Anda di halaman 1dari 11

STUDIO PERANCANGAN

PERMUKIMAN II

MENGANALISIS 2 KAWASAN
PERMUKIMAN
NURSITAMSU
F 221 18 173

TUGAS II
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Permukiman merupakan kegiatan yang banyak mendominasi kegunaan lahan baik di


kota maupun daerah pinggiran. Menjamurnya pembangunan permukiman yang ada di
pinggiran kota secara tidak teratur mengakibatkan perkembangan kota disebut sebagai urban
sprawl (Troy, 1996). Permukiman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia (yang
harus terpenuhi agar manusia dapat sejahtera dan hidup layak sesuai dengan derajat
kemanusiaannya.

Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan


tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan
aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian lahan aktual
merupakan kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik, data biofisik tersebut berupa
karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan penggunaan sebuah
lahan tersebut, misalkan untuk permukiman maka karakteristik tanah seperti apa yang cocok
untuk membangun sebuah permukiman.

Evaluasi kesesuaian lahan adalah proses menaksir kesesuaian lahan untuk berbagai
pilihan penggunaan tertentu, kerangka dasar evaluasi lahan adalah untuk mencocokan
(matching) kualitas suatu lahan dengan syarat yang diperlukan untuk suatu penggunaan
tertentu (FAO, 1976). Evaluasi kesesuaian lahan permukiman merupakan proses
penggambaran tingkat kesesuaian lahan untuk kegiatan permukiman. Metode yang
digunakan adalah dengan metode Analytical Hierarki Process (AHP) dan Sistem Informasi
Geografis (SIG), AHP berguna untuk menunjukan besar bobot yang mempengaruhi
masingmasing parameter dan SIG memiliki peran dalam menganalisis proses evaluasi
kesesuaian lahan yang sesuai dengan parameter yang telah ditentukan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. MENGANALISIS KAWASAN PERMUKIMAN DIKAMPUNG RW 3


LOWOKWARU KOTA MALANG
Kampung RW 3 merupakan kawasan permukiman perkotaan padat di Kota
Malang dengan luas kawasan 2,78 Ha. Peruntukan lahan didominasi permukiman sebagai
lahan terbangun sebesar 2,73 Ha (98,20%) dan lahan tidak terbangun sebesar 0,05 Ha
(1,80%). Jumlah penduduk yang terus meningkat dan keterbatasan lahan tidak
mengurangi upaya urban farming di RW 3 Lowokwaru. Kampung RW 3 Lowokwaru ini
memiliki potensi pertanian organik perkotaan berupa usaha pembibitan sayur siap tanam,
budidaya sayuran organik serta budidaya ikan lele. Bibit tanaman sayur dan budidaya
sayuran organik yang dikembangkan antara lain cabe besar, cabe kecil, tomat, terong,
okra, sawi, brongkol. Budidaya ikan lele dilakukan dengan semi intensif dengan kapasitas
kolam 1.250 ekor untuk sekali tebar.
Usaha pembibitan sayur siap tanam yang dilakukan sejak tahun 2012 dengan
produksi + 25.000 bibit per 20 hari jauh dibawah permintaan + 50.000 bibit untuk
memenuhi kebutuhan petani di Kota Batu dan Kecamatan Pujon Kabupaten Malang yang
memang memprioritaskan wilayahnya pada pengembangan sektor pertanian. Pertanian
perkotaan terbentuk atas kerjasama antara pengelola RW dengan ibu-ibu kelompok tani
di kampung menumbuhkan semangat yang kuat dalam pengembangan urban farming
dengan konsep kawasan rumah pangan lestari (KRPL). Kelompok ibu-ibu kelompok Tani
ini dikenal dengan nama “Lotigama” yang berasal dari singkatan “Lowokwaru Tiga
Malang”. Keberadaan Lotigama ini terus berkembang. Setiap tahunnya sejak 2012,
keanggotaannya semakin bertambah. Perlu adanya suatu konsep untuk memecahkan
masalah terkait lahan dan mengotimalkan pemberdayaan masyarakat RW 3.
Kota adalah permukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batasan
wilayah administrasi yang diatur dalam perunndang-undangan serta permukiman yang
telah memperlihatkan watak dan ciri kehidupan kekotaan. Sedangkan perkotaan adalah
suatu kumpulan pusat-pusat permukiman yang berperan di dalam suatu wilayah
pengembangan dan atau wilayah nasional sebagi simpul jasa [1]. Kota dapat berfungsi
sebagai tempat pelayanan, pemasaran, kegiatan industri, peribadatan, pendidikan dan
sebagainya Urban farming merupakan konsep pertanian perkarangan, yakni bercocok
tanam yang dilakukan dan dikelola di lingkungan sekitar rumah dan pemukiman
perkotaan . FAO mendefinisikan pertanian urban sebagai sebuah industri yang
memproduksi, memproses serta memasarkan produk dan bahan nabati, terutama dalam
menanggapi permintaan sehari-hari konsumen di perkotaan yang menerapkan metode
produksi intensif, memanfaatkan dan mendaur ulang sumber daya dan limbah perkotaan,
serta menghasilkan beragam tanaman dan ternak.
Pemanfaatan lahan pekarangan yang dilakukansecara optimal tidakhanya dapat
memenuhikebutuhan pangan dan gizi keluarga, namunberpeluang juga dalam
memberikan tambahan pendapatan bagikeluarga. Pengembangan ModelKawasan Rumah
Pangan Lestari (M-KRPL) adalah salah satu upaya pemerintah dalam
percepatankemandirian dan ketahanan pangan rumah tangga,melaluipeningkatan
diversifikasi pangan. Prinsip utama dalam pengembanganKawasan Rumah Pangan
Lestari (KRPL) diantaranya :
• Ketahanan dan kemandirian pangan keluarga.
• Diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal.
• Konservasi tanaman pangan untuk masa depan.
• Peningkatan kesejahteraan keluarga.
1. perencanaan yaitu di wilayah RW 3 Lowokwaru.

