Bab Ii Fix PKN
Bab Ii Fix PKN
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pembahasan dari demokrasi
2. Untuk mengetahui pembahaan dari konstitusi
3. Untuk mengetahui pembahasan dari rule of law
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Demokrasi
Penyebutan akan istilah demokrasi pada mulanya berangkat dari bahasa Yunani,
yaitu dengan istilah democratos yang merupakan gabungan dari kata demos yang
berarti rakyat dan cratos yang memiliki arti kekuasaan atau kedaulatan. Dari
gabungan atas dua kata tersebut, maka dapat diterjemahkan bahwa demokrasi
adalah kedaulatan rakyat. Adapun kedaulatan rakyat yang dimaksud dalam
kehidupan bernegara tersebut adalah untuk menunjuk kepada sistem pemerintahan
yang dilaksanakan bersama rakyat (Erwin, 2013: 129)
2
(1) Country with principles of government in which all adult citizens share
through their electd representatives; (2) country with government which
encourages and allows rights of citizenship such as freedom of speech, religion,
opinion, and association, the assertion of rule of law, majority rule, accompanied
by respect for rights of minorities; (3) society in which there is treatment of each
other by citizens as equals.
Kutipan pengertian tersebut memiliki arti bahwa: 1) Warga negara dewasa turut
serta berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang dipilih; 2) Negara
dan pemerintahannya mendorong dan menjamin kemerdekaan berbicara,
beragama, berpendapat, berserikat, menegakkan rule of law, adanya pemerintahan
mayoritas yang menghormati hak- hak kelompok minoritas; 3) Masyarakat yang
mana warga negaranya diperlkukan sama.
3
melaksanakan amanah tersebut dengan penuh rasa tanggung jawab, jujur dan
berkepribadian luhur sesuai dengan Pancasila.
Dengan kata lain bahwa dalam sistem ketatanegaraan yang modern, demokrasi
mengalami perluasan makna dan nilai, bukan hanya memiliki dimensi politik,
sosiologis dan psikologis semata, melainkan lebih jauh dari itu juga dimensi
hukum. Dimensi politik selalu dikaitkan dengan proses- proses pengambilan
keputusan politik negara melalui peilihan umum, baik pada tingkat eksekutif,
seperti pemilihan presiden dan kepala daerah maupun juga proses pemilihan umum
pada tingkat legislatif dalam pemilihan wakil- wakil rakyat di perlemem. Dimensi
sosiologis bahwa demokrasi selalu dikaitkan dengan prinsip musyawarah yang
menjunjung tinggi nilai- nilai kebersamaan, musyawarah dan mufakat. Sedangkan
demokrasi hukum bahwa demokrasi selalu dikaitkan dengan penyelenggaraan
pemerintahan negara yang berdasarkan pada peraturan perundang- undangan.
Konsep demokrasi inilah yang disebut dengan demokrasi konstitusional.
1. Kedaulatan rakyat.
2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah.
3. Kekuasaan mayoritas.
4. Hak- hak minoritas.
5. Jaminan hak asasi manusia.
6. Pemilihan yang bebas dan jujur.
7. Persamaan di depan hukum.
8. Proses hukum yang wajar.
9. Pembatasan pemerintah secara konstitusional.
10. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik.
11. Nilai- nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama dan mufakat.
4
Berbeda dengan pendapat tersebut di atas, menurut Sanusi (Karsadi, 2016:121)
mengidentifikasi adanya 10 pilar demokrasi konstitusional menurut UUD 1945
sebagai berikut:
Dengan melihat beberapa pilar atau sokoguru demokrasi tersebut, maka jelaslah
bahwa konsep demokrasi memiliki nilai- nilai dan makna yang penting dan
strategis bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai- nilai
demokrasi tersebut sesungguhnya sudah mengakar dari kehidupan masyarakat dan
bangsa Indonesia jauh sebelum indonesia merdeka dan sudah ditetapkan dalam
kehidupan masyarakat sehari- hari. Nilai – nilai demokrasi tersebut antara lain,
seperti nilai kebebasan (liberty), kemerdekaan (freedom), keadilan sosial (social
justice), hak asasi manusia (human right), peradilan yang bebas dan merdeka
(freedom the court), persamaan (equality), dan kedaulatan (sovereignty). Dengan
kata lain bahwa demokrasi merupakan seperangkat nilai- nilai yang dijunjung
tinggi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat di dalam kerangka civil society (masyarakat madani).
