Anda di halaman 1dari 12

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN

NOMOR 07 TAHUN 2003

TENTANG

PAJAK PARKIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TARAKAN,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas, nyata dan
bertanggung jawab di Kota Tarakan, perlu dilakukan penyesuaian dan
pengaturan kembali pajak-pajak Daerah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;

b. bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang


Perubahan Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah, jo. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2002 tentang
Pajak Daerah, maka Pajak Parkir merupakan jenis pajak Kabupaten/Kota;

c. bahwa untuk maksud pada huruf a dan b diatas, perlu menetapkan Pajak Parkir
dengan Peraturan Daerah.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran
Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3685) jo. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan
Atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4048);
3. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat
Paksa (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3686) jo. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan
Atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan
Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3987);
4. Undang-undang Nomor 29 Tahun 1997 tentang Pembentukan Kotamadya
Daerah Tingkat II Tarakan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3711);
5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3839);
6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
7. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (Lembaran
Negara Tahun 2002 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4189);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah
dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun
2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4138);
10. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 1999 Nomor 11
Seri C-01) jo. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 26 Tahun 2001 tentang
Perubahan Pertama Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 17 Tahun 1999
tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun
2001 Nomor 26 Seri D-09);
11. Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 22 Tahun 2000 tentang Pembentukan
Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kota Tarakan Tahun 2000
Nomor 23 Seri D).

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TARAKAN,

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN TENTANG PAJAK


PARKIR.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :


1. Daerah adalah Kota Tarakan;
2. Pemerintah Kota adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang
lain sebagai badan eksekutif daerah;
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah
badan legislatif daerah;
4. Kepala Daerah adalah Walikota Tarakan;
5. Dinas Pendapatan adalah Dinas Pendapatan Kota Tarakan;
6. Pejabat adalah pegawai yang bertugas tertentu dibidang perpajakan Daerah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
7. Bendaharawan Khusus Penerima adalah Bendaharawan Khusus Penerima pada
Dinas Pendapatan;
8. Kas Daerah adalah Kas Pemerintah Kota Tarakan;
9. Instansi terkait adalah instansi baik vertikal maupun Dinas lain yang terkait
dalam penanganan perparkiran;
10. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau
Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun juga, persekutuan,
perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, perusahaan perseroan, yayasan atau
organisasi yang sejenis lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk
badan usaha lainnya;
11. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan bermotor yang tidak
bersifat sementara;
12. Pajak Parkir yang selanjutnya disebut Pajak adalah pajak yang dikenakan atas
penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan yang disediakan oleh orang
pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun
yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan
kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran;
13. Wajib Pajak Parkir adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan
atau mengelola tempat parkir dan penitipan kendaraan bermotor;
14. Areal/Tempat Parkir adalah tempat-tempat yang dibangun atau disediakan
khusus sebagai tempat parkir kendaraan bermotor dan atas penyediaan tempat
tersebut, pengelola memungut biaya parkir;
15. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima sebagai
imbalan atas penyerahan barang dan atau jasa kepada penyelenggara tempat
parkir;
16. Penyelenggara Parkir adalah jasa yang menyediakan tempat parkir kendaraan
bermotor untuk jangka waktu terbatas, kurang dari 8 (delapan) jam;
17. Penitipan Kendaraan adalah jasa yang menyediakan tempat penitipan kendaraan
bermotor untuk jangka waktu minimal harian (lebih dari 8 (delapan) jam),
mingguan atau bulanan;
18. Kendaraan adalah suatu alat yang dapat bergerak di jalan, terdiri dari kendaraan
bermotor atau kendaraan tidak bermotor;
19. Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik
yang berada pada kendaraan itu;
20. Kendaraan Tidak Bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh tenaga
orang atau hewan;
21. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah
surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan perhitungan dan
pembayaran pajak yang terutang menurut Peraturan Perundang-undangan
Perpajakan Daerah;
22. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah surat yang
digunakan oleh Wajib Pajak untuk pembayaran atau penyetoran pajak yang
terutang ke Kas Daerah atau ke tempat lain yang ditetapkan oleh Kepala
Daerah;
23. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah surat
keputusan yang menentukan besarnya pajak yang terutang;
24. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat
SKPDKB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak
terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,
besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar;
25. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya
disingkat SKPDKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas
jumlah pajak yang telah ditetapkan;
26. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat
SKPDLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang
terutang atau tidak seharusnya terutang;
27. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah
surat keputusan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya
dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
28. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat STPD adalah surat
untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan
atau denda;
29. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan,
mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan Daerah untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku;
30. Penyelidikan tindak pidana dibidang perpajakan Daerah adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya
disebut Penyelidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan
bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang perpajakan Daerah yang
terjadi serta menemukan tersangkanya.