Teknik yang dilakukan adalah dengan cara observasi dan wawancara. Observasi
dilakukan terhadap kawasan perencanaan dari kondisi fisik dan non fisik. Sednagkan
wawancara dilakukan untuk menggali informasi lebih dalam mengenai kondisi sosial,
ekonomi, dan strategi yang perlu dilakukan. Hal ini berdasar pada perencanaan perlu
dilakukan dengan carabottom-up guna menampung aspirasi masyarakat.Variabel-variabel
yang digunakan dalam penelitian ini dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi,
lingkungan, dan modal sosial. Beberapa metode analisis yang digunakan untuk
merumuskan rekomendasi pengembangan RW 03 adalah analisis deskriptif sub sistem
hulu-hilir komoditas, kelayakan usaha, prospek modal sosial dan kelembagaan.

RW 3 Kelurahan Lowowaru terletak di BWP Malang Utara dengan fungsi


kegiatan utama adalah pendidikan, perdagangan dan jasa, industri kecil, dan wisata
budaya. Berdasarkan pada peta penggunaan Lahan di BWP Malang Utara diketahui
bahwa Kelurahan Lowokwaru terdiri dari guna lahan perdagangan dan jasa, permukiman
dan RTH (Ruang Terbuka Hijau).Secara spesifik, RW 3 di Kelurahan Lowokwaru
merupakan kawasan yang diperuntukkan sebagai zona perumahan jenis rumah tunggal
dengan fungsi sebagai rumah tinggal. Fungsi rumah tinggal ini menandakan bahwa RW
03 merupakan salah satu dari kampung perkotaan yang terdapat di Kota Malang. Dengan
kondisi penataan permukiman yang rapi dan berderet memberikan keuntungan tersendiri
bagi pengembangan urban farming di Kampung bibit ini. Dengan kondisi permukiman
yang berjajar rapi ini memberi kemudahan warga untuk saling berkomunikasi, berdiskusi
dan berinteraksi.

Kampung RW 3 merupakan kawasan permukiman perkotaan padat di Kota


Malang dengan luas kawasan 2,78 Ha. Peruntukan lahan didominasi permukiman sebagai
lahan terbangun sebesar 2,73 Ha (98,20%) dan lahan tidak terbangun sebesar 0,05 Ha
(1,80%). Beberapa site yang ada adalah terdapat lahan yang dimanfaatkan oleh warga
menjadi kebun seluas 0,05 ha dan kolam lele yang berwadahkan terpal. Dalam kebun
bibit tersebut terdapat kegiatan pembibitan dan pembesaran.
2. Analisis Sub Sistem Hulu-Hilir

Kegiatan pertanian di RW 3 ini terdiri dari aktifitas pembibitan dan pembesaran.


Aktifitas pembibitan sekarang ini dikerjakan berdasarkan order dari pasar. Berikut adalah
alur.

3. Analisis Prospek Kesiapan Sosial Kelembagaan


Pengembangan Kampung Bibit RW 03 Kelurahan Lowokwaru sudah memiliki modal
sosial untuk pengembangan kampung kedepan, salah satu aspek modal sosial yang sudah dimiliki
yaitu kepercayaan dimana warga Kampung Bibit RW 03 Kelurahan Lowokwaru sangat
mempercayai pengelolaan bagi hasil yang didapatkan dari Kampung bIbit ini karena adanya
aspek terbukaan satu sama lain di dalam pengelolaan Kelembagaan yang ada di RW 03
Kelurahan Lowokwaru terdiri dari PKK, KarangTaruna, dan LOTIGAMA. Sedangkan dalam
pengembangan Kampung Bibit di RW 03 Kelurahan Lowokwaru, kelembagaan yang masih
berperan penuh yaitu LOTIGAMA dibantu oleh PKK dimana pemberdayaan yang selama 4 tahun
berjalan hanya menggunakan sumber daya perempuan.
B. PERMUKIMAN KABUPATEN BANGGAI
• Peta lokasi

