Anda di halaman 1dari 17

Setiap penelitian pasti bertitik tolak dari suatu masalah.

Tidak ada
penelitian jika tidak ada masalah. Ketika ingin melakukan penelitian, pertama-
tama yang harus dicari adalah apa masalahnya, bukan apa judulnya. Satu masalah
bisa melahirkan banyak judul tetapi satu judul hanya berisi satu masalah.

Masalah adalah setiap kondisi atau keadaan yang mengancam,


mengganggu, menghambat, menyulitkan dan menunjukkan adanya kesenjangan
antara harapan dan kenyataan. Setiap orang selalu menghadapi masalah, baik
masalah besar, masalah kecil, masalah yang kompleks, dan masalah pratis.
Pemecahan masalah tersebut ada yang dapat dilakukan melalui penelitian, ada juga
yang tidak.

Masalah penelitian tentunya harus dirumuskan sehingga timbul istilah


rumusan masalah, yaitu suatu rumusan pertanyaan tentang suatu fenomena, baik
dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya
sebagai fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan
lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat. Namun sebelum
melakukan sebuah rumusan masalah perluh adanya identifikasi masalah. Secara
umum, suatu masalah didefinisikan sebagai keadaan atau kesenjangan antara
kenyataan dan yang seharusnya (harapan), misalnya kita mengharapkan bahwa
para peserta didik memperoleh nilai atau skor rata-rata 75 dalam suatu ulangan,
ternyata skor rata-rata yang dicapai oleh para peserta didik sebesar 50. Hal ini
berarti ada kesenjangan, rendahnya perolehan skor rata-rata tersebut dapat menjadi
suatu masalah, karena untuk mencapai kelulusan mereka harus mendapatkan skor
minimal, misalnya 65.

Mengidentifikasi masalah bukan hal yang mudah dan bahakan mungkin


dapat dianggap sebagai sesuatu pekerjaan yang paling sulit dalam suatu proses
penelitian. Mengidentifikasi masalah-masalah penelitian bukan sekadar mendaftar
sejumlah masalah, tetapi kegiatan ini lebih daripada itu karena masalah yang telah

1
dipilih hendaknya menmiliki signifikansi untuk dipecahkan. Berdasarkan
identifikasi terhadap masalah-masalah, maka seseorang harus menemukan dan
membatasi masalah tersebut baik masalah itu bersifat umum maupun bersifat
khusus.

Dalam masalah penelitian terutama PTK, perlu adanya identifikasi


masalah agar masalah yang dipilih sesuai dengan keadaan yang seharusnya diteliti,
setelah mengidentifikasi perlu adanya rumusan masalah dan latar belakang
masalah mengapa memilih kasus yang menjadi objek penelitian.

A. Identifikasi Masalah
Pada umumnya, masalah timbul karena adanya kesenjangan antara
kenyataan dan yang seharusnya (harapan), misalnya kita mengharapkan bahwa
para peserta didik memperoleh nilai atau skor rata-rata 75 dalam suatu ulangan,
ternyata skor rata-rata yang dicapai oleh para peserta didik sebesar 50. Hal ini
berarti ada kesenjangan, rendahnya perolehan skor rata-rata tersebut dapat menjadi
suatu masalah, karena untuk mencapai kelulusan mereka harus mendapatkan skor
minimal, misalnya 651. Masalah juga dapat timbul dari isu-isu yang kemudian
diidentifikasi, dalam arti apakah masalah tersebut memang penting untuk diteliti,
apakah masalah tersebut aktual (sedang hangat dibicarakan) dan krusial (mendesak
untuk diteliti).2
Identifikasi masalah merupakan kegiatan untuk mendeteksi, melacak, dan
menjelaskan berbagai aspek permasalahan yang berkaitan dengan topic penelitian
dan masalah yang akan diteliti.3 Contoh identifikasi masalah masalah dari judul
“Penerapan Pendekatan Partisipatif Dalam Peningkatan Prestasi Belajar Bahasa

1
Punaji Setyasari, Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan, (Jakarta: Kencana, 2010),
hal.53
2
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru, (Bandung: Rosda Karya, 2012),
hal.56
3
Emulyasa, Praktik Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: Rosda Karya, 2010), hal.61

