Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO A BLOK 16

DISUSUN OLEH : KELOMPOK A1


Anggie Shafira 04011181722006
Mailan Alexander 04011181722008
Adiyatma Putra Mahardika 04011181722010
Ahmad Kasy’fi Mawardy 04011181722022
Meta Aulia Rahma 04011181722024
Maydelin 04011181722036
Syifa Inanta Mulia Nasution 04011181722044
Fatihah Az Zahra 04011181722046
Junoretta Haviva Ernanto 04011281722098
Irma Yolanda 04011281722102
Ulfa Ardya Pramesti 04011281722114
Muhammad Rifqi Fadhilah 04011281722116

PRORGAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN AJARAN 2018/2019
LAMPIRAN STRUKTUR KELOMPOK

Tutor : dr. Ian Effendy, SpPD-KGH


Moderator : Ahmad Kasy`fi Mawardy
Sekretaris 1 : Ulfa Ardya Pramesti
Sekretaris 2 : Anggie Shafira
Presentan : Junoretta Haviva Ernanto

Pelaksanaan : 29 Juli 2019 dan 31 Juli 2019


10.00-12.30 WIB

Peraturan selama tutorial :


- Angkat tangan bila ingin berpendapat dan jika diberi kesempatan
- Hanya menggunakan gadget untuk kepentingan tutorial
- Dilarang memotong pembicaraan orang lain
- Selama tutorial dilarang makan tapi diperbolehkan minum
- Diperbolehkan ke toilet seizin tutor tapi diperbolehkan langsung keluar apabila
tutor sedang tidak ada di ruangan

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat, hidayah dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan Laporan Tutorial
Skenario A Blok 16 tahun 2019.
Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan laporan ini, penulis sangat
mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang bersifat membangun kearah perbaikan
dan penyempurnaan laporan ini. Cukup banyak kesulitan yang penulis temui dalam
penulisan laporan ini, tetapi penulis menyelesaikannya dengan cukup baik. Pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr. Ian Effendy,
SpPD- KGH. sebagai tutor pada kelompok A1 dan seluruh mahasiswa kelas alpha 2017
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijiaya.
Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Palembang, 31 Juli 2019


Penulis,

Kelompok A1 Alpha 2017


DAFTAR ISI

Halaman
LAMPIRAN STRUKTUR KELOMPOK.................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
SKENARIO A 2019.................................................................................................1
I. Klarifikasi Istilah..............................................................................................2
II. Identifikasi Masalah..........................................................................................3
III. Analisis Masalah...............................................................................................4
IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan.................................................................10
V. Sintesis Masalah............................................................................................11
VI. Kerangka Konsep............................................................................................36
VII. Kesimpulan.....................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................38
SKENARIO A BLOK 16 TAHUN 2019

Seorang laki-laki 30 th datang ke puskesmas dengan keluhan demam tinggi


sejak 2 hari yang lalu, keluhan tambahan nyeri pinggang sebelah kanan.
Riwayat perjalanan penyakit : demam tinggi 2 hari, hilang timbul, disertai
menggigil, mual, muntah, nyeri pinggang kanan yang menjalar dari belakang ke depan
sampai di skrotum, BAK sedikit sedikit, BAB tidak ada keluhan.

Riwayat pekerjaan: supir


Riwayat Kebiasaan : merokok, minum kopi, kurang minum air putih, celana ketat
Pemeriksaan fisis : TD 120/70 mmHg, Nadi 102x/menit, RR 24x/menit, temperatur
39,30C, nyeri ketok CVA kanan +,
Pemeriksaan laboratorium : Hb 14g/dL, leukosit 19.000 mm3, diff count :0/0/0/95/5

1
I. KLARIFIKASI ISTILAH

No Istilah Pengertian
1. Demam tinggi Suatu keadaan fisiologis terhadap reaksi infeksi
dengan suhu antara 40,1-41,10C
2. Skrotum The pouch of skin enclosing the testes in most
mammals (Farlex medical dictionary)
3. Nyeri Ketok CVA Nyeri pada sudut yang terbentuk pada kedua sisi di
kanan bagian punggung manusia yang terletak diantara
lateral dari muskulus sakrospinalis (m. erector
spinae) dan dibawah iga 12. Ginjal terletak tepat
dibawah area ini, nyeri akan diperoleh bila
seseorang mengalami batu ginjal atau inflamasi
II. IDENTIFIKASI MASALAH

No. Masalah Konsen

1. Seorang laki-laki, supir, 30 th, datang dengan keluhan VVV


demam tinggi sejak 2 hari yang lalu, keluhan tambahan
nyeri
pinggang sebelah kanan.
2. Riwayat perjalanan penyakit : demam tinggi 2 hari, hilang VV
timbul, disertai menggigil, mual, muntah, nyeri pinggang
kanan yang menjalar dari belakang ke depan sampai di
skrotum, BAK sedikit sedikit, BAB tidak ada keluhan.
3. Riwayat Kebiasaan : merokok, minum kopi, kurang minum VV
air putih, celana ketat
4. Pemeriksaan fisis : TD 120/70 mmHg, Nadi 102x/menit, RR V
24x/menit, temperatur 39,30C, nyeri ketok CVA kanan +,
5. Pemeriksaan laboratorium : Hb 14g/dL, leukosit 19.000 mm3, V
diff count :0/0/0/95/5
III. ANALISIS MASALAH
1. Seorang laki-laki, supir, 30 th, datang dengan keluhan demam tinggi sejak 2 hari
yang lalu, keluhan tambahan nyeri pinggang sebelah kanan.
a.Bagaimana hubungan usia, jenis kelamin, dan pekerjaan terhadap keluhan yang
dialami?
Pielonefritis lebih sering dijumpai pada wanita dan kemungkinan karena
uretra yang lebih pendek serta kedekatan meatus uretra dengan vagina dan
rektum-kedua kondisi membuat bakteri lebih mudah mencapai kandung kemih.
Pielonefritis juga dapat terjadi pada laki-laki karena berkurangnya sekret prostat
yang bersifat antibakteri. Usia pasien pada kasus tidak termasuk dalam factor
predileksi usia rentan terjangkit pieonefritis akut. Faktor pekerjaan yaitu supir
belum diketahui secara pasti hubungannya dengan penyakit yang diderita.

b. Apa kemungkinan penyakit yang dapat menyebabkan nyeri


pinggang? Pielonefritis, nefrolitiasis,

2. Riwayat perjalanan penyakit : demam tinggi 2 hari, hilang timbul, disertai


menggigil, mual, muntah, nyeri pinggang kanan yang menjalar dari belakang ke
depan sampai di skrotum, BAK sedikit sedikit, BAB tidak ada keluhan.
a. Mengapa demam hilang timbul dan menggigil?
Rangsangan eksogen menginduksi leukosit untuk mengeluarkan pyrogen
endogen dan yang poten diantaranya IL1 dan TNFa, selain IL6 dan IFN.
Sebagai respon terhadap sitokin tersebut maka terjadi sintesis prostaglandin,
terutama PGE2 melalui metabolism asam arakidonat jalur siklooksigenase 2
(COX-2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh terutama demam.
Menggigil ditimbulkan agar dengan cepat meningkatkan produksi panas ,
sementara vasokontriksi kulit juga berlangsung untuk dengan cepat
mengurangi pengeluaran panas. Kedua mekanisme tersebut mendorong suhu
naik.

b. Mengapa demam tinggi disertai mual muntah?


Reaksi inflamasi  pengeluaran sitokin  aktivasi substansi P bekerja
pada NK 1  reseptor NK 1 pada CTZ aktif  Mual
c. Mengapa nyeri pinggang hanya terletak di kanan?
Nyeri pinggang menandakan adanya reaksi inflamasi pada ginjal
(pielonefritis). Pielonefritis dapat bersifat unilateral maupun bilateral. Nyeri
di pinggang sebelah kanan menandakan adanya infeksi pada ginjal sebelah
kanan.

d. Bagaimana mekanisme nyeri pinggang yang menjalar?