1. Kawasan Konservasi Kabupaten Banggai


• Nama Kawasan : Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten
Banggai 2
• Dasar Hukum :
a) Pencadangan : Keputusan Bupati Banggai Nomor :
523/1209/Dislutkan
b) Rencana Pengelolaan dan Zonasi : -
c) Unit Organisasi Pengelola : Di bawah Dinas Kelautan dan
Perikanan
d) Penetapan : Belum diusulkan proses penetapan
2. Luas Kawasan : 75 ha
3. Letak, Lokasi dan Batas-batas
Kawasan Kabupaten Banggai adalah salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi
Sulawesi Tengah, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Luwuk. Kabupaten
Banggai merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ±84 meter di atas
permukaan laut, terletak pada posisi 0o 30’ – 2o 20’ Lintang Selatan dan 122o 23’ –
124o 20’ Bujur Timur. Hingga akhir 2013, wilayah administrasi Kabupaten Banggai
berkembang menjadi 23 kecamatan, 46 kelurahan, dan 291 desa. Jarak antara ibukota
Kabupaten ke Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten lain di Sulawesi
Tengah.
• Luwuk - Palu = 610 Km
• Luwuk - Parigi = 535 Km
• Luwuk - Poso = 388 Km
• Luwuk - Ampana = 248 Km
• Luwuk - Banggai = 100 Km/66 Mil Laut
• Luwuk - Salakan = 61 Km/38 Mil Laut
• Luwuk - Bungku = 161 Km/106 Mil Lau

Wilayah Kabupaten Banggai bagian utara dibatasi oleh Teluk Tomini, bagian timur
berbatasan dengan Provinsi Maluku Utara, bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Banggai
Kepulauan dan bagian barat dibatasi oleh Kabupaten Tojo Una-Una dan Morowali. (BPS
Banggai, 2014)

4. Kondisi Umum

Kondisi topografi Kabupaten Banggai didominasi oleh kawasan perbukitan dengan


kategori kemiringan lereng curam (25-40%) hingga sangat curam (>40%) sebesar ±395.094,96
Ha atau sekitar ±40.83 % dari luas wilayah. Sedangkan untuk kemiringan lereng yang termasuk
kategori landai – agak curam – curam (15-25%) sebesar ±213,856.75 Ha atau sekitar 22,10%
dari luas wilayah. Kemiringan lereng yang termasuk kategori datar – landai (8-15%) seluas
±167,901.22 Ha atau sekitar 17,35 % dari luas wilayah.
5. Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi
• Sosial
Berdasarkan data Penduduk 2013, jumlah penduduk kabupaten
Banggai sebanyak 342.698 jiwa, terdiri dari 174.614 laki-laki dan
168.084 perempuan. Jumlah penduduk tertinggi ada di Kecamatan Luwuk
yaitu 35.824 jiwa dan yang terendah ada di Kecamatan Lobu yaitu 3.541
jiwa. Jika dilihat dari piramida penduduk Kabupaten Banggai, polanya
mengambarkan struktur penduduk muda. Hal ini menunjukkan bahwa
fertilitas merupakan faktor yang mempengaruhi struktur penduduk.
(Pemkab Banggai, 2014)
• Budaya
Penduduk yang tinggal di Kabupaten Banggai berasal dari beragam
suku bangsa, budaya, adat dan agama. Suku bangsa yang ada di
Kabupaten Banggai antara lain suku Saluan, Balantak, Banggai, Jawa,
Bali, Sasak, Bugis, Bajo, dan lain-lain. Sementara agama yang dianut
mayoritas penduduk Kabupaten Banggai adalah agama Islam. (Pemkab
Banggai, 2014)
• Ekonomi
Mayoritas penduduk Banggai beragama Islam, yang terdiri dari
suku Saluan, Ta, Bajo, serta suku lain seperti Jawa dan Bugis. Namun ada
juga penduduk yang beragama lainnya seperti Kristen dan Hindu terutama
di daerah transmigrasi. Sebagian besar warganya memiliki mata
pencaharian sebagai penggarap kebun maupun nelayan.
(Indonesiamengajar, 2014)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Faktor penyebab terjadinya mobilitas sosial masyarakat suku Bajo di Desa
Tinakin Laut, Kecamatan Banggai Kabupaten Banggai Laut yaitu faktor bencana alam,
faktor kondisi material bangunan, faktor ekonomi serta faktor perubahan pola pikir.
Bencana alam yang pernah terjadi di daerah tersebut mengakibatkan warga bajo bergerak
pindah ke daratan dan membuat rumah permanen. Kekuatan atau daya tahan material
bangunan yang harus direnovasi secara berkala sehingga orang bajo berinisatif membuat
rumah di darat seperti masyarakat local dan juga karena lebih membutuhkan banyak
biaya dalam hal harus merenovasi setiap waktunya. Pekerjaan masyarakat bajo adalah
penunjang pemenuhan kebutuhan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga orang
bajo dengan pendapatan yang tidak menentu dilaut mencari alternative pekerjaan di darat
sebagai tambahan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai