
Penyebab Pengaruh
Tidak tersedia prosedur pengumpulan 47,8%
dan penyaluran ZIS
Fungsi sosial BMT belum 52,2%
terstandardisasi seperti fungsi tamwil
Universitas Indonesia
Penyebab Pengaruh
Kemampuan finansial untuk fungsi 50,7%
sosial BMT masih lemah.
Tidak dilakukan upaya sistematis untuk 49,3%
penggalangan dana dari para muzaki,
serta sumber donasi.
Faktor lingkungan ini, terkait masyarakat sekitar BMT, semua responden (36
orang) menilai bahwa kesadaran masyarakat di lingkungan sekitarnya masih
rendah dalam hal menyalurkan zakat melalui lembaga pengelola atau BMT
setempat. Pada umumnya masyarakat menyalurkan zakatnya secara sendiri-
sendiri, atau menyalurkan melalui amil satu tahun sekali mejelang 1 Syawal.
Dalam katagori ini, kesadaran masyarakat berpengaruh terhadap lemahnya fungsi
sosial BMT sebesar 59 persen.
Universitas Indonesia
Penyebab Pengaruh
Filosofi dari adanya peraturan bagi lembaga keuangan mikro tentunya adalah
dalam kerangka pengakuan, perlindungan, serta fasilitasi dan dorongan kepada
lembaga keuangan mikro yang ada untuk dapat berkembang, sehingga mampu
melayani pengusaha mikro lebih banyak lagi.
Dalam konteks lain terkait peraturan BMT yang berbadan hukum koperasi
(KJKS/UJKS), selama ini juga masih menyisakan perasaan ketidakpastian bagi
sebagian pengelolanya dalam upaya penggalangan dana dari masyaraka karena
kekhawatiran ditafsirkan sebagai “bank gelap.” Pemerintah dinilai perlu
menyediakan kerangka hukum yang lebih sesuai dan ditujukan untuk menciptakan
lanskap kelembagaan yang cocok bagi LKM khususnya BMT. Diperlukan
kerangka hukum yang memungkinkan bagi LKM untuk melakukan penghimpun
dana atau simpanan masyarakat dalam wilayah dan jumlah tertentu.
Universitas Indonesia
Baitul maal BMT sebagai bagian dari sistem lembaga keuangan mikro syariah
seharusnya memiliki pencatatan atau pembukuan keuangan tersendiri.
Karakteristik fungsi baitul maal yang dapat dianalogikan sebagai organisasi
nirlaba, menuntut adanya laporan keuangan khusus yang menunjukkan kinerjanya
sebagai unit nirlaba dari BMT.
Universitas Indonesia
Dari sepuluh BMT yang menjadi objek penelitian, pada umumnya tidak
memiliki laporan sumber dan penggunaan dana ZIS secara khusus yang lengkap.
Laporan dana ZIS masih merupakan bagian dari pos neraca BMT secara umum
yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan tamwil-nya. Tiga BMT, yaitu BMT
Mentari, Assyafi’iyah, dan Baskara Muhammadiyah memiliki laporan dana ZIS
tersendiri di luar neraca BMT, meski baru sebatas laporan sumber dan
penyalurannya secara global.
Kondisi tersebut juga menjadi indikasi belum terkelolanya baitul maal dengan
baik dan profesional. Namun, jika dikaitkan dalam konteks peraturan
kelembagaan BMT sebagai badan hukum koperasi (KJKS/UJKS), fakta tersebut
merupakan hasil “pengkondisian” dari legalitas badan hukum koperasi. Dalam
Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah yang
berupa Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM Tahun 2004, tidak
mengenal fungsi pengelolaan ZIS pada KJKS, kecuali pinjaman kebajikan
(pinjaman qard) sebagai produk pelengkap untuk memenuhi kebutuhan dana
mendesak, dan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan lain yang tidak bersifat
komersial.
