Disusun Oleh :
Klasifikasi
Hiperlipoproteinemia dibedakan atas lima macam berdasarkan jenis
lipoprotein yang meningkat. Hiperlipidemia ini mungkin primer atau sekunder
akibat diet, penyakit atau pemberian obat. Berdasarkan penyebab terjadinya,
kondisi hiperlipidemia dapat dibagi menjadi 2, yaitu hiperlipidemia primer
(genetik) dan hiperlipidemia sekunder (Suyatna & Handoko, 2003:368).
Hiperlipidemia Primer
Hiperlipidemia primer ditandai dengan kerusakan genetik yang meliputi
kelainan pada protein, sel dan fungsi organ lainnya yang mengakibatkan keadaan
yang tidak normal pada lipoprotein. Hiperlipidemia primer dibagi dalam dua
kelompok besar, yaitu hiperpoliproteinemia monogenik karena kelainan gen
tunggal yang diturunkan dan hiperpsoliproteinemia poligenik/multifaktorial.
Kadar kolesterol pada kelompok ini ditentukan oleh gabungan faktor-faktor
genetik dengan faktor lingkungan. Jenis poligenik lebih banyak ditemukan dari
monogenik, tetapi jenis monogenik mempunyai kadar kolesterol yang lebih tinggi.
Individu dengan hiperpoliproteinemia primer juga mungkin menderita
hiperlipidemia sekunder yang menimbulkan perubahan gambar lipidnya.
Hiperpoliproteinemia sekunder berhubungan dengan diabetes melitus yang tidak
terkontrol, minum alkohol, hipotiroidisme, penyakit obstruksi hati, sindrom
nefrotik, uremia, penyakit penimbunan glikogen, sepeti mieloma multipel,
makroglobulinemia, lupus eritematosus. Keberhasilan pengobatan penyakit dasar
biasanya memperbaiki hiperpoliproteinemia (Suyatna & Handoko, 2003:369).
Frederickson membagi hiperlipoproteinemia berdasar fenotip plasma lipoprotein
(Tabel 2.3) menjadi enam tipe yaitu tipe I, IIa, IIb, III, IV, dan V. Pembagian ini
berdasarkan lima macam jenis lipoprotein yang meningkat (Dipiroet al.,
2005:434).
B. Hiperlipidemia tipe II
Hiperlipidemia tipe II ini terjadi peningkatan LDL dan apoprotein B
dengan VLDL kadar normal (tipe IIa) atau meningkat sedikit (tipe IIb). Gejala
kliniktimbul sejak masa anak pada individu homozigot, tetapi pada heterozigot
gejala tidak muncul sebelum umur 20 tahun. Kelainan homozigot dan heterozigot
mudah didiagnosis pada anak dengan mengukur LDL kolesterol. Bentuk paling
umum hiperlipidemia tipe II diduga disebabkan oleh penurunan jumlah reseptor
LDL berafinitas tinggi. Pada heterozigot jumlah reseptor LDL primer fungsional
kira-kira setengah nilai normal dan homozigot lebih sedikit lagi, Blokade
degradasi LDL menyebabkan penimbunan LDL dalam plasma yang kemudian
meningkatkan deposit lemak di dinding arteri (Suyatna & Handoko, 2003:369).
D. Hiperlipidemia tipe IV
Tipe ini mungkin merupakan hiperlipidemia yang terbanyak dijumpai di
negeri Barat. Tipe ini ditandai dengan terjadinya peningkatan VLDL dan
trigliserida yang kemudian dikenal dengan hipertrigliseridemia. Individu dengan
hiperlipidemia tipe IV biasanya memiliki kadar trigliserida antara 250 hingga 500
mg/dl. Gejala klinik muncul pada usia pertengahan. Separuh dari penderita ini
meningkat kadar trigliseridnya pada umur 25 tahun. Mekanisme kelainan yang
familial tidak diketahui, tetapi tipe IV yang didapat biasanya bersifat sekunder
akibat penyakit lain, alkoholisme berat atau diet kaya karbohidrat dan biasanya
penderita gemuk. Iskemia jantung mungkin terjadi (lebih jarang dibandingkan
dengan tipe II) pada umur 40 tahunan atau setelahnya pada penderita tipe IV
familial. Xanthoma umumnya tidak ada. Banyak penderita ini menunjukkan
intoleransi glukosa dengan reaksi insulin berlebihan terhadap beban karbohidrat
dan lebih dari 40% disertai dengan hiperurisemia (Suyatna & Handoko,2003:370).
