BERNALAR ILMIAH
Penulis :
Ryan Gustomo,dr – 012028066306
Fidelis Pali, dr. – 012028096307
Meilani Yevista Debora Br. Pasaribu, dr. – 012028026305
Marisa Setiawan, dr. – 012028156304
Siti Annisa Dewi Rani, dr. – 012028116302
Harris Kristanto Soedjono, dr. – 012028036301
Ni Nyoman Ayu Ratih Pradnyani, dr. – 012028086301
Maulidina Agustin, dr. – 012028206302
MKDU 2021
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME karena hanya dengan limpahan
rahmat-Nya Kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Bernalar Ilmiah” tepat
pada waktunya. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
sebagai salah satu materi dalam MKDU PPDS (Mata Kuliah Dasar Umum Pogram Pendidikan
Dokter Spesialis) di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Akhir kata, tak ada gading yang tak retak karenanya kami sebagai tim penulis menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami
mengharapkan doa, saran dan kritik yang membangun sehingga tugas ini dapat menjadi sarana
mengembangkan diri bagi pembaca dan penulis di bidang filsafat ilmu.
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul……………………………………………………………………………..i
Kata Pengantar…………………………………………………………………………….ii
Daftar Isi………………………………………………………………………………….iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………1
1.1.Latar Belakang…………………………………………………………………….1
1.2.Rumusan Masalah…………………………………………………………………1
1.3.Tujuan Makalah……………………………………………………………………2
1.4.Manfaat Makalah…………………………………………………………………..2
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.3. Tujuan Makalah
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah mengetahui yang dimaksud dengan bernalar
ilmiah, jenis penalaran, dan kelebihan serta kekurangan bernalar ilmiah.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Terdapat bentuk-bentuk pemikiran Induktif, antara lain (Hurley, 2012):
1. Prediksi: menarik kesimpulan yang menggunakan pengetahuan tentang masa lalu
sebagai dasar untuk memprediksi hal tertentu di masa depan. Contoh: Seseorang dapat
meramalkan terjadinya gelombang tsunami di lokasi tertentu berdasarkan fenomena
alam yang telah terjadi di lokasi tersebut.
2. Argumen berdasarkan analogi: menarik kesimpulan yang menggunakan dasar analogi,
atau kesamaan, antara dua hal atau kondisi. Contoh: Sesorang menganggap mobil
Mercedes si A pasti nyaman dikendarai karena mobil Mercedes si C nyaman
dikendarai.
3. Generalisasi: menarik kesimpulan yang menggunakan pengetahuan atas sejumlah
sampel sebagai dasar untuk melakukan klaim tertentu atas seluruh anggota kelompok.
Contoh: Seseorang mengklaim seluruh mangga di keranjang tertentu semuanya manis
karena 3 buah mangga dari keranjang tersebut rasanya manis.
4. Argumen berdasarkan otoritas: menarik kesimpulan berdasarkan pernyataan dari
seseorang yang dianggap ahli atau dari saksi mata. Contoh: Seseorang berpendapat
bahwa pendapatan perusahaan tertentu akan meningkat di kuartal berikutnya
berdasarkan pernyataan dari seorang konsultan investasi.
5. Argumen berdasarkan tanda-tanda: Cara menarik kesimpulan berdasarkan tanda atau
simbol tertentu. Contoh: Saat mengendarai mobil di jalan yang belum pernah dilalui
dan melihat tanda lalu-lintas “tikungan tajam satu mil ke depan” maka si pengendara
akan menyimpulkan bahwa akan ada tikungan tajam 1 mil ke depan. Tanda ini bisa saja
salah penempatannya atau keliru isinya karena itu kesimpulan di atas hanya bersifat
kemungkinan.
6. Penyimpulan berdasarkan hubungan kausal: Cara menarik kesimpulan berdasarkan
pengetahuan tentang penyebab atau akibat dari hal tertentu. Contoh: Seseorang bisa
menyimpulkan bahwa anggur yang tanpa sengaja tertinggal di dalam freezer
semalaman pasti beku berdasarkan pengetahuannya.
