Lapsus Orto
Lapsus Orto
oleh:
dr. Muhammad Gagas Sasongko
pembimbing:
pendamping:
dr. M. Kartikanuddin
SEPTEMBER 2020
LEMBAR PERESETUJUAN PORTOFOLIO
BEDAH
Oleh :
dr. Muhammad Gagas Sasongko
Tanggal: ..................
Pembimbing
Mengetahui,
Pendamping I Pendamping II
Anamnesis :
Pasien datang ke IGD jam 18.00 dengan keluhan post KLL 1 jam yang lalu, saat
bersepedah motor dalam kecepatan 40km/jam menabrak truk yang belok mendadak
menghindari mobil. Saat kejadian setir motor tersenggol truk, dan pasien dalam kondisi
dibonceng terjungkal kedepan, jatuh ke aspal bertopang siku kiri. Setelah itu tangan
pasien terasa kesemutan, makin lama makin linu. Siku kebawah sulit digerakkan, hanya
jari jari dapat bergerak sedikit. Pasien dibawa ke PKM Baruharjo, dibidai dan dirujuk ke
RSUD dr.Soedomo Trenggalek. Terdapat luka babras di siku kiri, perdarahan aktif (-),
penurunan kesadaran (-), hilang ingatan (-), mual (-) muntah (-).
RBC : 3.80
RDW: 15.8 H
PDW: 9.7
MPV: 9.3
P-LCR: 18.6
NEUT%: 90.4 H
LYMPH%: 7.3
NEUT#: 12.58 H
LYMPH#: 1.02
Foto Klinis :
Rontgen Humerus S Endo/Eksorotasi:
7. Diagnosa:
CF Humerus S 1/3 distal Displace + High Radial nerve Palsy
8. Tata Laksana:
- Inf RL 24tpm
- Inj.Dexketoprofen 3x1amp
- Inj.Ranitidin 2x1amp
- Inj.Mecobalamin 3x1amp
- Bidai
- Puasa
- Pro ORIF
9. Follow Up:
Foto xray humerus AP post ORIF + Plate Screw 18-Juni-2020:
Klinis pasien 12-Juli-2020:
Inspeksi : scar bekas operasi pada lengan atas kiri, tanpa deformitas dan atrofi
lengan maupun jari tangan.
Palpasi : Tidak di dapatkan nyeri pada scar bekas operasi, paraesthesia pada
punggung tangan sisi lateral, pulsasi arteri radialis dan ulnaris kuat, capillary
refil time kurang dari 2 detik.
Pergerakan : tidak mampu elevasi ibu jari tangan, ekstensi pada pergelangan
tangan kiri dan abduksi kelima jari pada tangan kiri.
PEMBAHASAN
1. Anatomi
1.1 Anatomi Humerus
Humerus atau tulang pangkal lengan ada sepasang dan berbentuk tulang
panjang dan terletak pada brachium. Humerus berartikulasi dengan scapula di
proksimal dan dengan radius ulna di distal. Humerus dapat dibagi menjadi 3
bagian, yaitu proksimal humeri, shaft humeri dan distal humeri (Maurice, 1997).
1. Proksimal Humeri
Pada proksimal humeri, terdapat caput humeri yang setengah bulat dan
dilapisi oleh tulang rawan. Caput humeri merupakan bagian humerus yang
berartikulasi dengan kavitas glenoidalis yang merupakan bagian scapula. Arah
caput humeri serong mediosuperior dan sedikit posterior. Caput humeri
dipisahkan dengan struktur di bawahnya oleh collum anatomicum (Subagyo,
2002).
Didapatkan dua tonjolan tulang yang disebut tuberculum majus dan
tuberculum minor. Tuberculum majus mengarah ke lateral dan melanjutkan diri
ke distal sebagai crista tuberculi majoris. Tuberculum minor mengarah ke anterior
dan melanjutkan diri sebagai crista tuberculi minoris. Di antara kedua tuberculum
serta crista tuberculi dibentuk sulcus intertubercularis yang dilapisi tulang rawan
dan dilalui tendon caput longum m. bicipitis.
2. Shaft humeri
Shaft humeri memiliki penampang melintang berbentuk segitiga.
Permukaan shaft humeri dapat dibagi menjadi facies anterior medialis, facies
anterior lateralis dan facies posterior. Pertemuan facies anterior medialis dengan
facies posterior membentuk margo medialis. Margo medialis ke arah distal makin
menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris medialis. Pertemuan facies
anterior lateralis dengan facies posterior membentuk margo lateralis. Margo
lateralis ini juga ke arah distal makin menonjol dan tajam sebagai crista
supracondilaris lateralis.
5. M. Subscapularis
Otot ini membentuk dinding posterior fossa axillaris. Origonya di fossa
subscapularis. Tendo insersinya berjalan di anterior dan melekat pada capsula
artikulasi humeri serta tuberculum minor humeri. Otot ini diinervasi oleh n.
subscapularis. Otot ini berfungsi untuk endorotasi artikulasi humeri.
6. M. Teres Minor
Otot ini mungkin sulit dipisahkan dengan m. infraspinatus. Otot ini
berorigo pada tepi lateral fossa infraspinata dan tendo insersinya mula-mula
melekat pada capsula articularis humeri, kemudian melekat pada tuberculum
minor humeri. Otot ini diinervasi oleh n. axillaris. Otot ini berfungsi untuk
eksorotasi artikulasi humeri.
7. M. Teres Mayor
Otot ini berorigo di facies dorsalis scapulae dekat angulus inferior.
Berinsersi di labium medial sulcus intertubercularis humeri di inferior dari tempat
insersi m. subscapularis. Inervasi otot ini berasal dari n. subscapularis. Bersama
m. latissimus dorsi, otot ini berfungsi untuk adduksi artikulasi.
8. M. Biceps Brachii
Otot yang berorigo di scapula ini, memiliki dua caput yaitu caput longum
et brevis. Caput brevis berorigo bersama dengan m. coracobrachialis di processus
coracoideus. Sedang caput longum berorigo di tuberositas supraglenoidalis.
Ketika melalui sulcus intertubercularis humeri, tendo origonya di fiksasi oleh
ligamentum transversum humeri. Insersi otot ini pada tuberositas radii. Sebagian
tendo insersinya, sebagai lacertus fibrous, berinsersi di fascia antebrachii dan ulna.
Fungsi caput longum m. biceps brachii untuk fleksi artikulasi humeri et cubiti,
sedangkan caput brevisnya untuk supinasi artikulasi radioulnaris.
9. M. Coracobrachialis
Otot ini berorigo di processus coracoideus. Otot ini ditembuw oleh n.
musculocutaneus dan insersi di sepertiga distal medial humeri. Otot ini berfungsi
untuk fleksi dan adduksi artikulasi humeri.
10. M. Brachialis
Otot ini berorigo di dua pertiga distal fascia anteromedial et anterolateral
humeri dan insersi pada capsula artikulasi cubiti, processus coronoideus et
tuberositas ulna. Otot ini berfungsi untuk fleksi artikulasi cubiti.
11. M. Triceps Brachii
Otot ini berada di regio brachii dorsalis. Otot ini memiliki tiga caput dan
tersusun dalam dua lapisan. Caput longum et lateralis menempati lapisan
superficial, sedang caput medial menempati lapisan profundus. Caput longumnya
berorigo pada tuberositas infraglenoidalis. Dalam perjalanannya ke inferior, caput
ini memisahkan hiatus axillaris medialis dari hiatus axillaris lateralis. Origo lateral
et medial dipisahkan oleh sulcus n. radialis humeri. Caput lateral berorigo di
facies posterior humeri di superior dari sulcus ini, sedang caput medial berorigo di
inferiornya. Insersinya di bagian posterior permukaan superior olecranon, fascia
antebrachii dan capsula articularis cubiti. Inervasi otot ini berasal dari n. radialis.
Fungsi dari caput longum m. triceps brachii untuk ekstensi dan adduksi
artikulasi humeri, sedangkan caput lateral et medial untuk ekstensi artikulasi
cubiti.
2. Klasifikasi Fraktur
Berikut klasifikasi fraktur diafisis humerus menurut Ortopaedics Trauma
Association (OTA)
Tipe A: fraktur sederhana (simple fracture)
A1: spiral
A2: oblik (>30°)
A3: transversa (<30°)
Tipe B: fraktur baji (wedge fracture)
B1: spiral wedge
B2: bending wedge
B3: fragmented wedge
Tipe C: fraktur kompleks (complex fracture)
C1: Spiral
C2: Segmental
C3: Ireguler (significant comminution)
Tipe A = fraktur sederhana. A1 = fraktur spiral (.1 pada sepertiga proksimal, .2 pada sepertiga tengah, dan .3
pada sepertiga distal), A2 = fraktur oblik, A3 = fraktur transversa.
Tipe B = fraktur baji (wedge fracture). B1 = fraktur baji spiral (spiral wedge fracture), B2 = bending wedge
fracture, A3 = fragmented wedge fracture.
Tipe C = complex fracture. C1 = fraktur spiral kompleks, C2 = fraktur segmental kompleks, C3 = fraktur
ireguler.
5. Penatalaksanaan
5.1 Penatalaksanaan Fraktur Humerus
5.1.1 Konservatif
Berikut beberapa metode dan alat yang digunakan pada terapi konservatif
(Harorld E, 2006).
1. Hanging cast
Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fraktur humerus
dengan pemendekan, terutama fraktur spiral dan oblik. Penggunaan pada
fraktur transversa dan oblik pendek menunjukkan kontraindikasi relatif
karena berpotensial terjadinya gangguan dan komplikasi pada saat
penyembuhan. Pasien harus mengangkat tangan atau setengah diangkat
sepanjang waktu dengan posisi cast tetap untuk efektivitas. Seringkali diganti
dengan fuctional brace 1-2 minggu pasca trauma. Lebih dari 96% telah
dilaporkan mengalami union.
2. Coaptation splint
Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tapi coaptation splint memiliki
stabilitas yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih kecil daripada
hanging arm cast. Lengan bawah digantung dengan collar dan cuff.
Coaptation splint diindikasikan pada terapi akut fraktur shaft humerus dengan
pemendekan minimal dan untuk jenis fraktur oblik pendek dan transversa
yang dapat bergeser dengan penggunaan hanging arm cast. Kerugian
coaptation splint meliputi iritasi aksilla, bulkiness dan berpotensial slippage.
Splint seringkali diganti dengan fuctional brace pada 1-2 minggu pasca
trauma.
3. Thoracobranchial immobilization (velpeu dressing)
Biasanya digunakan pada pasien lebih tua dan anak-anak yang tidak dapat
ditoleransi dengan metode terapi lain dan lebih nyaman jadi pilihan. Teknik
ini diindikasikan untuk pergeseran fraktur yang minimal atau fraktur yang
tidak bergeser yang tidak membutuhkan reduksi. Latihan pasif pendulum
bahu dapat dilakukan dalam 1-2 minggu pasca trauma.
4. Shoulder spica cast
Teknik ini diindikasikan pada jenis fraktur yang mengharuskan abduksi
dan eksorotasi ektremitas atas. Kerugian teknik ini meliputi kesulitan aplikasi
cast, berat cast dan bulkiness, iritasi kulit, ketidaknyamanan dan kesusahan
memposisikan ektremitas atas.
5. Functional bracing
Memberikan efek kompresi hidrostatik jaringan lunak dan mempertahankan
aligment fraktur ketika melakukan pergerakan pada sendi yang berdekatan.
Brace biasanya dipasang selama 1-2 minggu pasca trauma setelah pasien
diberikan hanging arm cast atau coaptation splint dan bengkak berkurang.
Kontraindikasi metode ini meliputi cedera massif jaringan lunak, pasien yang
tidak dapat dipercaya dan ketidakmampuan untuk mempertahankan
asseptabilitas reduksi. Collar dan cuff dapat digunakan untuk menopang
lengan bawah; aplikasi sling dapat menghasilkan angulasi varus (kearah
midline).