2
Inggris Siswa Kelas VIII SMP Negeri Panyawangan Bandung Tahun 2009”. Dari
judul tersebut, sedikitnya dapat diidentifikasikan tujuh masalah sebagai berikut:
1. Rendahnya prestasi belajar bahasa Inggris.
2. Rendahnya motivasi siswa.
3. Pembelajaran bahasa Inggris belum komunikatif.
4. Belum ditemukan strategi pembelajaran yang efektif.
5. Belum ada kolaborasi antara guru dan peserta didik.
6. Pendekatan yang digunakan masih konvensional.
7. Pendayagunaan sumber belajar belum optimal.4

Mengidentifikasi masalah bukan hal yang mudah dan bahakan mungkin


dapat dianggap sebagai sesuatu pekerjaan yang paling sulit dalam suatu proses
penelitian. Mengidentifikasi masalah-masalah penelitian bukan sekadar mendaftar
sejumlah masalah, tetapi kegiatan ini lebih daripada itu karena masalah yang telah
dipilih hendaknya menmiliki signifikansi untuk dipecahkan. Berdasarkan
identifikasi terhadap masalah-masalah, maka seseorang harus menemukan dan
membatasi masalah tersebut baik masalah itu bersifat umum maupun bersifat
khusus.5

Suatu masalah yang dipilih harus memiliki kriteria, adapun kriteria


memilih masalah menurut Tuckman harus memiliki ciri-ciri khusus (karakteristik)
sebagai berikut:

1. Masalah menanyakan hubungan antara dua atau lebih variabel.


2. Masalah dinyatakan atau dirumuskan secara jelas dan tidak ambigius.
3. Masalah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
4. Masalah itu dapat diuji melalui metode empiris, artinya adanya kemungkinan
pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan.

4
Ibid, hal.62
5
Punaji Setyasari, Op.Cit, hal.53

3
5. Masalah tidak menyangkut moral dan etika.6
Menurut Fraenkel dan Wallen, masalah yang baik utnuk dijadikan bahan
penelitian harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Fesible yaitu harus dapat dicari jawabannya dengan sumber yang jelas, dan
tidak banyak menghabiskan dana, tenaga, serta waktu.
2. Ekplisit yaitu semua orang memberikan persepsi yang sama terhadap masalah
itu atau semua orang menganggap bahawa itu adalah masalah.
3. Etis yaitu tidak berkenaan dengan hal-hal yang bersifat etika, moral, dan nilai-
nilai keyakinan dan agama.7
Masalah atau permasalahan yang ada di lingkungan sehari-hari cukup
banyak, untuk itu diharapkan bagi peneliti mampu mengidentifikasi, memilih,
merumuskan dan kemudian menentukan tipologi penelitiannya secara tepat.
Beberapa sumber masalah dapat diperoleh dari:
1. Literature yang meliputi: buku, buku teks, monography, laporan statistic, dan
yang berupa non buku seperti: jurnal, skripsi, tesis, dan detertasi.
2. Berbagai pertemuan ilmiah, seperti: seminar, diskusi, lokakarya, dan
sarasehan.
3. Pengalaman pribadi, dan pengamatan yang bersifat longitidunal.
4. Perasaan intuitif.8
Dalam pelaksanaannya, PTK diawali dengan mendiagnosis masalah,
yaitu kesadaran sebagai guru akan permasalahan yang dirasakan atau dianggap
mengganggu dan menghalangi pencapaian tujuan pendidikan sehingga ditengarai
telah berdampak kurang baik terhadap proses atau hasil belajar siswa, dan
implementasi program sekolah.

6
Ibid,.
7
Mahi M. Hikmat, Metode Penelitian: Dalam Perspektif ilmu Komunikasi dan Sastra, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2011), hal.22
8
M. Djunaidi Ghony, Metodelogi Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, (Malang: UIN-
Malang Press, 2009), hal.51

4
Masalah-masalah di kelas yang perlu dicermati guru dapat berkaitan
dengan masalah pengelolaan kelas, proses belajar mengajar, penggunaan sumber-
sumber belajar, serta masalah personal dan keprofesioanalan guru.
Konflik timbul antara guru dan siswa karena peran yang berbeda
menimbulkan kebutuhan yang berbeda dan karena individu memiliki tujuan dan
minat yang berbeda. Dalam situasi kelas yang ramai, persinggungan akan terjadi,
dan para individu bisa mendapati diri mereka aneh satu dengan yang lain. Jika
konflik muncul, guru membutuhkan sebuah cara untuk mengelolanya secara
konstruktif sehingga pengajaran dan pemelajaran dapat berlanjut dalam iklim
ruang kelas yang mendukung.
Dari sekian banyak kemungkinan masalah yang ditemukan, guru perlu
mendiagnosis masalah apa atau masalah mana yang perlu diprioritaskan
pemecahannya dalam penelitian yang akan dilakukan.
Salah satu sarana yang efektif untuk mencapainya ialah proses pemecahan
masalah yang di dalamnya guru bekerja dengan siswa untuk mengembangkan
sebuah rencana atau mengurangi dan menghilangkan masalah.
Tahapan dalam proses pemecahan masalah meliputi:9

1. Mengidentifikasi masalah

2. Membahas solusi alternatif

3. Mendapatkan komitmen untuk mencoba salah satu dari solusi ini

Tergantung pada keadaan, pemecahan masalah mungkin meliputi usaha


untuk mengidentifikasi sebab dari masalah ini dan mungkin menjelaskan akibat
dari mengikuti atau tidak mengikuti rencana tersebut.
Penetapan masalah hendaknya dilakukan setelah menganalisis seluruh
pilihan masalah, minat, dan keinginan guru untuk memecahakan salah satu atau

9
Carolyn M. Evertson dan Edmund T. Emmer, Manajemen Kelas Untuk Guru Sekolah Dasar Edisi
Kedelapan, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 212

5
beberapa diantaranya. Penetapan masalah ini ditandai dengan penentuan
permasalahan yang akan diteliti dan perumusan fokus masalahnya.
Rumusan fokus masalah yang mungkin ditetapkan guru dapat berupa
sebagai berikut:

1. Bagaimana membelajarkan siswa materi tertentu agar siswa mau dan mampu
belajar?

2. Bagaimana memilih strategi pembelajaran yang paling tepat untuk


membelajarkan materi tertentu?

3. Bagaimana melaksanakan pembelajaran kooperatif?

4. Bagaiman meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk belajar?

5. Media belajar apa yang dapat mempercepat keterampilan anak pada materi
pembelajaran tertentu? Dan lain-lain.

Terkait dengan pemfokusan masalah ini, Striger (2004) memberikan


arahan sebagai berikut:10

1. Isu atau topik yang ingin diteliti

Deskripsikan apa isu atau peristiwa yang menimbulkan permasalahan

2. Masalah penelitian

Nyatakan isu sebagai sebagai suatu masalah

3. Rumusan masalah

Tuliskan masalah dalam bentuk pertanyaan

4. Tujuan penelitian

10
Masnur Muslich, Melaksanakan PTK Itu Mudah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hal. 19

6
Deskripsikan apa yang diharapkan dapat diperoleh dengan meneliti
masalah ini
Contoh:

- Isu: Siswa kurang aktif di kelas, cenderung tidak pernah mengajukan


pertanyaan dalam pembelajaran. Guru sering memberi kesempatan kepada
siswa untuk bertanya, tapi hampir tidak ada siswa yang bertanya.

- Masalah: Siswa perlu digalakkan untuk aktif dalam kelas, aktif secara utuh.

- Fokus masalah: bagaimana meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas?

- Rumusan masalah: masalah apa yang terjadi di dalam kelas, bagaimana upaya

mengatasinya, apa tindakan yang dianggap tepat untuk itu, di kelas, dan sekolah
mana hal itu terjadi?

- Tujuan Penelitian: meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas.