Nyeri pinggang disebabkan adanya reaksi inflamasi yang kemudian akan
menyebabkan kemotaksis sehingga cairan plama menuju rongga interstisial.
Akibatnya terjadi edema, menyebabkan peregangan kapsul renal dan
kemudian merangsang rasa nyeri di daerah pinggang. Nyeri menjalar sampai
ke daerah skrotum disebabkan kemungkinan disebabkan adanya inflamasi
pada ureter. Hal ini disebabkan gerakan peristaltiknya terhambat oleh batu,
bekuan darah, atau oleh benda asing lainnya. Nyeri ini dirasakan sangat sakit,
hilang timbul sesuai dengan gerakan peristaltic otot polos. Pertama-tama
dirasakan di daerah sudut kostrovertebra kemudian menjalar ke dinding depan
abdomen, ke region inguinal, hingga ke daerah kemaluan. Tidak jarang nyeri
kolik diikuti dengan keluhan ada organ pecernaan seperti mual dan muntah.

e. Mengapa BAK sedikit-sedikit?


Input air minum yang jumlahnya sedikit mengakibatkan produksi urin
juga sedikit.

3. Riwayat Kebiasaan : merokok, minum kopi, kurang minum air putih, celana ketat
a. Apa hubungan keluhan dengan riwayat merokok?
Kandungan nikotin dalam rokok mengalami metabolisme pada hati dan
ginjal yang akan menyebabkan peningkatan kerja ginjal melebihi kapasitas
normal. Selain itu rokok merupakan salah satu radikal bebas yang dapat
mengurangi daya tahan tubuh dan mengurangi fungsi dari sel tubuh.

b. Apa hubungan keluhan dengan riwayat minum kopi?


Methylxanthine dalam kopi dapat meningkatkan produksi urin. Akan
tetapi kandungan kafein bisa menyebabkan inkontinensia yaitu tidak dapat
mengontrol BAK. Selain itu kopi dapat membantu mengurangi risiko batu
ginjal.
Di lain sisi, kafein merupakan antagonis reseptor A2a adenosin yang
akan memperbesar aktivasi PMN pada respon inflamasi interstisial sel pada
nefropati. Adanya PMN dan inflamasi sel akan menurunkan fungsi ginjal.

c. Apa hubungan keluhan dengan riwayat kurang minum air putih?


Apabila jumlah konsumsi air putih sedikit maka jumlah produksi urin
yang dihasilkan juga akan lebih sedikit. Pada kasus infeksi, bila jumlah
produksi urin menurun mekanisme wash out yaitu aliran urin yang mampu
membersihkan kuman menjadi tidak efektif dan mengakibatkan kuman dapat
bereplikasi dan menempel di urotelium.

d. Apa hubungan keluhan dengan riwayat memakai celana ketat?


Penggunaan celana ketat pada laki-laki dapat menyebabkan
berkurangnya sirkulasi dan memudahkan perkembang biakan bakteri.

4. Pemeriksaan fisis : TD 120/70 mmHg, Nadi 102x/menit, RR 24x/menit,


temperatur 39,30C, nyeri ketok CVA kanan +
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?
Pemeriksaan Fisik Nilai Normal Hasil Pemeriksaan Interpretasi

1. Tekanan darah 120/80 120/70 mmHg Normal


mmHg

2. Nadi 60-100 102 x/menit Takikardi


x/menit

3. RR 16-24 24 x/menit Normal


x/menit

4. Suhu 36,6oC-37oC 39,30C Demam tinggi

5. Nyeri Ketok CVA + Negatif Positif Tidak normal

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan


fisik? Demam
Infeksi  reaksi inflamasi pada ginjal  pengeluaran mediator inflamasi 
sintesis prostaglandin  perubahan set point hipotalamus  suhu tubuh
meningkat febris

Nyeri ketok CVA (+) kemungkinan disebabkan oleh infeksi yang sudah terjadi di
parenkim ginjal yang menyebabkan reaksi inflamasi dan merangsang nyeri.
Inflamasi akut pada organ padat traktus urogenitalia seringkali dirasakan
sangat nyeril hal ini disebabkan karena regangan kapsul yang membungkus
organ tersebut. Oleh sebab itu pielonefritis, prostatitis, maupun epididymitis
akut dirasakan sangat nyeri. Berbeda dengan halnya pada inflamasi yang
mengenai organ berongga seperti pada buli-buli atau uretra, dirasakan sebagai
rasa kurang nyaman (discomfort).

c. Bagaimana cara pemeriksaan nyeri ketok CVA?

Pemeriksaan perkusi costovertebra (CVA) mengharuskan pasien dalam posisi


duduk. Pemeriksa mengepalkan tinjunya dan dengan lembut memukul daerah di atas
sudut kostovertebral di kedua sisi. Tangan yang dominan digunakan untuk meninju.
Biasanya rasa nyeri hebat (bahkan pada perkusi ringan di daerah ini) dialami oleh
pasien pielonefritis.
5. Pemeriksaan laboratorium : Hb 14g/dL, leukosit 19.000 mm3, diff
count :0/0/0/95/5
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium?
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi

Hb 14 g/dL 13-16 g/dL Normal

Leukosit 19.000 mm3 5.000-10.000 mm3 Leukositosis

Diff count 0/0/0/95/5 Basofil: 0-1% Neutrofilia

Eosinofil: 1-3%

Neutrofil batang: 2-6%

Neutrofil segmen: 50-70%

Limfosit: 20-40%

Monosit: 2-8%

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan


laboratorium? Leukositosis
Agen penyebab infeksi memasuki tubuh  mikroorganisme menginvasi
jaringan tubuh  peningkatan jumlah sel darah putih yang beredar untuk
fagositosis

Neutrofilia
Agen penyebab infeksi memasuki tubuh  mikroorganisme menginvasi
jaringan tubuh dan mengeluarkan toksin  neutrofil meningkat  respon
inflamasi  kemokin teraktivasi  sumsum tulang melepaskan leukosit yang
belum matur (sel batang)  peningkatan jumlah neutrofil

c. Pemeriksaan penunjang apa lagi yang harus diberikan kepada pasien?


Untuk menegakkan diagnosis ISK dapat dilakukan urinalisis seperti
pemeriksaan mikroskopik dan kultur urin. Tingkat signifikansi jumlah bakteri
dalam urin lebih besar dari 100.000/ml urin menandakan adanya infeksi
saluran
kemih. Evaluasi saluran kemih bagian atas dengan USG dan kemungkinan
foto BNO untuk menyingkirkan obstruksi atau batu saluran kemih.
Pemeriksaan tambahan, seperti IVP, CT-scan, seharusnya dipertimbangkan
bila pasien masih tetap demam setelah 72 jam untuk menyingkirkan faktor
komplikasi yang lebih jauh seperti abses renal. Computed Tomography (CT-
scan) dapat mendeteksi batu, pembentukan gas, perdarahan, kalsifikasi
parenkim, obstruksi, pembesaran ginjal dan massa inflamasi dan karenanya
harus dilakukan pada awalnya, walaupun ginjal sering tampak normal. Selain
itu juga dapat dilakukan pemeriksaan pielografi intravena.
IV. KETERBATASAN ILMU PENGETAHUAN DAN LEARNING ISSUES
No. Learning Issue What I Know What I Don’t What I Have to How I Learn
Know Prove

1. Anatomi dan -Anatomi Ginjal -Mekanisme -Perubahan


Fisiologi pembentukan urin anatomi dan
Sistem urinaria fisiologi yang
berhubungan
dengan penyakit.
2. Pielonefritis -Definisi -Epidemiologi -Patogenesis
Akut -Patofisiologi
-Etiologi
-Alur Penegakan TEXT
-Klasifikasi Diagnosis BOOK,
-Tata Laksana JURNAL,
-Faktor Host dan
factor ARTIKEL