E. Hiperlipidemia tipe V
Tipe ini memperlihatkan akumulasi VLDL dan kilomikron yang
disebabkan ketidakmampuan tubuh untuk memetabolisme dan membuang
kelebihan trigliserida sebagaimana mestinya (gangguan katabolisme trigliserid
endogen dan eksogen). Semua lipoprotein terdiri dari kolesterol, kadar kolesterol
meningkat jika kadar trigliserida terlalu tinggi. Kelainan ini jarang ditemukan.
Secara genetik bersifat heterogen dan penderita dengan kelainan familial biasanya
tidak menunjukkan gelaja sampai sesudah usia 20 tahun. Penderita ini
memperlihatkan intoleransi terhadap karbohidrat dan lemak, serta hiperurisemia.
Hubungan antara penyakit jantung iskemik dan kelainan tipe V tidak jelas, tetapi
kadar trigliserid harus diturunkan untuk mengurangi terjadinya xantoma,
pankreatitis dan nyeri abdominal (Suyatna & Handoko, 2003:370).
Hiperlipidemia Sekunder
Hiperlipidemia sekunder ditandai dengan kelainan pada lipid sebagai
akibat dari kelainan suatu penyakit atau efek samping dari terapi obat dimana hal
tersebut tercatat memiliki presentasi hingga 40% dari semua tipe pada
hiperlipidemia. Penyebab sekunder yang paling sering adalah gaya hidup dengan
asupan makanan yang berlebihan lemak jenuh, kolesterol, dan lemak trans dalam
jumlah besar. Penyebab sekunder lainnya adalah diabetes mellitus, konsumsi
alkohol yang berlebihan, penyakit ginjal kronis, hipotiroidisme, primary biliary
cirrhosis, dan penyakit hati kolestatik lainnya. Selain itu obat-obatan seperti
tiazid, beta bloker, retinoid, ARV, estrogen dan progestin, serta glukokortikoid
(Suyatna & Handoko, 2003:369). Secara umum, hiperlipidemia dapat dibagi
menjadi dua sub-kategori, yaitu hiperkolesterolemia (kadar kolesterol tinggi) dan
hipertrigliserida (kadar trigliserida tinggi).
a. Hiperkolesterolemia
Kelebihan kolesterol dalam darah akan menimbulkan suatu proses
kompleks pada pembuluh darah. Mulai dari terjadinya plaque (penimbunan
lemak) dalam pembuluh darah, perlekatan monosit, agregasi platelet, dan
pembentukan trombus. Berbagai proses tersebut akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya penyumbatan pembuluh darah. Akibatnya, organ-organ yang disuplai
pembuluh darah akan mengalami kekurangan atau penghentian suplai darah.
Kondisi inilah yang pada akhirnya akan bermanifestasi sebagai penyakit jantung
koroner (PJK), stroke, atau penyakit vaskuler lainnya. Idealnya, kadar kolesterol
LDL tidak boleh lebih dari 130 mg/dL dan kadar kolesterol HDL tidak boleh
kurang dari 40 mg/dL. Kadar HDL harus meliputi lebih dari 25% dari kadar
kolesterol total (Neal, 2006:46-47).
b. Hipertrigliserida
Kadar trigliserida yang tinggi belum tentu meningkatkan resiko terjadinya
penyakit jantung atau stroke, masih belum jelas. Kadar trigliserida darah diatas
250 mg/dL dianggap abnormal, tetapi kadar yang tinggi ini tidak selalu
meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis maupun penyakit arteri koroner.
Kadar trigliserida yang sangat tinggi (sampai lebih dari 800 mg/dL) bisa
menyebabkan pancreatitis (Neal, 2006:46-47).