Universitas Indonesia
Secara umum Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) yang menjadi objek
penelitian ini masih mempertahankan atribut Baitul Maal wat Tamwil. Menurut
pengelolanya, penggunaan atribut BMT disamping KJKS tersebut tidak dapat
dipisahkan dari sejarah dan filosofi pendirian lembaga, mengingat cikal bakal
KJKS pada umumnya berasal dari BMT yang sebelumnya adalah kelompok
swadaya masyarakat. Meski pemaknaan BMT di beberapa tempat diartikan
dengan terminologi lain, seperti Balai Usaha Mandiri Terpadu (Aziz, 2004,
Hal.1), atau Bina Mandiri Terpadu.
Jika terdapat BMT yang kurang bahkan gagal dalam operasinya, karena
pengurus dan pengelolanya tidak memahami ruhnya BMT, mendirikan dan
Universitas Indonesia
Dengan rumus tersebut, diperoleh nilai ROI dalam lima tahun yang merupakan
indikator kemampuan BMT dalam memperoleh laba yang dikaitkan dengan
penggunaan total aktiva yang dimilikinya, yang selengkapnya ditampilkan dalam
Tabel 4.12. berikut ini:
Universitas Indonesia
Al Hasanah Al Ihsan Al Muhsin Assyafi'iyah Baskara Duta Jaya Fajar Pringsewu Surya Abadi
2003 1,21 -0,22 1,24 0,22 7,33 14,66 4,82 3,41 5,32
2004 3,93 1,40 8,87 0,50 6,49 12,18 2,14 3,72 5,67
2005 2,45 2,14 6,18 0,61 5,55 12,36 1,80 2,90 5,14
2006 2,54 2,15 2,87 1,69 7,92 9,85 1,90 2,41 3,50
2007 2,26 1,64 3,86 1,36 6,61 7,21 1,98 2,32 4,28
rata-rata 2,48 1,42 4,60 0,87 6,78 11,25 2,53 2,95 4,78
Sumber: diolah (2008)
Semakin besar ROI berarti semakin besar pula tingkat laba yang mampu
diperoleh dengan semakin baiknya BMT dari segi penggunaan total aktiva yang
dimilikinya. Kondisi ini sekaligus memberikan gambaran kinerja BMT dalam hal
mengelola atau menjalankan fungsi bisnisnya.
Rasio modal kerja terhadap total aktiva yang merupakan salah satu ukuran
kinerja keuangan perusahaan dalam hal kemampuan perusahaan menyediakan
modal kerja dengan menggunakan total aktiva yang tersedia. Pemanfaatan modal
kerja tersebut berorientasi untuk mendapatkan laba sebagai aktivitas tamwil BMT.
Rasio modal kerja terhadap total aktiva, rata-rata terendah adalah pada BMT
Assyafi’iyah, karena sebagian aktivanya diperuntukkan pada aktiva tetap seperti
pembelian kendaraan, tanah, dan bangunan.
Universitas Indonesia
Rasio modal kerja terhadap total aktiva selengkapnya ditunjukkan dalam Tabel
4.13 berikut ini:
Tahun Perbandingan Total Dana ZIS dan Total Aktiva (dalam persen)
Al Hasanah Al Ihsan Al Muhsin Assyafi'iyah Baskara Duta Jaya Fajar Pringsewu Surya Abadi
2003 0,21 0,21 0,31 0,43 0,74 0,22 3,34 0,24 0,36
2004 0,14 0,46 0,05 0,36 0,54 0,13 0,25 0,12 0,46
2005 0,13 0,55 0,10 0,30 0,24 0,18 0,22 0,82 0,54
2006 0,07 0,43 0,04 0,24 0,35 0,16 0,19 1,03 0,30
2007 0,04 0,47 0,18 0,30 0,67 0,22 0,43 0,91 0,37
rata-rata 0,12 0,43 0,14 0,33 0,51 0,18 0,89 0,62 0,40
Sumber: diolah (2008)
Universitas Indonesia
Semakin tinggi nilai perbandingan total dana ZIS dengan total aktiva menjadi
indikator kemampuan BMT mengumpulkan dan mengelola dana ZIS dikaitkan
dengan pemanfaatan total aktiva yang dimiliki. Jika ditilik nilai dalam Tabel 4.14
di atas terlihat bahwa perbandingan antara total dana ZIS dengan total aktiva
hampir semua BMT menunjukkan nilai rata-rata “nol koma” persen. Padahal
dalam ukuran konvensional zakat wajib yang diterapkan pada basis yang luas
seperti zakat perdagangan besarnya 2,5 persen saja. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa kinerja BMT dalam pengumpulan dan pengelolaan dana ZIS—atau dalam
menjalankan baitul maal-nya—masih lemah bila dibandingkan dengan kinerjanya
dalam mengejar laba (baitul tamwil).