3. Pemeriksaan -Nilai normal -Cara -Mekanisme


Fisis dan pemeriksaan fisis pemeriksaan nyeri abnormal dari
Penunjang -Nilai normal ketok CVA pemeriksaan fisik
pemeriksaan dan laboratorium
laboratorium -Pemeriksaan
penunjang yang
dibutuhkan
V. Sintesis Masalah
A. ANATOMI FISIOLOGI DARI TRAKTUS URINARIUS DAN
GINJAL Ginjal

Ginjal berfungsi:
1. Mengatur volume air (cairan dalam tubuh). Kelebihan air dalam tubuh akan
diekskresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer dalam jumlah
besar, kekurangan air (kelebihan keringat) menyebabkan urine yang
diekskresi berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga susunan dan
volume cairan tubuh dapat dipertahankan relatif normal.
2. Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan ion
yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila terjadi
pemasukan/pengeluaran yang abnormal ion-ion akibat pemasukan garam
yang berlebihan/penyakit perdarahan (diare, muntah) ginjal akan
meningkatkan ekskresi ion-ion yang penting (mis. Na, K, Cl, Ca dan posfat).
3. Mengatur keseimbangan asam-basa cairan tubuh bergantung pada apa yang
dimakan, campuran makanan menghasilkan urine yang bersifat agak asam,
pH
kurang dari 6 ini disebabkan hasil akhir metabolism protein. Apabila banyak
makan sayur-sayuran, urine akan bersifat basa. pH urine bervariasi antara 4,8-
8,2. Ginjal menyekresi urine sesuai dengan perubahan pH darah.
4. Ekskresi sisa hasil metabolism (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksik,
obat-obatan, hasil metabolism hemoglobin dan bahan kimia asing (pestisida).
5. Fungsi hormonal dan metabolisme. Ginjal menyekresi hormon renin yang
mempunyai peranan penting mengatur tekanan darah (sistem renin
angiotensin aldesteron) membentuk eritripoiesis mempunyai peranan penting
untuk memproses pembentukan sel darah merah (eritropoiesis).
6. Ginjal juga membentuk hormone dihidroksi kolekalsiferol (vitamin D aktif)
yang diperlukan untuk absorsi ion kalsium di usus.

Dua ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, di luar rongga


peritoneum. Setiap ginjal pada orang dewasa beratnya kira-kira 150 gram dan kira-
kira seukuran kepalan tangan. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah lekukan
yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, pembuluh limfatik,
saraf, dan ureter yang membawa urine akhir dari ginjal ke kandung kemih, tempat
urine disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dibungkus oleh kapsul fibrosa yang keras
untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh. Jika ginjal dibelah dua dari atas ke
bawah, dua daerah utama yang dapat digambarkan yaitu daerah korteks di bagian
luar dan medula di bagian dalam. Medula ginjal terbagi menjadi 8 sampai 10 massa
jaringan berbentuk kerucut yang disebut piramida ginjal. Dasar dari setiap piramida
dimulai pada perbatasan antara korteks dan medula serta berakhir di papila, yang
menonjol ke dalam ruang pelvis ginjal, yaitu sambungan dari ujung ureter bagian
atas yang berbentuk corong. Batas luar pelvis terbagi menjadi kantong-kantong
dengan ujung terbuka yang disebut kalises mayor, yang meluas ke bawah dan
terbagi menjadi kalises minor, yang mengumpulkan urine dari tubulus setiap papila.
Dinding kalises, pelvis, dan ureter terdiri atas bagian kontraktil yang mendorong
urine menuju kandung kemih.
Sirkulasi ginjal ini unik karena memiliki dua jejaring kapiler, yaitu
kapiler glomerulus dan kapiler peritubulus, yang tersusun seri dan dipisahkan oleh
arteriol eferen yang membantu mengatur tekanan hidrostatik dalam kedua perangkat
kapiler. Tekanan hidrostatik yang tinggi pada kapiler glomerulus (kirakira 60 mm
Hg) menyebabkan filtrasi cairan yang cepat, sedangkan tekanan hidrostatik yang
jauh
lebih rendah pada kapiler peritubulus (kira-kira 13 mm Hg) memungkinkan
reabsorpsi cairan yang cepat. Dengan mengatur tahanan arteriol pada kapiler
glomerulus dan kapiler peritubulus, dengan demikian mengubah laju filtrasi
glomerulus, reabsorpsi tubulus, atau keduanya sebagai respons terhadap kebutuhan
homeostatik tubuh. Kapiler peritubulus mengalir ke dalam pembuluh system vena,
yang berjalan secara paralel dengan pembuluh arteriol. Pembuluh darah sistem vena
secara progresif membentuk vena interlobularis, vena arkuata, vena interlobaris, dan
vena renalis, yang meninggalkan ginjal di samping arteri renalis dan ureter.

(Gambar. Potongan ginjal manusia)


Tiap ginjal manusia terdiri atas kurang lebih 800.000 sampai 1.000.000 nefron,
masing-masing mampu membentuk urine. Ginjal tidak dapat membentuk nefron
baru. Oleh karena itu, pada trauma ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang
normal, akan terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap. Setelah usia 40
tahun, jumlah nefron yang berfungsi biasanya menurun kira-kira 10 persen setiap 10
tahun; jadi, pada usia 80 tahun, jumlah nefron yang berfungsi 40 persen lebih sedikit
daripada ketika usia 40 tahun. Berkurangnya fungsi ini tidak mengancam jiwa
karena perubahan adaptif sisa nefron menyebabkan nefron tersebut dapat
mengekskresikan air, elektrolit, dan produk sisa dalam jumlah yang tepat. Setiap
nefron terdiri atas: (1) kumpulan kapiler yang disebut glomerulus, yang akan
memfiltrasi sejumlah besar cairan dari darah, dan (2) tubulus panjang tempat cairan
hasil filtrasi diubah menjadi
urine dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal. Glomerulus tersusun dari jejaring
kapiler glomerulus yang bercabang dan beranastomosis, yang mempunyai tekanan
hidrostatik tinggi (kira-kira 60 mm Hg) bila dibandingkan dengan kapiler lainnya.
Kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel, dan keseluruhan glomerulus
dibungkus oleh kapsula Bowman.

Proses Pembentukan Urin

Terdapat 3 proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin yaitu filtrasi
glomerulus reabsorbsi tubulus, dan sekresi tubulus. Filtrasi dimulai pada saat darah
mengalir melalui glomerulus sehingga terjadi filtrasi plasma bebas-protein
menembus kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Proses ini dikenal sebagai
filtrasi glomerulus yang merupakan langkah pertama dalam pembentukan urin.
Setiap hari terbentuk ratarata 180 liter filtrat glomerulus. Dengan menganggap
bahwa volume plasma rata- rata pada orang dewasa adalah 2,75 liter, hal ini berarti
seluruh volume plasma tersebut difiltrasi sekitar enam puluh lima kali oleh ginjal
setiap harinya.
Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus mengalir ke dalam kapsula
Bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak dalam korteks
ginjal. Dari tubulus proksimal, cairan mengalir ke ansa Henle yang masuk ke dalam
medula ginjal. Setiap lengkung terdiri atas pars desendens dan asendens. Dinding
pars desendens dan ujung pars asendens yang paling rendah sangat tipis, dan oleh
karena itu disebut bagian tipis ansa Henle. Di tengah perjalanan kembalinya pars
asendens dari lengkung tersebut ke korteks, dindingnya menjadi jauh lebih tebal
dan, oleh karena itu disebut bagian tebal pars desendens. Pada ujung pars asendens
tebal terdapat bagian yang pendek, yang pada dindingnya terdapat plak terdiri atas
sel epitel khusus, dan dikenal sebagai makula densa. Makula densa memainkan
peran penting dalam mengatur fungsi nefron. Setelah makula densa, cairan
memasuki tubulus distal, yang terletak di korteks ginjal (seperti tubulus
proksimal). Tubulus ini kemudian
berlanjut sebagai tubulus renalis arkuatus dan tubulus koligens kortikal, yang
menjadi duktus koligens kortikal. Bagian awal dari 8 sampai 10 duktus koligens
kortikal bergabung membentuk duktus koligens tunggal yang lebih besar, yang
turun ke medula dan menjadi ductus koligens medula. Duktus koligens bergabung
membentuk ductus yang lebih besar secara progresif, yang akhirnya mengalir
menuju pelvis ginjal melalui ujung papila ginjal. Setiap ginjal, mempunyai kira-kira
250 duktus koligens yang sangat besar, yang masing-masing mengumpulkan urine
dari sekitar 4.000 nefron.

