BRONCHOPNEUMONIA
Oleh :
Agus Arieanto
62019040127
2. Etiologi
a. Bakteri : Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus, Hemolyticcus,
Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus freedlander, Mycobacterium tuberculosis.
b. Virus : Respiratory syncytial virus, Virus influenza, Adenovirus, Virus sitomegalik.
c. Jamur : Histoplasma capsulatum, Cyptococcus neo farmaus, Blastomyces, Dematitides,
Coccidroides Imminitis, Aspergillus species, Candida albicans.
d. Aspirasi : Makanan, Kerosen (bensin, minyak tanah).
3. Patofisiologi
Saluran pernapasan atas memiliki karakteristik (normal) mencegah partikel infeksius mencapai
saluran pernafasan bawah. Jadi, pasien dengan pneumonia biasanya disebabkan karena tubuhnya
sedang mengalami daya tahan, seperti pasien dengan chronic obstructive pulmonary disease (COPD)
dan AIDS. Organisme penyebab penyakit ini masuk ke dalam paru melalui saluran pernafasan lewat
droplet mukus atau saliva.Organisme memasuki sirkulasi pulmonar dan terperangkap di dasar kapiler
paru-paru dan menjadi sumber potensial pneumonia.Lobus bagian bawah paru-paru paling sering
terkena karena efek gravitasi.
Pneumonia sering mempengaruhi fungsi ventilasi dan difusi.Suatu reaksi inflamasi dapat terjadi
di dalam alveolus dan memproduksi eksudat yang mengganggu difusi O2 dan CO2.Sel darah putih
(khususnya neutrofil), berimigrasi ke dalam alveolus.ventilasi paru-paru menjadi tidak adekuat
disebabkan oleh sekresi dan edema mukosa yang menyebabkan tersumbatnya sebagian bronchus atau
alveolus. akibat hiperventilasi, ventilasi perfusi pada daerah paru-paru yang terkena menjadi tidak
seimbang. Pembuluh darah vena memasuki sirkulasi pulmonar melalui area yang ventilasinya in-
adekuat dan keluar ke bagian kiri jantung (atrium kiri) dengan membawa darah yang miskin oksigen,
sehingga dapat menyebabkan hipoksemia.
Pada bronchopneumonia terdapat penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter
3-4 cm yang mengelilingi dan melibatkan bronkus dan meluas ke sekitar parenkim paru-paru.setelah
mencapai alveolus, proses peradangan dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu :
a) Stadium kongesti (4-12 jam pertama)
Kapiler melebar/berdilatasi dan kongesti serta di dalam alveoli terdapat eksudat jernih, bakteri
dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag.
b) Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, merah dan
bergranula (perabaan seperti hepar).Karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit neutrofil
mengisi alveolus.Stadium ini berlangsung sangat pendek.
c) Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Lobus berubah warna menjadi pucat kelabu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi did
alam alveolus yang terserang, tempat terjadi fagositosis pneumococcus.
d) Stadium resolusi (4-11 hari)
Eksudat mengalami lisis dan di reabsorbsi oleh makrofag, leukosit mengalami nekrosis dan
degenerasi lemak, fibrin direabsorbsi dan menghilang, sehingga jaringan kembali pada
strukturnya semula.
4. Patwhay
Hipertermi
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas
6. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang ditemukan pada klien pemderita bronkopneumonia adalah :
a. Seringkali didahului ifeksi traktus respiratorus bagian atas.
b. Penyakit ini umumnya timbul mendadak, suhu naik sampai 39-40° C disertai menggigil.
c. Nafas menjadisesak dan cepat.
d. Batuk-batuk yang mula-mula non produktif tetapi kemudian menjadi produktif.
e. Nafas berbunyi pada anak-anak jelas tampak pernafasan cuping hidung. Bila mengenai
pleura, timbul nyeri dada yang tajam. (mansjoer Arif, edisi ketiga 2010).
7. Pemeriksaan diagnostic
a. Sinar x mengidentifikasi distribusi struktural misalnya lobar, bronkial dapat juga menyatakan
abses luas, emfisema.
b. GDA/nadi oksimetri tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada gas paru yang terlibat
dan penyakit paru yang ada.
c. Pemeriksaan kultur darah dan sputum, kultur sputum dapat tidaknya mengidentifikasi semua
organisme yang ada sedangkan kultur darah dapat menunjukkan bakterimia sementara.
d. JDL: leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah, terjadi pada infeksi virus.
e. Pemeriksaan serologi : membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
f. Elektrolit: natrium dan klorida mungkin rendah.
g. Bilirubin: mungkin meningkat.
h. Pemeriksaan fungsi paru; volume mungkin menurun, tekanan jalan nafas mungkin
meningkat. (Doenges 2010)
8. Penatalaksanaan
a. Oksigen 1-2 liter/menit
b. IVFD dekstrose 10 % : Nacl 0,9 % : 3:1 + Kcl 10 ml cairan jumlah cairan sesuai berat badan,
kenaikan suhu, dan status dehidrasi.
c. Jika sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang
nasogastrik dengan feeding drip.
d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan saline normal dan beta agonis
untuk memperbaiki transpor mukosilier.
e. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :\
a. Efusi pleura terjadi dima cairan terkumpul dalam rongga pleural
b. Atelektasis terjadi akibat obstruksi bronkus oleh penumpukan sekresi.
c. Delirium terjadi mungkin disebabkan oleh hipoksia, atau sindroma putus alkohol.
d. Superinfeksi dapat terjadi dengan pemberian dosis antibiotik yang sangat besar, seperti
penisislin. (Suddart and Brunner 2011)
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1. Pengkajian primer
a. Rochi, batuk keras, kering/ produktif : airways
b. Pengkajian ekspirasi, mengi, perpendekan periode inservasi, sesak nafas, hidoksia: Britho
Hipotensi, digtoleransis, sionosis, pulsus parado Xos > 10mm circulation
2. Pengkajian sekunder
a. Riwayat penyakit sebelumnya
Alergi, batuk, pilek, menderita penyakit infusi saluran nafas bagian atas.
c. Riwayat penyakit keluarga
Adalah riwayat penyakit asma pada keluarga
d. Riwayat sosial ekonomi
Jenis pekerjaan dan waktu luang jenis makanan yang berhubungan dengan alergi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi dan peningkatan sekresi
lendir.
b. Gangguan pola napas berhubungan dengan proses inflamasi.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan proses inflamasi dan ketidakseimbangan antara
persediaan dan kebutuhan O2.
d. Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi terhadap infeksi paru.
e. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh,
tachypnea, masukan cairan kurang.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi dan peningkatan
sekresi lendir.
HYD : - Jalan napas bebas/lancar.
- Anak tidak mengalami kesulitan bernapas.
- Pernapasan sesuai dengan batas normal.
Intervensi :
1) Beri posisi yang mempermudah pernapasan (pronasi, semi pronasi, menyamping).
R/ Memudahkan pengembangan paru-paru dan memperbaiki pertukaran gas, dan juga untuk
mencegah aspirasi sekresi lendir.
2) Penghisapan lendir dan jalan napas bila diperlukan.
R/ Memudahkan reoksigenasi dan membersihkan jalan napas.
3) Dampingi anak ketika mengeluarkan lendir.
4) Kolaborasi pemberian expectoran sesuai pesanan.
R/ Membantu mengencerkan lendir.
5) Lakukan postural drainage sesuai indikasi.
6) Jangan beri apapun melalui mulut.
R/ Mencegah aspirasi.
7) Sediakan peralatan darurat di dekat anak.
R/ Mencegah keterlambatan penanganan bila dibutuhkan.
8) Beri istirahat yang cukup.
R/ Mengurangi konsumsi O2.
b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi.
HYD : - Frekuensi pernapasan normal sesuai dengan umur.
- Tidak terdengar suara napas tambahan.
- Jalan napas bebas/lancar.
- Anak tidak mengalami kesulitan dalam bernapas.
Intervensi :
1) Beri posisi untuk ventilasi maksimum dan posisi yang nyaman (kepala dinaikkan + 30o)
R/ Membuka jalan napas dan pengembangan paru-paru maksimum.
2) Perhatikan posisi anak sesering mungkin.
R/ Mencegah kompresi pada diafragma.
3) Hindari pakaian yang sempit.
R/ Memberi rasa nyaman dan mempermudah pernapasan.
4) Beri O2 lembab sesuai pesanan dan/atau bila diperlukan.
5) Lakukan postural drainage sesuai indikasi.
R/ Memudahkan pengeluaran lendir.
6) Beri ekstra minuman yang hangat bila tidak ada kontraindikasi.
R/ Memudahkan pengeluaran lendir.
7) Kaji pernapasan anak setiap 2-4 jam dan lakukan penghisapan lendir bila diperlukan
sesuai indikasi.
R/ Melihat perkembangan anak dan membersihkan jalan napas.
8) Latih pasien untuk batuk efektif dan jalan napas.
9) Kolaborasi pemberian antibiotik dan mukolitik sesuai pesanan.
R/ Menangani infeksi dan meredakan batuk.
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : Konsep Dasar Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
4.Jakarta : EGC, 2011.
Standar Asuhan Keperawatan Pasien Anak, Bronchopneumonia. Jakarta : Panitia S.A.K Komisi
Keperawatan P.K. St. Carolus. 2014
Thibodeau, Gary A. Structure and Function of The Body. Missouri : Mosby-Year Book, Inc,
2012.
Whaley and Wong.Nursing Care of Pediatric. St. Louis : Mosby-Year Book, 1991.