BAB II
NAMA, OBYEK DAN SUBYEK PAJAK

Pasal 2

(1) Dengan nama Pajak Parkir dipungut pajak atas setiap penyelenggaraan tempat
parkir dan tempat penitipan kendaraan bermotor;

(2) Obyek Pajak adalah setiap pelayanan perparkiran dan penitipan kendaraan
bermotor yang dipungut bayaran, meliputi :
a. Penyelenggaraan perparkiran;
b. Penyelenggaraan penitipan kendaraan bermotor;

Pasal 3

Tidak termasuk dari obyek pajak sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (2) Peraturan
Daerah ini, adalah :
1. Penyelenggaraan tempat parkir oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
2. Penyelenggaraan parkir oleh kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dan
perwakilan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik;
3. Penyelenggaraan perparkiran di areal parkir gedung kantor Pemerintah,
BUMN/BUMD dan Swasta tanpa dipungut pembayaran;
4. Penyelengaraan parkir atau penitipan kendaraan yang dilaksanakan bukan pada
areal khusus perparkiran, seperti bahu jalan dan areal kosong lainnya, yang
selanjutnya atas jasa ini akan dikenakan Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor
9 Tahun 1998 tentang Retribusi Parkir Ditepi Jalan Umum dan Peraturan
Daerah Kota Tarakan Nomor 10 Tahun 1998 tentang Retribusi Tempat Khusus
Parkir;
5. Penitipan kendaraan bermotor yang kapasitas penitipan kurang dari 10
(sepuluh) kendaraan bermotor.
Pasal 4
Subyek pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran
atas pelayanan perparkiran dan penitipan kendaraan bermotor;

BAB III
DASAR PENGENAAN, TARIF DAN
CARA PENGHITUNGAN PAJAK
Pasal 5
Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar
untuk pemakaian tempat parkir kepada penyelenggara parkir dan penitipan
kendaraan.

Pasal 6

Tarif pajak ditetapkan sebesar 20 % (dua puluh persen) dihitung dari dasar
pengenaan pajak.

Pasal 7

Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana
dimaksud Pasal 6 Peraturan Daerah ini dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana
dimaksud Pasal 5 Peraturan Daerah ini.
BAB IV
WILAYAH PEMUNGUTAN

Pasal 8

Pajak yang terutang dipungut di wilayah Daerah;

BAB V
MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG DAN
SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH

Pasal 9

Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun.

Pasal 10

Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat penyelenggaraan perparkiran.

Pasal 11

(1) Setiap wajib pajak, wajib mengisi SPTPD;

(2) SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, harus diisi dengan jelas, benar
dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya;

(3) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Daerah.

BAB VI
TATA CARA PERHITUNGAN DAN
PENETAPAN PAJAK

Pasal 12

Wajib Pajak yang membayar sendiri SPTPD sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat
(1) Peraturan Daerah ini, digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan
menetapkan pajak sendiri yang terutang.

Pasal 13

(1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud Pasal 12 Peraturan Daerah ini,