(Gambar. Lapisan membrane glomerulus)


Membran basal adalah lapisan gelatinosa aselular (tidak mengandung sel) yang
terbentuk dari kolagen dan glikoprotein yang tersisip di antara glomerulus dan
kapsula Bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan struktural, dan glikoprotein
menghambat filtrasi protein plasma yang kecil. Protein plasma yang lebih besar
tidak dapat difiltrasi karena tidak dapat melewati pori kapiler, tetapi pori ini masih
dapat melewatkan albumin, protein plasma terkecil. Namun, karena bermuatan
negatif, glikoprotein menolak albumin dan protein plasma lain, yang juga bermuatan
negatif. Karena itu, protein plasma hampir tidak terdapat di dalam filtrat, dengan
kurang dari 1% molekul albumin berhasil lolos ke dalam kapsula Bowman. Protein-
protein kecil yang juga ikut terfiltrasi diangkut oleh tubulus proksimal dengan
endositosis, lalu
didegradasi menjadi konstituen asam amino yang akan dikembalikan ke dalam
darah. Karena itu, normalnya tidak terdapat protein dalam urine. Sebagian penyakit
ginjal yang ditandai oleh adanya albumin berlebihan di dalam urine (albuminuria)
disebabkan oleh gangguan pada muatan negatif

(Gambar. Aparatus jukstaglomerulus)

Reabsorpsi tubulus
Kapasitas reabsorpsi tubulus sangatlah besar. Lebih dari 99% plasma yang
terfiltrasi dikembalikan ke darah melalui reabsorpsi. Secara rerata, 124 mL dari 125
mL yang terfiltrasi per menit direabsorpsi. Proses penting yang berkaitan dengan
sebagian besar proses reabsorpsi adalah reabsorpsi aktif Na+ yang dijalankan oleh
suatu pembawa Na+-K+ ATPase dependen-energi di membran basolateral sel
tubulus. Transpor Na+ keluar sei ke ruang lateral antara sel-sel oleh pembawa ini
menyebabkan reabsorpsi neto Na+ dari lumen tubulus ke plasma kapiler peritubulus.
Reabsorpsi aktif Na+ juga mendorong reabsorpsi pasif (melalui gradien listrik), H20
(melalui osmosis), dan urea (menuruni gradien konsentrasi urea yang tercipta akibat
reabsorpsi osmotis ekstensif H20). Enam puluh lima persen H20 yang difiltrasi
direabsorpsi dari tubulus proksimal tanpa diatur, didorong oleh reabsorpsi aktif Na+.
Reabsorpsi H20 meningkatkan konsentrasi bahan-bahan lain yang tertinggal di
cairan tubulus, yang sebagian besar adalah produk sisa yang terfiltrasi.
Molekulmolekul urea
yang kecil adalah satu-satunya produk sisa yang dapat secara pasif menembus
membran tubulus. Karena itu, urea adalah satu-satunya bahan sisa yang secara
parsial direabsorpsi (50%) karena mengalami pemekatan.
Sekresi tubulus
Sistem sekresi terpenting adalah untuk (1) H+ (nnembantu meregulasi
keseimbangan asam-basa); (2) K+ (menjaga konsentrasi plasma pada kadar yang
sesuai untuk mempertahankan eksitabilitas membran jantung, otot, dan saraf); dan
(3) ion organik, (melaksanakan eliminasi senyawa organic asing dari tubuh dengan
lebih efisien.) H+ disekresikan di tubulus proksimal, distal, dan koligentes. K+
disekresikan hanya di tubulus distal dan koligentes di bawah kendali aldosteron. Lon
organik hanya disekresikan di tubulus proksimal.

Mikturisi
Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin.
Mikturisi melibatkan 2 tahap utama, yaitu:
a. Kandung kemih terisi secara progesif hingga tegangan pada dindingnya
meningkat melampaui nilai ambang batas, keadaan ini akan mencetuskan tahap
ke-2.
b. Adanya refleks saraf (disebut refleks mikturisi) yang akan mengosongkan
kandung kemih. Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord (tulang
belakang). Sebagian besar pengosongan diluar kendali tetapi pengontrolan
dapat dipelajari “latih”. Sistem saraf simpatis : impuls menghambat vesika
urinaria dan gerak spinchter interna, sehingga otot detrusor relax dan spinchter
interna konstriksi. Sistem saraf parasimpatis : impuls menyebabkan otot
detrusor berkontriksi, sebaliknya spinchter relaksasi terjadi mikturisi
B. PYELONEFRITIS
1. Definisi
Infeksi akut saluran kemih digolongkan menjadi dua kategori anatomik
umum: infeksi saluran bawah (urethritis dan sistitis) dan infeksi saluran atas
(pielonefritis akut, prostatitis, dan abses intrarenal dan perinefrik).
Pielonefritis adalah inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang
disebabkan karena adanya infeksi oleh bakteri. Infeksi bakteri pada jaringan
ginjal yang dimulai dari saluran kemih bagian bawah terus naik ke ginjal. Infeksi ini
dapat mengenai parenchym maupun renal pelvis (pyelum= piala ginjal).
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tubulus, dan
jaringan interstinal dari salah satu atau kedua ginjal. Biasanya kuman berasal dari
saluran kemih bagian bawah naik ke ginjal melalui ureter. Kuman - kuman itu
antara lain adalah E Colli, Proteus,Klebsiella, Strep faecalis dan enterokokus.
Kuman Stafilokokus aureus dapat menyebabkan pielonefritis melalui penularan
secara hematogen, meskipun sekarang jarang dijumpai

2. Epidemiologi
Di Indonesia, ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada semua usia
mulai dari bayi sampai orang tua. Semakin bertambahnya usia, insidensi ISK lebih
banyak terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki karena uretra wanita lebih
pendek dibandingkan laki-laki. Menurut data penelitian epidemiologi klinik
melaporkan 25%-35% semua perempuan dewasa pernah mengalami ISK. National
Kidney and Urology Disease Information Clearinghouse (NKUDIC) juga
mengungkapkan bahwa pria jarang terkena ISK, namun apabila terkena dapat
menjadi masalah serius. Sekitar 40% wanita akan mengalami ISK setidaknya sekali
selama hidupnya, dan sejumlah besar perempuan ini akan memiliki infeksi saluran
kemih berulang.
Prevalensi pada lanjut usia berkisar antara 15 sampai 60%, rasio antara
wanita dan laki-laki adalah 3 banding 1. Prevalensi muda sampai dewasa muda
wanita kurang dari 5% dan laki-laki kurang dari 0,1%.
lnfeksi saluran kemih (lSK) tergantung banyak faktor; seperti usia, gender,
prevalensi bakteriuria, katerisasi, dan faktor predisposisi yang menyebabkan
perubahan struktur saluran kemih termasuk ginjal. Selama periode usia beberapa
bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK dibandingkan
Iaki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor
predisposisi (pencetus).
Prevalensi bakteriuri asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan.
Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1% meningkat menjadi 57% selama
periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai
30%, baik laki-laki maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi. (Robbin
Basic Patology).
Pielonefritis lebih sering dijumpai pada wanita dan kemungkinan karena
uretra yang lebih pendek serta kedekatan meatus uretra dengan vagina dan rektum-
kedua kondisi membuat bakteri lebih mudah mencapai kandung kemih. Pielonefritis
juga dapat terjadi pada laki-laki karena berkurangnya sekret prostat yang bersifat
antibakteri (Buku Ajar Patofisiologi Kowalak). Dengan insidensi: wanita seksual
aktif, ibu hamil, pasien diabetes-neurogenic bladde menyebabkan pengosong urin
tidak tuntas dan stasis urin, dan pasien penyakit urin lainnya.