5.1.2 Pembedahan
Beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan pembedahan, diantaranya:
Cedera multiple berat
Fraktur terbuka
Fraktur segmental
Fraktur ekstensi intra-artikuler yang bergeser
Fraktur patologis
Siku melayang (floating elbow) pada fraktur lengan bawah
(antebrachii) dan humerus tidak stabil bersamaan
Palsi saraf radialis (radial nerve palsy) setelah manipulasi
Non-union
34
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Widya Medika:
Jakarta.
Bloch, B. 1996. Fraktur dan Dislokasi. Yayasan essentica Medica :Yogyakarta
p. 1028-1030
Bumbasirevic, M. 2010. The management of humeral shaft fractures with
associated radial nerve palsy: a review of 117 cases. Arch Orthop Trauma
Surg vol 130:519–22.
Elis Harorld, 2006, Part 3: Upper Limb, The Bones and Joint of the Upper
Limbs; In: Clinical Anatomy Eleventh Edition (e-book); Blackwell
Publishing; Oxford University; p 169-170
Ekholm R., et al. 2008. The Holstein-Lewis Humeral Shaft Fracture: Aspects of
Radial Nerve Injury, Primary Treatment, and Outcome. J Orthop Trauma
vol 22:693-697.
Fu SY, Gordon T. 1995. Contributing factors to poor functional recovery after
delayed nerve repair: prolonged denervation. J Neurosci vol 15:3886–95.
Holmes E.J and Misra R.R; 2004; Humerus fracture – Shaft fracture In: A-Z of
Emergency Radiology (e-book); UK; Cambridge University Press; p.110-
111.
Holstein A, Lewis G.M,. 1963. Fractures of the humerus with radial nerve
paralysis. J Bone Joint Surg vol 45:1382–8
Kenneth J, dkk. 2002. Fractures Of The Shaft Of The Humerus In Chapter 43:
Orthopedic; In: Handbook of Fracture second edition. Wolters Klunser
Company : New York
Korompilias, A.V. et all. 2013. Approach to radial nerve palsy caused by
humerus shaft fracture: Is primary exploration necessary?. Injury, Int. J.
Care Injured vol 44:323-326
Kruft S, et al. 1997. Treatment of irreversible lesion of the radial nerve by
tendon transfer: indication and long-term results of the Merle d’Aubigne
procedure. Plastic Reconstr Surg vol 100:610–8.
Lowe J, et al. 2002. Current approach to radial nerve paralysis. Plastic Reconstr
Surg vol 110:1099–112.
Mansjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Medika Aesculapius
FKUI : Jakarta 32
Maurice, K. 1997. Fracture of the Shaft of the Humerus In: Primary Surgery
Volume Two: Trauma; Oxford University Press; UK; p. 233-235
Rasjad C.2007. Pengantar Bedah Ortopedi. PT. Yarsef Watampone : Jakarta.
Hal 380-395.
Robinson, L.R,. 2000. Traumatic injury to peripheral nerves. MuscleNerve vol
23:863–73.
Russell, S.M. 2006. The diagnostic anatomy of the radial nerve; in Examination
35
of Peripheral Nerve Injuries an anatomical approach. Thieme. New York
Santoso M.W.A, Alimsardjono H dan Subagjo; 2002; Anatomi Bagian I,
Penerbit Laboratorium Anatomi-Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga; Surabaya
Sammer, D.M. et al. 2009. Tendon Transfers part 1; principles of Transfer and
Transfers for Radial Nerve Palsy. Plast Reconstr Surg. 125(5):169c-177c
Shao Y.C, et all. 2005. Radial nerve palsy associated with fractures of the shaft
of the humerus. A systematic review. J Bone Joint Surg Brit Vol 87:1647–
52.
Thomsen, N.O., Dahlin, L.B,. 2007. Injury to the radial nerve caused by
fracture of the humeral shaft: timing and neurobiological aspects related to
treatment and diagnosis. Scand J Plast Surg Hand Surg vol41:153–7.
Wim de Jong & Sjamsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke 2 .EGC
: Jakarta.
YuLin, et all. 2013. Review of Literature of Radial Nerve Injuries Associated
with Humeral Fractures- An Integrated Management Strategy. PLoS ONE
8(11); e78576.
36