Dari perhitungan ROI, rasio modal kerja modal kerja bersih terhadap total
aktiva, dan rasio dana ZIS terhadap total aktiva, menunjukkan tidak ada hubungan
(pola) yang jelas antara fungsi bisnis dan fungsi sosial BMT. Perkembangan pada
fungsi bisnis tidak berpengaruh terhadap perkembangan fungsi sosialnya yang
diindikasikan dengan perkembangan dana ZIS yang relatif stagnan.
Y’ = a + b X
Universitas Indonesia
a = Y- bX
Berdasarkan fungsi prediksi pertumbuhan aset di atas, maka pada tahun 2008
potensi pertumbuhan total aset BMT diperkirakan sebesar Rp33.510 juta, dan
pada tahun 2009 pertumbuhannya dapat diprediksi menjadi Rp39.655 juta.
Universitas Indonesia
Dalam bentuk garis, trend pertumbuhan aset total BMT di Lampung yang
menjadi sampel penelitian ini adalah sebagai berikut:
35.000.000.000
30.000.000.000
25.000.000.000
10.000.000.000
5.000.000.000
0
Tahun
Dari persamaan di atas, diperoleh persamaan garis untuk variabel laba seiring
bertambah tahun adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
diperkirakan potensi laba BMT pada tahun 2008 tumbuh menjadi Rp1.255 juta,
dan pada tahun 2009 diprediksi akan tumbuh menjadi Rp1.492 juta.
1.200.000.000
1.000.000.000
800.000.000 Pertumbuhan
Laba
600.000.000
Garis Regresi
400.000.000
200.000.000
0
Tahun
Y' = -15 + 23 X
Universitas Indonesia
Persamaan garis untun variabel ZIS menunjukkan nilai kemiringan garis 23,
yang menunjukkan besarnya pengaruh perubahan dana ZIS setiap tahunnya, yang
dalam bentuk garis perkiraan, grafik tersebut dapat dilihat dalam Gambar 4.5.
berikut ini:
140.000.000
120.000.000
100.000.000
80.000.000 Pertumbuhan ZIS
60.000.000 Garis Regresi
40.000.000
20.000.000
0
1 2 3 4 5 6
Tahun
Dari persamaan regresi pertumbuhan aset, laba, serta dana ZIS di atas terlihat
bahwa kecenderungan pertumbuhan aset lebih cepat dibanding pertumbuhan laba,
dan kecenderungan pertumbuhan ZIS jauh tertinggal dibanding laju pertumbuhan
aset maupun laba setiap tahunnya.
Dalam perspektif fiqih, zakat perusahaan oleh para ulama dianalogikan dengan
zakat perdagangan, baik perhitungannya, nisab, maupun syarat lainnya. Dasar
perhitungan zakat perdagangan adalah mengacu pada riwayat yang diterangkan
oleh Abu ‘Ubaid dalam Kitab al-Amwal dari Maimun bin Mihram (Agustianto,
Hal.12): “Apabila telah sampai batas waktu untuk membayar zakat, perhatikanlah
apa yang engkau miliki baik uang (kas) atau pun barang yang siap
diperdagangkan (persediaan), kemudian nilailah dengan nilai uang. Demikian
pula piutang. Kemudian hitunglah utang-utangmu dan kurangkanlah atas apa
yang engkau miliki”.