3. Etiologi
Patogen penyebab utama pielonefritis akut adalah bakteri gram negatif.
Escherichia coli menyebabkan sekitar 60% sampai 80% infeksi uncomplicated.
Patogen gram negatif lainnya termasuk Proteus mirabilis (sekitar 15% infeksi) serta
spesies Klebsiella (sekitar 20%), Enterobacter, dan Pseudomonas. Yang kurang
umum, bakteri gram positif seperti Enterococcus faecalis, Staphylococcus
saprophyticus, dan S aureus dapat terlihat.
4. Faktor Risiko
1) Obstruksi saluran kemih, baik kongenital maupun didapat
Obstruksi dan stasis urine menyebabkan bakteriuria dan hidronefrosis; iritasi
pada lapisan epitel dengan pemerangkapan bakteri
2) Refluks vesiko-ureter
Refluks kronik urine sampai ke uretra dank e dalam ginjal saat berkemih
menyebabkan infeksi bakteriuria
3) Kehamilan
Pelebaran dan relaksasi uretra dengan didroureter dan hidronefrosis; sebagian
karena obstruksi akibat membesarnya uterus daan sebagian karena relaksasi
uretra akibat kadar progesterone yang tinggi
4) Senggama
5) Usia
Prevalensi ISK meningkat secara signifikan pada manula. Bakteriuria meningkat
dari 5-10% pada usia 70 tahun menjadi 20% pada usia 80 tahun. Pada usia tua,
seseorang akan mengalami penurunan sistem imun, hal ini akan memudahkan
timbulnya ISK. Wanita yang telah menopause akan mengalami perubahan
lapisan vagina dan penurunan estrogen, hal ini akan mempermudah timbulnya
ISK. Pada usia tua, seseorang mudah terpapar infeksi MDRO khususnya
Methicillin- resistant S. aureus (MRSA) karena beberapa faktor seperti
penurunan status fungsional dan frailty syndrome.
6) Diabetes Mellitus
Insidensi pyelonefritis akut empat sampai lima kali lebih tinggi pada individu
yang diabetes daripada yang tidak. Hal itu dapat terjadi karena disfungsi vesica
urinaria sehingga memudahkan distensi vesica urinaria serta penurunan
kontraktilitas detrusor dan hal ini meningkatkan residu urin maka mudah terjadi
infeksi. Faktor lain yang dapat menyebabkan ISK adalah menderita diabetes
lebih dari 20 tahun, retinopati, neuropati, penyakit jantung, dan penyakit
pembuluh darah perifer. Konsentrasi glukosa urin yang tinggi juga akan merusak
fungsi fagosit dari leukosit polimorfonuklear. Kombinasi dari beberapa faktor
diatas menjadi penyebab insidensi ISK dan keparahan ISK pada pasien diabetes
mellitus.
7) Kateter
Sebagian besar ISK terjadi setelah pemasangan kateter atau instrumentasi urin
lainnya. Pada pasien yang terpasang kateter, bakteri dapat memasuki vesica
urinaria melalui 4 tempat : the meatus-cathether junction, the cathether-
drainage tubing junction, the drainage tubing-bag junction, dan pintu drainase
pada kantung urin. Pada kateterisasi dengan waktu singkat, bakteri yang paling
banyak ditemukan adalah E. coli. Bakteri lain yang ditemukan adalah P.
aeruginosa, K. pneumonia, Staphylococcus epidermidis, dan enterococcus. Pada
kateterisasi jangka panjang, bakteri yang banyak ditemukan adalah E. coli,
bakteri ini menempel pada uroepitelium.
8) Antibiotik
Penggunaan antibiotik yang terlalu banyak dan tidak rasional dapat
menimbulkan resistensi. Hal ini terjadi terutama pada pasien yang mendapat
terapi antibiotik dalam 90 hari sebelumnya. Penggunaan antibiotik yang tidak
rasional mengurangi jumlah bakteri lactobacillus yang melindungi. Hal ini
menimbulkan jumlah pertumbuhan E. coli yang tinggi di vagina. Pada
percobaan kepada kera, pemberian antimikroba β-lactam meningkatkan
kolonisasi E. coli, pemberian trimethoprim dan nitrofurantoin tidak
meningkatkan kolonisasi E. coli. E. coli merupakan penyebab terbanyak ISK.
Resistensi E. coli terhadap antibiotik meningkat dengan cepat, terutama
resistensi terhadap fluorokuinolon dan cephalosporin generasi 3 dan 4.
9) Pasien hemodialisa
Pasien yang menjalani hemodialisa akan lebih rentan terpapar MDRO, maka
meningkatkan risiko terjadinya ISK oleh MDRO. Peningkatan kerentanan itu
disebabkan oleh dialisat yang terkontaminasi, transien bakteremia yang
disebabkan karena terdapat akses ke pembuluh darah yang menjadikannya
sebagai port d’entree bakteri MDRO, dan kelebihan Fe. Kateter dialisis melukai
lapisan kulit normal sehingga membentuk jalan masuk bakteri ke pembuluh
darah. Keberadaan benda asing dalam tubuh menimbulkan kekurangan imun
lokal dengan jalan pengaktifan fungsi fagosit dari sel polimorfonuklear. Hal ini
akan menyebabkan “exhausted neutrophils” yang menimbulkan penurunan
aktivitas pembunuhan bakteri secara nyata jika kemudian terinfeksi bakteri.