Menurut Henry B. Mayo (Erwin, 2013: 131) demokrasi harus didasari oleh
beberapa norma, yaki dengan:
1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga
2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat
yang sedang berubah
3. Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur
5
4. Membatasi pemakaian kekerasan minimum
5. Mengakui serta meganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat
yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentinagan, serta tingkah
laku
6. Menjamin tegaknya keadilan
6
keteraturan sosial (seperti masaah mengapa kita makan nasi, bersandangkan
sarung, kopiah, kebaya, serta berpapankan rumah ‘joglo’ yang dalam
pemenuhannya tidak lepas dari perencanaan sosial budaya).
6. Pertimbangan Moral
Pandangan hidup demokratis mewajibkan adanya keyakinan bahwa cara
berdemokrasi haruslah sejalan denagn tujuan. Bahkan sesungguhnya klaim
atas suatu tujuan yang baik haruslah diabsahkan oleh kebaikan ara yang
ditempuh untuk meraihnya.
7. Sistem Pendidikan Yang Menunjang
Pendidikan demokrasi selama ini pada umumnya masih terbatas pada usaha
indoktrinisasi dan penyuapan konsep- konsep secara verbalistik. Terjadinya
diskrepansi (jurang pemisah) antara das sein dan das sollen dalam konteks ini
adalah akibat dari kuatnya budaya “menggurui” dalam masyarakat kita,
sehingga verbalisme yang dihasilkannya juga menghasilkan kepuasan
tersendiri dan membuat yang berssangkutan telah berbuat sesuatu dalam
penegakan demokrasi hanya karena telah berbicara tanpa perilaku.
1. Negara Hukum
Demokrasi suatu negra dapat berdiri, kalau negaranya adalah negara hukum,
yakni sebagai negara yang memberikan perlindungan hukum bagi warga
negaranya melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak
sekaligus juga terdapat jaminan terhadap perlindungan hak asasi manusia.
2. Pemerintahan yang Good Govermance
Berdirinya suatu demokrasi sangat perlu ditopang oleh bentuk pemerintahan
yang good governance yang pelaksanaannya dapat dilakukan dengan efektif
dan efisien, responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratif,
akuntabel serta transparan.
3. Badan Pemegang Kekuasaan Legislatif
Badan pemegang kekuasaan legislatif yang dapat menopang tegaknya
demokrasi suatu negara adalah badan pemegang kekuasaan legislatif yang diisi
7
orang- orang yang memang memiliki civic skill yang solid dan tinggi, sebagai
contoh DPR RI yang memiliki fungsi membuat UU, fungsi pengawasan dan
fungsi anggaran, maka para anggota- anggotanya memiliki civic skill dalam
ketiga bidang tersebut.
4. Peradilan yang Bebas dan Mandiri
Peran dunia peradilan dalam kaitannya dengan demokrasi juga berada pada
peran yang sentral. Adapun corak peradilan yang dapat menopang tegaaknya
demokrasi suatu negara adalah peradilan yang bebas, dalam artian tidak berada/
tidaak terpengaruh dengan dan kepentingan, selain daripada itu juga harus
mandiri, dalam artian tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun.
5. Masyarakat Madani
Masyarakat madani dicirikan dengan masyarakat yang terbuka, masyarakat
yang bebas dari tekanan negara dan pengaruh kekuasaan negara, masyarakat
yang kritis dan berpatisipasi aktif serta masyarakat egaliter. Masyarakat madani
merupakan salah satu elemen penting dalam terbentuknya demokrasi. Sebab
salah satu syarat penting dalam membanagun demokrasi adalah terciptanya
partisipasi masyarakat dalam proses- proses pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh negara atau pemerintahan.
6. Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab
Berkembangnya demokrasi suatu negara sangat perlu dikalwal oleh pers yang
memang tidaak berada di bawah tekanan penguasa atau pihak manapun dan
dalam pemberitaannya senantiasa dilandasi oleh rasa tanggung jawab kepada
masyarakat dan bangsa dengan berdasarkan kepada fakta- fakta yang dapat
dipertanggungjawabkan.