Sabda Nabi “Nilailah dengan harga pada hari jatuhnya kewajiban zakat,
kemudian keluarkan zakatnya” (Abu ‘Ubaid bin Salam Al-Amwal).
Universitas Indonesia
Dalam katagori aktiva lancar adalah: 1). Kas, 2). Bank (setelah disisihkan
unsur bunga), 3). Surat berharga (dengan nilai sebesar harga pasar), 4). Piutang
(yakni yang mungkin dapat ditagih), 5). Persediaan, baik yang ada di gudang, di
show room, dalam perjalanan dari distributor dalam bentuk konsinyasi, barang
jadi, barang dalam proses, atau masih bahan baku. Semua dinilai dengan harga
pasar.
Sedangkan yang termasuk kewajiban lancar adalah: 1). Utang usahan, 2).
Wesel bayar, 3). Utang pajak, 4). Biaya yang masih harus dibayar, 5). Pendapatan
diterima dimuka, 6). Utang bank (utang bunga tidak termasuk) dan 7). Utang
jangka panjang yang jatuh tempo.
Jadi untuk mengetahui nilai harta yang kena zakat dari sebuah perusahaan
adalah dihitung aktiva lancar dan dikurangi kewajiban lancar, hasil pengurangan
tersebut dikeluarkan zakatnya 2,5 persen.
Universitas Indonesia
Periode Desember
Nama 2003 2004 2005 2006 2007
BMT Kewajiban Realisasi Kewajiban Realisasi Kewajiban Realisasi Kewajiban Realisasi Kewajiban Realisasi
Al Hasanah 3.440.368 460.400 4.229.097 360.305 6.637.342 492.305 13.077.632 829.005 17.029.112 514.385
Al Ihsan 5.121.277 1.416.430 4.031.731 3.406.685 10.753.212 5.781.938 17.140.113 6.404.218 26.942.874 9.914.452
Al Muhsin 502.650 272.555 2.290.870 97.555 3.847.752 314.555 6.923.647 222.556 18.878.113 1.827.556
Assyafi'iyah 4.189.623 6.283.729 6.489.990 7.025.468 6.126.211 7.912.752 16.186.510 8.678.502 22.223.535 12.336.824
Baskara 2.254.390 2.108.709 4.226.050 2.612.293 13.512.771 3.436.316 28.016.460 8.006.112 38.894.316 27.978.407
Duta Jaya 793.766 339.410 2.058.421 700.440 4.027.442 2.350.908 17.735.169 3.449.004 21.249.956 8.685.664
Fajar 3.758.204 5.652.096 4.494.476 5.782.375 54.494.089 7.361.153 64.916.245 8.797.736 101.357.210 25.561.556
Pringsewu 1.659.418 533.000 6.261.777 650.000 7.270.324 10.918.085 9.761.60515.681.750 11.914.958 17.812.454
Surya 9.364.347 3.844.488 13.432.760 5.480.917 11.709.126 8.185.488 39.075.657 9.624.957 43.995.778 15.383.269
Abadi
Sumber: diolah (2008)
Dengan kondisi tersebut, maka terlihat bahwa BMT sebagai lembaga bisnis
belum menunjukkan komitmennya dalam menunaikan kewajiban zakat atas
usahanya, sekaligus sebagai lembaga sosial belum menunjukkan upaya sungguh-
sungguh dalam menggali potensi ZIS dari masyarakat sekitarnya (baik
perseorangan maupun perusahaan), sebagaimana telah dipraktikkan oleh
Rasulullah dan para sahabatnya, di mana dana zakat yang dikelola dengan baik
sesuai syariah terbukti mampu secara signifikan mengangkat derajat ekonomi
umat, dan ekonomi bangsa secara luas.
Kesenjangan antara fungsi sosial dan fungsi bisnis BMT terlihat dari
kecenderungan pertumbuhan laba BMT yang menjadi indikator utama dalam
Universitas Indonesia
Kesenjangan tersebut dapat dilihat dalam Tabel 4.19. berikut ini yang
menunjukkan total laba dari sepuluh BMT yang menjadi objek penelitian, dengan
total dana ZIS dalam periode lima tahun (2003 – 2007).
1.200.000.000
1.000.000.000
800.000.000
Rupiah
Akumulasi Laba
600.000.000
Akumulasi Dana ZIS
400.000.000
200.000.000
0
1 2 3 4 5
Tahun
Universitas Indonesia
Dari uraian di atas terlihat bahwa pengaruh aset maupun laba terhadap
pertumbuhan dana ZIS—yang menunjukkan fungsi sosial BMT—masih sangat
lemah, yang mengindikasikan bahwa kinerja bisnis BMT secara umum belum
mendorong (atau berjalan seiring dengan) kinerja baitul maal-nya.
Analisis lebih lanjut menyangkut kinerja BMT atas dasar laporan keuangan
(neraca) memiliki keterbatasan, mengingat belum terstandardisasinya laporan
keuangan BMT sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang
berlaku saat ini, sehingga masing-masing BMT memiliki format laporan keuangan
yang memiliki perbedaan satu dengan lainnya.
4.5 Pembahasan
BMT dengan dua pilar baitul maal dan tamwil idealnya dapat terbangun
dengan baik, seiring dan bersinergi dalam mengembangkan lembaga serta
masyarakat sekitarnya. Segmen masyarakat yang menjadi sasaran BMT tidak
semua dapat terlayani dengan fungsi bisnisnya. Masyarakat miskin berpendapatan
rendah, bahkan tak menentu (dhuafa), yang masih menghadapi masalah dalam
pemenuhan kebutuhan dasar sehari-hari tidak dapat terlayani dengan pembiayaan
komersial BMT. Sementara para aghnia (masyarakat yang secara ekonomi
tergolong mampu) relatif memiliki “hambatan psikologis” untuk menggunakan
jasa BMT, misalnya untuk simpan-pinjam, di mana mereka akan cenderung
memilih menggunakan jasa perbankan untuk kebutuhan layanan keuangan.
Universitas Indonesia
Dalam rangka penguatan fungsi sosial tersebut, khususnya bagi BMT yang ada
di Lampung, maka pertama perlu dilakukan pembenahan manajemen lembaga.
Kehadiran BMT secara kelembagaan perlu dipersiapkan untuk menjalankan dua
peran dalam masyarakat, yaitu peran untuk mengembangkan sektor produktif dan
kebutuhan konsumtif melalui fungsi tamwil, serta peran untuk memberdayakan
kaum dhuafa untuk lebih terjamin pemenuhan kebutuhan pokoknya dan lebih
berdaya melalui fungsi maal.
Universitas Indonesia
Aspek kedua yang perlu dibenahi untuk mendorong penguatan fungsi sosial
BMT adalah peningkatan kapasitas staf atau karyawannya, termasuk juga personil
pengurus. Melalui pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan secara internal atau
mengikuti pelatihan eksternal, diharapkan dapat meningkatkan kesadaran
pentingnya fungsi sosial BMT sekaligus meningkatkan kapasitas personilnya
untuk melaksanakan fungsi tersebut. Lembaga pendamping BMT juga perlu
melakukan asistensi terhadap fungsi sosial BMT. Dalam hal ini BMT dapat pula
bersinergi dengan lembaga pengelola zakat yang ada dan telah berkembang lebih
dahulu.
Jika dalam hal jumlah karyawan BMT masih kekurangan untuk menjalankan
fungsi sosialnya, seyogianya dipertimbangkan untuk merekrut tenaga (staf) baru
yang memiliki kemauan serta kompetensi untuk menggalang, mengelola, hingga
mendistribusikan dana zakat, infaq, shadaqah dari masyarakat perseorangan
maupun pengusaha di wilayah kerja BMT bersangkutan, sesuai dengan kaidah-
kaidah syariah.
Universitas Indonesia
dalam rangka memupuk kesadaran bahwa aktivitas ekonomi dalam Islam tidak
boleh lepas dari konteks beramal dan beribadah kepada Allah SWT.