5. Patofisiologi
Patofisiologi
Umumnya bakteri seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis,
Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aureus yang menginfeksi ginjal
berasal dari luar tubuh yang masuk melalui saluran kemih bagian bawah (uretra),
merambat ke kandung kemih, lalu ke ureter (saluran kemih bagianatas yang
menghubungkan kandung kemih dan ginjal) dan tibalah ke ginjal, yang kemudian
menyebar dan dapat membentuk koloni infeksi dalam waktu 24-48 jam. Infeksi
bakteri pada ginjal juga dapat disebarkan melalui alat-alat seperti kateter dan bedah
urologis. Bakteri lebih mudah menyerang ginjal bila terdapat hambatan atau
obstruksi saluran kemih yang mempersulit pengeluaran urin, seperti adanya batu
atau tumor.
Patogenesis infeksi saluran kemih sangat kompleks, karena tergantung dari
banyak faktor seperti faktor pejamu (host) dan faktor organisme penyebab. Bakteri
dalam urin dapat berasal dari ginjal, ureter, vesika urinaria atau dari uretra.
Beberapa faktor predisposisi pielonefritis adalah obstruksi urin, kelainan struktur,
urolitiasis, benda asing, refluks. Bakteri uropatogenik yang melekat pada pada sel
uroepitelial, dapat mempengaruhi kontraktilitas otot polos dinding ureter, dan
menyebabkan gangguan peristaltik ureter. Melekatnya bakteri ke sel uroepitelial,
dapat meningkatkan virulensi bakteri tersebut (Hanson, 1999 dalam Kusnawar,
2001).
Mukosa kandung kemih dilapisi oleh glycoprotein mucin layer yang
berfungsi sebagai anti bakteri. Rusaknya lapisan ini akibat dari mekanisme invasi
bakteri seperti pelepasan toksin dapat menyebabkan bakteri dapat melekat,
membentuk koloni pada permukaan mukosa, masuk menembus epitel dan
selanjutnya terjadi peradangan. BakFteri dari kandung kemih dapat naik ke ureter
dan sampai ke ginjal melalui lapisan tipis cairan (films of fluid), apalagi bila ada
refluks vesikoureter maupun refluks intrarenal. Bila hanya vesika urinaria yang
terinfeksi, dapat mengakibatkan iritasi dan spasme otot polos vesika urinaria,
akibatnya rasa ingin miksi terus menerus (urgency) atau miksi berulang kali
(frekuensi), dan sakit waktu miksi (disuria). Mukosa vesika urinaria menjadi edema,
meradang dan perdarahan (hematuria). Infeksi ginjal dapat terjadi melalui collecting
system. Pelvis dan medula ginjal dapat rusak, baik akibat infeksi maupun oleh
tekanan urin akibat refluks berupa atrofi ginjal. Pada pielonefritis akut dapat
ditemukan fokus infeksi dalam parenkim ginjal, ginjal dapat membengkak, infiltrasi
lekosit polimorfonuklear dalam jaringan interstitial, akibatnya fungsi ginjal dapat
terganggu.
Pada pielonefritis kronik akibat infeksi, adanya produk bakteri atau zat
mediator toksik yang dihasilkan oleh sel yang rusak, mengakibatkan parut ginjal
(renal scarring). Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal
yang tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan
pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan
scarring. Pielonefritis kronis muncul stelah periode berulang dari pielonefritis akut.
Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecilserta atrophic. Jika
destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal ginjal.

Patofisiologi terjadinya proses inflamasi oleh karena pielonefritis


Infeksi bakteri pada saluran kemih menyebabkan pelepasan sitokin
proinflamasi seperti Interleukin-6 dan Interleukin-8 ke aliran darah sehingga
menyebabkan respon pejamu pada pasien dengan pielonefritis. Normalnya
Interleukin-6 urin tidak ditemukan pada urin orang sehat. Peningkatan Interleukin-6
serum kebanyakan ditemukan pada pasien dengan demam oleh karena pielonefritis.
Pada pielonefritis, infeksi bakteri telah mencapai ginjal yang menyebabkan respon
lokal pejamu, meningkatkan respon sitokin Interleukin-6 lainnya yang diperantarai
mediator pejamu. 21 21 Interleukin-6 muncul di urin dalam 6 jam setelah terjadinya
proses infeksi dengan tingkat sensitifitas 88% sampai pada 24 jam pertama
kemudian menurun setelah 6 jam terapi serta meningkat lebih lama pada pasien
bakterinemia. Respon sitokin saluran kemih diawali ketika bakteri mencapai
permukaan mukosa. Penempelan pada sel epitel mengaktifkan rangkaian pertama
sitokin termasuk diantaranya adalah IL-6, IL-1, IL-8 dan kemokin lainnya. Besar
dan pelepasan sitokin dipengaruhi oleh virulensi dari infeksi kuman, termasuk
fimbrae. Aktivasi sel epitelial diikuti oleh munculnya neutrofil dan sel inflamasi
lainnya di daerah lokal dan beberapa saat kemudian diikuti oleh respon sitokin.
Inflamasi lokal menyebabkan gejala lokal yang berhubungan dengan pielonefritis.
Peningkatan suhu dan respon fase akut bila bakteri, komponen bakteri, atau
mediator pejamu, keluar dari saluran kemih dan mencapai hepar, hipotalamus atau
daerah sistemik lain dimana muncul respon pejamu. Secara ringkas dapat dilihat
pada gambar 3. yang menerangkan patofisiologi pielonefritis yang disebabkan oleh
Escherichia coli sebagai berikut ini.
Gambar: Patofisiologi pielonefritis yang disebabkan oleh Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli menempel pada reseptor pada permukaan sel dengan
menggunakan vili atau P fimbrae, setelah menempel bakteri akan masuk kedalam
sel dimana akan terjadi proses replikasi. Penempelan atau invasi kemudian
mengaktifkan proses apoptosis didalam sel yang akan mengakibatkan eksfoliasi dan
pelepasan sel rusak dari pejamu. Interaksi antara Escherichia coli dan pejamu akan
menginduksi sitokin inflamasi yang akan mengakibatkan masuknya leukosit
polimorfonuklear kedalam sel.

Patogenesis
a. Peranan patogenisitas bakteri
Sejumlah flora saluran cerna termasuk E. coli diduga terkait dengan etiologi
ISK. Penelitian melaporkan lebih dari 170 serotipe 0 (antigen) E.coli yang patogen.
Patogenitas E. coli terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dari
lipopolisakarin. Bakterti patogen dari urin (urinary pathogen) dapat menyebabkan
presentasi klinis ISK tergantung juga dari faktor lainnya seperti perlengketan
mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi fase faktor virulensi.
Penelitian membuktikan bahwa fimbriae merupakan salah satu pelengkap
patogenisitas yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa
saluran kemih. Pada umumnya P fimbria akan terikat pada P blood group antigen
yang terdapat pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah. Fimbriae dari strain E.
coli ini dapat diisolasi hanya dari urin segar.
Kemampuan untuk melekat (adhesion) mikroorganisme atau bakteri
tergantung dari organ pili atau fimbriae maupun non-fimbriae. Pada saat ini dikenal
beberapa adhesion seperti fimbriae (tipe 1, P, dan S), non fimbrial adhesion (DR
haemaglutinin atau DFA component of DR blood group), fimbrial adhesion (AFA-
1 dan AFA-III), M-adhesions, G-adhesions dan curli adhesions.
Sifat patogenisitas lain dari E. coli berhubungan dengan toksin. Dikenal
beberapa toksin seperti α-haemolisin, CNF-1, dan iron uptake system (aerobactin
dan enterobactin) . Hampir 95% α-haemolisin terikat pada kromosom dan
berhubungan dengan pathogenicity islands (PAIS) dan hanya 5% terikat pada gen
plasmid.
Resistensi uropatogenik E. coli terhadap serum manusia dengan perantara
beberapa faktor terutama aktivasi sistem komplemen termasuk membrane attack
complex (MAC). Menurut beberapa peneliti uropatogenik mikroorganisme (MO)
ditandai dengan ekspresi faktor virulensi ganda. Beberapa sifat uropatogen MO :
seperti resistensi serum, sekuestrasi besi, pembentukan hidroksat dan antigen K
yang muncul mendahului manifestasi klinis ISK. Gen virulensi dikendalikan faktor
luar seperti suhu, ion besi, osmolaritas, pH, dan tekanan oksigen.
Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan
bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukkan
peranan beberapa penentu virulensi bervariasi diantara individu dan lokasi saluran
kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih dan
ginjal.

b. Peranan faktor host


Penelitian epidemiologi klinik mendukung hipotesis peranan status saluran
kemih merupakan faktor risiko atau pencetus ISK. Jadi faktor bakteri dan status
saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada
saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi) bila
sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih
termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan
proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi.
Vesica urinaria mempunyai mekanisme pertahanan melawan organisme
asing. Pengeluaran bakteria secara terus menerus dengan berkemih adalah
mekanisme untuk mengeluarkan bakteri yang telah mencapai pintu masuk (wash
out). Supaya aliran urine adekuat dan mampu menjamin mekanisme wash out,
maka
harus dalam kondisi jumlah urin yang cuup dan tidak ada hambatan di dalam
saluran kemih. Oleh karena itu kebiasaan jarang minum dan pada gagal ginal,
menghasilkan jumlah urin yang tidak adekuat sehingga berpotensi infeksi. Fungsi
fagosit dari dinding saluran kemih memberi kesan sebagai pertahanan lain, seperti
karakter antibakteri urin sendiri.