7. Infrastruktur Politik
Infrastruktur politik terdiri dari partai politik dan kelompok gerakan. Partai
politik mengemban fungsi sebagai sarana komunikasi politik, sebagai sarana
sosialiasi politik, sebagai sarana rekrutmen kader dan sebagai sarana pengatur
konflik. Keempat fungsi parpol tersebut merupakan pengejawantahan dari
nilai- nilai demokrasi yaitu adanya partisipasi, kontrol rakyat melalui parpol
terhadap kehidupan kenegaraan dan pemerintahan sert adanya pelaatihan
penyelesaian konflik secara damai. Begitupula aktivitas yang dilakukan oleh
kelompok gerakan dan kelompok penekan yang merupakan perwujudan adanya
kebebasan berorganisasi, menyampaikan pendapat dan melakukan oposisi
8
terhadap negara dan peerintah. Hal itu merupakan idikatir bagi tegaknya sebuah
organisasi.,
9
penyelenggaraan negara harus dapat mewujudkan keadilan dalam kemakmuran
dan kemakmuran dalam keadilan bagi seluruh rakyat, bukan hanya untuk
memakmurkan dan menyejahterakan segelintir orang yang duduk di
pemerintahan, elite partai politik, dan sebagian kelompok masyarakat tertentu
serta kroni-kroni penguasa
10
Bila dampak pembangunan ekonomi, seperti kesejahteraan masyarakat yang
semakin baik, dirasa cukup aman terhadap mekanisme politik yang berlangsung,
maka kontrol terhadap kehidupan politik terasa agak dilunakkan. Sebaliknya, bila
dampak yang lain yang menonjol, seperti masyarakat yang makin kritis dan sadar
akan hak-hak politiknya, maka kontrol terhadap kehidupan politik terasa agak
dikencangkan kembali. Akibat fleksibitas kontrol seperti ini membawa problem-
problem tersendiri dalam kehidupan politik Indonesia, sehingga menggaburkan
batas-batas antara tindakan yang demokratis , semi demokratis, dan tidak
demokratis, menjadi demikian kabur. Dampak lainnya adalah etika politik bangsa
Indonesia semakin kabur sebagai akibat demokrasi “gelang karet” tersebut.
Masih pengalaman selama pemerintahan Orde Baru atau rezim Orde Baru
menunjukkan bahwa demokrasi Indonesia mengalami defisit (defisit demokrasi).
Satu istilah yang digunakan oleh Franz Magnis-Suseno (Karsadi, 2016: 124)
untuk menunjukkan bahwa keberhasilan pemerintahan Orde Baru dalam bidang
pembangunan ekonomi, perwujudan administrasi kenegaraan, dan politik luar
negeri tidak dibarengi dengan keberhasilan dalam pembangunan kehidupan
demokratis. Ciri khas suasana politik dalam pemerintahan Orde Baru adalah
pendekatan top down. Kebijakan massa mengambang (floating mass), penataan
kembali kehidupan kepartaian, domestikasi pemilihan umum, lemahnya fungsi
DPR, menyusutnya ciri-ciri negara hukum menjadi negara kekuasaan,
kekhawatiran tak proposional alat-alat negara terhadap pertemuan, rapat, seminar
yang bernada kritis, dan sebagainya telah menciptakan suasana yang segala-
galanya tergantung dari koneksi dengan penguasa.
11
Indonesia yang independen bekerja untuk memperbaiki demokrasi Indonesia
yang mengalami defisit (defisit demokrasi). Gelombang keterbukaan yang
digaungkan oleh pemerintah masih bersifat semu (pseudo democracy), justru
yang terjadi sebaliknya, yaitu penangkapan para aktivis prodemokrasi tanpa
melalui proses peradilan yang benar.
12
demokrasi sekarang sudah tumbuh dan berkembang ke arah demokratisasi, seperti
legitimasi pemerintah yang dipilih langsung oleh rakyat, pemilihan wakil-wakil
rakyat secara langsung, one man one vote, pemilihan kepala daerah secara
langsung, dan terbentuknya lembaga-lembaga negara yang independen, seperti
KPK, KY, dan Mahkamah Konstitusi, tetapi dalam praktiknya proses
demokratisasi masih tersandera oleh praktik-praktik penyelenggaraan negara
yang masih koruptif, manupulatif, KKN, dan maraknya praktik-praktik money
politic pada saat pesta demokrasi.