4
2.2.2 Penalaran Deduktif
Bentuk dasar penalaran deduksi adalah silogisme. Silogisme (deduksi) dirumuskan
sebagai “an act of the mind in which, from the relation of two propositions to each other, we
infer, i.e, understand and affirm, a third proposition.” Menurut R.G Soekadijo (2003), silogisme
merupakan proses penarikan kesimpulan yang bertolak dari proposisi universal sebagai premis.
Contoh:
Semua pencuri harus dihukum menurut hukum.--[ premis mayor]
Johan seorang pencuri---------------------------------premis minor]
Johan harus dihukum menurut hukum--------------[konklusi/kesimpulan]
Kesimpulan yang diambil bahwa si Johan harus dihukum menurut hukum yang berlaku
adalah pengetahuan yang sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara
logis dari dua premis yang mendukungnya. Jika kebenaran dari konklusi/ kesimpulan
dipertanyakan, maka harus dikembalikan kepada kebenaran premis yang mendahuluinya
(Hakim, 2012).
Penalaran deduktif merupakan aspek penting pemikiran ilmiah karena merupakan dasar
dari peneliti melakukan penelitian. Pernyataan penalaran deduktif mencakup informasi atau
metode yang menyatakan hipotesis tentang bagaimana sesuatu bekerja, dan kesimpulan yang
mengikuti hipotesis itu. (Dunbar, 2012).
2.2.3 Penalaran Abduktif
Penalaran abduktif adalah penalaran penting untuk memberikan penjelasan peristiwa
seperti penemuan yang tidak disengaja. Penalaran abduktif mencoba memberikan penjelasan
dalam bentuk berikut: “Jika situasi X terjadi, apakah itu dapat memberikan bukti terkini yang
saya coba jelaskan?”. Penalaran semacam ini tidak masuk akal, tetapi dapat membantu
menemukan penemuan baru dan juga berkontribusi pada kreativitas penelitian (Dunbar, 2012).
2.2.4. Analogi
Analogi dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai persamaan atau persesuaian
antara dua hal yang berbeda. Dalam analogi yang dicari adalah keserupaan dari dua hal yang
berbeda dan menarik kesimpulan atas dasar keserupaan tersebut. Dengan demikian, analogi
dapat dimanfaatkan sebagai penjelas atau sebagai dasar penalaran (Sari, 2016).
5
Penggunaan analogi dalam penalaran ilmiah adalah untuk membentuk jembatan antara
apa yang sudah diketahui dengan apa yang ingin dijelaskan, dipahami atau ditemukan. Analogi
banyak digunakan pada hampir semua autobiografi dan biografi ilmiah, setidaknya ada satu
analogi dibahas secara mendalam (Dunbar, 2012). Secara umum penalaran ilmiah secara
analogi dibagi menjadi dua, yaitu target (variabel) dan sumber (referensi). Target/variabel
merupakan suatu konsep atau masalah yang peneliti berusaha jelaskan atau pecahkan.
Sementara sumber/referensi merupakan suatu dasar pengetahuan yang digunakan peneliti
untuk memahami atau menjelaskan target/variabel tersebut. Peneliti akan membuat analogi
dengan memetakan fitur sumber ke fitur target. Dengan pemetaan tersebut, fitur-fitur baru
target dapat ditemukan, atau fitur-fitur target dapat disusun ulang sehingga konsep baru
ditemukan dan suatu hipotesis dibuat. Selain itu peneliti juga akan memetakan sistem dari
berbagai macam relasi. Salah satu alasan mengapa analogi ilmiah begitu kuat karena ia dapat
menghasilkan penemuan baru (Dunbar, 2012).
Terdapat 2 jenis analogi, yaitu analogi induktif dan deklaratif. Analogi induktif disusun
berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa
yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena kedua. Analogi deklaratif
digunakan sebagai metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal
atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal (Dunbar, 2012).
Berikut adalah contoh penalaran analogi: Seseorang yang menuntut ilmu sama halnya
dengan mendaki gunung. Sewaktu mendaki, ada saja rintangan seperti jalan yang licin yang
membuat seseorang jatuh. Ada pula semak belukar yang sukar dilalui. Dapatkah seseorang
melaluinya? Begitu pula bila menuntut ilmu, seseorang akan mengalami rintangan seperti
kesulitan ekonomi, kesulitan memahami pelajaran, dan sebagainya. Apakah Dia sanggup
melaluinya? Jadi, menuntut ilmu sama halnya dengan mendaki gunung untuk mencapai
puncaknya (Meliono, 2010).
Proses penalaran analogi memiliki beberapa tahap sebagai berikut:
1. pengambilan sumber
2. menyelaraskan fitur sumber dengan target
3. memetakan fitur sumber ke target
4. mungkin membuat kesimpulan baru tentang target.
6
Penarikan kesimpulan atau hipotesis dapat dibuat ketika sumber menyoroti suatu fitur
yang tidak diketahui dari target atau merombak ulang target menjadi serangkaian hubungan
baru. Akan tetapi, perlu diingat bahwa meskipun penalaran analogi merupakan suatu alat yang
kuat, kesimpulan/hipotesis yang salah dapat terjadi. (Dunbar, 2012).
2.2.5. Hubungan Sebab Akibat (Kausal)
Hubungan kausal merupakan proses penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang
saling berhubungan. Banyak penalaran ilmiah dan dasar teori ilmiah berkaitan dengan
pengembangan model kausal antara variabel yang diteliti. Masalah utama pada literatur
hubungan kausal, yang secara langsung relevan dengan pemikiran ilmiah, adalah sejauh mana
para peneliti diatur oleh pencarian mekanisme sebab-akibat (yaitu, bagaimana suatu variabel
bekerja) dengan pencarian data statistik ( yaitu, seberapa sering variabel terjadi bersamaan)
(Dunbar, 2012).
Berikut adalah contoh hubungan sebab-akibat: Belajar menurut pandangan tradisional
adalah usaha untuk memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan. “Pengetahuan” mendapat tekanan
yang penting, oleh sebab pengetahuan memegang peranan utama dalam kehidupan manusia.
Pengetahuan adalah kekuasaan. Siapa yang memiliki pengetahuan, ia mendapat kekuasaan
(Meliono, 2010). Dikotomi ini dapat diringkas untuk mencari informasi kualitatif versus
kuantitatif tentang masalah yang diteliti. Namun, banyak peneliti cenderung untuk
mengumpulkan lebih banyak informasi tentang mekanisme yang mendasari variabel yang
diteliti daripada kovariasi antara sebab dan akibat.Sebagai contoh, umumnya strategi utama
yang digunakan peneliti pada simulasi pemikiran ilmiah adalah mengumpulkan sebanyak
mungkin informasi tentang bagaimana objek yang sedang diteliti bekerja, daripada
mengumpulkan sejumlah besar data kuantitatif untuk menentukan apakah pengamatan tersebut
berlaku pada banyak sampel. Temuan ini menunjukkan bahwa komponen utama dari penalaran
ilmiah dapat digunakan untuk merumuskan hubungan sebab akibat suatu peristiwa ilmiah
secara eksplisit (Dunbar, 2012).
7
2.3. Kelebihan dan Kekurangan Penalaran Ilmiah
Proses berpikir ilmiah memiliki banyak manfaat yang berperan penting pada
kehidupan manusia, baik dalam bekerja secara profesional maupun di kehidupan sehari-hari.
Akan tetapi, limitasi-limitasi tertentu tetap ada pada cara berpikir. Cara berpikir ilmiah
merupakan sebuah metode yang memiliki kelebihan antara lain yaitu:
1. Mengajarkan manusia untuk memandang realita dan segala sesuatu yang ada
2. Dapat digunakan dan diamalkan dalam kehidupan keseharian
3. Bersifat logis, karena dapat dibuktikan oleh semua orang
4. Lebih mudah disebar dan dikaji ulang karena sistematikanya jelas dan terukur
5. Kajian semakin mendalam karena semakin terspesialisasi (Putra, 2010).
Selain nilai - nilai kelebihan dan manfaat dari proses berpikir ilmiah, proses ini memiliki
limitasi sendiri, meliputi:
1. Sulitnya pembuktian aspek supranatural/kepercayaan melalui pembuktian ilmiah
akibat limitasi dari indera manusia
2. Pengambilan kesimpulan akan baik dan buruknya suatu hal, contohnya pada dilema
pada aspek moralitas karena hal tersebut di luar ranah ilmiah (Lower, 2020);
3. Beberapa kesimpulan ilmiah tidak bisa mewakilkan suatu kondisi dalam kehidupan
nyata serta bisa timbul bias pada aplikasinya. Hal ini dapat disebabkan oleh penarikan
kesimpulan yang berasal dari kondisi eksperimental dengan bersifat artifisal atau
buatan (Putra, 2010).
8
BAB 3
3.1 Kesimpulan
Penalaran adalah cara (perihal) menggunakan nalar, pemikiran atau cara berpikir
logis atau hal mengendalikan sesuatu dengan nalar dan bukan dengan perasaan atau
pengalaman, serta merupakan proses mental dalam mengembangkan pikiran dari beberapa
fakta atau prinsip. Penalaran Ilmiah adalah proses ketika prinsip-prinsip logika diterapkan
pada proses ilmiah.
Ada 2 jenis penalaran yaitu penalaran deduktif dan induktif. Penalaran deduktif
menarik kesimpulan dari beberapa fakta yang sudah ada. Sementara Penalaran induktif
merupakan suatu penarikan kesimpulan yang bersifat umum, dari pernyataan yang bersifat
khusus.
Beberapa kekuatan dari pola pikir ilmiah yaitu mengajarkan manusia untuk
memandang realita dan segala sesuatu yang ada, dapat digunakan dalam kehidupan
keseharian, logis, lebih mudah disebar dan dikaji ulang, dan kajiannya semakin mendalam
karena semakin terspesialisasi. Proses berpikir dapat memberikan suatu kekeliruan dalam
memberikan sebuah penafsiran dan penarikan proses kesimpulannya dikarenakan limitasi
dari indera manusia, hal tersebut di luar ranah ilmiah, tidak bisa mewakilkan suatu kondisi
dalam kehidupan nyata.
3.2 Saran
Penalaran sangat penting untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Namun bernalar
ilmiah harus tetap memperhatikan kaedah-kaedah tertentu agar tidak menghasilkan sebuah
kesimpulan yang salah. Seorang filsuf atau peneliti hendaknya selalu menggunakan
kemampuannya untuk bernalar ilmiah yang benar sehingga dapat menghasilkan suatu
kesimpulan yang benar.
9
DAFTAR PUSTAKA
Dunbar, K. N. & Klahr, D. (2012). Scientific Thinking and Reasoning. The Oxford Handbook
of Thinking and Reasoning. Oxford University Press. Oxford
Hakim, A, Syaiharrozi,I.2012. Konsep Dasar Berpikir Ilmiah dengan Penalaran Deduktif,
Induktif, dan Abduktif. Journal Engineering
Hurley, PJ. (2012) A concise introduction to logic. Belmont, Calif. U.A.: Wadsworth
Cengage Learning
Lower, S. (2020) Limitations of the Scientific Method, LibreTexts. Available at:
https://chem.libretexts.org/Bookshelves/Analytical_Chemistry/Supplemental_Module
s_(Analytical_Chemistry)/Quantifying_Nature/The_Scientific_Method/Science_vs._P
seudo-science%3A_Limitations_of_the_Scientific_Method (Accessed: 17 January
2021).
Meliono,I, Hayon, Y.P., Syamtasiah, I., Poerbasari A.S., Suhartono. (2010). Logika, Filsafat
Ilmu, dan Pancasila, Buku Ajar 1: Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
Terintegrasi. Depok: Universitas Indonesia.
Putra, S. T. (2010) Filsafat Ilmu Kedokteran. 1st edn. Surabaya: Airlangga University Press.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/
Popper, K. (2005). Logic of scientific discovery. London: Routledge.
Sari, Diah Prawitha. (2016). Berpikir matematis dengan metode induktif, deduktif , analogi,
integratif, dan abstrak. Delta-Pi: Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika Vol.
5, No.1
Soekadijo, R.G,.(2003). Logika Dasar, Tradisional, Simbolik, dan Induktif, cet. Ke-9. Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama.
Supriyanto, S.(2013).Filsafat Ilmu.Jakarta:Prestasi Pustaka Publisher
10