Kepala Daerah menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan SKPD;
(2) Apabila …..
(2) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, tidak atau kurang
bayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima,
dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) per bulan
dan ditagih dengan menerbitkan STPD;
(3) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Kepala
Daerah dapat menerbitkan :
a. SKPDKB;
b. SKPDKBT;
c. SKPDN;
(4) SKPDKB sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf a Pasal ini, diterbitkan :
a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang
terutang tidak atau kurang bayar, dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2 % (dua persen) per bulan dihitung dari pajak yang kurang
atau terlambat bayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak;
b. Apabila SPTPD tidak disampaiakan dalam jangka waktu yang ditentukan
dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa
bunga 2 % (dua persen) per bulan dihitung dari pajak yang kurang atau
terlambat bayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
dihitung sejak saat terutangnya pajak;
c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang
dihitung secara jabatan, dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi
administrasi berupa bunga 2 % (dua persen) per bulan dihitung dari pajak
yang kurang atau terlambat bayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak;
(5) SKPDKBT sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf b Pasal ini, diterbitkan apabila
ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan
penambahan jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 100 % (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak
tersebut;
(6) SKPDN sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf c Pasal ini, diterbitkan apabila
jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
(7) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT
sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf a dan b Pasal ini, tidak atau tidak
sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan
menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2 % (dua
persen) per bulan;
(8) Penambahan jumlah pajak yang terutang sebagaimana dimaksud ayat (4) Pasal
ini, tidak dikenakan apabila Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan
tindakan pemeriksaan.

BAB VII
TATA CARA PEMBAYARAN

Pasal 14

(1) Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh
Kepala Daerah sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB,
SKPDKBT dan STPD;

(2) Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil
penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam
atau dalam waktu yang telah ditentukan oleh Kepala Daerah;

(3) Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) Pasal ini,
dilakukan dengan menggunakan SSPD.
Pasal 15
(1) Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas;

(2) Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk
mengangsur pajak terutang pada kurun waktu tertentu, setelah memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan;

(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini, harus
dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2%
(dua persen) per bulan dari jumlah pajak belum atau kurang dibayar;
(4) Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk
menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah
memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga 2% (dua
persen) per bulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang bayar;

(5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara
pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat
(4) Pasal ini, ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.
Pasal 16
(1) Setiap pembayaran pajak sebagaimana dimaksud Pasal 14 Peraturan Daerah ini,
diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan;

(2) Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak
sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Daerah.

BAB VIII
TATA CARA PENAGIHAN PAJAK
Pasal 17
(1) Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal
tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari saat jatuh
tempo pembayaran;

(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat
Peringatan atau surat lain yang sejenis, wajib pajak harus melunasi pajak yang
terutang;

(3) Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana
dimaksud ayat (1) Pasal ini, dikeluarkan oleh Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 18
(1) Apabila junlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka
waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan atau
surat lain yang sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan Surat
Paksa;

(2) Pejabat yang ditunjuk menerbitkan Surat Paksa segera setelah 21 (dua puluh
satu) hari sejak tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang
sejenis.

Pasal 19

Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam
sesudah tanggal pemberitahuan Surat Paksa, Pejabat yang ditunjuk segera
menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

Pasal 20

Setelah dilakukan penyitaan dan wajib pajak belum juga melunasi utang pajaknya
setelah lewat 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah
Pelaksanaan Penyitaan, Pejabat yang ditunjuk mengajukan permintaan penetapan
tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.
Pasal 21

Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat
pelaksanaan lelang, Juru Sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada
Wajib Pajak.

Pasal 22

Bentuk, Jenis dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan
pajak daerah ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.

BAB IX
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN
PEMBEBASAN PAJAK

Pasal 23

(1) Kepala Daerah berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan


pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak;

(2) Tata Cara pemberian pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak


sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Daerah.

BAB X
TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN
KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN
SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 24

(1) Kepala daerah karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat :
a. Membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang
dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau
kekeliruan dalam penetapan peraturan perundang-undangan perpajakan
daerah;
b. Membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar;
c. Mengurangkan atau menghapus sanksi administrasi berupa bunga, denda
dan kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan
karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;

(2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan


atau pengurangan sanksi administrasi atau SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan
STPD sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, harus disampaikan secara
tertulis oleh Wajib Pajak kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal SKPD, SKPDKB,
SKPDKBT dan STPD dengan memberikan alasan yang jelas;

(3) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk paling lama 3 (tiga) bulan sejak
permohonan sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini diterima sudah harus
memberikan keputusan;

(4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal
ini, Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan
pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau
pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan;
BAB XI
KEBERATAN DAN BANDING

Pasal 25

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Daerah atau
Pejabat yang ditunjuk atas suatu :
a. SKPD;
b. SKPDKB;
c. SKPDKBT;
d. SKPDLB;
e. SKPDN;

(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, harus
disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDKLB dan SKPDN diterima
oleh Wajib Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka
waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya;

(3) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (2)
Pasal ini, tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak
dipertimbangkan;

(4) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12
(dua belas) bulan sejak tanggal permohonan keberatan sebagaimana dimaksud
ayat (2) Pasal ini diterima sudah memberikan putusan;

(5) Apabila setelah lewat 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud ayat (3)
Pasal ini, Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan
keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan;

(6) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini tidak menunda
kewajiban membayar pajak.

Pasal 26

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak dalam jangka
waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan;

(2) Pengajuan banding sebagaimana ayat (1) Pasal ini tidak menunda kewajiban
membayar pajak;

Pasal 27

Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud Pasal 25 Peraturan Daerah ini


atau banding sebagaimana dimaksud Pasal 26 Peraturan Daerah ini dikabulkan
sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan
ditambah imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) perbulan untuk paling lama
selama 24 (dua puluh empat) bulan.

BAB XII
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK

Pasal 28

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan


pembayaran pajak kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk secara
tertulis dengan menyebutkan sekurang-kurangnya :
a. Nama dan alamat Wajib Pajak;
b. Masa Pajak;
c. Besarnya kelebihan pembayaran pajak;
d. Alasan yang jelas;

(2) Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12
(dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini, harus memberikan
keputusan;

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini dilampaui,
Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan
dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan;

(4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran
pajak sebagaimana dimaksud ayat (2) Pasal ini, langsung diperhitungkan untuk
melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud;

(5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama
2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah
Membayar Kelebihan Pajak (SKMKP);

(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat


waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Kepala Daerah atau Pejabat
yag ditunjuk memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan
atas keterlambatan pembayaran pajak.

Pasal 29
Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya
sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat (4) Peraturan Daerah ini, pembayarannya
dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku
sebagai bukti pembayaran.

BAB XIII
UANG PERANGSANG
Pasal 30
Kepada petugas pelaksana pemungut Pajak diberikan uang perangsang sebesar 5%
(lima persen) dari realisasi penerimaan yang disetorkan ke Kas Daerah yang
pembagiannya ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah.

BAB XIV
KADALUWARSA
Pasal 31
(1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluwarsa setelah melampui jangka
waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila
Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah;
(2) Kadaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini
tertangguh apabila :
a. Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa atau ;
b. Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak
langsung.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 32
(1) Wajib Pajak yang karena kealpaanya tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi
dengan tidak benar sehingga merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling
banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang;
(2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau mengisi
dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak
benar sehingga merugikan Keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak 4 (empat) kali
jumlah pajak yang terutang.
Pasal 33
Tindak Pidana sebagaimana dimaksud Pasal 32 Peraturan Daerah ini tidak dituntut
setelah melampaui jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutang pajak atau
berakhirnya masa pajak.

BAB XVI
KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 34

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan Pemerintah Kota diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk penyidikan tindak pidana dibidang
Perpajakan Daerah;

(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini adalah :
a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah, agar
keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
dan atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah;
c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi dan atau badan
sehubungan dengan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah;
d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain yang berkenaan
dengan tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah;
e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan,
pencatatan dan dokumen dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap
barang bukti tersebut;
f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan
tindak pidana dibidang Perpajakan Daerah;
g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang
dan atau dokumen sebagaimana dimaksud huruf e;
h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana dibidang
Perpajakan Daerah;
i. Memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa tersangka
atau sebagai saksi;
j. Menghentikan penyidikan;
k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana dibidang Perpajakan Daerah, menurut hukum yang dapat
dipertanggung jawabkan.
BAB XVII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 35
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis
pelaksanaanya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah.
Pasal 36
Peraturan Daerah ini diatur pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Tarakan.

Ditetapkan di Tarakan
pada tanggal 22 April 2003
WALIKOTA TARAKAN,

ttd.

dr. H. JUSUF, S.K


Diundangkan dalam Lembaran Daerah Kota Tarakan
Tahun 2003 Nomor 07 Seri B-02 Tanggal 7 Mei 2003

SEKRETARIS DAERAH,

ttd.

Drs. H. BAHARUDDIN BARAQ, M.Ed


Pembina Utama Muda
Nip. 550 004 607

Anda mungkin juga menyukai