Hal lain yang perlu dibenahi adalah perlu adanya panduan atau standar operasi
bagi BMT dalam menjalankan fungsi sosialnya. Standardisasi operasi fungsi
sosial BMT ini dapat dibuat secara internal untuk masing-masing BMT, atau
dapat difasilitasi oleh lembaga pendamping, yang nantinya akan menjadi acuan
bagi BMT-BMT binaannya dalam menggerakkan baitul maal-nya. Panduan
tersebut, paling tidak dapat menjadi acuan staf dalam mengelola dana ZIS, baik
aspek syariah maupun operasional penghimpunan dan penyalurannya kepada yang
berhak sesuai syariah dan amanah.
Fungsi sosial BMT tentu hanya akan berjalan dengan tersedianya dana yang
memang diperuntukkan bagi fungsi tersebut. Pertama tentu sumber dana dari
internal BMT yang bersumber dari keuangan lembaga setiap tahun serta zakat dari
anggota, pengurus, serta karyawan BMT atau infaq dan shadaqah. Potensi lain
yang perlu digali adalah dari lingkungan sekitar, baik perseorangan para donatur
maupun organisasi dan badan usaha. Untuk itu diperlukan upaya yang terencana
Universitas Indonesia
dan tersistematis dalam menggalang potensi ZIS dari masyarakat dalam wilayah
kerja BMT yang bersangkutan.
Satu hal penting dalam rangka menggerakkan baitul maal ini adalah faktor
kesadaran masyarakat dalam menunaikan kewajiban zakat dan menyalurkannya
melalui lembaga pengelola khususnya BMT. Berdasarkan pendapat responden
dalam penelitian ini, kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan lembaga
pengelola ZIS ini dinilai masih rendah. Masyarakat cenderung menyalurkan dana
ZIS secara perseorangan kepada kerabat atau orang-orang yang ditentukannya
sendiri, atau bahkan kesadaran untuk berzakat secara umum belum cukup baik.
Terkait hal tersebut, peran yang dapat dilakukan pengurus dan pengelola BMT
adalah melakukan sosialisasi tentang kewajiban berzakat serta nilai strategis
pengelolaan ZIS untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat. Hal ini perlu menjadi
perhatian bersama, khususnya insan BMT dengan melibatkan para ulama maupun
tokoh agama dalam rangka mensyiarkan kewajiban dan keutamaan mengeluarkan
hak orang lain yang ada dalam harta kita dalam bentuk ZIS kepada mereka yang
membutuhkan, seperti dinyatakan dalam Al Quran surat Adz Dzaariyaat ayat 19:
Artinya:
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan
orang miskin yang tidak mendapat bagian[*]. (QS 51:19)
[*] Orang miskin yang tidak mendapat bagian maksudnya ialah orang miskin yang tidak meminta-
minta.
Universitas Indonesia
Hal lain, yang di luar kendali atau wewenang pengelola BMT, adalah
lingkungan peraturan pemerintah terkait kewenangan (legalitas) BMT untuk
mengelola dana ZIS maupun lembaga pengelola zakat yang tumbuh dari
masyarakat secara umum. Hal ini dirasakan sebagian pengelola BMT berpengaruh
terhadap upaya lembaga dalam melakukan penggalangan dan pendistribusian dana
ZIS dari masyarakat khususunya kalangan pengusaha.
Regulasi dalam hal ini adalah Undang-Undang tentang Zakat yang sedang
dibahas oleh pemerintah. Hal ini perlu dibahas oleh para pengelola BMT bersama
dengan pihak-pihak yang berkompeten dalam masalah pengelolaan zakat di tanah
air. Juga tidak menutup kemungkinan pembahasan mengenai bentuk badan hukum
yang tepat bagi BMT, yang lebih menjamin terselenggaranya dua pilar BMT
secara optimal dibanding dengan badan hukum koperasi seperti sekarang ini.
Universitas Indonesia