6. Klasifikasi

Infeksi Saluran Kemih Atas (ISK Atas) :


a. Pielonefritis akut (PNA), adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang
disebabkan oleh infeksi bakteri.
b. Pielonefritis kronis (PNK), mungkin terjadi akibat lanjut dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih serta
refluk vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti
pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik
yang spesifik.

7. Manifestasi Klinis
a. Pielonefritis akut
 demam
 menggigil
 nyeri panggul
 nyeri tekan pada sudut kostovetebral (CVA)
 lekositosis
 adanya bakteri dan sel darah putih pada urin
 disuria
 biasanya terjadi pembesaran ginjal disertai infiltrasi interstisial sel-sel
inflamasi.
b. Pielonefristis kronik
 tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi.
 keletihan
 sakit kepala
 nafsu makan rendah
 poliuria
 haus yang berlebihan
 kehilangan berat badan
 infeksi yg menetap menyebabkan jaringan parut di ginjal, disertai
gagal ginjal pada akhirnya.

8. Algoritma penegakan diagnosis


Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik adalah andalan dalam
mengevaluasi pielonefritis akut, tetapi studi laboratorium dan pencitraan dapat
membantu. Spesimen urin harus diperoleh untuk urinalisis. Pada urinalisis, orang
harus mencari piuria karena ini merupakan temuan paling umum pada pasien
dengan pielonefritis akut. Produksi nitrit akan menunjukkan bahwa bakteri
penyebabnya adalah E.coli. Proteinuria dan hematuria mikroskopis dapat ditemukan
juga pada urinalisis. Jika hematuria ada, maka penyebab lain dapat dipertimbangkan
seperti batu ginjal. Semua pasien dengan dugaan pielonefritis akut juga harus
menjalani biakan urin untuk penatalaksanaan antibiotik yang tepat. Pekerjaan darah
seperti jumlah sel darah lengkap (CBC) dikirim untuk mencari peningkatan sel
darah putih. Panel metabolik lengkap dapat digunakan untuk mencari penyimpangan
pada kreatinin dan BUN untuk menilai fungsi ginjal. Studi membayangkan pilihan
untuk pielonefritis akut adalah CT abdomen / panggul dengan kontras. Studi
pencitraan biasanya tidak diperlukan untuk diagnosis pielonefritis akut tetapi
diindikasikan untuk pasien dengan transplantasi ginjal, pasien dengan syok septik,
pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol, ISK rumit, pasien
immunocompromised, atau mereka dengan toksisitas bertahan lebih dari 72 tahun.
jam. Ultrasonografi dapat digunakan untuk mendeteksi pielonefritis, tetapi studi
negatif tidak mengecualikan pielonefritis akut. Apapun, USG masih bisa menjadi
studi yang berguna ketika mengevaluasi pielonefritis akut karena dapat dilakukan di
samping tempat tidur, tidak memiliki paparan radiasi dan dapat mengungkapkan
kelainan ginjal, yang dapat mendorong pengujian lebih lanjut atau pengobatan
definitif.
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan ginjal
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya pembesaran atau
pembengkakan pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas dan
mengkaji ada atau tidaknya nyeri tekan. ginjal teraba membesar .
2. Pemeriksaan Buli-Buli
Pada pemeriksaan buli-buli diperhatikan adanya benjolan/massa atau jaringan
parut bekas irisan/operasi di suprasimfisis.
3. Pemeriksaan Genetalia Eksterna Pada inspeksi genetalia eksterna
diperhatikan kemungkinan adanya kelainan pada penis/urethra antara lain :
mikropenis, makropenis, hipospadia, kordae, epispadia, stenosis pada meatus
urethra eksterna, dll.
4. Pemeriksaan Neurologi Ditujukan untuk mencari kemungkinan adanya kelainan
neurologik yang mengakibatkan kelainan pada system urogenetalia, seperti
pada lesi motor neuronatau lesi saraf perifer yang merupakan penyebab
dari buli-buli neurogen.

Inspeksi
Dapat dilihat ada atau tidaknya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen
sebelah atas dan ekspresi atau mimik wajah meringis, Pasien tampak menggigil,
Pasien tampak memegang area pinggang atau abdomen ,Pasien tampak tidak bias
menahan BAK.

Palpasi
Palpasi ginjal dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua tangan. tangan
kiri diletakkan di sudut kosto-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas
sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan.
a. Terdapat nyeri pada pinggang dan perut
b. Adanya pembengkakan ginjal (ginjal membesar)
c. Dahi dan kulit tubuh teraba panas

Perkusi
Dilakukan dengan memberikan ketokan pada sudut kosto-vertebra (yaitu
sudut yang dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vertebra). Terdengar suara
tenderness
Auskultasi
Suara usus melemah seperti ileus paralitik.

9. Diagnosis banding
Ketika mendiagnosis pielonefritis akut, mempertahankan diferensial luas
adalah ide yang bijaksana. Dokter harus mempertimbangkan gangguan lain juga
ketika pasien datang dengan demam, nyeri panggul, dan nyeri tekan sudut
costovertebral. Karena gejala dapat bervariasi (unilateral, bilateral, menjalar, tajam,
kusam) dan karena pielonefritis dapat berkembang menjadi sepsis dan syok,
diagnosis banding yang terkait dengan pielonefritis dapat luas. Mimik umum
pielonefritis akut dapat termasuk tetapi tidak terbatas pada:
- Radang usus buntu
- Abses perut
- Nefrolitiasis
- Kolesistitis
- Obstruksi saluran kemih
- Penyakit radang panggul
- Pankreatitis
- Kehamilan ektopik
- Sistitis
- Uretritis

Pielonefritis Sistitis Uretritis


Demam 🗸 🗸 (ringan) 🗴
Mengigil 🗸 🗴 🗴
Urgensi 🗸 🗸 ?
Disuria 🗸/🗴 🗸 🗸
Nyeri Pinggang 🗸 🗴 🗴
Nyeri Ketok CVA 🗸 🗴 🗴
Nyeri suprapubik 🗴 🗸 🗸
Tabel: Diferensial diagnosis pielonefritis, sistitis dan uretritis
10. Komplikasi
1) Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada
area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila ginjal,terutama
pada penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.
2) Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yangdekat
sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dansistem kaliks
mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami pereganganakibat adanya
pus
3) Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluaske
dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.Komplikasi pielonefritis
kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari hilangnya
progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi,
dan pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme
pengurai urea, yang mangakibatkan terbentuknya batu)

11. Pemeriksaan Penunjang


Urinalisis
 Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK.
Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB)
sediment air kemih
 Neutrofilia
Toksin yang dikeluarkan oleh UPEC dapat memengaruhi fungsi sel host. Toksin
α-hemolysin lipoprotein dapat menyebabkan respon proinflamasi pada sel
epiteliel ginjal. Akibatnya beberapa kemokin teraktivasi dan terjadi peningkatan
aktivasi neutrofil yang bekerja untuk membersihkan infeksi.
 Hematuria: hematuria- positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air
kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa
kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.

Bakteriologi
 Mikroskopis : satu bakteri lapangan pandang >105 cfu/ mL urin plus piuria
 Biakan bakteri
 Tes kimiawi : tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji

carik Kultur urine


Kultur urin bertujuan ntuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik

Hitung koloni
Hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran
tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya
infeksi.
Metode tes
 Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess
untuk pengurangan nitrat).
 Tes esterase lekosit positif: maka pasien mengalami piuria.
 Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi
nitrat urin normal menjadi nitrit.