2.2 Konstitusi
2.2.1 Pengertian Konstitusi
Konstitusi adalah istilah yang berasal dari bahasa inggris yaitu “constitution”
atau dari bahasa belanda “constitutie”. Terjemahan dari istilah tersebut adalah
undang – undang dasar, dan hal ini memang sesuai dengan kebiasaan orang
belanda dan jerman, yang dalam percakapan sehari – hari memakai kata
“grondwet” ( grond adalah dasar, wet adalah undang – undang ) yang keduanaya
menunjukkan naskah tertulis. Namun pengertian konstitusi dalam praktek
13
ketatanegaraan umumnya dapat mempunyai artiyang lebih luas dari pada Undang –
Undang Dasar atau sama dengan pengertian Undang – Undang Dasar. (Kaelan &
Zubaidi. 2010: 87)
Menurut F. Laselle arti yang menunjuk pada pengertian ada dua, yang
pertama berarti dengan adanya organisasi yang dilegalisisir oleh pemerintah, maka
ia dapat mejalankan fungsinya, hal tersebut sudah merupkan konstitusi. Kedua,
konstitusi dalam arti yuridis yang dapat diterjemahkan sebagai suatu naskah yang
memuat semua bangunan negara dan sendi- sendi pemerintahan. Sedangkan
menurut L.J Van Apeldoorn UUD merupakan bagian tertulis dari konstitusi dan
konstitusi sendiri memuat baik peraturan tertulis maupun tidak tertulis. (Erwin,
2013). Beberapa ahli lain, seperti C.F Srong , James Bryce, dan Hene van
Marrseveen yang mengatakan bahwa konstitusi merupakan ketentuan yang
memberikan pengaturan dan pemberian fungsi lembaga-lembaga Negara. (Karsadi,
2016)
Dengan mengutip beberapa pakar dari kalangan akademis dan aktifis, seperti
soetandyo Wignjosoeberoto dan bambang widjoyanto mengenai konsep konsitusi
Moh.Mahfud Md (Karsadi, 2016) menerangkan bahwa esensi konstitusionalisme
terdiri atas dua hal sebagai berikut:
14
2. Konsepsi hak-hak sipil warga Negara yang menggariskan adanya kebebasan
warga Negara dibawah jaminan konstitusi sekligus adanya pembatasan
kekuasaan Negara yang dasar legitimasinya hanya dapat diperoleh dari
konstitusi.
Berkaitan dengan kedua ciri minimal tersebut, maka beberapa hal yang harus
ditegaskan didalam konstitusi itu adalah sebagai berikut:
1. Supremasi hukum dalam arti memberi posisi sentral pada hukum sebagai
pedoman dan pengarah menurut hierarrkisnya dan menegakkannya tanpa
pandnag bulu.
2. Pengambilan keputusan secara legal oleh pemerintah dalam arti bahwa setiap
keputusan haruslah sah baik formal prosedurnya maupun substansinya.
3. Jaminan atas rakyat untuk menikmti hak-hakny secara bebas berdasarkan
ketentuan hukum yang yang adil.
4. Kebebasan pers untuk mengungkap dan mengekrisikan kehendak, kejadian,
dan aspirasi yang berkembang dalam masyarakat mapun aspirasi institusi
pers itu sendiri.
5. Partisipasi masyarakat dalam setiap proses kenegaraan.
6. Pembuatan kebijakan yang tidak diskriminatif terhadap golongan, gender,
agama, ras, dan ikatan primordial lainnya.
7. Akuntabilitas pemerintah terhdap masyarakat
15
8. Terbukanya akses masyarakat bagi keputusan bagi keptusan-kepusan Negara
dan pemerintah.
Pertama, Pengertian dan konsep konstitusi yang telah dikemukakan para ahli
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa konstitusi suatu Negara atau undang-
undang dasar suatu Negara haruslah memperhatikan berbagai aspek. Aspek
kepentingan rakyat harus ditempatkan pada posisi yang sentral, mulai dari jaminan
perlindungan atas HAM, Askes terhadap penyusunan dan penetapan keputusan
politik, baik menyangkut aspek kebijakan public maupun peraturan perundang
undangan lainnya agar terhindar dari bias biroksasi sampai adanya jaminan Negara.
16
2.2.3 Materi Muatan Konstitusi
Perihal yang terkandung dalam teori konstitusi tidak hanya memuat masalah
yuridis (hukum), namun juga memuat faktor- faktor kekuatan yang nyata dalam
masyarakat. Menurut Erwin di dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan Republik
Indonesia suatu konstitusi dapat dikatakan memuat teori konstitusi secara lengkap
apabila merupakan:
1. Hasil filsafat, artinya pasal- pasal atau btang tubuh dari konstitusi itu merupakan
pengkhususan dari sendi- sendi, dan dari sendi- sendi tersebut dirumuskan ke
dalam suatu peraturan yang lengkap.
2. Hasil kesenian, artinya kata- kata yang digunakan di dalam konstitusi itu
sederhana, yang menggambarkan dengan jelas apa yang dimaksudkan.
3. Hasil ilmu pegetahuan, artinya di dalam peraturan itu tidak terdapat
pertentangan antara ssatu sengan lainnya, melainkan sistematis dan harmonis.
17
Klasifikasi fleksibel dan rijid umumnya dikaitkan dengan cara perubahan
terhadap Undang- Undang Dasar tersebut. Jika dalam merubah Undang-
Undang Dasar itu sulit karena harus mengikuti dan melalui prosedur yang sulit
serta memerlukan cara- cara yang istimewa maka konstitusi tersebut
dinamakan rijid. Sebaliknya, jika dalam merubah UUD tidak sulit maka
dinamakan konstitusi fleksibel
3. Konstitusi derajat Tinggi dan Derajat Tidak Tinggi
Konstitusi derajat tinggi dan derajat tidak tinggi berkaitan dengan posisi UUD
suatu negara terhadap peraturan perundang- undangan lain di negara tersebut.
Jika UUD tersebut menduduki posisi tertinggi dalam aturan tata urutan
peraturan perundang- undangan, UUDnya mendasari dari keberadaan
peraturan perundang- undangan lainnya serta sulit dalam merubahnya, maka
konstitusi tersebut dinamakan konstitusi derajat tinggi, begitupun sebaliknya.
4. Konstitusi Serikat dan Konstitusi Kesatuan
Perbedaan dalam konstitusi serikat dan konstitusi kesatuan berhubungan
dengan bentuk negaranya. Jika pada isi konstitusi suatu negara diatur
mengenai pembagian kekuasaan antara negara- negara serikat dan negara
bagian, maka konstitusi tersebut dinamakan konstitusi negara serikat.
Sedangkan pada konstitusi negara kesatuan, bentuk negaranya kesatuan, baik
yang mengggunaka sistem sentralistik maupun desentralistik.
5. Konstitusi Sistem Pemerintahan Presidensial dan Konstitusi Sistem
Pemerintahan Parlementer
Konstitusi sistem pemerintahan presidensial dan konstitusi sistem
pemerintahan parlementer berhubungan dengan sistem pemerintahan yang
dipakai.
Berkaca pada teori diatas, konstitusi di Indonesia dalam hal ini UUD Negara
Republik Indonesia 1945 (Amandemen pertam, kedua, ketiga, dan keempat) dari
segi bentuk merupakan konstitusi tertulis. Sifat perubahannya mengacu pada Pasal
37 merupakan konstitusi rijid. Dari segi kedudukan mengacu pada UU No. 10
tahun 2004 Tentang Tata Urutan Peraturan Perundang- Undangan RI merupakan
konstitusi berderajat tinggi. Lalu untuk segi bentuk negara mengacu pada Pasal 1
Ayat (1) UUD 1945 merupakan konstitusi negara kesatuan. Kemudian dari segi
18
sistem pemerintahan mengacu pada Pasal 4 ayat (1), Pasal 6A ayat (1) dan Pasal
7C UUD 1945 merupakan sistem pemerintahan presidensial.
19
konstituante dan presiden saling menyandera. Presiden dapat membubarkan
konstituante (parlemen) dapat menjatuhkan presiden. Sitiasi dan kondisi sistem
pemerintahan demikian inilah yang memiliki dampak terjadinya perubahan
konstitusi neagara Indonesia yang sangat cepat.
Dilihat dari segi substansinya, terutama jika dilihat dari keberadaan pasalnya
masing-masing konstitusi yang pernah berlaku di negara Indonesia tersebut
memiliki perbedaan, baik dari jumlah pasal-pasal dari batang tubuh, bentuk negara,
bentuk pemerintahan dan sistem pemerintahannya. Perbedaan masing-masing
konstitusi tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
Pertama, periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 berlaku UUD
1945. Pada periode ini UUD 1945 terdiri atas: pembukaan (preambule), batang
tubuh dan penjelasan. Pembukaan UUD 1945 terdiri atas 4 alinea, sedangkan dari
batang tubuh terdiri dari 16 bab, 37 pasal, empat pasal aturan peralihan, dan 2 ayat
aturan tambahan serta penjelasan UUD 1945 terdiri atas penjelasan umum dan
penjelasan umum dan penjelasan tentang pasal-pasal. Khusus penjelasan umum
tentang UUD 1945 memuat hal-hal sebagai berikut.
1. Undang-Undang Dasar, sebagian dari hukum dasar.
2. Pokok-pokok pikiran dalam pembukaan.
3. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung
dalam pembukaam dan pasal-pasalnya.
4. Undang-Undang Dasar bersifat singkat dan simple.
Selain memuat hal dasar tentang UUD 1945, penjelasan UUD 1945 juga
memuat penjelasan mengenai sistem pemerintahan negara. Sistem pemerintahan
negara yang ditegaskan didalam UUD 1945 tersebut adalah sebagai berikut.
1. Indonesia, ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat). Negara
Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasar atas kekuasaan
belaka (macthsstaat).
2. Sistem konstitusional. Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi
(hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak tebatas).
3. Kekuasaan negara yang tertinggi ditangan Majelis Permusyawaratan Rakyak
(die gesamte staat sgestaatgewalt liegt allein bei der Majelis).
4. Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang yang tertinggi
dibawahnya Majelis.
20
5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
6. Menteri negara ialah pembantu presiden, menteri negara tidak bertanggung
jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
7. Kekuasaan negara tidak terbatas, meskipun kepala negara tidak bertanggung
jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ia bukan diktator artinya kekuasaan
tidak tak terbatas.
21
1950 dilandasi oleh pemikiran demokrasi liberal yang mengutamakan pada
kebebasan individu semata. Pada saat berlakunya UUDS 1950 pemerintahan
negara tidak stabil. Sementara itu, konstituante yang diberikan mandat oleh UUDS
1950 menyusun Undang-Undang Dasar yang tidak berhasil dan negara justru
dalam keadaan bahaya. Dengan alasan seperti itu, Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah sebagai berikut.
1. Mentapkan pembubaran konstituante
2. Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Terhitung mulai dari tanggal
penetapanya Dekrit ini, dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang Dasae
Sementara 1950.
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang terdiri atas
anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan-utusan
dari daerah-daerah dan golongan-golongan, serta Dewan Pertimbangan Agung
Sementara, akan diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
Keempat, periode 5 Juli 1959 sampai sekarang berlaku kembali UUD 1945
dengan dinamikanya dengan sistem ketatanegaraanya Indonesia. Pada periode
keempat ini pelaksanna UUD 1945 mengalami fase yang sangat bersejarah bagi
bangsa dan negara indonesia, karena sejak reformasi 1999, UDD 1945 mengalami
amademen (perubahan) yang berdampak pada perubahan sistem ketatanegaraan di
Indonesia.
Dalam pelaksanaanya kembali UUD 1945, UUD 1945 dibagi menjadi 3
periode, yaitu periode Orde Lama (1959-1965), Orde Baru (1966-1998), dan Orde
Reformasi (1999-sekarang). Masing-masing periodisasi berlakunya UUD 1945
tersebut meiliki ciri-ciri dan karakteristik tersendiri dalam penyelenggaraan negara
dan pemerintahan negara Indonesia.
Periode dalam masa berlakunya UUD 1945 oleh rezim Orde Lama ditandai
oleh belum dibentuknya lembaga-lembaga negara, seperti MPR, DPR, BPK, dan
DPA. Selain itu, pada periode itu telah terjadi penyimpangan bahwa Presiden
mengeluarkan produk legislatif yang seharusnya berbentuk undang-undang melalui
persetujuan DPR, tetapi dalam praktiknya dalam bentuk Penetapan Presiden.
Hal-hal lain dalam periode itu adalah Presiden memubarkan DPR dan terjadinya
perubahan G-30 S/PKI (Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia).
22
Mengingat kondisi negara dalam keadaan negara dalam keadaan bahaya, kondisi
politik negara tidak stabil, dan memburuknya perekonomian negara, maka
kemudian muncul tuntutan yang dipelopori mahasiswa yang dikenal dengan
TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat), yaitu:
1. Bubarkan PKI.
2. Bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI.
3. Turunkan harga-harga/perbaikan ekonomi
Periode pada masa berlakunya UUD 1945 oleh rezim Orde Baru ditandai oleh
dibentuknya lembaga-lembaga negara, seperti MPR, DPR, DPA, dan BPK. Selain
itu telah dilaksanakanya pemiliham umum pertama tahun 1971 untuk memilih
DPR, DPRD Tingkat I, dan DPRD Tingkat II. Meskipun dalam berbagai aspek
kenegaraan dapat dikatakan berhasil mengubah kehidupan masyarakat, bangsa, dan
negara, tetapi dalam beberapa kasus telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan dari
demokrasi menuju oligarki, bahkan dalam kondisi tertentu yang terjadi adalah
tirani oleh rezim dalam praktik-praktik penyelenggaraan negara dan pemerintahan
telah terjadi kasus penyimpangan dan penyelewangan seperti terjadinya
penyelenggaraan HAM (penangkapan para aktivis prodemokrasi, intimidasi,
stikmasisasi, dan lain-lain), maraknya kasus-kasus Korupsi, Kolusi, Nepotisme
(KKN), dan penyelenggaraan mengarah pada pemerintah yang otoritarianisme dan
tiranisme. Melalui gerakan perubahan dan pembaharuan (reformasi) yang
dipelopori oleh mahasiswa pada 20 Mei 1998, rezim pemerintahan Orde Baru jatuh
dan Presiden Soeharto mengundurkan diri (dipaksa mundur) sebagai Presiden
Republik Indonesia.
Periode pada masa berlakunya UUD 1945 oleh pemerintahan Orde Reformasi.
Semangat perubahan yang mendasar terhadap penyelenggaraan negara dan
pemerintahan negara menjadi dasar utama untuk memperbaiki sistem
ketatanegaraan dan pemeintahan yang mengalami kebobrokan dan penyimpangan
serta penyelewangan, baik pada masa Orde Lama maupun Orde Baru. Perubahan
sistem ketatanegaraan dan pemerintahan yang sangat mendasar di era Orde
Reformasi ialah tuntutan dari berbagai kalangan mulai dari para aktivis
prodemokrasi, ilmuwan-akademisi, NGO’s, pers, tokoh-tokoh nasional, dan dari
kalangan masyarakat luas untuk melakukan amandemen UUD 1945. Alasan yang
sangat mnedasar bahwa sebagian isi (substabsi) UUD 1945 masih menunjukkan
rasa ketidal adilan masyarakat, sebagai contoh misalnya tidak adanya pembatasan
23
masa jabatan Presiden. Pasal 7 UUD 1945 dinyatakan bahwa Presiden dan Wakil
Presiden memegang masa jabatan selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih
kembali. Pasal ini sangat berbahaya karena dapat menjadikan seseorang menjadi
Presiden seumur hidup, pasal 7 UUD 1945 tersebut dianggap melanggar prinsip-
prinsip demokrasi dan keadilan sosial serta quality before the law. Kita jadi ingat
ucapan Lord Acton sebagai berikut: “Power tends to corrupt, but absolute power
corrupt absolutly”, (seseorang yang memiliki kekuasaan cenderung
menyalahgunakan kekuasaan (korup), tetapi seseorang yang memiliki kekuasaan
yang absolut sudah pasti menyalahgunakan kekuasaanya (korup).
Belajar dari sejarah mengenai beberapa penyimpangan terhadap konstitusi
tersebut (UUD 1945), maka pada masa Orde Reformasi dilakukan amandemen
UUD 1945. Amandemen UUD 1945 tersebut terbagi atas amandemen pertama
sidang umum MPR Tahun 1999, yang disahkan pada 19 Oktober 1999,
amandemen kedua pada sidang Tahunan MPR, yang disahkan pada 18 Agustus
2000, amandemen ketiga pada sidang Tahunan MPR. Yang disahkan pada 10
November 2001, dan sidang keempat pada sidang Tahunan MPR, yang disahkan
pada 10 Agustus 2002.
24
hubungannya dengan menegakkan the rule of law, karena dalam pengertian hakiki
telah menyangkut ukuran- ukuran tentang hukum yang baik dan hukum yang
buruk. (Karsadi, 2016)
Unsur dasar dari pengertian rule of law adalah berkaitan dengan adanya kaidah-
kaidah hukum yang berlaku sebagai pedoman dalam kehidupan bermayarakat dan
bernegara dan juga adanya unsur keadilan. Dengan demikian, rule of law yang
diartikan sebagai negara hukum apabila negara itu memiliki peraturan perundang-
undangan atau kaidah- kaidah hukum yang dijalankan dan ditegakkan (law
inforcemen) melalui sistem peradilan yan menjamin perlakuan yang adil atau
dengan kata lain keadilan menjadi tujuan dari hukum itu sendiri.
25
6. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke controle) yang
bebas dan mandiri, dalam arti lembaga peradilan tersebut benar-benar tidak
memihak dan tidak berada di bawah pangaruh eksekutif;
7. Adanya peran yang nyata dari anggota-anggota masyarakat atau warga
negara untuk turut serta mengawasi perbuatan dan pelaksanaan
kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah;
8. Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian yang merata
sumber daya yang diperlukan bagi kemakmuran warga negara.
Menurut Teguh dalam jurnal Rule Of Law Dalam Dimensi Hukum Indonesia,
prinsip-prinsip secara formal (in the formal sense) Rule Of Law tertera dalam UUD
1945 dan pasal-pasal UUD negara RI tahun 1945. Inti dari Rule Of Law adalah
jaminan adanya keadilan bagi masyarakatnya, khususnya keadilan sosial.
26
5. Rule of law merupakan suatu legalisme liberal.
Suatu hal yang harus diperhatikan bahwa dalam hubungan dengan negara
hanya berdasarkan prinsip tersebut, maka negara terbatas dalam pengertian negara
hukum formal, yaitu negara tidak bersifat proaktif melainkan pasif. Sikap negara
yang demikian ini dikarenakan negara hanya menjalankan dan taat pada apa yang
termaktub dalam konstitusi semata.
27
peradilam Indonesia ketentuan itu belum dilaksanakan dengan baik dan benar.
Sebagai contoh konkretnya, ada kasus korupsi, duan dan gratifikasi yang
melibatkan oknum aparat pemerintah dan oknum aparat penegak hukum, sehingga
pelakunya hanya dijatuhi dengan vonis(hukuman) yang riagan, bahkan ada
beberapa kasus pelakunya justru dibebaskan. Kenyatannya itu berbanding terbalik
dengan kasus pidana yang dilakukan rakyat kecil. Dalam kasus pidana rakyat kecil
dijatuhi hukuman yang berat. Kasus korupsi Gayus Tambunan, dab kasus-kasus
korupsi lainnya di satu pihak, pelakunya diajtuhi hukuman ringan, sementara untuk
kasus Mbok Minah di Purwokerto, proses hukumnya cepat dan vonis tidak sesuai
dengan rasa keadilan. Konidisi yang demikian ini sungguh sangat melukai hati
rakyat dan keadilan itu sendiri dan justru terjadi di negara yang menganut paham
rule of law, sehingga hal ini sangat memilukan dan memalukan dalam menerapkan
prinsip-prinsip rule of law oleh aparat negara penegak hukum. Kasus Gayus
Tambunan diputus bebas oleh pengadilan (meskipun sekarang diproses kembali
karena terungkap adanya mafia hukum dan mafia peradilan) dengan diseretnya
oknum kepolisian, oknim kejaksaan dan oknum hakim, sementara kasus Mbok
Minah, seorang nenek yang hanya mengambil buah kakao di perkebunan negara
dijatuhi hukuman tanpa mempertimbangakan rasa kemanusiaan dan rasa keadilan
(perlu diketahui bahwa Mbok Minah ini adalah seorang nenek yang sudah tua
renta).
28
(1) UUD 1945 bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka
untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan, dan
pasal 28D ayat (1) UUD 1945 bahwa setia orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlidungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum masih jauh dari kenyataan. Sebagaimana telah dikemukakan para ahli
bahwa suatu negara hanya dapat disebut negara hukum apabila hukum yang
diterapkannya di negara itu adalah hukum yag baik dan adil. Hukum harus
menjujung tinggi keadilan dan menjamin perlindungan hak-hak asasi manusia.
Sistem peradilan harus mandiri, bebas dan merdeka dari intervensi dari berbagai
pihak atau kelompok lain, baik pengusaha maupun penguasa, termasuk kekuatan
politik yang ada.
29
Indonesia. Politisasi hukum untuk kepentingan politik (kriminalisasi) seringkali
mewarnai proses-proses peradilan di Indonesia, apalagi klau sudah melibatkan
oknum pejabat negara dan pemerintahan yang memiliki kekuasaan besar dan uang
banyak. Akibat politisasi hukum untuk kepentingan politik tertentu sangat
mencederai rasa keadilan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa hukum hanya
melindungi kepentigan politik oknum-oknum pejabat dan menindas rakyat.
Kondisi inilah sesungguhnya yang menjadi problema dan persoalan yang sangat
fundamental bagi penerapan paham negara hukum sebagiamana amanah Uud 1945
dan perwujudan prinsip-prinsip negara hukum di indonesia.
30
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
31
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan & Zubaidi, Achmad. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi.
Yogyakarta: Paradigma
Ardi, Sanit. 2016. Hukum dalam Perkembangan Demokrasi di Indonesia. Jurnal Hukum IUS
QUIA IUSTUM, 6(9), 90-110.
Prasetya, Teguh. 2010. Rule Of Law Dalam Dimensi Negara Hukum Indonesia. Jurnal Ilmu
Hukum Refleksi Hukum Edisi Oktober 2010
32