Dalam mengidentifikasi masalah dapat dimulai diskusi dengan


menyatakan tujuan dari pertemuan tersebut dan meminta siswa untuk
mengespresikan sudut pandangnya. Mendapatkan pandangan siswa memberikan
informasi yang yang bermanfaat dan dapat mengukur tingkat kerja sama dan
pemahaman siswa mengenai situasi tersebut.
Salah satu pembukaan alternatif adalah menjelaskan masalah itu dan
meminta reaksi dari siswa. Alternatif ini terutama diperlukan ketika menangani
anak-anak yang lebih muda usianya, dengan siswa yang memiliki keterampilan
verbal yang terbatas, dan dengan siswa yang suka menghindar dan mengelak
kecuali siswa yang mudah bekerja sama.
Glasser (1975), menyarankan meminta siswa untuk mengevaluasi apakah
perilaku mereka membantu atau menyakiti mereka atau memiliki efek yang baik

7
atau buruk. Logikanya adalah bahwa seorang siswa yang memahami dan
mengakui bahwa sebuah perilaku memiliki akibat yang negatif lebih mungkin
turut serta dalam pencarian solusi dalam berkomitmen pada solusi tersebut. Tapi
seorang siswa yang menolak tanggung jawab atau tidak melihat adanya efek yang
membahayakan, maka akan jarang melakukan komitmen yang penting untuk
berubah.

B. Formulasi Masalah/ Rumusan Masalah


Masalah penelitian tentunya harus dirumuskan sehingga timbul istilah
rumusan masalah. Rumusan masalah adalah suatu rumusan pertanyaan tentang
suatu fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun
dalam kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait di antara fenomena
yang satu dengan lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat..
rumusan masalah penelitian dapat dibedakan dalam dua sifat, yaitu a) rumusan
masalah deskritif, apabila tidak dihubungkan antarfenomena, dan b) rumusan
masalah deksplanatoris, apabila rumusannya menunjukkan adanya hubungan atau
pengaruh antara dua atau lebih fenomena.11
Rumusan masalah mempunyai fungsi, yaitu:
1. Mendorong adanya suatu kegiatan penelitian atau pentingnya kegiatan
penelitian.
2. Sebagai titik tolak, acuan atau focus dari suatu penelitian.
3. Menentukan jenis data yang perlu dikumpulkan oleh peneliti.
4. Mempermudah peneliti dalam menentukan populasi dan sampel penelitian.12
Perumusan masalah dalam PTK merupakan upaya untuk mengungkapkan
berbagai hal berkaitan dengan masalah yang akan dijawab atau dipecahkan setelah
tindakan dilakukan. Perumusan masalah harus jelas, padat, dan tidak bertele-tele
serta berrisi implikasi yang menunjukkan adanya data untuk memecahkan

11
Zainal Arifin, Op.Cit, hal.180
12
Ibid,

8
masalah. Dalam perumusan masalah, hendaknya peneliti menghindari rumusan
masalah yang terlalu umum atau terlalu sempit, bersifat lokal atau terlalu
argumentatif.13
Contoh perumusan masalah PTK:
5. Apakah penerapan pendekatan partsipatif dapat meningkatkan prestasi belajar
bahasa inggris siswa kelas VIII SMP Negeri penyawagan Bandung?.
6. Apakah pendekatan kontekstual learning dapat meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah dalam pembelaaran Biologi di kelas XI SMA Negeri
Panyawangan Bandung?.
7. Apakah metode diskusi dapat meningkatkan kemampuan bertanya dalam
pembelajaran bahasa Indonesia di kelas IV SD Negeri Panyawangan
Bandung?.
Pada umumnya setiap pertanyaan yang ingin ditemukan jawabannya
dapat dikembangkan menjadi rumusan masalah. Namun, tidak semua pertanyaan
tersebut dapat dikembangkan menjadi suatu rumusan masalah. Hal ini sangat
tergantung dengan metodelogi dan metode untuk menemukan jawaban pertanyaan
tersebut. Kadang kala ada pertanyaan yang untuk menemukan jawabannya
diperlukan metode dan prosedur yang sangat rumit sehingga tidak memungkinkan
untuk tidak dilakukan penyelidikan atasnya. Selain itu juga kadang kala
menemukan bahan atau material yang diperlukan ntuk menemukan jawaban
tersebut juga sulit, sehingga menghambat utnuk dilakukan penyelidikan. Pada
kasus seperti ini tentu saja pertanyaan tersebut sebaiknya tidak perlu
dikembangkan menjadi suatu rumusan masalah. Jadi sebernarnya pertanyaan-
pertanyaan yang berpotensi untuk dapat dijadikan penelitian sangat mudah ditemui
di sekeliling kehidupan manusia, namun untuk menjadikannya sebagai rumusan
yang bermanfaat dalam penyelidikan bukanlah suatu pekerjaan yang mudah.14

13
Emulyasa, Op.Cit, hal.62
14
Restu Kartiko Widi, Asas Metodelogi Penelitian: Sebuah Pengenalan dan Penuntun Langkah demi
Langkah Pelaksanaan Penelitian, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal.140

9
Rumusan permasalahan yang baik, harus dapat mencakup dan
menunjukkan semua variabel maupun hubungan variabel satu dengan variabel
yang lain yang hendak diteliti. Mengenai bentuk pernyataan permasalahan yang
dirumuskan, ada bebrapa macam pendapat penting yang dapat dilihat seperti
berikut:
1. Rumusan masalah penelitia harus jelas dan tidak menduakan arti, sebagai
contoh “the problem to be investigated in the study is the effect of positive
reinforcement on the quality of English compotsitions. (masalah ini diselidiki
dalam studi mengenai dampak penguatan ositif atas kualitas komposisi bahasa
Inggris)”.
2. Permasalahan peneliti sebaiknya dinyatakan dalam pertanyaan-pertanyaan,
sebagai contohnya “apa akibat dari perbedaan jenis penghargaan atas
prestasi?”.15
3. Perumusan masalah penelitian dapat bervariasi, tergantung pada kesenangan
peneliti.
4. Perlu adanya kehati-hatian, jeli, dalam mengevaluasi rumusan masalah
penelitian.
5. Permasalahan haruslah secara tepat dinyatakan agar memungkinkan peneliti
untuk memilih fakta yang diperlukan dalam penyelesaian masalah penelitian.
6. Permasalahan itu mesti dapat dijawab dengan jelas berapapun jumlah jawaban
yang diberikan harus memenuhi persyaratan.
7. Setiap jawaban dari permasalahan penelitian harus dapat diuji dan dibuktikan
oleh orang lain.16
Wechsler mengemukakan prosedur sistematik yang dapat dijadikan
pedoman dalam merumuskan masalah sebagai berikut:
Tahap pertama, masalah yang dirumuskan harus masalah yang sesuai
dengan kebutuhan. Jika suatu dirumuskan menjadi masalah dan dilakukan

15
Sukardi, Metodelogi penelitian Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hal.29
16
M. Djunaidi Ghony, Op.Cit, hal.53

10
penelitian, hasil penelitian yang berupa solusi untuk masalah tersebut dapat
memenuhi suatu kebutuhan, terutama kebutuhan kelompok tertentu, misalnya
masalah kegagalan panen di kabupaten Mojokerto akibat musim kemarau yang
panjang. Setelah dilakukan penelitian, ternyata di Mojokerto dapat ditanam padi
huma, sehingga petani mendapatkan solusi dengan beralih menanam padi disaat
musim kemarau tiba.
Tahap kedua, setelah merumuskan masalah yang dapat menemuhi
kebutuhan, jika masalah tersebut terlalu luas, lakukan penyempitan atau
penspesifikan masalah. Biasanya penspesifikan masalah disesuaikan dengan dana
dan waktu penelitian yang tersedia, misalnya jika masalah kegagalan panen di
Mojokerto itu menimpa pada semua palawija, penelitian dapat dipersempit pada
salah satu jenis palawija.
Tahap ketiga, masalah yang sudah dipersempit diperiksa kembali lebih
teliti dalam hubungannya dengan pengetahuan dan penelitian yang pernah
dilakukan, termasuk variabel-variabel yang akan diteliti. Jika belum pernah
dilakukan penelitian dan belum ditemukan variabel, harus dilakukan penelitian
eksploratorik (study pendahuluan) terlebih dahulu untuk mempertajam rumusan
variabel.17
Perumusan masalah dalam penelitian adalah bagian yang paling
menentukan dalam pelaksanaan penelitian dan jga akan menentukan kualitas hasil
penelitian itu sendiri. Ada beberapa langkah dalam merumuskan masalah
penelitian. Jika seseorang belum mengetahui idea tau topic penelitian yang
spesifik, maka sebaiknya mengikuti langkah berikut ini:
1. Mengidentifikasi subyek area luas yang menarik
Sebelum memulai merumuskan suatu masalah seorang peneliti sebaiknya
selalu menanyakan pada dirinya sendiri apa yang benar-benar menarik bagi
dirinya secara propesional.
2. Membagi subyek area luas menadi sub area
17
Mahi M. Hikmat, Op.Cit, hal.24

11
Jika seseorang telah menetapkan subyek aea tersebut, yang seringkali
mempunyai banyak aspek, maka seorang peneliti harus membaginya menjadi
beberapa sub area terlebih dahulu. Hal ini penting supaya peneliti dapat lebih
memfokuskan permasalahan yang hendak diteliti dan tidak terjebak dalam
penelitian yang terlalu luas yang bisa memakan banyak biaya dan waktu serta
hasil yang tidak optimal.
3. Memilih sub area yang paling menarik
Jika peneliti telah membagi subyek area menjadi beberapa sub area, maka
yang paling penting adalah memilih salah satu atau beberapa sub area yang
paling menarik untuk dirumuskan menjadi suatu masalah penelitian. Sangat
tidak baik dianjurkan pada peneliti utnuk memilih semua aspek atau sub area
sebagai rumusan masalah, sebab tentu saja hal ini menjadi tidak berguna
mambagi subyek area yang luas menjadi beberapa sub area.
4. Mengungkapkan beberapa pertanyaan penelitian
Pada tahapan ini, seorang peneliti sebaiknya bertanya pada dirinya sendiri
tentang apa yang seberanya hendak dicari pemecahan atau jawaban dari
beberapa sub area tersebut. Dari satu atau beberapa sub area yang telah
dipilih, seseorang dapat mengungkapkan beberapa pertanyaaan yang ingin
ditemukan jawabannya.
5. Merumuskan suatu tujuan (objektif)
Seorang peneliti harus mempunyai tujuan atau obyektif yang jelas dan nyata
dari proses penelitian yang hendak dilakukan. Obyektif ditumbuhkan dari
pertanyaan-pertanyaan yang diungkapkan dalam rumusan masalah.
Pertanyaan yang obyektif biasanya dapat menjadikan tujuan yang ingin
dicapai.
6. Menilai obyektif
Langkah selanjutnya, seorang peneliti harus menguji obyektif atau tujuannya
guna memastikan bahwa obyektif tersebut dapat dicapai melalui metode dan
prosedur penelitian.
12
7. Periksa ulang (s what? Test)
Setelah langkah dilalui, maka sebaiknya peneliti kembala ke tahap awal untuk
memeriksa ualang dan mempertimbangkan lagi rumusan masalah yang telah
disusun.18
Rumusan masalah merupakan suatu hal yang penting dalam penelitian.
Rumusan masalah berperan seperti halnya pondasi sebuah bangunan. Jenis, model,
dan desain bangunan sangat bergantung pada model pondasi bangunan tersebut.
Jika pondasi bangunan sangat kuat dan didesai sangat baik, maka seseorang dapat
berharap bahwa bangunan tersebut juga sangat kuat. Rumusan masalah penelitian
berperan sebagai pondasi suatu penelitian itu sendiri, jik maslah penelitian
dirumuskan dengan baik, maka seorang peneliti dpat berharap bahawa studi atau
penelitian yang dilakukan juga akan berlangsung dengan baik.19

C. Latar Belakang Masalah


Latar belakang masalah adalah suatu kajian yang berisi uraian tentang
keresahan, kepenasaranan, dan hal-hal yang mendorong melakukan penelitian. 20
Dalam menulis sebuah latar belakang masalah setidaknya ada tujuh hal yang perlu
dijelaskan, yaitu:
1. Mengapa masalah tersebut perlu diteliti.
2. Pentingnya masalah dan mendesak untuk dipecahkan, serta dapat
dilaksanakan sesuai waktu yang tersedia, biaya dan daya dukung lain yang
dapat memperlancar penelitian.
3. Kesenjangan antara fakta yang terjadi dalam pembelajran dan harapan yang
perlu dipecahkan secara tepat.
4. Realitas pembelajaran, didukung data factual lengkap dengan diagnosisnya.

18
Restu Kartiko Widi, Op.Cit, hal.148-152
19
Kerlinger, Foundations Of Behavioral Research, (New York: Renehart and Winston, 1986), hal.57
20
Emulyasa, Op.Cit, hal.61

13
5. Keresahan dan kegelisahan peneliti, serta permasalahan yang akan muncul
seandainya masalah tersebut tidak diteliti.
6. Tindakan yang akan dikenakan pada subjek, dan mengapa tindakan tersebut
diberikan.
7. Teori atau konsep yang menopang tindakan dan gagasan pemecahan masalah.
Contoh paparan latar belakang masalah.
Latar belakang masalah
Pengajaran yang efektif menekankan pentingnya belajar sebagai suatu
proses personal, dimana setiap peserta didik membangun pengetahuan dan
pangalaman personalnya. Pengetahuan dan pengalaman personal dibangun oleh
peserta didik melalui ineraksi dengan lingkungan. Hal ini dipertegas oleh Brooks
dan Brooks yang mengungkapkan bahwa pada dasarnya peserta didik sendirilah
yang mengkonstruksi makna tentang hal yang dipelajarinya. Peserta didik
mengkonstruksi pengalaman barunya berdasarkan pengalaman barunya
berdasarkan pengalaman yang telah dimilikinya. Pernyataan ini sejalan dengan
pandangan para konstruktivis yang memandang belajar sebagai suatu proses
pengelolaan diri. Fosnot, lebih jauh mengemukakan bahwa belajar yang kontruktif
mengarah pada suatu pendekatan pengajaran yang memberikan kepada peserta
didik kesempatan secara luas untuk menemukan pengalaman konkret dan
bermakna baik secara kontekstual maupun secara konstruktif, menemukan
masalah, mengkontruksi car-cara, pengertian-pengertian, strategi-strategi yang
dapat dipakai untuk membangun pengetahuan dan pengalamannya.
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan peneliti di lapangan ditemukan
bahwa prestasi belajar peserta didik hasil evaluasi belajar tahap akhri nasional SD
tahun 1998/1999, khususnya mata pelajaran IPS, menduduki peringkat keempat
setelah mata pelajaran PMP, Bahasa Indonesia, dan IPA. Informasi yang diperoleh
dari para guru di lapangan menunjukkan bahwa muatan isi mata pelajaran IPS
lebih banyak menekankan pada aspek menghafal konsep yang ada dalam buku
teks, misalnya menghafal tentang nama tempat., nama gunung, ibu kota, dan
14
tanggal peristiwa atau kejadian. Ini berarti, buku teks mata pelajaran IPS masih
belum memberikan arahan untuk mengajak peserta didik memahami konsep-
konsep yang dipelajari. Pemahaman terhadap konsep-konsep dapat dicapai apabila
peserta memperoleh gambaran tentang contoh dan noncontoh dan contoh-contoh
yang jelas.
Untuk mengatassi kendala tersebut diatas, perlu dilakukan penelitian
untuk mengkaji bagaimanakah strategi pengajaran konsep malalui penggunaan
contoh dan noncontoh, contoh, serta buku teks dalam mata pelajaran IPS.
Penelitian-penelitian yang dilaksanakan akan menguji keunggulan strategi
pengajaran konsep mana yang memiliki pengaruh signiikan terhadap prestasi hasil
belajar konsep peserta didik. Secara singkat, penelitian ini menguji hipotesis-
hipotesis yang berkenaan dengan strategi pengajaran konsep melalui penggunaan
conth dan noncontoh, contoh, dan strategi pengajaran konsep melalui buku teks.21
(sumber: Setyasari,P -2003- pengaruh strategi pengajaran konsep melalui contoh
dan noncontoh, contoh, dan buku teks terhadap hasil belajar IPS siswa SD kelas
V Malang:PPs.)
Simpulan
1. Identifikasi masalah merupakan kegiatan untuk mendeteksi, melacak, dan
menjelaskan berbagai aspek permasalahan yang berkaitan dengan topic
penelitian dan masalah yang akan diteliti.Suatu masalah yang dipilih harus
memiliki kriteria, adapun kriteria memilih masalah menurut Tuckman harus
memiliki ciri-ciri khusus (karakteristik) sebagai berikut: a) Masalah
menanyakan hubungan antara dua atau lebih variabel, b) Masalah dinyatakan
atau dirumuskan secara jelas dan tidak ambigius, c) Masalah dinyatakan dalam
bentuk kalimat pertanyaan, d) Masalah itu dapat diuji melalui metode empiris,
artinya adanya kemungkinan pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang ditanyakan, e) Masalah tidak menyangkut moral dan etika.

21
Punaji Setyasari, Op.Cit, hal.64-65

15
2. Rumusan masalah adalah suatu rumusan pertanyaan tentang suatu fenomena,
baik dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam
kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang
satu dengan lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat.. rumusan
masalah penelitian dapat dibedakan dalam dua sifat, yaitu a) rumusan masalah
deskritif, apabila tidak dihubungkan antarfenomena, dan b) rumusan masalah
deksplanatoris, apabila rumusannya menunjukkan adanya hubungan atau
pengaruh antara dua atau lebih fenomena.
3. Latar belakang masalah adalah suatu kajian yang berisi uraian tentang
keresahan, kepenasaranan, dan hal-hal yang mendorong melakukan penelitian.22
Dalam menulis sebuah latar belakang masalah setidaknya ada tujuh hal yang
perlu dijelaskan, yaitu: a) Mengapa masalah tersebut perlu diteliti, b)
Pentingnya masalah dan mendesak untuk dipecahkan, serta dapat dilaksanakan
sesuai waktu yang tersedia, biaya dan daya dukung lain yang dapat
memperlancar penelitian, c) Kesenjangan antara fakta yang terjadi dalam
pembelajran dan harapan yang perlu dipecahkan secara tepat, d) Realitas
pembelajaran, didukung data factual lengkap dengan diagnosisnya, e)
Keresahan dan kegelisahan peneliti, serta permasalahan yang akan muncul
seandainya masalah tersebut tidak diteliti, f) Tindakan yang akan dikenakan
pada subjek, dan mengapa tindakan tersebut diberikan, g) Teori atau konsep
yang menopang tindakan dan gagasan pemecahan masalah.

Daftar Pustaka

Arifin, Zainal. 2012. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru. Bandung:
Rosda Karya.

22
Emulyasa, Op.Cit, hal.61

16
Carolyn M. Evertson dan Edmund T. Emmer. 2011. Manajemen Kelas Untuk Guru
Sekolah Dasar Edisi Kedelapan. Jakarta: Kencana.

Djunaidi Ghony, M. 2009. Metodelogi Penelitian Pendidikan: Pendekatan


Kuantitatif. Malang: UIN-Malang Press.

Emulyasa.2010. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosda Karya

Hikmat, Mahi M.. 2011. Metode Penelitian: Dalam Perspektif ilmu Komunikasi dan
Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kerlinger. 1986. Foundations Of Behavioral Research. New York: Renehart and


Winston.

Muslich, Masnur. 2013. Melaksanakan PTK Itu Mudah. Jakarta: Bumi Aksara.

Setyasari, Punaji. 2010. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta:


Kencana.

Sukardi. 2005. Metodelogi penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodelogi Penelitian: Sebuah Pengenalan dan
Penuntun Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian. Yogyakarta:
Graha Ilmu.

17

Anda mungkin juga menyukai