Foto radiologi
Pencitraan awal penyajian pielonefritis akut mungkin lebih berguna daripada
yang diperkirakan sebelumnya. Dalam satu studi, 16% dari pasien
dirawat untuk pielonefritis akut ditemukan memiliki kelainan baru dan klinis
signifikan pada pencitraan ginjal pada saat masuk. Kemudian dalam
perjalanan rumah sakit, pencitraan yang digunakan untuk
evaluasi cepat dari komplikasi yang berpotensi organ-atau mengancam jiwa.

12. Tatalaksana
Tatalaksana farmakologis untuk PNA dapat dideskripsikan sebagai berikut:
Terapi lini pertama
Obat Sediaan Dosis per hari (oral)
Ciprofloxacin (Cipro) Tablet 250, 500, dan 750 2 kali 500 mg (diberikan
mg selama 7 hari)
Levofloxacin (Levaquin) Tablet 250 dan 500 mg 750 mg per hari (diberikan
selama 5 hari)
Bila didapati resistensi flouroquinolone >10%, berikan ceftriaxone (Rocephin) dosis
tunggal 1 gram IV atau dosis konsolidasi selama 24 jam dari aminoglikosida
(gentamicin 7 mg/kgBB IV atau tobramycin 7 mg/kgBB IV atau amikacin 20
mg/kgBB
IV)
Terapi lini kedua
Obat Sediaan Dosis per hari (oral)
Sulfametoxazole/Trimetropim - Tablet 480 mg 2 kali 800mg/160mg
(Bactrim DS, Septra DS) (400 mg SMZ dan 80 mg diberikan selama 14 hari
(harus dihindari pada pasien TMP), 960 mg (800 mg
geriatri karena resiko SMZ dan 160 mg TMP).
mempengaruhi fungsi ginjal) - Tablet pediatrik
120 mg (100 mg SMZ
dan 20 mg TMP)
- Suspensi oral 200
mg SMZ dan 40
mgTMP/5ml
- Infus 400 mg
SMZ dan 80 mg TMP
per 5 ml
Bila didapati resistensi flouroquinolone >10%, berikan ceftriaxone (Rocephin) dosis
tunggal 1 gram IV atau dosis konsolidasi selama 24 jam dari aminoglikosida
(gentamicin 7 mg/kgBB IV atau tobramycin 7 mg/kgBB IV atau amikacin 20
mg/kgBB
IV)

Terapi nonfarmakologis untuk pielonefritis akut ialah dengan cara meminum banyak
cairan dan cukup dengan istirahat tirah baring.
Prinsip terapi antibiotik menurut European Association of Urology dalam Guideline On
Urological Infections 2015 yang dijadikan standart dapat dilihat pada tabel dibawah ini
PERTIMBANGAN KHUSUS
 Berikan obat-obat antipiretik untuk mengatasi demam
 Berikan cairan secara paksa untuk mencapai haluaran urine lebih dari 2000 ml per
hari. Cara ini membantu pengosongan kandung kemih dari urine yang
terkontaminasi dan mencegah pembentukan batu. Jangan menganjurkan asupan
cairan melebihi 1,9 hingga 2,8 liter karena tidakan ini dapat mengurangi efektivitas
antibiotic
 Terapkan diet tinggi sisa asam untuk mencegah pembentukkan batu
 Ajarkan teknik yang tepat untuk mengumpulkan specimen urine dengan cara
pengambilan yang bersih. Jangan lupa menyimpan specimen urine di dalam lemari
es dalam 30 menit sesudah pengumpulan guna mencegah pertumbuhan berlebihan
 Tekankan perlunya menyelesaikan seluruh terapi antibiotic sekalipun gejala sudah
menghilang. Anjurkan perawatan follow up jangka panjang bagi pasien risiko
tinggi

13. Edukasi dan pencegahan


Untuk membantu perawatan infeksi ginjal, berikut beberapa hal yang harus
dilakukan:
a. Minum banyak air (sekitar 2,5 liter) untuk membantu pengosongankandung
kemih serta kontaminasi urin.
b. Perhatikan makanan (diet) supaya tidak terbentuk batu ginjal
c. Banyak istirahat di tempat tidur.
d. Terapi antibiotika.
Untuk mencegah terkena infeksi ginjal adalah dengan memastikan tidak pernah
mengalami infeksi saluran kemih, antara lain dengan memperhatikan cara
membersihkan setelah buang air besar, terutama pada wanita. Senantiasa
membersihkan dari depan ke belakang, jangan dari belakang ke depan. Hal
tersebut untuk mencegah kontaminasi bakteri dari feses sewaktu buang air besar
agar tidak masuk melalui vagina dan menyerang uretra. Pada waktu pemasangan
kateter harus diperhatikan kebersihan dan kesterilan alat agar tidak terjadi
infeksi

14. Prognosis
Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan
penyembuhan 100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika
yang diberikan sesuai. Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui atau
sulit dikoreksi maka 40% pasien PNA dapat menjadi kronik atau PNK. Sebagian
besar pasien pielonefritis menjalani rawat jalan dengan sebagian besar pasien
membaik dengan antibiotik oral. Angka kematian secara keseluruhan sekitar
10% hingga 20% dan dalam beberapa penelitian dengan studi terbaru dari Hong
Kong menemukan tingkat kematian mendekati 7,4%.
1) Prognosis piolenefritis akut: Baik bila memperlihatkan penyembuhan klinis
maupun bakteriologis terhadap antibiotik.
2) Prognosis pielonefritis kronis : Bila diagnosis pielonefritis kronis terlambat dan
kedua ginjal telah menyusut, pengobatan konservatif semata – mata untuk
mempertahankan faal ginjal yang masih utuh.

15. SKDI
Infeksi saluran kemih termasuk ke dalam SKDI 4A, dimana seorang
lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan
penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
VI. Kerangka Konsep
VII. Kesimpulan
Seorang laki-laki, 30 tahun, mengalami pielonefritis akut non komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Belyayeva , Mariya, Jordan M. Jeong. 2019. Acute Pyelonephritis. Diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519537/

Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta : EGC,
1022
Guyton dan Hall. 2016. Fisiologi Manusia. Jakarta: Elsevier.

Kumar, Cotrans. 2016. Robbins Pathology. Singapore: Elsevier.

Sherwood, Lauralee. 2013. Fisiologi Manusia. Jakarta: Elsevier

T.R. Harrison. 2018. Harrison’s Internal Medicine. US: Mc-Grawhill Education

Priyatno, J.E., 1996. PYELONEPHRITIS (Doctoral dissertation, Program Pascasarjana Universitas


Diponegoro). (Diakses melalui scholar.google.com pada 30 Juli 2019)

E.Huether, S., & McCance, K. L. (2019). In Buku Ajar Patofisiologi Ed 6.


Singapore: Elsevier.

Kowalak, J. P. (2011). In Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku ajar patologi Robbins Edisi
9. Jakarta: EGC

Aggarwal R. Acute Pyelonephritis. Urology & Nephrology Open Access Journal. 2017;5(5).

McLellan L, Hunstad D. Urinary Tract Infection: Pathogenesis and Outlook. Trends in Molecular
Medicine. 2016;22(11):946-957.

Kowalak, Jennifer P. 2017. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:EGC.

Purnomo, Basuki B. 2016. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto.

Ikatan Ahli urologi Indonesia (IAUI).2015.Guideline Penatalaksanaan Infeksi Saluran


Kemih dan Genitalia Pria 2015 edisi 2. Ikatan Ahli Urologi Indonesia.Surabaya.

Suhardjono; Lydia,A; Kapojos, E.J; Sidabutar, R.P.2001.Nefrourologi. Di dalam: Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta:Balai Penerbit FKUI.

Harris, J.R.C; Neilson, Eric . G. 2013. Adaptasi Ginjal Terhadap Cedera Ginjal. Di
dalam: Harrison Nefrologi dan gangguan Asam- Basa. J.L,Loscalzo.McGraww-Hill
Company.Edisi Terjemahan. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai